BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu negara kesatuan segenap urusan-urusan negara tidak dibagi

dokumen-dokumen yang mirip
FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI BALI MENERIMA ASPIRASI RAKYAT DI DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki hubungan tersendiri dengan pemilih jika dibandingkan dengan anggota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Kajian Yuridis Tindakan Nyata Pemerintah.Anak Agung Putu Wiwik Sugiantari 63

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

INSTRUMEN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB IV KEABSAHAN PENGANGKATAN PEJABAT DAERAH OLEH PEJABAT KEPALA DAERAH. tindakan hukum publik yang diberikan oleh peraturan perundang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

Hukum Administrasi Negara

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 OLEH : Ida Bagus Rehadi Yoya Brahmana I Wayan Parsa Nengah Suharta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945).

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

BAB II TINJAUAN UMUM. Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah

PKM-PENELITIAN. Dusulkan Oleh : Ayon Diniyanto / 2013 Conigiya Simarmata / Kunta Anjana / 2013

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

SUMBER WEWENANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

APA ITU DAERAH OTONOM?

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu lebih dari 30 tahun, penyelenggara negara tidak dapat menjalankan

GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 I KOMANG RUPADHA ABSTRAKSI PENDAHULUAN. Kajian Historis Undang-undang Pemerintahan...I Komang Rupadha 114

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013)

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Negara Republik Indonesia. sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dengan tegas menyebutkan, bahwa : Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Prinsip dari Negara Kesatuan adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara ialah Pemerintah Pusat (Central Government) tanpa adanya gangguan oleh delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah (local government). 1 Dalam suatu negara kesatuan segenap urusan-urusan negara tidak dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dengan demikian urusan-urusan negara dalam negara kesatuan itu tetap merupakan suatu kebulatan dan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di negara itu adalah pemerintah pusat. 2 Dengan adanya ketentuan tersebut berarti bahwa dalam melaksanakan usahausaha dan kegiatan-kegiatan apapun dalam rangka kenegaraan harus dapat mencerminkan ikatan negara kesatuan. Namun karena geografisnya wilayah Negara Indonesia itu sangat luas yang meliputi banyak pulau yang besar dan kecil serta kondisi masyarakatnya dengan suku dan kebudayaan yang berbeda-beda, maka sudah 1 F. Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan Indonesia, Karya Putera, Yogyakarta, 1971, h. 16. 2 M. Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai Pemerintah Daerah, Alumni Bandung, 1978, h. 22. 1

tentu tidaklah mungkin jika segala sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh Pemerintah Pusat. 3 Untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan sampai ke seluruh pelosok negara maka wilayah negara Indonesia dibagi atas beberapa daerah. Oleh pemerintah pusat masing-masing daerah itu diberi hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (hak otonomi). 4 Dasar hukum pembagian wilayah negara atas daerah-daerah otonomi tersebut tertuang dalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerinta daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis (5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat (6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembatuan (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. 3 Moh. Kusnardi dan Harmaey Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia IV, Pusat Studi HTN Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan CV. Sinar Bhakti, 1981, h. 45 4 F. Sugeng Istanto, Op.Cit, h. 69 2

Sesuai dengan bentuknya Negara Kesatuan yang didesentralisasikan, maka dalam menjalankan sistem pemerintahan di Indonesia Pemerintah berpegang pada dua (2) asas yaitu: 1. Asas Keahlian; 2. Asas Kedaerahan. 5 Asas keahlian menunjukkan suatu asas yang menghendaki tiap urusan kepentingan umum di daerah kepada para ahli untuk diselenggarakan secara fungsional. Asas keahlian ini dapat dilihat pada susunan pemerintah di pusat, dimana soal kepentingan didaerah diolah oleh ahli-ahli seperti dalam kementrian-kementrian. Tetapi dengan bertambah banyaknya kepentingan-kepentingan yang harus diurus dan diselenggarakan oleh Pemerintah pusat bertambah majunya masyarakat, maka pemerintah tidak dapat mengurus semua kepentingan itu tanpa berpegang pada asas kedaerahan dalam melakukan pemerintahan. 6 Dalam system pemerintahan mengandung dua asas dalam melaksanakan pemerintahan yaitu: 7 5 M. Manullang, Beberapa Aspek Administrasi Pemerintahan Daerah, PT. Pembangunan, Jakarta, 1973, h. 37. 6 Ibid, h. 15 7 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1978, h. 17. 3

1. Asas Desentralisasi Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pada badan atau golongan dalam masyarakat daerah tertentu yang mengurus rumah tangganya sendiri. 8 Asas Desentralisasi ini pada hakekatnya merupakan konsekuensi dari banyaknya kepentingan-kepentingan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Bertambah majunya masyarakat, akibatnya pemerintah tidak dapat menguasai semua kepentingan itu dengan baik sehingga tugas itu diserahkan penguasaannya kepada Pemerintah Daerah. 2. Asas Dekonsentrasi Kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah Provinsi dalam angka pelaksanaan Dekosentrasi dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kewenangan tersebut dilaksanakan oleh dinas Provinsi sebagai Perangkat Propinsi. Penyelanggaraan Dekonsentrasi itu dibiayai atas beban pengeluaran pembangunan APBN. Pencatatan dan Pengelolaan dalam penyelenggaraan Dekosentrasi dilakukan secara terpisah dari APBD. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekosentrasi. 9 Selain kedua asas yang disebutkan di atas, dalam pelaksanaan pemerintahan daerah dikenal adanya tugas pembantuan yaitu tugas untuk turut serta dalam 2002, h. 4 8 Widjaja, HAW, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 9 Ibid. h. 168-169 4

melaksanakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Amrah Muslimin memberikan pengertian pada tugas pembantuan sebagai kewenangan pemerintah daerah menjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya atau yang lebih tinggi tingkatannya. Kewenangan ini mengenai tugas melaksanakan sendiri atas biaya dan tanggung jawab terakhir pada pemerintah tingkat atasan yang bersangkutan. 10 Sehingga di sini dapat dilihat bahwa tugas itu sebenarnya sepenuhnya tugas pemerintah pusat, hanya saja karena jangkauan pemerintah pusat yang terbatas, maka tugas itu dititipkan kepada pemerintah daerah melalui asas desentralisasi. Dalam menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan keinginan rakyat, DPRD memiliki tugas, wewenang, dan hak-hak yang sangat luas, diantaranya adalah menyalurkan aspirasi rakyat yang dimana tugas dan wewenang dan menindak lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat, secara kongkrit mengenai mekanisme menampung dan menindak lanjuti aspirasi rakyat tersebut. DPRD memiliki peranan yang sangat penting sebagai ujung tombak penyalur aspirasi guna menyelenggarakan Pemerintahan Daerah untuk melakukan atau menjalankan demokrasi berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengenai kedudukan DPRD menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bagian dari pemerintah daerah, 10 Amrah Muslimin, Op. Cit., h. 8. 5

kedudukan DPRD menjadi berdiri sendiri terpisah dari pemerintah daerah. Dalam urusan legislatif diserahkan pada DPRD dan untuk urusan eksekutif menjadi kewenangan pemerintah daerah. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ada hal telah diubah yaitu: Kepala Daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD melainkan kepada Presiden melalui Mendagri untuk Gubernur, dan kepada Menteri dalam negeri melalui Gubernur untuk pemerintah daerah walikota dan bupati. Perubahan ini dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan demokrasi kepada pemerintah daerah diberikan fungsi-fungsi implementasi. Kebijakankebijakan publik yang meliputi aspek pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, sedangkan DPRD diberikan fungsi-fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas kepala daerah. Kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD melainkan kepada Presiden melalui Mendangri untuk Gubernur, dan kepada menteri dalam negeri melalui Gubernur untuk pemerintah daerah walikota dan bupati. Bambang Yudoyono mengukapkan melalui perubahan sistem pemerintah daerah ini adalah; 1. Pembangunan sistem, iklim dan kehidupan politik yang demokrasi. 2. Penciptaan pemerintahan Daerah yang bersih dan berwibawa. 3. Pemberdayaan masyarakat agar mampu berperan serta secara optimal dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. 4. Penegakan supremasi hukum. 11 11 Bambang Yodoyono, 2001, Otonomi Daerah Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemuda dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 49-50. 6

Dalam rangka mewujudkan sasaran diatas, DPRD memiliki kekuasaan sebagai sosial kontrol dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan di tingkat daerah baik provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota Dalam rangka mewujudkan sasaran diatas, kepada DPRD sebagai perwakilan rakyat yang diberikan tugas, wewenang, dan hak-hak yang sama seperti DPR tetapi dalam ruang lingkup sebagai lembaga lesgilatif daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali dalam meneirma aspirasi sebagai bentuk waklil rakyat yang dipilih melalui Pemilihan Umum, karena DPR adalah sebagai wakil rakyat, apapun masalah yang dihadapi oleh rakyat guna kepentingan masyarakat DPRD harus menerima dan mau memperjuangkan hak-hak rakyat. Dewasa ini kepentingan rakyat seolah-olah tidak mendapatkan tanggapan yang serius dari DPRD yang merupakan salah satu lembaga yang dapat membela kepentingan rakyat. Dengan demikian DPRD memiliki tujuan sebagaimana menerima aspirasi atas dasar demokrasi dan kedudukan dalam sistem Pemerintahan Daerah dan juga mampu mengungkapkan nilai-nilai aspirasi masyarakat.dalam pasal 293 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyebutkan mengenai tugas dan wewenang DPRD yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah, maka kedudukan DPRD Propinsi Bali memiliki fungsi yang sangat besar dan jelas, yang diatur dalam Peraturan DPRD Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Bali. 7

Sehingga DPRD memiliki tugas, wewenang, dan hak-hak yang sangat luas, diantaranya adalah menyalurkan aspirasi rakyat yang dimana tugas dan wewenang dan menindak lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat, secara kongkrit mengenai mekanisme menampung dan menindak lanjuti aspirasi rakyat tersebut. Oleh karena itu hal tersebut menarik untuk dikaji secara ilmiah dengan judul, FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH ( DPRD) PROVINSI BALI MENERIMA ASPIRASI RAKYAT DIDALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATIS 1.1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka ada beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan antara lain: 1. Apa dasar hukum kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Bali menerima aspirasi rakyat? 2. Bagaimana fungsi penyaluran aspirasi rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Bali dalam mewujudkan pemerintah yang demokratis? 8

1.1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk membatasi agar jangan sampai suatu pembahasan keluar dari permasalahan maka perlu diberikan batasan terhadap permasalahan yang akan dibahas. Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan, yang dapat dibahas hanyalah sebatas mekanisme peyaluran aspirasi masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Bali sebagai lembaga legislatif daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis. 1.2 Tujuan Penelitian Suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk menyusun skripsi dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana. 1.2.1 Tujuan umum Untuk mengkaji fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menerima aspirasi rakyat di dalam mewujudkan pemerintah yang demokratis. 1.2.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengkaji dasar hukum kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Bali menerima aspirasi rakyat 2. Untuk mengkaji fungsi penyaluran aspirasi rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Bali dalam mewujudkan pemerintah yang demokratis 9

1.3 Landasan Teoritis Berbagai teori yang dipergunakan dalam penelitian ini diketengahkan teori, konsep, asas-asas hukum serta pandangan sarjana sebagai pembenaran teoritis. Pembenaran teoritik tersebut terutama berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Teori Negara Hukum Suatu Negara dapat dikatakan sebagai negara hukum rechstaat menurut Burkens, (sebagaimana dikutip Yohanes Usfunan) apabila memenuhi syarat-syarat: 12 1. Asas legalitas. Setiap pihak pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan (wettelijke gronslag). Dengan landasan ini, undangundang dalam arti formil dan undang-undang sendiri merupakan temuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentukan undang-undang merupakan bagian penting Negara hukum. 2. Pembagian kekuasaan. Syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan. 3. Hak-hak dasar (grondrechten), merupakan sasaran perlindungan diri pemerintahan terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk undang-undang. 4. Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia. 12 Burkens, M.C., et.al., 1990, Beginselen van de Democratiche Rechtasstaat, Dalam Yohanes Usfunan, 1998, Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Disertasi dalam meraih Doktor pada Program Pasca Sarjana UNAIR Surabaya, h.111. 10

Relevansi dari konsep ini dengan obyek penelitian ini adalah unsur pertama asas legalitas dan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia). Dalam kaitan ini asas legalitas berkaitan dengan kepastian atas anggota dewan dalam menyalurkan aspirasi rakyat yang diakui berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagir Manan, lebih lanjut mengetengahkan ciri-ciri minimal Negara hukum sebagai berikut: 13 1. Semua tindakan harus berdasarkan hukum. 2. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak-hak lainnya. 3. Ada kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa terhadap masyarakat (badan peradilan yang bebas). 4. Adanya pembagian kekuasaan. Negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat) berdasarkan Pancasila. Ini berarti bahwa setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus didasarkan pada norma-norma hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Secara konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang diketahui dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 13 Bagir Manan, tanggal 3 September 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD 1945, Makalah disampaikan kepada Mahasiswa Pasca Sarjana, Unpad, Tahun 1994-1995, di Bandung, h.19. 11

2. Konsep Kewenangan Dalam beberapa sumber menerangkan, bahwa istilah kewenangan (wewenang) disejajarkan dengan bevoegheid dalam istilah Belanda, menurut Philipus M. Hadjon salah seorang guru besar Fakultas Hukum Unair mengatakan, bahwa wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya mempunyai 3 komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum dan komformitas hukum. 14 Komponen pengaruh, bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; dasar hukum dimaksudkan, bahwa weenang itu haruslah mempunyai dasar hukum; sedangkan komponen komformitas hukum dimaksud, bahwa wewenang itu haruslah mempunyai standar. Kewenangan secara teoritik dapat diperoleh melalui 3 cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. 15 Atributie (atribusi) adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan; Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lain; sedangkan mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Atmaja menjelaskan, bahwa wewenang inilah sesungguhnya yang merupakan legal power yang didalamnya melekat 3 (tiga) unsur, yaitu pengaruh 14 Emil J. Sady, 1962, Improvement Local Government for Development Purpose, in Journal of Local Administration Overseas, h.135. 15 Philipus M. Hadjon, 1991, Peradilan Tata Usaha Negara, Tantangan Awal di Awal Penerapan UU No.5 Tahun 1986, Majalah FH Unair, No.2-3 Tahun VI, Surabaya, (selanjutnya disebut Philipus M.III), h.2. 12

yang memiliki katagori yang eksklusif (keluar) wajib dipatuhi oleh orang lain dan atau pejabat serta jabatan atau lembaga lainnya, unsur dasar hukum dan unsur komformitas. 16 Sementara itu menurut Hardjon, bahwa cara memperoleh wewenang, yaitu melalui: atribusi dan delegasi kadang-kadang juga mandat ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang. 17 Sementara itu Bagir Manan menjelaskan, bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelffregelen) dan mengelola sendiri (zelfhestuten), 18 sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan berasal dari undang-undang yang berlaku. Dengan kata lain, organ pemerintahan tidak dapat menganggap, bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Sebenarnya kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang; pembuat undang-undang dapat memberi wewenang pemerintahan, tetapi dapat juga kepada pegawai tertentu atau kepada badan khusus tertentu. Dalam konstitusi Indonesia UUD 1945 (setelah amandemen yang keempat 16 Ridwan, HR., 2002, Hukum Administrasi Negara, UII-Press, Yogyakarta, h.74. 17 Atmaja, 2003, Hukum Antar Wewenang (Konsep dan Cara Penyelesaian), Makalah Lepas (bahan Kuliah S2) FH-UNUD, Denpasar, h.5. 18 Ibid. 13

kalinya), ditemukan beberapa pasal yang melahirkan kewenangan, baik diberikan kepada eksekutif, yudisial maupun legislatif dalam pasal-pasal tersebut. Kewenangan ditafsirkan dengan memegang kekuasaan, berhak, dapat, tidak dapat, menyatakan, mengangkat, memberi, mengatur, menyatakan, menetapkan, fungsi, dapat melakukan, kekuasaan, berwenang dan lain-lain dengan berbagai istilah, akan tetap substansi dan maksudnya sama, yaitu kewenangan atau mempunyai autority. 3. Konsep Kebijakan ( Beleidsregel ) Dalam kaitan ini, selain konsep konsep yang telah dikemukakan sebelumnya juga diketengahkan konsep Beleidsregel sebagai titik tolak dalam tulisan ini. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, badan atau pejabat Tata Usaha Negara dapat membuat peraturan kebijakan antara lain berupa keputusan, instruksi, edaran, petunjuk dan pengumuman. Peraturan kebijakan yang dibuat oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut sudah barang tentu berada dalam koridor hukum. Keputusan tertulis badan atau pejabat Tata Usaha Negara di Belanda adalah Beleidsregel atau peraturan kebijakan. Dalam Kepustakaan Belanda, ada berbagai nama lain bagi Peraturan Kebijakan yaitu Pseudowetgeving (Van Der Houven), Spiegelrech (Mannourry). Sedangkan istilah Beleidsregel dipergunakan antara lain oleh Vand Kreveld. 19 19 Van Wijk, Dalam Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD 1945, Makalah Ilmiah, Bandung, h.14. 14

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa walaupun terdapat berbagai nama tentang peraturan kebijakan, namun obyek kajiannya sama-sama tertuju pada peraturan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan kebebasan bertindak atau freies Ermessen yang dimungkinkan oleh Peraturan Perundangan-Undangan. Philipus M. Hadjon (ed), menyatakan bahwa wewenang badan atau pejabat Tata Usaha Negara membuat peraturan kebijakan, didasarkan pada asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid atau beoordelingvrijheid) atau lazim disebut freies ermessen. 20 Istilah Freies Ermessen berasal dari bahasa Jerman, kata Freies berasal dari kata frei yang artinya bebas. Sedangkan kata Ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, penilaian, pertimbangan dan keputusan. 21 Dengan demikian istilah Freies Ermessen berarti kebebasan mempertimbangkan yang diberikan kepada badan atau pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Sjachran Basah mengatakan bahwa freies Emerssen melalui sikap tindak administrasi Negara dapat berwujud. a. Membentuk peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang secara materiil mengikat umum. b. Mengeluarkan beschikking yang bersifat Konkret, final dan individual. c. Melakukan tindak administrasi yang nyata dan aktif. 20 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2001, Tata Perijinan Pada Era Otonomi Daerah, Makalah disampaikan pada symposium Nasional Sistem Kesehatan, di Surabaya, selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon III, h.1 21 Adolf Heuken Sj, 1987, Kamus Jerman Indonesia, Yayasan Cipta Loka Caraka, PT. Gramedia, Jakarta,h.148-177. 15

d. Menjalankan fungsi peradilan, terutama dalam hal keberatan dan banding administrasi. 22 Dari uraian terseut di atas dapatlah disimpulkan, bahwa beleidsregel atau Peraturan Kebijakan dibuat untuk menjaga ketaatan tindakan pejabat Tata Usaha Negara dalam kaitan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik terutama asas kepastian hukum. Dengan demikian dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan beleidsregel atau peraturan kebijakan merupakan peraturan hukum yang harus dipatuhi, walaupun ia tidak termasuk dalam tata urutan Peraturan Perundang- Undangan. Guna menghindari agar penggunaan kewenangan kewenangan tersebut tidak disalahgunakan, maka peranan Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sebagai hukum tidak tertulis menjadi semakin penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain teori dan konsep konsep sebagaimana telah dikemukakan, juga dapat dipergunakan sebagai titik tolak adalah Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Berdasarkan pemikiran Crince Le Roy, oleh Koenjoro Purbopranoto dirumuskan tiga belas asas pemerintahan yang baik yang harus tetap diperhatikan administrasi Negara yaitu: 1. Asas Kepastian Hukum (Principle of Legal) 2. Asas Keseimbangan (Security Principle of Proportionality) 3. Asas Kesamaan dalam mengambil keputusan (Principle of Equity) 4. Asas bertindak cermat (Principle of Carefulness) 5. Asas motifasi untuk setiap keputusan (Principle of Motivation) 22 Sjahran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Orasi ilmiah pada Dies Natalis XXIX Unpad, Bandung, 24 September 1986, h.4. 16

6. Asas tidak mencampuradukan kewenangan (Principle of Nonmisuse of Competence) 7. Asas Permainan yang layak (Principle of Fairplay) 8. Asas keadilan atau kewajaran (Principle of reasonableness or prohibition of arbitrairness). 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expactation). 10. Asas meniadakan akibat akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision). 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi (principle of protecting the personnal way of life). 12. Asas kebijaksanaan (sapientia). 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service). 23 Dari ke 13 asas tersebut di atas, asas yang paling relevan dengan obyek penelitian ini adalah asas kepastianhukum (principle of legal). Pada dasarnya asas kepastian hukum menghendaki agar setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, hendaknya benar-benar menghormati hukum yang berlaku, artinya hukum haruslah benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya. Bagir Manan dalam makalahnya berjudul Peraturan Kebijakan sebagaimana dikutip oleh Marcus Lukman dalam disertasinya, memberikan gambaran umum antara lain sebagai berikut: 1. Peraturan kebijakan bukan merupakan Peraturan Perundang-Undangan; 2. Asas asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan; 3. Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang undangan untuk keputusan membuat peraturan kebijakan; 4. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi negara bersangkutan membuat Peraturan Perundang- 23 Koentjoro Purbopranoto, 1978, Beberapa Catatan tentang Hukum dan Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, h.29. 17

Undangan (baik karena secara umm tidak berwenang maupun untuk obyek bersangkutan tidak berwenang mengatur). 5. Penguian terhadap peraturan kebijakan lebih diarahkan pada doelmatigheid dana karena batu ujinya adalah asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak; 6. Dalam praktek, peraturan kebijakan diberi format dalam berbagai bentuk atau jenis yaitu: Keputusan, Instruksi, Surat Edaran dan lain-lain, bahkan dapat dalam bentuk Peraturan. 24 Guna menghindari kesalahan pengertian antara kata kebijakan dengan kebijaksanaan, maka perlu dijelaskan, bahwa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, menunjukkan tidak ada perbedaan mendasar antara kata kebijaksanaan dengan kata kebijakan, yaitu Kepandaian menggunakan akal budi. Istilah ini menurut buku Hukum Administrasi Negara disebut: Legislasi Semu, Peraturan kebijakan dan perundang undangan semu serta peraturan kebijakan. 25 Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat ditarik sejumlah pokok pikiran mengenai legislasi semu, yakni: h.17-19. a. Penciptaan aturan hukum oleh pejabat untuk menjalankan ketentuan Undang- Undang. b. Pedoman pelaksanaan kebijaksanaan untuk menjalankan ketentuan Undang- Undang. c. Dipublikasikan secara luas. d. Berasal dari Diskresi atau Freies Ermessen. 24 Bagir Manan, 1993, Politik Perundang-Undangan, Kumpulan Tulisan, Jakarta, November, h.14. 25 Bagir Manan, 1983, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan, Makalah, Jakarta, 18

e. Mengikat warga negara tidak secara langsung. f. Mengikat pejabat pelaksana secara langsung. Terkait ketentuan hukum yang tidak tertulis, yakni Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), dalam kaitan ini Johanes Usfunan menyatakan sebagai berikut: Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam fungsinya sebagai norma etik wajib dijadikan pedoman bagi para pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan maupun dalam hal melakukan aktifitas pemerintahan, agar keputusan yang dikeluarkan tidak menimbulkan kerugian. Dengan demikian dapat dipahami bahwa. Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sangat penting fungsi dan kegunaannya bagi pejabat TUN dalam membuat keputusan/peraturan serta dalam melakukan tindakan tindakan nyata. 1 Berdasarkan pandangan tersebut dapat dipahami, bahwa Kepala Kantor sebagai badan atau pejabat Tata Usaha Negara wajib menjadikan Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sebagai dasar atau pedoman dalam menjalankan fungsinya, seperti membuat keputusan. Berdasarkan beberapa teori diatas kalau dikaitkan denganmekanisme penyaluran aspirasi masyarakat melalui DPR adalah sebagai alat sosial kontrol pemerintahan. Tetapi menyeluruh disetiap daerah yang mana diwakilkan pada lembaga legislatif daerah (DPRD). DPRD memiliki kekuasaan sebagai sosial kontrol dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan di tingkat daerah baik propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. 26 Johanes Usfunan, Fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Makalah (disampaikan dalam Seminar Telaah Fungsi AAUPB diselenggarakan Bagian Hukum Administrasi Fakultas Hukum UNUD, di Kampus Fakultas Hukum), 23 September 2000, h.14. 19

DPRD berperan untuk menyerap, menghimpun, menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat, agar bisa terwujudnya pemerita han yang demokratis. DPRD memiliki peranan yang sangat penting sebagai ujung tombak penyalur aspirasi, guna menyelenggarakan Pemerintahan Daerah dan sebagai wahana untuk melakukan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan dilandasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sehingga kebijakan tersebut akan lebih mencerminkan kehendak masyarakat di daerah. 1.4 Metode Penelitian Di dalam metode penelitian hukum terdapat dua jenis penelitian hukum, yaitu: 2 1. Metode penelitian normatif adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan atau ditujukan pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain 2. Metode penelitian emperis adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat atau biasa disebut dengan penelitian lapangan. Penelitian ini dikualifikasikan sebagai jenis penelitian yuridis normatif. Sesuai dengan bahan hukum yang digunakan berdasarkan judul dan 27 Ronny Hanitijo Soemitro, S.H. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 11 20

ruang lingkup yang akan dibahas. Penulisan ini, dilakukan dengan mengkaji permasalahan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.4.1 Jenis Pendekatan Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai masalah yang sedang dicoba dicari jawabannya. Macam-macam pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah: 3 a. Pendekatan undang-undang (statute approach) b. Pendekatan kasus (case approach) c. Pendekatan historis (historical approach) d. Pendekatan komparatif (comparative approach) e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) Suatu karya tulis yang baik dan bermanfaat haruslah mempergunakan suatu pendekatan masalah yang baik dan benar yang nantinya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam penulisan skripsi ini, pendekatan masalah yang digunakan adalah Statue Approach yaitu pendekatan perundangundangan dan selain itu juga menggunakan Conceptual Approach yaitu pendekatan konseptual dengan membangun konsep yang beranjak dari h. 93 28 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), 21

pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. 1.4.2 Bahan Hukum Di dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa bahan hukum yang dipergunakan, yaitu: 1. Bahan hukum primer 2. Bahan hukum sekunder 3. Bahan hukum tersier Untuk sempurnanya pembahasan ini, maka sebagai penunjang usaha pengumpulan bahan hukum yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu: - Bahan Hukum Primer, yakni bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 22

4. Peraturan DPRD Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Bali - Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari studi kepustakaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan yang dibahas dalam permasalahan yang diangkat pada skripsi ini. 1.4.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum dalam penelitian ini untuk menunjang penulisan skripsi ini diperoleh melalui: 4 1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. Dalam pengumpulan bahan hukum ini data dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Jadi, semua keterangan untuk pertama kalinya dicatat oleh peneliti. 2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yaitu mengambil data-data yang berhubungan dengan penelitian dengan cara melakukan studi terhadap data yang sudah disimpan dalam file-file komputer, yang bertujuan mendapatkan bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan 29 Bambang Sunggono, S.H., M.S. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h.38 23

cara mengutip dari buku dan internet sebagai bahan pengumpulan data. 1.4.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan analisis, kemudian setelah mengadakan klasifikasi bahan hukum dianalisis lalu melakukan penafsiran terhadap bahan hukum tersebut. 24