BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelian suatu produk baik itu pakaian, barang elektronik dan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

HUBUNGAN KONFORMITAS PADA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPULSIVE BUYING PADA REMAJA PUTRI YANG BERBELANJA ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus mampu memenuhi permintaan konsumen yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir,

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta. Sebagai ibukota dari provinsi Jawa Timur, kota Surabaya juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perusahaan memiliki strategi tersendiri dalam menarik konsumen yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

PERILAKU KONSUMEN. By Eka DJ Ginting

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbelanja, diantaranya adalah berpikir jangka pendek, suka merek luar negeri,

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin majunya dunia teknologi informasi telah menciptakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para pemasar telah terlebih dahulu menggunakan media

BABI PENDAHULUAN. Seperti yang telah diketahui bahwa rnenjelang abad ke 20, negara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel modern merupakan industri yang memiliki kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk lebih cerdas mempertahankan pasarnya dalam

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah merencanakan apa yang mereka beli. Hal ini naik 11 poin dari tahun 2003 yang presentasenya hanya 10% (Sukirno, 2011). Impulsive buying merujuk pada pembelian yang bersifat tidak terencana dan tiba-tiba. Impulsive buying ini acapkali berdasarkan pada adanya objek stimulus dan seringkali beriringan dengan perasaan senang, tertarik dan atau munculnya keinginan yang kuat untuk membeli (Rook dalam Silvera, Lavack dan Kropp, 2008). Selanjutnya, Verplanken dalam Silvera dkk., (2008) mengibaratkan perilaku impulsive buying seperti perilaku mengonsumsi alkohol. Impulsive buying pada taraf rendah hingga sedang dapat menjadi hiburan yang menyenangkan untuk tujuan bersenang-senang. Akan tetapi, impulsive buying pada taraf yang tinggi dapat membahayakan dan bersifat selfdestructive. Perilaku ini dapat dikendalikan dengan menghindari kondisi psikologis yang negatif seperti rendahnya self-esteem dan/atau dengan mengatur afek negatif. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2005) mengungkap bahwa lebih dari 50% pembelian di dalam supermarket, hipermarket dan department store merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Premananto (dalam Puspitarini, 2012) mengungkap bahwa impulsive buying yang dilakukan oleh konsumen saat ini cenderung tinggi yaitu sebesar 15,5% dari seluruh total belanja, dan menghabiskan kurang lebih sekitar 16,5% dari seluruh uang yang dibelanjakan. Ditinjau dari sudut pandang konsumerisme, pembelian berlebihan atau pembelian yang menonjolkan pada gaya hidup yang tidak hemat ini tengah menjadi sorotan. Pembelian tidak direncanakan ini 1

2 menimbulkan rasa senang bagi pembelinya, namun juga menimbulkan rasa sesal dari aspek finansial. Impulsivitas yang berfungsi sebagai penentu utama rasa senang membuat impulsive buying sulit dicegah. Impulsive buying dipengaruhi oleh impulsivitas seseorang dan faktor lingkungan tempat penjualan yang dimediasi oleh emosi positif. Impulsive buying merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat impulsive buying tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa yang matang secara finansial, melainkan juga melanda kehidupan remaja yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Hempel dan Lehman (dalam Magie, 2008) mengemukakan bahwa konsumen berusia remaja memiliki kebebasan yang signifikan untuk mengatur pengeluarannya. Di Amerika, pengeluaran konsumen usia remaja sekitar $175 miliar pertahun. Klinefelter dan Tamminga (dalam Magie, 2008) dalam surveynya menemukan bahwa remaja Amerika membelanjakan 40% uangnya untuk membeli produk fashion. Remaja juga menggunakan uang keluarga dan mempengaruhi perilaku pembelian orangtuanya. Total belanja produk fashion untuk remaja meningkat 35% pada tahun 2006 jika dibandingkan dengan tahun 2005. Survey yang dilakukan oleh Nielsen di Indonesia juga menunjukkan adanya impulsive buying. Survey dengan sampel responden yang tinggal di Jakarta, Bandung dan Surabaya menunjukkan bahwa 59 dari 101 responden Jakarta, 68 dari 100 responden Bandung, serta 67 dari 100 responden Surabaya melakukan impulsive buying. Responden menyatakan bahwa mereka terkadang melakukan pembelian produk di luar dari yang telah direncanakan sebelumnya (Kharis, 2011). Remaja menjadi sasaran pemasaran yang potensial. Hal ini terkait karakteristik konsumen remaja menurut Munandar (2006), yaitu: 1. Sangat mudah terpengaruh rayuan penjual 2. Mudah terbujuk iklan, terutama pada kerapihan kertas bungkus

3 3. Tidak berpikir hemat 4. Kurang realistis, romantik, dan impulsif Kehidupan remaja merupakan masa transisi antara kehidupan anak-anak menuju ke kehidupan dewasa. Block, Eccles dan Buchanan (dalam Santrock, 2011) mengemukakan remaja mengalami perkembangan fisik, sosial dan kognitif yang berproses bersama. Relasi dengan orangtua memiliki bentuk yang berbeda dan hubungan dengan teman sebaya menjadi semakin intim. Perubahan-perubahan biologis remaja memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh (body image). Remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain. Kemudian remaja akan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal tersebut. Perilaku mengundang perhatian juga umum terjadi pada masa remaja. Perilaku ini mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat oleh orang lain. Salah satu bentuk perilaku mengundang perhatian ini ditunjukkan remaja dengan mengenakan pakaian warna-warni. Senada dengan pendapat Block, Eccles dan Buchanan di atas, Santrock (2011) menyatakan bahwa pada masa remaja, seseorang akan meluangkan banyak waktu dengan teman sebaya, lebih banyak daripada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Kelompok teman sebaya memberikan sebuah dunia, tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang diletakkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman-teman seusianya. Agar tidak dikucilkan, biasanya tiap anggota kelompok berusaha untuk menjadi konformis, yaitu tidak berbeda dengan orang lain di dalam kelompoknya. Dorongan demikian tidak hanya datang dari dalam diri sendiri tetapi juga datang dari luar diri, biasanya datang dalam bentuk tekanan- tekanan kelompok ataupun tekanan dari anggota kelompok yang lain.

4 Santrock (2011) mengemukakan bahwa konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orangtua dan guru. Akan tetapi, banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk dilibatkan dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu klik. Keinginan remaja untuk diterima dalam kelompoknya, salah satunya dengan cara mengikuti nilai-nilai dalam berpenampilan mendorong remaja melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Menurut Chen-Yu dan Seock (2002), penampilan fisik berpengaruh besar terhadap penerimaan diri remaja dalam kelompoknya. Penerimaan diri ini merupakan suatu proses dalam mencari identitas diri. Berkaitan dengan pencarian identitas diri, terdapat periode para remaja sangat senang untuk mencoba sesuatu yang baru atau yang sedang trend dan berkaitan dengan citra diri yang ingin ditampilkan oleh remaja tersebut. Mengikuti trend, membuat para remaja merasa percaya diri dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Hal tersebut didukung oleh perkembangan industri fashion dan mode di Indonesia yang semakin pesat. Setiawan (2014) mengemukakan subsektor industri kreatif yang memberi kontribusi terbesar adalah bidang mode yang menyumbang 30% dari keseluruhan industri kreatif di Indonesia, dengan kontribusi nilai tambah bruto mencapai Rp 181 triliun. Pesatnya perkembangan mode ini mungkin saja mendorong remaja untuk melakukan impulsive buying agar dapat diterima oleh lingkungan teman sebayanya. Survey Rand Youth Poll s pada tahun 2003 menunjukkan bahwa remaja putri lebih kaya daripada remaja laki-laki. Penelitian lain menunjukkan remaja putri menerima lebih banyak uang daripada remaja laki-laki karena ibu mengerti kebutuhan remaja putri untuk membeli pakaian dan kosmetik (Waguespack dalam Magie, 2008). Pembelian pakaian

5 merupakan pengeluaran terbesar bagi remaja putri, dan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belanja di mal. Remaja putri ditemukan lebih cenderung untuk melakukan impulsive buying daripada remaja laki-laki, mengunjungi toko lebih sering daripada remaja laki-laki, dan terlibat secara sosial (Parks dalam Magie, 2008). Berdasarkan uraian mengenai impulsive buying dan konformitas pada teman sebaya yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai Hubungan antara Konformitas pada Teman Sebaya dengan Impulsive Buying Produk Fashion pada Remaja Putri. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas pada teman sebaya dengan impulsive buying produk fashion pada remaja putri. C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi yang mempelajari tentang perilaku konsumen. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian lain yang menunjukkan hubungan antara konformitas pada teman sebaya dengan impulsive buying produk fashion pada remaja putri.

6 2. Manfaat Praktis Impulsive buying merupakan pembelian yang tidak diharapkan dan dapat merugikan konsumen, tidak terkecuali konsumen usia remaja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi konsumen usia remaja mengenai faktor-faktor yang berperan dalam menentukan impulsive buying. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang berkaitan dengan konsumen remaja untuk melakukan edukasi mengenai impusive buying. Pengetahuan yang dimiliki konsumen remaja mengenai impulsive buying diharapkan dapat mengurangi impulsive buying ketika berbelanja produk fashion.