BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyakit umum yang banyak diderita oleh masyarakat (Nelwan, 2006). Infeksi pada tubuh manusia banyak disebabkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa (Price & Wilson, 2005). Bakteri masuk ke dalam tubuh, bertahan hidup, berlipat ganda, dan mengganggu fungsi sel normal sehingga menyebabkan infeksi (Parker, 2009). Staphylococcus epidermidis dan Klebsiella pneumonia merupakan bakteri penyebab infeksi. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif yang tumbuh normal pada kulit, saluran pencernaan, dan pernafasan pada manusia dan banyak menyebabkan penyakit infeksi sebesar 75% (Jawetz et al., 2005). Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit ringan yang disertai dengan pembentukan abses (Radji, 2011). Menurut Susilo (2004) bakteri Klebsiella pneumonia banyak menyebabkan infeksi sekitar 44,4% pada beberapa pasien. Klebsiella pneumonia merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial, meningitis, pneumonia pada penderita diabetes dan pecandu alkohol (Entjang, 2003). Pada umumnya infeksi yang terjadi dapat diobati menggunakan antibiotik. Antibiotik memiliki fungsi utama dalam menghambat bakteri pada pengobatan infeksi. Penggunaan antibiotik alam sebagai pengobatan alternatif pada infeksi sudah mulai berkembang. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah sawo manila (Manilkara achras). Bagian tanaman sawo manila yang paling sering digunakan adalah kulit batang, daun, dan buah muda (Rukmana, 1997). Di negara India rebusan buah sawo manila digunakan untuk mengobati diare dan rebusan buah muda dan bunga sawo manila digunakan untuk meringankan penyakit paru paru dan demam. Selain itu, biji sawo manila juga digunakan sebagai obat diuretik (Farrill et al., 2006). Ekstrak etil asetat daun sawo manila mengandung senyawa glikosida dan flavonoid (Osman dkk, 2010). Ekstrak etanol kulit batang sawo manila memiliki kandungan senyawa flavonoid, 1
2 alkaloid, terpenoid, saponin, dan tanin. Senyawa pada ekstrak etanol kulit batang sawo manila memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus, Streptococcus, Shigella, dan Pseudomonas aeruginosa (Islam dkk, 2013). Ekstrak metanol dan aseton biji sawo manila memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis, Salmonella paratyphi, dan Vibrio cholera dengan MIC (minimum inhibitory concentration) sebesar 323-1497 µg/ ml (Khotari & Seshadri, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang sawo manila terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis serta mengetahui senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis melalui uji bioautografi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperoleh antibakteri yang efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak etanol kulit batang sawo manila memiliki aktivitas antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis? 2. Senyawa kimia apakah yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang sawo manila yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang sawo manila terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis. 2. Mengetahui senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang sawo manila yang mempunyai potensi sebagai antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis.
3 D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Sawo a. Klasifikasi tanaman sawo Sawo manila (Manilkara achras) memiliki klasifikasi tanaman sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Ebenales Suku : Sapotaceae Marga : Manilkara Spieses : Manilkara achras (Mill.) Fosberg Sinonim : Manilkara zapotilla (Jacq.) Gilley atau Achras zapota Auct. (Becker & Van den Brink, 1968) b. Bagian tanaman yang digunakan Bagian tanaman sawo manila yang digunakan adalah kulit batang, daun, dan buah (Rukmana, 1997). c. Khasiat tanaman Rebusan buah sawo manila memiliki khasiat untuk menghentikan diare, sedangkan rebusan daunnya memiliki khasiat sebagai obat untuk batuk dan pilek (Morton, 1987). Buah sawo yang masih muda berkhasiat untuk pengobatan diare (Sebayang, 2010). Ekstrak kulit dan daunnya memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Islam, 2013). d. Kandungan kimia Kulit batang sawo mengandung senyawa flavonoid dan tanin (Sebayang, 2010), selain itu juga mengandung saponin dan alkaloid (Islam dkk, 2013). Daun sawo manila mengandung glikosida dan flavonoid (Osman dkk, 2010). Bagian akar sawo mengandung glikosida (Bhargavi, 2013). 2. Klebsiella pneumonia Klasifikasi bakteri Klebsiella pneumonia sebagai berikut : Kingdom : Bacteria Pilum : Proteobacteria
4 Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Klebsiella Spesies : Klebsiella pneumonia (Salle, 1961) Klebsiella pneumonia merupakan bakteri Gram negatif, bersifat aerob, dan memiliki ukuran 0,3-1,5 x 0,6-6,0 µm (Pelczar dan Chan, 2008). Klebsiella pneumonia memiliki bentuk kapsul polisakarida yang besar dan membentuk jaringan fibril yang meluas keluar sel (Brooks et al., 2007). Klebsiella pneumonia tumbuh dengan mendapatkan sumber nitrogen melalui sitrat dan glukosa, sedangkan asam dan gas yang terbentuk merupakan hasil fermentasi glukosa (Pelczar dan Chan, 2008). Bakteri Klebsiella pneumonia terdapat pada saluran pernafasan dan feses dalam keadaan normal. Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan konsolidasi usus (Jawetz et al., 2005). Selain itu Klebsiella pneumonia sering menimbulkan infeksi pada traktus urinarius, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus (Entjang, 2003). Antibiotik yang banyak digunakan yaitu netilmisin dan amikasin (Refdanita dkk, 2004). 3. Staphylococcus epidermidis Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Salle (1961) : Kingdom : Protista Divisi : Schizophyta Kelas : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif yang tumbuh normal pada kulit. Staphylococcus epidermidis berbentuk bola dengan diameter 1 µm dan kokusnya tunggal maupun berpasangan. Koloni Staphylococcus epidermidis berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif.
5 Staphylococcus epidermidis memiliki susunan yang tidak teratur, dapat tumbuh optimal pada suhu tubuh, serta dapat menghasilkan katalase dan asam laktat tetapi tidak membentuk suatu gas (Jawetz et al., 2005). Organisme tersebut merupakan flora normal pada hidung, tenggorokan, rambut, dan kulit (Hurt dan Shears, 1997). Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan penyakit infeksi pada saluran kemih dan kulit (Spicer, 2008). Antibiotik yang digunakan untuk infeksi yang disebabkan Staphylococcus epidermidis yaitu Amikasin (Refdanita dkk, 2004). 4. Antibakteri Antibakteri adalah senyawa yang memiliki khasiat untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang merugikan bagi manusia. Penghambatan pertumbuhan bakteri bertujuan untuk menghambat penyebaran penyakit dan infeksi, membunuh mikroorganisme pada bagian tubuh yang terinfeksi serta mencegah pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971). Senyawa antibakteri memberikan efek terhadap pertumbuhan mikroba dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh dengan menghambat sintesis protein atau mengikat ribosom, membunuh sel tetapi tidak menyebabkan lisisnya sel yang ditunjukkan dengan jumlah sel tetap sedangkan sel hidup turun, mengurangi jumlah sel mikroba dengan menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah sel total dan jumlah sel hidup (Madigan dkk, 2000). Mekanisme kerja antibakteri yaitu: a. Menghambat sintesis dinding sel dengan menghambat pembentukan peptidoglikan sehingga sel bakteri lisis. b. Merusak sel membran bakteri yang menyebabkan keluarnya ion dari sel dan menyebabkan kematian. c. Menghambat sintesis protein d. Menghambat sintesis asam nukleat dengan menghambat proses replikasi dan transkripsi pada bakteri. e. Mengganggu jalur metabolisme bakteri (Nester et al., 2012).
6 5. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas anitimikroba bertujuan untuk mengetahui aktivitas daya antibakteri dari suatu senyawa terhadap pertumbuhan bakteri dan mengukur kepekaan bakteri terhadap konsentrasi dari suatu senyawa (Brooks et al., 2007). Pengamatan potensi antibakteri dapat dilakukan dengan: a. Metode dilusi Metode dilusi cair digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum. Metode ini dilakukan dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri menggunakan medium cair atau media padat. Media diinokulasi bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 18-24 jam. Kadar hambat minimum (KHM) ditentukan dengan melihat kadar terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Jawetz et al., 2005). b. Metode difusi 1) Cara Kirby Bauer Suspensi bakteri dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian kertas disk diletakkan di atas media agar yang telah diinokulasi bakteri. Hasil diperoleh dengan melihat zona radikal yang menunjukkan sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri serta melihat zona irradikal yang menunjukan daerah di sekitar disk yang terdapat penghambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotik tetapi tidak dimatikan (Lorian,1980). 2) Cara sumuran Media agar yang telah ditanami bakteri dilubangi atau dibuat sumuran, kemudian zat antibakteri dimasukkan ke dalam sumuran dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 18-24 jam (Jawetz et al., 2005). 3) Cara pour plate Suspensi bakteri dicampur sampai homogen dengan media agar Mueller Hinton, kemudian kertas disk diletakkan ke media yang sudah diinokulasi bakteri. Media diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 18-24 jam, diamati zona hambat yang terbentuk (Lorian, 1980).
7 6. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan analit dalam sampel menggunakan sistem 2 fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase diam yang paling sering digunakan yaitu silica gel, sedangkan fase diam yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan 2 campuran pelarut organik karena dapat mengoptimalkan pemisahan pada analit. Daya elusi fase gerak harus diatur agar harga Rf berada pada kisaran 0,2-0,8 yang menunjukan pemisahan yang maksimal. Kromatografi lapis tipis merupakan teknik yang sangat sensitif sehingga fase gerak yang digunakan harus murni (Rohman, 2009). 7. Bioautografi Bioautografi merupakan metode skrining terhadap antibakteri dengan melakukan uji kromatografi lapis tipis (Wonohadi et al., 2006). Metode bioautografi digunakan untuk mendeteksi golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode ini menggabungkan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon aktivitas biologi dari antibakteri. Bioautografi terdiri dari 3 metode yaitu: a. Bioautografi kontak Lempeng KLT yang sudah dielusi dengan senyawa yang diuji diletakkan pada media yang sudah diinokulasi dengan bakteri. Zona jernih yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa antibakteri. b. Bioautografi agar overlay Lempeng kromatogram dilapisi dengan media yang sudah diinokulasi bakteri dan ditunggu sampai kering. Lempeng kromatogram diinkubasi dan disemprot menggunakan pewarna. Kemudian dihitung nilai hrf pada daerah yang menunjukkan adanya zona hambat. c. Bioautografi langsung Bioautografi langsung dilakukan dengan menyemprot lempeng kromatogram dengan bakteri, diinkubasi, kemudian lempeng kromatogram disemprot menggunakan pewarna (Kusumaningtyas et al., 2008).
8 E. Landasan Teori Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak sawo manila terhadap beberapa bakteri telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Islam dkk (2013), ekstrak etanol kulit batang sawo manila pada konsentrasi 400 µg/disk memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Bacillus, Pseudomonas aeruginosa, dan Proteus vulgaris dengan menghasilkan zona hambat pada kisaran 7 13,5 mm. Ekstrak etil asetat kulit batang sawo manila pada konsentrasi 300-900 µg/ disk memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Shigella, Bacillus, dan Sarcina lutea dengan diameter zona hambat sekitar 8-16 cm (Osman dkk, 2010). Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol kulit batang sawo manila mengandung senyawa alkaloid, tanin, saponin, dan flavonoid (Islam dkk, 2013). Sedangkan pada ekstrak etil asetat kulit batang sawo manila mengandung senyawa terpenoid, glikosida, dan flavonoid (Osman dkk, 2010). Menurut Ebi et al (1997) dalam Islam dkk (2013), senyawa alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan terpenoid memiliki aktivitas antibakteri. F. Hipotesis 1. Ekstrak etanol kulit batang sawo manila memiliki aktivitas antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis 2. Ekstrak etanol kulit batang sawo manila mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, terpenoid, dan tanin yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus epidermidis.