BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

Aprillia Fitriana 1, Dwi Haryoto 2, Sumarjono 3 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Malang.

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di SMA

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES IPA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII BSMP NEGERI 1 WAGIR

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

Oleh: KOMAROSIDAH Guru SD Negeri Buahkapas Kecamatan Sindangwangi Kabupaten Majalengka

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 **

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

Ikmila Mak ruf, Yusuf Kendek, dan Kamaluddin. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada kegiatan pelaksanaan penelitian, sampel diberi perlakuan (treatment)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci : pembelajaran aktif, pencocokan kartu indeks, hasil belajar

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. 1 Pembelajaran IPA secara

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. meningkatkan prestasi belajar dan aktivitas peserta didik dalam proses dan

I. PENDAHULUAN. dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

I.PENDAHULUAN. produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip,

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Keterlaksanaan Model Inkuiri Terbimbing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2007). Sehingga dalam pemerolehan konsep pengetahuan, siswa harus melalui pemberian pengalaman langsung oleh guru untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, untuk kemudian siswa diharapkan dapat memahami konsep fisika dan mengaplikasikan konsep fisika. Berdasarkan hasil pengalaman peneliti pada saat masih mengajar fisika di kelas X MA Nurul Huda Sidayu Gresik, banyak sekali masalah-masalah yang dirasakan oleh peneliti sendiri dalam proses pembelajaran dan masih rendahnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran. Pada satu sisi peneliti telah berusaha menyajikan materi dengan menggunakan metode tertentu dan telah disesuaikan dengan materi yang akan diberikan. Namun pada sisi lain prestasi belajar yang dicapai masih belum sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan, yakni masih ada siswa yang nilainya belum mencapai Kriteria Ketuntasan 1

2 Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah. Selain itu, minat dan semangat belajar siswa pada mata pelajaran fisika sangat rendah. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa fisika sangat susah karena rumus-rumusnya, susah dalam menyelesaikan soal perhitungan, dan fisika sulit dimengerti. Peneliti pernah mencoba menerapkan metode diskusi, demonstrasi, eksperimen, dan karya wisata dalam pembelajaran fisika. Siswa sangat bagus responnya dan terlihat agak bersemangat dalam pembelajaran fisika. Tetapi sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan diantaranya dalam: menafsirkan data menjadi suatu penjelasan yang logis, mengutarakan suatu pendapat, mengubah data dalam bentuk tabel dan grafik, mengajukan pertanyaan, dan melaporkan hasil observasi dalam bentuk laporan tertulis. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki Keterampilan Proses Sains (KPS) yang masih rendah. Hal serupa juga dialami guru pengganti, selama peneliti melanjutkan pendidikan di UPI Bandung. Berkaitan dengan proses pembelajaran fisika diperoleh informasi dari guru pengganti, bahwa nilai rata-rata ulangan harian tiga materi (pengukuran, gerak lurus, dan gerak melingkar) semester ganjil pada kelas X MA Nurul Huda Sidayu Gresik tahun ajaran 2010-2011 adalah sebesar 56,30 (dalam kategori sedang). Rata-rata nilai tertinggi yang didapat siswa adalah 75,33, sedangkan rata-rata nilai terendah 41,00. Dari 20 siswa yang nilainya mencapai KKM (sebesar 65) adalah lima siswa (25% dalam kategori sangat kurang), sedangkan jumlah siswa yang nilainya tidak mencapai KKM adalah 15 siswa (lampiran A.1).

3 Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan menggunakan format (lampiran A.3) yang terdiri dari pertanyaan terbuka kepada siswa kelas X menyatakan bahwa siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika karena harus menghafal rumus yang banyak serta kurang memahami dalam penggunaan rumusnya, selain itu juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal perhitungan. Menurut siswa, dalam pembelajaran guru mengawali dengan menuliskan materi di papan tulis kemudian menjelaskan materi dan diakhiri dengan memberi latihan soal yang sama dengan di buku. Siswa juga menyatakan guru kurang menjabarkan materi dan penjelasannya kurang bisa dipahami, belum pernah melakukan percobaan fisika sejak di SMP/MTs. Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas lebih banyak dilakukan dengan metode ceramah daripada metode eksperimen ataupun metode diskusi, sehingga siswa semakin merasa bahwa fisika menjenuhkan dan tidak mengasyikkan. Padahal sebagian besar siswa menyatakan sangat ingin dan lebih suka jika melakukan eksperimen daripada hanya mendengarkan penjelasan dari guru atau sekedar menulis. Menurut siswa dengan bereksperimen belajar fisika lebih menarik dan mudah dipahami. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa jarang dilibatkan dalam proses belajar mengajar. KPS siswa dalam belajar dinilai kurang dilatihkan. Hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan menggunakan format yang terdiri dari pertanyaan terbuka kepada guru fisika (lampiran A.4) menyatakan bahwa saat belajar, siswa cenderung pasif, siswa merasa takut salah untuk bertanya ataupun menjawab. Dalam prakteknya metode yang sering

4 digunakan oleh guru tersebut yaitu ceramah. Siswa diberikan informasi berupa prinsip dan fakta, dan rumus yang dihafalkan tanpa mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut. Temuan peneliti selama melaksanakan observasi langsung ketika guru melakukan demonstrasi pada materi optik, ternyata hanya tiga siswa dari 20 siswa yang mampu menjelaskan berdasarkan pengamatannya. Pada saat pembelajaran hampir tidak pernah ada siswa yang mengajukan pertanyaan, bahkan kadang-kadang ditanyapun juga tidak ada yang menjawab (lampiran A.2). Hasil ini juga menunjukkan bahwa KPS siswa masih rendah. Selain itu, guru mengalami kesulitan dalam menggunakan alat-alat yang ada di laboratorium sekolah, guru sudah terbiasa untuk menjelaskan dengan metode ceramah, dan waktu belajar yang relatif pendek. Sehingga pengetahuan siswa terhadap alat-alat laboratorium juga masih rendah dan kurang berpengalaman dalam menggunakan alat dan bahan sebagai sarana untuk menerima konsep baru. Berdasarkan data tersebut, mengindikasikan bahwa KPS dan prestasi belajar siswa masih rendah. Rendahnya KPS siswa disebabkan metode pembelajaran yang belum efektif untuk menggali dan melatihkan KPS siswa, terutama dalam kegiatan penyelidikan atau kerja ilmiah. Sedangkan KPS ini justru akan tergali dan terlatih dalam suatu kerja ilmiah (Semiawan, 1992:18). Selain itu, siswa kurang termotivasi untuk belajar fisika sehingga prestasi belajar siswa juga rendah. KPS harus dilatihkan agar siswa dapat berpikir kreatif dan lebih memahami sains. KPS dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan siswa

5 dan dapat melatihkan siswa belajar melalui proses kerja ilmiah. Untuk melatihkan KPS siswa, diperlukan pula proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melakukan aspek KPS. Melihat fakta tersebut, perlu dilakukan suatu tindakan pada kelas yang bersangkutan untuk meningkatkan KPS dan prestasi belajar siswa. Salah satu alternatif tindakan yang dapat dilakukan, yakni dengan menerapkan metode eksperimen dalam pembelajaran. Melalui metode eksperimen dalam pembelajaran siswa diharapkan dapat memiliki aktivitas yang mendukung proses belajar secara kontinu. Siswa juga dapat memperoleh pengalaman dalam berinteraksi dengan individu. Sebagaimana dijelaskan oleh Djamarah (2005:234) bahwa: Metode eksperimen merupakan metode pemberian kesempatan kepada anak didik secara perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan dan diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan KPS dan prestasi belajar siswa dalam bentuk penelitian yang judulnya adalah Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik pada Materi Kalor melalui Penerapan Metode Eksperimen. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: apakah metode eksperimen dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik?. Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka rumusan

6 masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik setelah diterapkan metode eksperimen pada pembelajaran materi kalor? 2. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik setelah diterapkan metode eksperimen pada pembelajaran materi kalor? C. BATASAN MASALAH Agar penelitian ini terarah maka permasalahannya dibatasi sebagai berikut: 1. Peningkatan KPS yang diteliti yakni meliputi aspek: keterampilan mengamati, menafsirkan data, berhipotesis, berkomunikasi, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Pada penelitian ini, untuk KPS aspek interpretasi data, berkomunikasi, dan menerapkan konsep, peningkatannya dapat dilihat dari hasil tes tertulis dan hasil observasi. Sedangkan, untuk aspek mengamati, menggunakan alat dan bahan, berhipotesis, dan mengajukan pertanyaan, peningkatannya dapat dilihat dari hasil observasi. Besarnya peningkatan KPS diukur melalui perhitungan skor rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dari data tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Sedangkan besarnya peningkatan KPS berdasarkan data hasil observasi dapat dilihat dari persentase kemampuan KPS secara umum yaitu dengan perhitungan Indeks Prestasi Kelompok (IPK). Dalam penelitian ini,

7 yang lebih ditekankan yakni peningkatan KPS siswa berdasarkan hasil observasi. 2. Peningkatan prestasi belajar siswa yang diteliti yakni pada ranah kognitif menurut taksonomi Bloom dibagi menjadi enam aspek. Namun yang diteliti mencakup tiga aspek yaitu kemampuan menjelaskan (C2), kemampuan menerapkan (C3), dan kemampuan menganalisis (C4). Ketiga aspek tersebut sesuai dengan KD 4.1 (menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat) dan 4.3 (Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah) karena kedua KD tersebut merupakan bentuk penjabaran dari ketiga aspek tersebut. Soal dari ketiga aspek kognitif tersebut juga memuat aspek KPS. Peningkatan prestasi belajar diukur melalui perhitungan skor rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dari data tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest), IPK, dan ditentukan juga ketuntasan belajar secara klasikal. D. CARA PEMECAHAN MASALAH Untuk mengatasi masalah di atas, maka digunakan metode eksperimen. Menurut Djajadisastra (1982:11) langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang merupakan metode eksperimen sebagai berikut: 1. Langkah persiapan a. Menetapkan tujuan eksperimen. b. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan. c. Mempersiapkan tempat eksperimen. d. Mempertimbangkan jumlah siswa dengan jumlah alat yang tersedia dan kapasitas tempat eksperimen. e. Mempersiapkan faktor keamanan dari eksperimen yang akan dilakukan. f. Mempersiapkan tata tertib dan disiplin selama eksperimen. g. Membuat petunjuk dan langkah-langkah eksperimen.

8 2. Langkah pelaksanaan a. Sebelum melakukan eksperimen, siswa mendiskusikan persiapan dengan guru. Setelah itu meminta keperluan eksperimen (alat dan bahan). b. Selama berlangsungnya proses pelaksanaan metode eksperimen, guru perlu melakukan observasi terhadap proses eksperimen yang sedang dilaksanakan baik secara menyeluruh maupun berkelompok. 3. Tindak lanjut metoda eksperimen a. Meminta siswa membuat laporan eksperimen untuk diperiksa. b. Mendiskusikan masalah-masalah yang terjadi selama eksperimen. c. Memeriksa kebersihan alat dan menyimpan kembali semua perlengkapan yang telah digunakan. E. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik setelah diimplementasikan metode eksperimen. 2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa kelas X MA Nurul Huda Kabupaten Gresik setelah diimplementasikan metode eksperimen. F. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk siswa a. Meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika. b. Meningkatkan KPS siswa. c. Melatih siswa dalam bekerja sama. d. Melatih siswa menemukan konsepnya sendiri.

9 e. Mendapatkan pengalaman belajar dengan pemanfaatan alat laboratorium dan melakukan eksperimen. 2. Untuk guru a. Memotivasi guru untuk lebih mengembangkan metode eksperimen pada pokok bahasan lain. b. Memberikan informasi mengenai KPS yang dapat ditingkatkan melalui metode eksperimen. c. Menambah pengalaman mengajar menggunakan alat laboratorium. d. Sebagai bahan masukan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran eksperimen. 3. Untuk sekolah Hasil penelitian ini untuk perbaikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran pada sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. G. DEFINISI OPERASIONAL 1. Keterampilan Proses Sains (KPS) diartikan sebagai kemampuan siswa menerapkan metode ilmiah yang melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial yang diperlukan untuk memperoleh dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip IPA (Rustaman, 2005:78) dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan pada kegiatan praktikum. Sebagaimana dijelaskan oleh Rustaman, KPS terdiri dari 10 aspek keterampilan yaitu, mengamati, menafsirkan data, klasifikasi, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, serta mengajukan pertanyaan. Aspek KPS yang

10 akan diteliti diukur dengan tes pilihan ganda yang sekaligus untuk mengukur prestasi belajar dan dengan lembar observasi. 2. Prestasi belajar adalah kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yang terdiri atas tiga kelompok yaitu prestasi belajar (kognitif), sikap siswa (afektif), dan keterampilan siswa (psikomotor). Prestasi belajar pada ranah kognitif menurut taksonomi Bloom dibagi menjadi enam aspek, yaitu kemampuan mengetahui (C1), kemampuan menjelaskan (C2), kemampuan menerapkan (C3), kemampuan menganalisis (C4), kemampuan mensintesis (C5), dan kemampuan mengevaluasi (C6). Prestasi belajar siswa diukur dengan menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda. 3. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, pada saat siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Menurut (Djamarah dan Zain, 2002:95) bahwa: dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Proses pembelajaran fisika berbasis eksperimen menggunakan langkah-langkah penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran menurut Surakhmad (1982:110) meliputi: a. menemukan dan merumuskan masalah, b. mengamati dan mengumpulkan data gejala atau fenomena alam, c. menggolongkan atau mengelompokkan dan mengklasifikasikan data pengamatan, d. menafsirkan data pengamatan, e. merumuskan hipotesa, f. memilih dan menggunakan alat dan bahan, g. merancang dan melakukan percobaan, dan h. menyimpulkan.

11 H. HIPOTESIS TINDAKAN Hipotesis tindakan pada penelitian ini yakni keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa terjadi peningkatan setelah diimplementasikan pembelajaran melalui penerapan metode eksperimen. I. INDIKATOR KETERCAPAIAN Indikator ketercapaian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan KPS dilihat berdasarkan ketercapaian siswa berdasarkan hasil tes tertulis dan observasi pada saat pembelajaran. Dalam penelitian ini, yang lebih ditekankan yakni peningkatan KPS siswa berdasarkan hasil observasi. Peningkatan aspek KPS berdasarkan hasil observasi dilihat dari perubahan IPK yang rata-ratanya semakin meningkat hingga mencapai 70% (kategori cukup terampil). 2. Peningkatan prestasi belajar siswa dilihat berdasarkan nilai rata-rata tes prestasi yang dilakukan pada tiap siklus dan ketercapaiannya terhadap KKM (sebesar 65). Dalam penelitian ini diharapkan 75% dari jumlah siswa nilainya mencapai KKM dan IPK kelas mencapai 75 (dalam kategori tinggi).