Bab 5 Ringkasan Salah satu fenomena yang muncul ke permukaan dalam masyarakat Jepang saat ini adalah fenomena penggunaan bedah kosmetik yang semakin meningkat terutama di kalangan perempuan. Bedah kosmetik yang juga dikenal sebagai bedah plastik, pada awalnya merupakan bagian dari bedah rekonstruksi yang bertujuan untuk merekonstruksi bagian tubuh manusia atau mengurangi kecacatan pada tubuh akibat serangan penyakit, penyakit bawaan lahir, atau kecelakaan, yang kemudian pada pertengahan abad kedua puluh berkembang menjadi bedah kosmetik yang bertujuan untuk menambah nilai kecantikan dari tubuh yang tidak mengalami penyakit atau kecelakaan (Davis, 1995: 16). Fenomena menarik di kalangan remaja putri Jepang sejak tahun 1998 hingga sekarang. menurut laporan dari Psychiatry and Clinical Nourosciences (1998), cukup banyak remaja putri Jepang yang melakukan bedah kosmetik. Sebanyak 23,2% adalah remaja berusia sekitar 15 sampai 19 tahun, kemudian 16,8% berusia 20 sampai 24 tahun. Sebanyak 90,6 % remaja yang melakukan bedah kosmetik ingin mengubah bentuk wajahnya. Terobsesi dengan penampilan fisik, para gadis yang menjalani bedah kosmetik tahun ini menjadi lebih muda. Ini menjadi sebuah tren yang mengganggu. Kebanyakan pasien yang muda, berusia 10 sampai 15 tahun, pergi ke klinik bedah kosmetik dengan ibu mereka. Banyak dari mereka yang membawa foto idolanya dan meminta operasi agar mirip dengan idolanya. Ibu dan anak percaya bahwa untuk memperoleh popularitas adalah dengan terlihat cantik
Penggunaan jasa bedah kosmetik di kalangan kaum remaja putri di Jepang masa sekarang ini sepertinya memiliki kaitan dengan sikap konsumsi yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari, serta didukung dengan kekuatan ekonomi yang mereka miliki. Selain itu, pesan-pesan yang dibawa oleh media massa mengenai gaya hidup, kecantikan dan fesyen, juga sangat berpengaruh terhadap pilihan-pilihan konsumsi yang diambil dalam kehidupan sehari-hari para wanita Jepang. Dalam Skripsi ini, saya melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi bedah kosmetik sebagai usaha meningkatkan percaya diri bagi remaja putri Jepang dewasa ini. Kemudian saya ingin melihat hubungan yang terjadi antara konsumsi bedah kosmetik dengan permasalahan peningkatan kepercayaan diri serta apa arti cantik bagi kaum remaja putri di Jepang saat ini. Hal ini dikarenakan mayoritas konsumen bedah kosmetik di Jepang adalah kaum perempuan, terutama remaja. Pada penelitian ini saya akan menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi bedah kosmetik sebagai usaha bagi remaja putri Jepang dalam meningkatkan kepercayaan diri pada masa sekarang ini dilihat dari sudut psikologi remaja. Penelitian ini memfokuskan pada remaja putri Jepang di Tokyo yang berusia mulai dari 11 tahun sampai 24 tahun dan tidak terbatas oleh status perkawinan dan melakukan seikei shujuutsu (bedah kosmetik) di Tokyo. Penelitian ini juga memfokuskan pada penelitian terhadap fenomena dalam masyarakat Jepang modern yang terjadi pada tahun 2000 hingga tahun 2007 dengan tujuan untuk menjelaskan latar belakang para remaja putri Jepang melakukan bedah kosmetik demi meningkatkan kepercayaan diri. Dalam penulisan skripsi ini, saya menggunakan metode penelitian kepustakaan dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan. Sedangkan untuk menganalisis data, digunakan metode deskriptif analitis, yakni data-data yang ada akan dijelaskan dan
dianalisis dengan menggunakan tema yang mendukung. Korpus data adalah kasus-kasus mengenai bedah kosmetik yang dilakukan oleh para remaja putri Jepang di Tokyo sebagai usaha meningkatkan kepercayaan diri yang terjadi pada tahun 2000 2007. Landasan teori pada penelitian ini yang pertama adalah konsep kecantikan menurut remaja Jepang yang menjelaskan konsep kecantikan masyarakat Jepang yang diinginkan saat ini adalah mata yang besar, hidung mancung dan tubuh ramping seperti kebanyakkan karakter perempuan dalam komik Jepang dengan perubahan tren-tren kecantikan dari tahun ke tahun. Kedua adalah konsep bedah kosmetik yakni menjelaskan sejarah perkembangan bedah kosmetik dari zaman dahulu hingga sekarang. Kemudian yang ketiga adalah konsep kepercayaan diri meurut teori psikologi remaja yang di dalamnya menjelaskan teori-teori tentang kepercayaan diri pada remaja. Pada analisis data, saya menganalisis lima kasus mengenai bedah kosmetik sebagai usaha meningkatkan percaya diri pada remaja putri di Jepang pada tahun 2000 sampai 2007. Kasus yang pertama adalah Yumi Sakaguchi berusia 23 tahun yang merasa tidak percaya diri karena memiliki wajah yang tidak menarik dengan mata yang jatuh, pipi tembam dan gigi yang tonggos. Ia selalu mendapat cemooh dari teman-temannya. Kemudian ia memutuskan untuk melakukan bedah kosmetik dan karena ia bukan berasal dari keluarga yang mampu. Ia mengikuti reality show yang dapat merubah penampilannya secara gratis. Kasus kedua adalah Risa Arato berusia 19 tahun yang merasa tidak percaya diri dengan wajahnya terutama hidungnya yang tidak mancung. Sama halnya dengan Sakaguchi, Arato juga mengajukan kasusnya pada acara reality show terkenal itu agar mendapatkan bedah kosmetik secara gratis. Kemudian ia mendapatkan operasi gratis pada mata, hidung, dan dagunya. Kasus ketiga adalah Erika Kayukawa berusia 17 tahun saat pertama kali mencoba menggunakan lem pada kelopak
matanya agar terlihat besar. Ia tidak percaya diri dengan matanya yang sipit. Kebiasaanya itu membuat ia ingin melakukan bedah kosmetik agar tidak perlu menempelkan lem pada kelopak matanya lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan bedah kosmetik dengan biaya hasil kerja kerasnya dan mendapatkan penampilan yang ia inginkan. Kasus keempat adalah Akiko Tanaka yang pada usia 21 tahun sudah melakukan bedah kosmetik pada kelopak mata, hidung, payudara, penyedotan lemak, penghilangan bekas luka dan operasi bibir. Hal ini ia lakukan bukan karena ia tidak cantik, ia hanya merasa lebih percaya diri setelah melakukan bedah kosmetik tersebut. Ia merasa terlihat cantik dan seksi setelah melakukan operasi. Kemudian ia berencana melakukan operasi facelift lima tahun kedepan untuk menambah percaya dirinya lagi. Terakhir pada kasus kelima adalah Saeko Kimura berusia 12 tahun dan bertubuh gemuk sehingga dijuluki cumi-cumi oleh teman-temannya. Hal ini membuatnya menjadi tidak percaya diri dan ia lalu membujuk orangtuanya untuk mengizinkan dia melakukan operasi sedot lemak. Hal ini membuat orangtuanya bingung, tetapi Kimura tetap memaksa untuk melakukan operasi tersebut sehingga akhirnya orangtuanya mengizinkan dan membiayai operasi tersebut. Sekarang Kimura berhasil mendapatkan kepercayaan dirinya. Dari kelima kasus yang sudah saya analisis mengenai bedah kosmetik sebagai usaha meningkatkan percaya diri pada remaja putri Jepang dewasa ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja putri di Jepang memiliki ketidakpuasan terhadap bentuk fisik dan penampilannya. Mereka semua ingin merubah penampilan terutama pada wajah. Semua merasa kurang percaya diri dengan mata mereka yang sebagaimana layaknya mata Asia Timur yang hanya memiliki satu lipatan kelopak mata saja. Selain itu, masing-masing dari mereka juga merasa memiliki kekurangan pada bagian wajah
lain dan ingin memperbaikinya agar kepercayaan dirinya meningkat sehingga diterima dalam kelompok mereka dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan remaja putri Jepang melakukan seikei shujuutsu (bedah kosmetik) adalah karena adanya konsep kecantikan remaja di Jepang yang menurut mereka sosok perempuan cantik adalah yang memiliki mata yang besar, hidung mancung dan tubuh yang ramping. Remaja yang tidak memiliki kecantikan yang diinginkan seperti pada konsep tersebut menyebabkan mereka tidak percaya diri. Ditinjau dari sisi psikologi remaja, seseorang yang tidak memiliki kepercayaan diri dikarenakan memiliki self esteem yang rendah. Self esteem yang rendah akan memperlemah hubungan yang dibina dengan orang lain dan akan mudah terpengaruh godaan yang banyak ditawarkan oleh lingkungan Masters dan Johnson (1999). Oleh karena itu, seikei shujuutsu dilakukan sebagai usaha remaja putri Jepang untuk meningkatkan rasa percaya dirinya agar mereka diakui oleh masyarakat yang mementingkan penampilan. Dengan begitu mereka bisa dengan mudah mendapatkan perkerjaan atau suatu penerimaan terhadap kelompok masyarakat. Setelah menyelesaikan skripsi ini, saya merasa bahwa dalam penelitian ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih dalam tentang sikap konsumerisme perempuan Jepang yang dihubungkan dengan konsep kecantikan perempuan jepang atau dengan gaya hidup masyarakat Jepang lainnya.