BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

dokumen-dokumen yang mirip
2.2 FIXED WIRELESS ACCESS (FWA)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM LMDS, LAYANAN BROADBAND WIRELESS PADA FREKUENSI GHz.

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

ANALISA KINERJA LOCAL MULTIPOINT DISTRIBUTION SERVICE (LMDS) SEBAGAI AKSES LAYANAN NIRKABEL PITA LEBAR O L E H RUDIANTO BM. HARIANJA

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

Radio dan Medan Elektromagnetik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

TUGAS AKHIR. Analisa Perencanaan Frekuensi pada Jaringan W-MAN Menggunakan Sistem WiMAX pada Area Jakarta

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

BAB II TEORI PENDUKUNG

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

Antenna NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX)

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

BAB II JARINGAN MICROWAVE

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

Dukungan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

TUGAS BESAR SISTEM KOMUNIKASI 1 WIMAX DI INDONESIA. Disusun Oleh : Ahya Amalina ( )

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

BAB IV. Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan parameter-parameter pada. dari buku-buku referensi dan dengan menggunakan aplikasi Java melalui

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

Dasar Sistem Transmisi

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN JARINGAN VSAT TDMA DI WILAYAH AREA JAYAPURA TUGAS AKHIR

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB IV EVALUASI KINERJA SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TUGAS AKHIR STUDI PERANCANGAN JARINGAN WIMAX DI DAERAH URBAN (STUDI KASUS : KOTA MEDAN) pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dasar Wimax

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

BAB IV ANALISIS KEGAGALAN KOMUNIKASI POINT TO POINT PADA PERANGKAT NEC PASOLINK V4

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

Analisis dan Perancangan Jaringan WiMAX di Fakultas Teknik UNSRAT Manado

WIRELESS NETWORK. Pertemuan VI. Pengertian Wireless Network. Klasifikasi Wireless Network

2.2.1 ARSITEKTUR WIRELESS LAN INTERFERENSI JANGKAUAN DESAIN WIRELESS LAN KEAMANAN WIRELESS LAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

SKRIPSII BOLIC DISUSUN OLEH: JURUSAN

KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BESAR DAN UKURAN KINERJA TELEKOMUNIKASI

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI WiMAX merupakan evolusi dari teknologi broadband wireless sebelumnya. Teknologi ini didesain untuk mampu memberikan layanan data dengan kecepatan sampai dengan 13 Mbps. Secara teknis WiMAX ini juga memiliki daya jangkau hingga puluhan kilometer, bandingkan dengan kemampuan WiFi yang hanya ratusan meter. Teknologi WiMAX ini menggunakan standart IEEE 80.16 dan 80.16a untuk layanan Fixed Wireless Access (FWA) serta IEEE 80.16e untuk layanan Mobile Wireless Access. WiMAX dengan standard IEEE 80.16 dan 80.16a digunakan untuk layanan Fixed Wireless Access. Standard IEEE 80.16 mampu memberikan kecepatan akses 3 Mbps sampai dengan 13 Mbps, dengan kecepatan seperti ini maka standard IEEE 80.16 dapat digunakan untuk hubungan antar backhaul yang bersifat line of sight (LOS), sedangkan standard IEEE 80.316a mampu memberikan kecepatan akses 17 Mbps sampai dengan 70 Mbps yang akan digunakan untuk link antar sel dalam satu cluster, serta hubungan Base Station sampai kesisi user..1 Posisi Teknologi WiMAX Bila teknologi broadband Wireless sebelumnya masih bersifat proprietary, maka WiMAX akan bersifat open standard (layaknya GSM dan CDMA pada komunikasi seluler serta WLAN dengan standar IEEE 80.11). Banyak teknologi wireless (nirkabel) yang telah digelar di lapangan seperti seluler (GSM atau CDMA), Broadband Wireless Access (Wireless IP atau Wireless DSL), Wireless LAN (standar 80.11 a/b/g), maupun Wireless PAN (bluetooth atau RFID). Posisi WiMAX bila dikaitkan dengan teknologi dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:. Tugas Akhir 5

Gambar.1 Posisi Teknologi WiMAX. Standard WiMAX Salah satu faktor terpenting dari sukses tidaknya sebuah teknologi adalah menyangkut standar sistem dari teknologi dimaksud. Sebagai contoh adalah teknologi seluler GSM (Global System for Mobile Communication). Dengan mengikuti standar GSM tersebut maka interoperability dari berbagai merk/vendor terjamin. Akhirnya tidak hanya vendor saja yang diuntungkan, operator dan user juga menikmatinya. Sebagai buktinya seluruh user GSM dapat melakukan roaming internasional. Lain halnya dengan teknologi yang bersifat proprietary, sebagai contoh WLL (Wireless Local Loop) merk Ultraphone. Maka dari BTS (Base Transceiver Station) sampai ke CPE (Customer Premises Equipment)-nya harus bermerk Ultraphone. Akibatnya fleksibilitasnya terhambat sehingga teknologi tersebut merugikan baik dilihat dari sisi operator maupun usernya. Akibatnya teknologi Ultraphone tidak terlalu berkembang. Akhir-akhir ini di bidang teknologi Broadband Wireless Access (BWA) berkembang teknologi WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access). Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi BWA sebelumnya. Fokus dari WiMAX adalah standardisasi sehingga diantara berbagai merk akan dapat saling ber-interoperability. Tugas Akhir 6

Standar WiMAX yang ada saat ini terbagi menjadi kategori besar yaitu IEEE.80.16d (sering disebut 80.16-004) dan IEEE 80.16e (sering disebut 80.16-005). Keduanya sangat berbeda, dimana 80.16d diperuntukkan bagi segmen fixed dan nomadic sedangkan 80.16e bagi segmen portable dan mobile. IEEE 80.16 Standard ini mengatur pemanfaatan di band frekuensi 10 66GHz. Aplikasi yang mampu didukung baru sebatas dalam kondisi Line of Sight (LOS). IEEE 80.16a Standard IEEE 80.16a memperluas range yang digunakan pada Fixed Wireless Access. Pada standard ini menggunakan range frekuensi -11 GHz untuk physical layernya. Physical layer 80.16a terdiri dari single carrier, Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Standard ini akan digunakan untuk membangun link Point to point yang bersifat Line of Sight (LOS) karena pada standard ini menggunakan teknik multiplexing OFDM yang tahan terhadap multipath dan delay spread sehingga akan mampu mengatasi masalah Non Line of Sight (NLOS). IEEE 80.16d Merupakan standar yang berbasis 80.16 dan 80.16a dengan beberapa perbaikan. 80.16d, juga dikenal sebagai 80.16-004. Frekuensi yang digunakan sampai 11 GHz. Standar ini telah difinalisasi pada 4 Juni 004. Terdapat dua opsi dalam tranmisi pada 80.16d yaitu TDD (Time Division Duplex) maupun FDD (Frequency Division Duplex). IEEE 80.16e Standar ini memenuhi kapabilitas untuk aplikasi portability dan mobility. Standar ini telah difinalisasi di akhir tahun 005. Berbeda dengan standar sebelumnya, maka antara standar 80.16d dan 80.16e tidak bisa dilakukan interoperability sehingga diperlukan hardware tambahan bila akan mengoperasikan 80.16e. Tugas Akhir 7

.3 Konfigurasi WiMAX Secara umum konfigurasi WiMAX dibagi menjadi 3 bagian yaitu subscriber station, Base station dan transport site. Untuk subscriber station terletak di lingkungan pelanggan (bisa fixed atau mobile/portable). Sedangkan base station biasanya satu lokasi dengan jaringan operator (jaringan IP/internet atau jaringan TDM/PSTN). Untuk memperjelas dari konfigurasi dimaksud, maka gambar berikut merupakan konfigurasi generik dari WiMAX. Gambar. Konfigurasi Generik WiMAX Tipe dari beberapa interface adalah sebagai berikut : Tabel.1 Interface WiMAX Interface I/F - 1 I/F - I/F 3 I/F 4 Type Air Interface / OFDM 10/100 Base T, E1 10/100 Base T, E1 E1 Tugas Akhir 8

.4 Konsep Sel Sel adalah istilah untuk menunjuk daerah cakupan sinyal, idealnya dengan antena omnidirectional, sel akan berbentuk lingkaran, tetapai faktanya belum tentu, ini akan bergantung pada kondisi propagasi pada lingkungan cakupannya. Dalam perencanaan perhitungan luas wilayah cakupan, daerah overlap di sekeliling lingkaran dihilangkan dan diganti dengan garis lurus ditengah-tengah antara kedua perpotongannya, sehingga dalam pemodelanya, bentuk sel menggunakan hexagonal. Tabel. persamaan luas sel Tipe sel Luas sel Lingkaran πr Hexagonal,598R.4.1 Frequency reuse Frequency reuse didefinisikan sebagai menggunakan kembali frekwensi yang sama pada area yang berada diluar jangkauan interferensi yang mungkin timbul karena adanya pengulangan frekwensi. Adanya konsep frequency reuse ini dapat meningkatkan kapasitas sel serta dapat mengurangi adanya co-channel interference. Pada kondisi kasus terburuk, perbandinganantara daya carrier terhadap daya interfernsi (C/I = carrier to interference ratio) harus tetap lebih besar atau sama dengan C/I minimum yang dipersyaratkan sisten yang akan kita bangun. Berdasarkan standart IEEE 80.11b maka besarnya C/I yang dipersyaratkan adalah 18 db. Akan tetapi jika berdasarkan pada alokasi tiap kanal pada WLAN,4 GHZ maka hanya ada 3 kanal yang tidak saling menginterferensi yaitu kanal 1,6,dan 11 maka lebih baik jika kita menggunakan frekwensi reuse 3 dengan demikian maka jumlah sel per kluster adalah 3..4. Sektorisasi Sektorisasi adalah pengarahan arah radiasi energi (daya pancar) untuk menjangkau wilayah cakupan. Sektorisasi ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas trafik (sectorization gain) Tugas Akhir 9

Kondisi sektorisasi yaitu ketika antena BTS mengarahkan radiasi (daya pancar) kearah tertentu. Pada sistem sektorisasi, dikenal beberapa jenis sektorisasi, yaitu: a. Sektorisasi 10 (3 sektor) Pada kasus ini setiap sel dibagi dalam 3 sektor dan menggunakan 3 antena directional, dimana masing-masing sektor menggunakan satu frekuensi yang berbeda b. Sektorisasi 60 (6 sektor) Pada kasus ini setiap sel dibagi dalam 6 sektor dan menggunakan 6 antena directional, dimana masing-masing sektor menggunakan susunan frekuensi yang berbeda..5 Site planning Site planning adalah merencanakan jalur sistem komunikasi secara keseluruhan, dalam artian dari pemancar sampai penerima dengan membagi link radio dan merencanakan jumlah serta letak tiap-tiap repeater yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana link akan dibangun. Mementukan letak menara antena pada setiap hop dengan memperhitungkan data path profile untuk setiap hop. Dalam menentukan tinggi menara agar sistem line of sight (LOS), yang harus 4 diperhatikan adalah mengenai faktor kelengkungan bumi, dimana bisanya k= serta 3 harus mengikuti kaedah LOS seperti gambar.3, Gambar.3 Site Planning Tugas Akhir 10

dimana tinggi koreksi antena 0,079xd1xd h corrected = k jari-jari freshnel 1, F 1 17, 3 nxd1xd fxd dimana clearance = 0,6F + h corrected maka tinggi obstacle maksimum agar sistem LOS, h 3 = h obstacle + clearance.6 Perhitungan Link Budget Untuk mendapatkan sistem komunikasi yang baik, yang perlu dilakukan adalah melakukan perhitungan link (link budget) dari sistem tersebut. Dalam perhitungan link ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan diantaranya : perhitungan loss (redaman-redaman), perhitungan EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power), Perhitungan RSL (Receive Signal Level), perhitungan fade margin dan kualitas transmisi..6.1 Perhitungan Loss (Redaman-Redaman) Dalam suatu perencanaan sistem komunikasi perlu diperhatikan redaman yang terjadi di sepanjang lintasan sehingga daya sinyal yang sampai ke penerima dapat dipenuhi sesuai dengan daya yang dipancarkan. Adapun beberapa redaman yang perlu diperhatikan antara lain : redaman propagasi, rugi-rugi konektor dan saluran transmisi. Pada redaman propagasi akan digunakan model free space loss (FSL)..6.1.1 Standart IEEE 80.16a Propagasi gelombang radio diatas 1 GHz yang melalui atmosfer tidak hanya melibatkan free space loss tetapi juga beberapa factor penting lainnya, antara lain: 1) kontribusi gas pad atmosfer homogen akibat mekanisme polarisasi resonan dan non resonan, ) Kontribusi ketidak homogenan atmosfer, dan kontribusi akibat hujan, kabut, debu, asap dan partikel garam di udara. Pada point pertama, hubungan antara propagasi gelombang melalui atmosfer dibawah pengaruh beberapa resonan molecular, seperti uap air (H O) yang sangat dominant pada frekwensi GHz dan 183 GHz, sedangkan pengaruh oksigen (O ) Tugas Akhir 11

dominant pada frekwensi 60 GHz dan 119 GHz. Sistem WiMAX dengan standart IEEE 80.16a menggunakan frekwensi 5,8 GHz sehingga pengruh O dan H O dapat diabaikan, jenis gas-gas yang lain seperti N O, S O, O 3, NO dan NH 3 tetapi kepadatan di atmosfer kecil, maka pengaruhnya dapat diabaikan. Dengan demikian pada standart IEEE 80.16a dengan frekwensi 5,8 GHz redaman yang turut berpengaruh pada perhitungan link budged adalah redaman hujan dan pengaruh loss pada site hasil perencanaan dengan menggunakan model free space loss (Lfs) dengan penjelasan sebagi berikut:.6.1.1a Redaman Hujan (precipitation attenuation) Curah hujan dapat menyebabkan degradasi pada jarak sistem WiMAX. Panjang gelombang pada frekwensi 5,8 GHz akan sama dengan butir-butir air hujan sehingga redaman dapat terjadi.gelombang radio dengan frekwensi diatas 4 GHz akan mengalami redaman karena daya sinyal oleh air hujan akan mengalami penyerapan oleh air hujan, hal ini disebut redaman hujan (precipitation attenuation). Curah hujan dapat menyebabkan depolarisasi dan mengurangi level sinyal yang diinginkan dan interferensi. Redaman hujan dapat mempengaruhi perencanaan link transmisi. Biasanya daerah cakupan hujan terbatas dan tidak seluruh daerah yang terkena hujan memiliki curah hujan yang rata atau sama. Hal ini dapat dimodelkan dengan menggunakan nilai faktor reduksi (r)yang akan menentukan panjang jejak efektif (Leff) yang terkena hujan. 1 r 1 (0,045xL) Dimana: L merupakan jarak jejak yang sebenarnya Salah satu model pengukuran redaman hujan yang paling diterima adalah menggunakan persamaan empiris, formulasinya adalah: b A axr (db/km) Parameter a dan b merupakan fungsi dari frekwensi, temperature hujan, dan polarisasi. Jenis polarisasi yang digunakan adalah polarisasi vertical dan horizontal. Nilai a dan b yang tertera hanya berlaku untuk curah hujan dengan prosentase hujan Tugas Akhir 1

0,01%. Nilai curah hujan dapat diukur di daerah lokal dimana pengukuran akan dilakukan, akan tetapi apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka dapat diperkirakan nilainya dengan melihat peta yang telah dibagi 14 derah hujan. Jarak daerah hujan tidak selalu sama, maka dapat disimpulkan suatu nilai yang menyatakan nilai redaman efektif yang merupakan redaman yang dihasilkan pada jarak tersebut dengan rumus Aeff = A x L x r (db) Indonesia terlatak di daerah hujan P, nilai curaj hujan yang dikeluarkan oleh CCIR adalah R = 145 mm/hr..6.1.1b Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss) Redaman ruang bebas didefinisikan sebagai yang terjadi pada ruang bebas di antara dua buah antena isotropis (pemancar dan penerima) dimana pengaruh dari difraksi, refraksi, refleksi, absorbsi maupun bloking dianggap tidak ada. Besarnya redaman ruang bebas secara matematis dapat dihitung dengan rumus : L fs = P t P r Besarnya rapat daya F pada tempat-tempat yang berjarak d dari antena isotropis dengan daya pemancar P t adalah : P t F = 4.. d Jika luas tangkap (aperture) antena isotropis adalah, dimana λ adalah 4. panjang gelombang sinyal, maka besarnya daya yang ditangkap oleh antena penerima adalah : P r = F. 4. = P t 4.. d 4. = P t 4..d Jadi besarnya redaman ruang bebas adalah : Tugas Akhir 13

L fs = P t P r P t = Pt 4.. d 4.. d = Karena λ = c/f dengan c adalah cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa (3x10 8 m/dt), maka besarnya redaman ruang bebas menjadi : 4.. d. f L fs = 10 log. c 4. L fs = 0 log + 0 log d + 0 log f c = 3,5 + 0 log d + 0 log f dimana : L fs = redaman ruang bebas (db) d = jarak antara antena pemancar ke antena penerima (km) f = frekuensi (MHz).6. EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power) EIRP merupakan besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar dari suatu antena di bumi. Atau dapat dikatakan EIRP itu merupakan perkalian antara daya RF dengan gain suatu antena. Dimana EIRP dapat dihitung dengan rumus berikut : EIRP = RSL + Lpath - G RX + (L KT + L CT Keterangan : EIRP = Daya pancar (dbw) G RX = Gain antena (db) Lpath = Redaman lintasan L KT L CT = Redaman feeder transmitter (kabel) = Redaman branching transmitter (konektor) Tugas Akhir 14

.6.3 RSL (Receive Signal Level) Receive Signal Level merupakan level daya yang terjadi pada receiver. Persamaan dari receive signal level adalah : RSL = P TX + G TX (L KT + L CT ) Lpath + G RX (L CR + L KR ) Dimana : P TX = daya transmitter G TX = gain antena transmitter L KT = loss kabel transmitter L CT = loss konektor transmitter Lpath= redaman lintasan propagasi G RX = gain antena penerima L CR = loss konektor receiver L KR = loss kabel receiver Redaman propagasi disesuaikan dengan standart yang digunakan. Sedangkan untuk perhitungan RSL pada Standart IEEE 80.16a dengan adanya penambahan redaman hujan atau precipitation attenuation karena frekwensi kerja standart tersebut cukup tinggi sehingga pengaruh redaman harus diperhatikan, sedangkan WLAN redaman hujan dapat diabaikan..6.4 Fade Margin Fade margin adalah perbedaan antara besarnya sinyal pada receiver (RSL) dengan sinyal minimum yang ditentukan oleh suatu perangkat. Kondisi fade margin yang baik adalah lebih besar dari 10dB. Besarnya fade margin dapat dihitung dengan persamaan : Fade margin = RSL Receiver threshold.6.5 Kualitas Transmisi Ukuran dari kualitas layanan pada sisi penerima untuk sistem digital adalah BER (Bit Error Rate). BER menunjukkan perbandingan kesalahan bit dengan keseluruhan bit pada penerima. Jika BER tidak memenuhi standar minimum maka kualitas yang diterima akan sangat tidak baik. Tugas Akhir 15

Untuk menentukan Eb/No dapat dihitung dengan menggunakan grafik yang menghubungkan antara BER yang disyaratkan dengan jenis modulasi yang digunakan Eb No coding Eb No noncoding Codinggain IM C Eb m 10log N No 1 Dimana: m : level modulasi yang digunakan α : roll of faktor Dalam penentuan kualitas transmisi maka yang harus kita perhatikan adalah Receive Signal Level (RSL) hasil perancangan harus lebih besar daripada sensitifitas perangkat yang kita gunakan. Untuk penentuan daya pancar Transmitter dapat dugunakan PT = N C - GT - G R -04 + L TX + L RX + Lfs + L hujan + NF + 10 log (BW) + FM Dan untuk menentukan RSL hasil perancangan maka digunakan RSL RANCANG = P T + G T + G R Lfs L hujan L TX - L RX Tugas Akhir 16