TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.

dokumen-dokumen yang mirip
TESIS HAMBATAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PARA PIHAK MELALUI MEDIASI DI PENGADILAN

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

Tugas Pokok dan Fungsi. Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

TESIS KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

EXECUTIVE SUMMARY ( IKHTISAR EKSEKUTIF )

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEPANITERAAN DAN KESEKRETARIATAN PERADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 1.1 Sejarah Umum Pengadilan Tinggi Surabaya

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UPAYA MEWUJUDKAN PERADILAN MILITER YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.03.131 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2006

RINGKASAN Panitera adalah Pejabat Kepaniteraan dan sebagai pejabat Kepaniteraan maka Panitera pemimpin Kepaniteraan (Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004). Untuk mempelajari tugasnya maka Panitera Pengadilan dibantu oleh seorang wakil Panitera, beberapa Panitera Muda, Panitera Pengganti, dan Jurusita dalam bidang tugasnya masing-masing (Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004). Faktor dedikasi dan pengalaman kerja seorang panitera sangat menentukan lancar atau tidaknya fungsi kepaniteraan Pengadilan yang dipimpinnya. Panitera diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung, dan sebelumnya memangku jabatannya Panitera diambil sumpah atau janjinya menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan, (Pasal 37 dan 38 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004). Tugas pokok Kepaniteraan ini tidak dipisahkan dari tugas pokok pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara. Rangkaian keseluruhan tugas pokok tersebut dapat berjalan efektif dengan memfungsikan tugas-tugas kepaniteraan. Mulai proses pendaftaran, proses persidangan, memutus perkara sampai dengan pelaksanaan eksekusi membutuhkan kerja-kerja administrasi yang tidak lain tugas kepaniteraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan Panitera dalam penyelesaian perkara, menganalisis penyebab Panitera tidak dilibatkan dalam musyawarah pembuatan putusan Hakim, dan untuk mengetahui serta menganalisis pertanggungjawaban Panitera dalam putusan Hakim. Adapun hasil penelitian ini penulis dapat mengetahui bahwa kewenangan Panitera dalam penyelesaian perkara yaitu tugas Panitera dalam memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi lainnya Undang-Undang yang berlaku tugas pokok tersebut tidak bisa dipisahkan dengan tugas pokok pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan dengan memfungsikan tugas-tugas kepaniteraan, mulai proses pendaftaran, proses persidangan, memutus perkara sampai dengan pelaksanaan eksekusi. Sedangkan penyebab keterlibatan Panitera dalam pembuatan putusan Hakim karena berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Buku Pedoman Pelaksanaan Administrasi Pengadilan bahwa tugas Panitera adalah membantu Hakim dalam persidangan sehingga panitera tidak ada kewajiban untuk ikut serta dalam musyawarah pembuatan putusan Hakim tetapi Panitera wajib memberikan data-data yang lengkap dalam persidangan yang semuanya termuat dalam berita acara persidangan.

DAFTAR ISI iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... LEMBAR PENGESAHAN... DAFTAR ISI... i iii iv v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penulisan... 6 D. Manfaat Penulisan... 6 E. Tinjauan Pustaka... 6 F. Metode Penelitian... 8 1. Pendekatan Masalah... 8 2. Sumber Bahan Hukum... 8 3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum... 8 4. Analisis Bahan Hukum... 8 G. Sistematika Penulisan... 10

BAB II KEWENANGAN PANITERA DALAM ADMINISTRASI PERKARA DI PENGADILAN NEGERI... 11 A. Kedudukan dan Fungsi Panitera Pengadilan... 11 B. Susunan Organisasi Kepaniteraan dan Pertanggung v Jawaban Tugas... 24 C. Fungsi Pengawasan Administrasi Peradilan... 27 BAB III KETERLIBATAN PANITERA DALAM PEMBUATAN PUTUSAN HAKIM... 40 A. Tugas Pokok Panitera Sebagai Pembantu Hakim... 40 B. Tanggung Jawab Panitera Dalam Pembuatan Administrasi Putusan Hakim... 46 C. Bentuk Putusan Hakim Yang Melibatkan Panitera... 50 BAB IV PENUTUP... 63 A. Kesimpulan... 63 B. Saran... 64 DAFTAR BACAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur dalam tujuan pembangunan nasional yang diamanatkan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib. Suasana perikehidupan bangsa Indonesia yang dicita-citakan perwujudannya melalui rangkaian upaya dan kegiatan pembangunan yang berlanjut dan berkesinambungan. Namun demikian, pengalaman dalam kehidupan bernegara sejak kemerdekaan menunjukkan bahwa usaha untuk mewujudkan perikehidupan seperti itu sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang saling terkait satu dengan lainnya.1 Citra tentang keadilan, kebenaran, kepastian hukum dan ketertiban sistem serta penyelenggaraan hukum merupakan hal yang mempengaruhi tumbuhnya suasana perikehidupan sebagaimana dimaksudkan di atas. Masalahnya adalah, bahwa hal tersebut secara bersamaan merupakan pula tujuan kegiatan pembangunan di bidang hukum dalam kerangka pelaksanaan pembangunan. 1 Oemarseno Adji, Pengadilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1985, h. 35-40.

Jika mengacu pada Teori Trias Politica Mantesqueu, kekuasaan kehakiman merupakan salah satu cabang kekuasaan negara yang berdiri terpisah dari kekuasaan yang lain. Sebagaimana kita ketahui Trias Politica membagi kekuasaan menjadi tiga yaitu, eksekutif, 1 legeslatif dan yudikatif (Kekuasaan Kehakiman). Hal ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman tersebut dalam menjalankan tugasnya harus bebas dari pengaruh dari intervensi pemerintahan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Pemahaman kekuasaan kehakiman sebagaimana kekuasaan yang merdeka ditegaskan dalam penjelasan pasal 24 Undang-Undang Dasar 45 yang menyebutkan bahwa, kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang tentang kedudukannya para Hakim. Sebagaimana implementasi dari pelaksanaan Undang-Undang Dasar 45 tersebut telah diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelesaikan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia, kekuasaan kehakiman sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 tersebut adalah badan-badan peradilan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan tugas pokok untuk menerima,

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Lebih jauh dalam penjelasan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman yang merdeka adalah kekuasaan kehakiman yang bebas dari paksaaan, direktiva, atau rekomendasi yang datang dari pihak extra juduciil, kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh Undang-Undang. Peradilan adalah merupakan pilar kekuasaan Kehakiman, sebagai aparat pendukung peradilan adalah Hakim, Panitera dan Jurusita. Hakim adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, dimana proses pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Presiden selaku kepala Negara atas usul Ketua Mahkamah Agung (pasal 16 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004). Panitera adalah Pejabat Kepaniteraan dan sebagai pejabat Kepaniteraan maka Panitera pemimpin Kepaniteraan (Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004). Untuk mempelajari tugasnya maka Panitera Pengadilan dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa Panitera Muda, Panitera Pengganti, dan Jurusita dalam bidang tugasnya masing-masing (pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004). Faktor dedikasi dan pengalaman kerja seorang panitera sangat menentukan lancar atau tidaknya fungsi kepaniteraan Pengadilan yang dipimpinnya. Panitera diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung, dan sebelumnya memangku jabatannya Panitera diambil sumpah atau janjinya menurut agama atau kepercayaannya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan, (pasal 37 dan 38 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004).

Panitera Pengganti membantu Panitera Pengadilan dalam menjalankan tugasnya. Kedudukan Panitera Pengganti menjadi sangat vital dan sangat diperlukan untuk membantu Hakim dalam mengikuti dan mencatat jalannya persidangan (pasal 59 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004). Terlebih lagi Panitera Pengadilan tidak mungkin harus selalu atau sesering mungkin mengikuti sidang pengadilan, mengingat seorang Panitera Pengadilan sebagai pimpinan Kepaniteraan sudah cukup banyak tugasnya. Dengan demikian kebutuhan akan tenaga Panitera Pengganti sangat dirasakan di Pengadilan, apalagi jumlah perkara/ pidana semakin meningkat jumlahnya seiring dengan makin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan semakin banyaknya para pencari keadilan dalam memperjuangkan hak-haknya. Dalam menjalankan tugasnya, kecermatan seorang panitera pengganti dalam mengikuti jalannya persidangan serta ketelitian dan kerapian dalam membuat berita acara dan pengetikan konsep putusan Hakim dan membuat putusan baik perkara perdata/pidana untuk waktu yang tidak terlalu lama. Jurusita sebagaimana pejabat kepaniteraan yang lain diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung, setelah diambil sumpahnya oleh Ketua pengadilan yang bersangkutan sebelum menjalankan tugasnya menurut agama dan kepercayaannya. Keberadaan jurusita untuk melaksanakan tugas luar atau lapangan seperti dalam hal menyampaikan relas panggilan hari-hari sidang, melakukan penyitaan adalah sangat diperlukan karena Panitera Pengadilan tidak mungkin untuk melaksanakan tugas luar atau lapangan tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. KMA/004/SK/II/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Tugas pokok kepaniteraan adalah memberikan pelayanan tehnis dibidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pokok kepaniteraan ini tidak dipisahkan dari tugas pokok pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara. Rangkaian keseluruhan tugas pokok tersebut dapat berjalan efektif dengan memfungsikan tugas-tugas kepaniteraan. Mulai proses pendaftaran, proses persidangan, memutus perkara sampai dengan pelaksanaan eksekusi membutuhkan kerja-kerja administrasi yang tidak lain menjadi tugas kepaniteraan. Tugas pokok kepaniteraan untuk memberikan pelayanan tehnis dibidang administrasi perkara atau administrasi lainnya secara lebih luas pada prinsipnya dapat dipilah menjadi tiga bagian tugas panitera Pengadilan, baik menyangkut bidang perdata/pidana. Ketiga bidang tugas panitera tersebut meliputi : 1. Tugas panitera di bidang administrasi. 2. Tugas panitera di bidang persidangan. 3. Tugas panitera bidang pelaksanaan/eksekusi.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kewenangan panitera dalam administrasi di Pengadilan Negeri? 2. Bagaimana keterlibatan panitera dalam pemuatan terhadap putusan hakim? 3. Bagaimana tanggung jawab panitera terhadap putusan hakim? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan panitera dalam penyelesaian perkara. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab panitera tidak dilibatkan dalam musyawarah pembuatan putusan hakim. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban panitera dalam putusan hakim. D. Manfaat Penulisan 1. Agar hakim dapat mengetahui lebih jelas tentang tugas pokok dan tanggungjawab sebagai seorang hakim, sehingga dapat memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.

2. Agar panitera dapat mengetahui lebih jelas tentang tugas; pokok dan tanggungjawab sebagai seorang panitera, sehingga dapat melayani masyarakat pencari keadilan dengan baik. 3. Agar hakim dan panitera dapat bekerja sama dengan baik tentang tugas dan tanggungjawabnya, sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan yaitu tercapainya peradilan yang sederhana cepat dan biaya ringan. E. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan kepaniteraan diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004. Kepaniteraan Pengadilan dipimpin oleh seorang Panitera yang dibantu oleh seorang wakil Panitera. Dengan kedudukan seperti itu maka hubungan antara panitera dengan Ketua Pengadilan berada dalam hubungan garis lurus (linier) atau garis komando dimana segala perintah ketetapan Ketua Pengadilan harus dilaksanakan Panitera. Berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA / 004/SK/II/1999 tentang organisasi dan tata kerja kepaniteraan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Tugas pokok kepaniteraan adalah memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi perkara dan administrasi peradilan. Di dalam pelaksanaan tugas-tugas bidang administrasi bagi Panitera yang perlu diperhatikan antara lain : ada beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama dalam hal teknis penerimaan perkara (meja pertama). Sesuai dengan

surat Mahkamah Agung Nomor MA/Kumdil/012/I/K1994 tentang Tata cara penerimaan perkara. Pasal 59 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Panitera, Wapan, Panitera Muda dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan. Dalam hal ini Panitera bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan. Tugas Panitera dalam bidang eksekusi diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 yang berisi : Dalam perkara perdata, Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan putusan pengadilan. Mengingat luas lingkup dan berat dalam pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh pengadilan, maka perlu adanya perhatian yang besar terhadap tata cara dan pelaksanaan pengelolaan administrasi pengadilan. Menurut penjelasan umum angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004. penyelenggaraan administrasi pengadilan dibedakan menurut jenisnya dan dipisahkan penanganannya. Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah disebutkan bahwa Hakim adalah Pejabat yang melakukan kekuasaan Kehakiman yang diatur dalam Undang- Undang yang bertugas menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang telah diterimanya. Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum disebutkan bahwa Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Untuk mengontrol segala isi dan pokok bahasan dari penulisan ini, maka metode penulisan yuridis normatif yang dipergunakan dalam mendapatkan segala informasi, data dan fakta hukum terhadap permasalahan yang sedang diteliti.2 Dalam karya ini, dilakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan sebagai data primer dengan cara menginventarisasi, melengkapi serta menyeleksi segala aturan perundang-undangan yang relevan dengan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini. 2. Sumber Bahan Hukum Penulisan ini mengunakan bahan hukum sekunder, yaitu : a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas pokok panitera diantaranya : Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. b. Bahan Hukum Sekunder, berupa Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Putusan Hakim Pengadilan Negara Surabaya No. 2 Soerjono Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, h. 10

375/pid.B.2004/PN.sby., dokumen-dokumen atau arsip-arsip Pengadilan Negeri serta kepustakaan lainnya.3 3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Dalam metode pengumpulan data, penulis mencari berbagai peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen yang mendukung kebenaran secara ilmiah pada penelitian, yaitu memilah-milah dan mengklarifikasi sesuai dengan Pertanggungjawaban Panitera dalam penyelesaian Perkara. 4. Analisis Bahan Hukum Bahan kajian yang digunakan dalam proses pembahasan permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini akan dilakukan analisis kualitatif yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan, sangat perlu kiranya dibuat konsep berpikir, agar dapat dipahami secara berurutan dan jelas mengenai peribahasanya dalam bentuk sistimatika. Untuk itu penulisan karya ilmiah ini dirancang meliputi 5 (lima) bab dengan substansi pokok sebagai berikut : Bab I berisikan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang terdiri dari penelitian, sumber data, tehnik pengumpulan dan pengolahan data, teknik analisis data serta sistematika penulisan. 3 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985,

Bab II berisikan tentang kewenangan Panitera dalam Administrasi Perkara di Pengadilan Negeri, dimana dalam bab ini diuraikan kedudukan dan fungsi panitera, susunan organisasi kepaniteraan dan pertanggungjawaban tugas, fungsi pengawasan administrasi peradilan. Bab III berisikan keterlibatan Panitera dalam pembuatan putusan Hakim, Tugas Panitera hanya membantu Hakim dalam persidangan dan tidak diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan, tanggung jawab panitera dalam pembuatan administrasi putusan hakim seperti putusan terdakwa Oey Cindy Larosa, yang terdiri dari Duduknya perkara, Dasar Pertimbangan Majelis Hakim dan Analisa Hukum. Bab IV penutup, berisikan beberapa kesimpulan serta saran-saran berdasarkan uraian-uraian, pembahasan-pembahasan pada bab sebelumnya. Daftar bacaan, terdiri dari literatur dan perundang-undangan.

DAFTAR BACAAN A. Literatur Bagur Manan dan Kuntono Maguar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1993. Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakkan Hukum di Indonesia, Cet I, Bulan Bintang, Jakarta, 1987. Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, Aksara Persada, Indonesia, Jakarta, 1987. Oermarseno Adji, Pengadilan Bebas Negara Hukum, Jakarta, Erlangga, 1985. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985. S.F. Marbun, Pengadilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1987. Satjipto Rahardjo, Aneka Persoalan Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1998., Hukum dan Masyarakat, Angkasa Bandung, 1998., Sosiologi Pengadilan, Pengadilan Dalam Masyarakat, Pertemuan Pengajar Sosiologi Hukum Jawa Tengah, Kudu, 1995. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986. Soetandyo Wigyosoebrot, Kepastian Hukum dan Kekuasaan Pengadilan, Makalah dalam Pertemuan Pengajar Sosiologi Hukum Sejawa Tengah, Nopember 1995. Sri Soemantri, Kemandirian Kekuasaan Kehakiman Sebagai Persyaratan Negara Hukum di Indonesia, Dalam Makalah Seminar 50 Tahun Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta, Agustus Tahun 1995. 65

Sudikno Mertokusumo, Sejarah Pengadilan dan Perundang-undangan di Indonesia Sejak Tahun 1992, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1973. B. Undang-Undang - UUD 1945 Bab IX Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 dan 25 - Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman - Undang-Undang No. 5 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun tentang Mahkamah Agung - Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. - Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika - Keputusan Presiden RI Nomor 21 tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi Administrasi dan Finansial dilingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.