iptek hortikultura KAIFA, CLARA, FATIMAH, DAN GENTINA Gladiol merah balithi Gladiol merupakan salah satu bunga potong yang sudah lama dikenal di Indonesia. Sentra produksi bunga ini di Pulau Jawa tersebar di beberapa sentra produksi, antara lain Parongpong (Bandung), Selabintana (Sukabumi), Cipanas (Cianjur), Bandungan (Semarang), dan Batu (Malang) (Komar dan Effendie 1995), di Berastagi (Sumatera) dan di Tomohon (Sulawesi). Salah satu masalah dalam pengembangan gladiol di Indonesia adalah terbatasnya kultivar yang digunakan oleh petani, antara lain hanya kultivar Queen Occer, Salem, White Friendship, Priscilla, Holand Merah, Batik, Kupu-kupu, dan Nova Lux (Badriah et al. 2000). Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) sampai tahun 1999 telah mengintroduksi sebanyak 30 kultivar, namun umumnya kurang berkembang karena tidak mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis dan tidak tahan terhadap penyakit layu Fusarium yang merupakan penyakit utama gladiol di Indonesia (Badriah et al. 2007). Varietas unggul memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi bunga gladiol dalam negeri. Usaha pengembangan jenis gladiol yang dapat beradaptasi secara luas dan berdaya hasil optimal antara lain dapat dilakukan melalui seleksi dan pembentukan varietas yang dapat beradaptasi di sentra produksi (Wuryaningsih et al. 2004). Oleh karena itu persilangan antara kultivar gladiol introduksi dengan kultivar gladiol yang telah beradaptasi di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 1989 di Balithi. Tujuan persilangan tersebut adalah untuk mendapatkan varietas baru yang memiliki warna novel, adaptif, dan tahan terhadap penyakit layu Fusarium. Warna bunga novel yang dimaksud adalah warna bunga yang belum ada pada gladiol yang dibudidayakan petani gladiol di Indonesia. 15
No. 6 - Agustus 2010 Warna merah bagi bangsa Indonesia memiliki arti tersendiri, sehingga rangkaian bunga baik pada perayaan kemerdekaan maupun upacara adat banyak menggunakan warna merah. Bunga gladiol berwarna merah masih jarang ditemukan pada kultivar gladiol di Indonesia, yaitu hanya kultivar Holand Merah. Pada tahun 2003 dan 2008, Balithi melepas varietas gladiol berbunga merah cerah dengan variasi warna pada lidah bunga yang lebih indah, yaitu varietas Kaifa (SK MENTAN No: 502/Kpts/PD.120/10/2003), Clara (SK MENTAN No: 503/Kpts/PD.120/10/2003), Fatimah (SK MENTAN No: 623/Kpts/SR.120/5/2008), dan Gentina (SK MENTAN No: 622/Kpts/ SR.120/5/2008). Asal-usul Gladiol Varietas Kaifa, Clara, Fatimah, dan Gentina Varietas Kaifa, Clara, Fatimah, dan Gentina merupakan hasil persilangan antara kultivar Holand Merah (GC68) (Gambar 1) dengan GC69 (Gambar 2) yang dilakukan pada tanggal 3 April 1994 di Kebun Percobaan Cipanas dengan ketinggian tempat 1.100 m dpl. Kultivar Holand Merah sebagai tetua betina banyak dibudidayakan petani gladiol di Selabintana Sukabumi. Kultivar ini mempunyai keunggulan yaitu letak kuntum bunga tegak, susunan bunga simetris, dengan kerapatan bunga mekar saling bersentuhan. Kultivar GC69 sebagai tetua jantan adalah varian dari kultivar Holand Merah berasal dari petani gladiol di Selabintana Sukabumi. Kultivar ini mempunyai keunggulan letak kuntum bunga tegak, susunan bunga simetris dengan kerapatan bunga mekar saling bersentuhan. Kultivar GC69 memiliki kombinasi warna yang menarik, yaitu variasi warna pada daun mahkota atas dan bawah serta lidah bunga. Tahapan kegiatan pemuliaan varietas Kaifa, Clara, Gentina, dan Fatimah sebagai berikut : Persilangan (1994) X Seleksi ke-1 (1997) Seleksi ke-2 (1998) Uji kestabilan hasil (1998-2002) Clara, Kaifa, HX7, Fatimah, Gentina, dan HX31 Gambar 2. GC69 Gambar 1. Kultivar Holand Merah (GC68) 16
iptek hortikultura Seleksi pertama dilakukan terhadap karakter kualitatif yaitu warna bunga, posisi bunga, letak kuntum bunga, dan kerapatan bunga, sedangkan pada seleksi kedua selain dilakukan verifikasi karakter kualitatif juga berdasarkan karakter kuantitatif, yaitu panjang tangkai bunga, jumlah kuntum bunga per tangkai, dan diameter bunga mekar. Seleksi karakter kuantitatif mengacu pada standar mutu bunga potong gladiol nasional berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4479-1998) dan internasional yang ditetapkan oleh The North American Gladiolus Council (Wilfret 1992). Verifikasi karakter kuantitatif dilakukan sampai lima kali penanaman untuk melihat kestabilannya. Dari mulai persilangan sampai dilakukan uji kestabilan genetik diperlukan waktu kurang lebih enam tahun untuk mendapatkan calon varietas yang akan dilepas. Varietas Kaifa, Clara, Fatimah, dan Gentina dilepas sebagai varietas baru gladiol pada tahun 2003 dan 2008. Klon HX7 dan HX31 tidak dapat diperbanyak karena terinfeksi F. oxysporum. Keunggulan Varietas Keunggulan varietas Kaifa, Clara, Gentina, dan Fatimah dibanding kultivar gladiol yang dibudidayakan oleh petani terletak pada warna bunga, penampilan bunga pada tangkai bunga, ketebalan daun mahkota bunga, serta sesuai standar mutu bunga potong gladiol nasional maupun internasional. Warna bunga varietas Kaifa sangat menarik, yaitu bunga merah cerah dengan variasi pada lidah berwarna merah tua pada bagian pangkal sampai tengah, kemudian kuning cerah, dan tepi merah cerah. Variasi seperti ini belum ada pada kultivar gladiol yang ditanam di Indonesia. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak, dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern, sehingga penampilan bunga secara keseluruhan sangat indah. Berdasarkan SNI 01-4479-1998 varietas Kaifa termasuk kelas mutu AA (panjang tangkai 95 cm, jumlah kuntum bunga 16), dan menurut standar mutu yang dikeluarkan oleh The North American Gladiolus Council (Wilfret 1992) untuk diameter bunga mekar termasuk jenis dekoratif ( 8,9 - < 11,4 cm), kelas spesial ( 14) untuk jumlah kuntum per tangkai, dan kelas Fancy untuk panjang tangkai bunga (>107 cm) yang merupakan kelas tertinggi. Varietas Clara dan Fatimah warna bunganya hampir sama, yaitu bunga merah cerah dengan variasi pada lidah yang berwarna merah tua dengan tepi kuning cerah. Variasi pada lidah seperti ini belum ada pada kultivar gladiol yang ditanaman di Indonesia. Selain itu susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Berdasarkan SNI 01-4479-1998 varietas Clara dan Fatimah termasuk kelas mutu AA, tetapi menurut standar mutu yang dikeluarkan oleh The North American Gladiolus Council untuk diameter bunga mekar varietas Clara termasuk jenis dekoratif sedangkan varietas Fatimah jenis Standard ( 11,4-14 cm), panjang tangkai dan jumlah kuntum varietas Clara bisa masuk kelas Fancy ( 16), sedangkan varietas Fatimah untuk jumlah kuntum per tangkai masuk kelas spesial. Warna bunga varietas Gentina sangat menarik, yaitu berwarna oranye menyolok, pada ujung lidah berwarna oranye, di tengah merah cerah, dan pada pangkal berwarna kuning. Variasi ini belum ada pada kultivar gladiol yang ditanam di Indonesia. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak, dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Berdasarkan SNI termasuk kelas mutu AA, dan menurut standar mutu yang dikeluarkan oleh The North American Gladiolus Council untuk diameter bunga mekar termasuk tipe dekoratif, jumlah kuntum bunga per tangkai masuk pada kelas spesial, dan panjang tangkai bunga pada kelas Fancy. Keunggulan lain dari varietas Kaifa, Clara, Gentina, dan Fatimah adalah memiliki ketebalan bunga yang lebih tebal dibanding kultivar yang dibudidayakan petani gladiol seperti Queen Occer, White Friendship, dan Priscilla. Sehingga umur kesegaran lebih baik, yaitu berkisar 3-4 hari setelah bunga dipotong. Dengan lama kesegaran bunga seperti ini maka rangkaian bunga mekar lebih panjang dan indah. 17
No. 6 - Agustus 2010 Teknik Budidaya Gladiol dapat tumbuh dengan baik di daerah pada ketinggian tempat antara 600-1.400 m dpl, ph berkisar antara 5,8-6,5, suhu 10-25 o C. Suhu rerata kurang dari 10 o C akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Jika suhu rendah berlangsung lama, maka pertumbuhan tanaman terhenti. Suhu maksimal untuk pertumbuhan gladiol adalah 27 o C, namun kadang-kadang dapat menyesuaikan diri sampai suhu 40 o C, bila kelembaban tanah dan tanaman relatif tinggi (Badriah 1995). Subang gladiol siap tanam apabila sudah melalui masa dormansinya, dengan dicirikan munculnya calon akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar di bagian bawah subang, dan munculnya tunas. Bila tunas mencapai 1 cm, maka subang siap tanam (Badriah et al. 2007). Subang bibit ditanam pada bedengan dengan jarak tanam 20 x 20 cm dengan kedalaman tanam 10 cm. Jarak antarbedengan 50 cm. Lubang tanam diberi pupuk K 2 O dan P 2 O 5 sebanyak 5 g per lubang, tutup pupuk dengan sedikit tanah dan masukkan subang bibit kemudian tutup kembali dengan tanah. Pemupukan kedua dilakukan setelah daun kedua atau ketiga terbentuk dengan pupuk Urea sebanyak 5 g per tanaman dengan cara dibuat lubang di sekitar tanaman, pemupukan ini dilakukan setelah penyiangan gulma. Pemupukan ketiga dilakukan pada saat primordia bunga muncul ±60 hari setelah tanam dengan pupuk Urea dan K 2 O sebanyak 5 g per tanaman dengan cara dibuat lubang di sekitar tanaman, pemupukan ini dilakukan setelah penyiangan gulma. Dan pemupukan keempat dilakukan setelah panen bunga semua pertanaman, yaitu dengan pupuk Urea sebanyak 5 g per tanaman dengan cara dibuat lubang di sekitar tanaman, pemupukan ini dilakukan setelah penyiangan gulma. Pemberian pestisida dilakukan seminggu sekali. Pelaksanaan panen bunga dan subang gladiol dilakukan secara manual. Panen bunga dilakukan setelah satu atau dua kuntum bunga terbawah menampakkan warnanya, tetapi belum mekar. Tangkai bunga dipotong dengan menyisakan daun pada pertanaman, kira-kira 15 cm dari permukaan tanah, karena daun-daun tersebut masih diperlukan untuk perkembangan subang baru dan anak subang. Panen subang dilakukan sekitar delapan minggu setelah panen bunga, dicirikan dengan daun yang mulai menguning. Subang dibersihkan dari tanah, daun, dan sisa subang induk pada bagian bawah, kemudian dikeringanginkan sekitar dua minggu, simpan di gudang penyimpanan sampai masa dormansi berlalu. 18
Deskripsi Varietas iptek hortikultura KAIFA Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias Silsilah/kode pemurnian : Holand Merah (GC 68) x GC 69 Golongan varietas : Klon Umur mulai berbunga : 40 45 hari setelah tanam Umur panen bunga : 67 80 hari setelah tanam Tinggi tanaman : 117,5 ± 6,7 cm Bentuk daun : Seperti pedang Ukuran daun : Panjang 10 60 cm, lebar 1,5 5,0 cm Warna daun : Hijau (green group 137C) Tepi daun : Rata Bentuk ujung daun : Lancip Permukaan daun : Bergaris Jumlah daun : 6 7 helai Warna mahkota bunga atas : Merah (Red groups 45C/D + Merah 54B + C) Warna mahkota bunga bawah : Merah cerah (Red groups 45C/D + 41C) + kuning (Yellow group 4C) + Merah (Red groups 53A +36A) Warna lidah bunga : Merah cerah (red group 41C) + kuning (yellow group 4C) + merah (Red group) 45A Keadaan tepi bunga : Keriting Letak bunga pada tangkai : Tegak Susunan bunga mekar : Simetris Kerapatan bunga mekar : Rapat, antarkuntum bunga saling bersentuhan Diameter bunga mekar : 8,1 9,9 cm Jumlah bunga per tangkai : 8 16 kuntum Ukuran tangkai bunga : Panjang 80 110 cm, diameter 0,8 1,2 cm Warna tangkai bunga : Hijau (Green group 143C) bintik coklat Bentuk subang : Pipih berkerut sedang Diameter subang : 2,5 7 cm Warna subang : Kuning (Yellow group 16C) bercak greyed-red group181c Berat subang : 10 50 g Masa dormansi subang : 2,5 3 bulan Warna anak subang : Kuning (Yellow group 4D) Hasil bunga : 1 2 tangkai/tanaman/musim tanam Hasil subang : 1 3 subang/tanaman/musim tanam Hasil anak subang : 2 10 anak subang/tanaman/musim tanam Bunga mekar serentak : 5 7 kuntum per tangkai Lama kesegaran bunga : 3 4 hari setelah dipotong 10 15 hari di lapangan Keterangan : Beradaptasi dengan baik pada ketinggian 600-1.400 m dpl Identitas populasi induk : Tanaman milik Balai Penelitian Tanaman Hias Nomor populasi induk : 050010317 Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Hias Peneliti : Dedeh Siti Badriah, Toto Sutater, Risna Sri Rahayu, dan Erlina Setiawati Gambar 3. Kaifa 19
No. 6 - Agustus 2010 CLARA Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias Silsilah/ kode pemurnian : Holand Merah (GC 68) x GC 69 Golongan varietas : Klon Umur mulai berbunga : 40 45 hari setelah tanam Umur panen bunga : 67 80 hari setelah tanam Tinggi tanaman : 124,6 ± 16,5 cm Bentuk daun : Seperti pedang Ukuran daun : Panjang 10 60 cm, lebar 1,5 5,0 cm Warna daun : Hijau (Green group 137C) Tepi daun : Rata Bentuk ujung daun : Lancip Permukaan daun : Bergaris Jumlah daun : 6 7 helai Warna mahkota bunga atas : Merah (Red groups 44A + 41B) bergaris putih Warna mahkota bunga bawah : Merah (Red groups 44A+46D)+ kuning (Yellow group 4D) Warna lidah bunga : Merah (red groups 45A+46A)+ tepi kuning (yellow group 4D) Keadaan tepi bunga : Keriting Letak bunga pada tangkai : Tegak Susunan bunga mekar : Simetris Kerapatan bunga mekar : Rapat, antarkuntum bunga saling bersentuhan Diameter bunga mekar : 8,3-10,9 cm Jumlah bunga per tangkai : 7-16 kuntum Ukuran tangkai bunga : Panjang 80-125 cm, diameter 0,8-1,2 cm Warna tangkai bunga : Hijau (Green group 144A) bintik merah Bentuk subang : Pipih berkerut sedang Diameter subang : 2,5-7 cm Warna subang : Greyed-red group 179A Berat subang : 10-50 g Masa dormansi subang : 2,5-3 bulan Warna anak subang : Violet 84C bintik red-purple group 72A Hasil bunga : 1-2 tangkai/tanaman/musim tanam Hasil subang : 1-3 subang/tanaman/musim tanam Hasil anak subang : 2-10 anak subang/tanaman/musim tanam Bunga mekar serentak : 5-7 kuntum per tangkai Lama kesegaran bunga : 3-4 hari setelah dipotong 10-15 hari di lapangan Keterangan : Beradaptasi dengan baik pada ketinggian 600-1.400 m dpl Identitas populasi induk : Tanaman milik Balai Penelitian Tanaman Hias Nomor populasi induk : 050010316 Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Hias Peneliti : Dedeh Siti Badriah, Toto Sutater, Risna Sri Rahayu, dan Erlina Setiawati Gambar 4. Clara 20
FATIMAH Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias Silsilah/ kode pemurnian : Holand Merah (GC 68) x GC 69 Golongan varietas : Klon Umur mulai berbunga : 40 45 hari setelah tanam Umur panen bunga : 67 80 hari setelah tanam Tinggi tanaman : 100 130 cm Bentuk daun : Seperti pedang Ukuran daun : Panjang 10 60 cm, lebar 1,5 5,0 cm Warna daun : Hijau (Green group 137C) Tepi daun : Rata Bentuk ujung daun : Lancip Permukaan daun : Bergaris Jumlah daun : 6-7 helai Warna mahkota bunga atas : Merah (Red group 53B + 54B) garis putih (White group 155D) di tengah Warna mahkota bunga bawah : Merah (Red group 46A + 53A) + Kuning (Yellow group 2D) Warna lidah bunga : Merah (Red group 46A + 53A) + Kuning (Yellow group 2D) Keadaan tepi bunga : Keriting Letak bunga pada tangkai : Tegak Susunan bunga mekar : Simetris Kerapatan bunga mekar : Rapat, antarkuntum bunga saling bersentuhan Diameter bunga mekar : 10,0-13,5 cm Jumlah bunga per tangkai : 10-15 kuntum Ukuran tangkai bunga : Panjang 80-115 cm, diameter 0,8-1,2 cm Warna tangkai bunga : Hijau (Green group 143 B) Bentuk subang : Pipih berkerut sedang Diameter subang : 2,5-7 cm Warna subang : Kuning oranye (Yellow orange group 15B) Berat subang : 10-50 g Masa dormansi subang : 2,5-3 bulan Warna anak subang : Kuning (Yellow group 4D) Hasil bunga : 1-2 tangkai/tanaman/musim tanam Hasil subang : 1-3 subang/tanaman/musim tanam Hasil anak subang : 2-10 anak subang/tanaman/musim tanam Bunga mekar serentak : 5-7 kuntum per tangkai Lama kesegaran bunga : 3-4 hari setelah dipotong 10-15 hari di lapangan Keterangan : Beradapatasi dengan baik pada ketinggian 600-1.400 m dpl Identitas populasi induk : Tanaman milik Balai Penelitian Tanaman Hias Nomor populasi induk : 050010319 Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Hias Peneliti : Dedeh Siti Badriah, Toto Sutater, Risna Sri Rahayu, dan Erlina Setiawati Gambar 5. iptek hortikultura Fatimah 21
No. 6 - Agustus 2010 GENTINA Asal : Balai Penelitian Tanaman Hias Silsilah / kode pemurnian : Holand Merah (GC 68) dengan GC 69 Golongan varietas : Klon Umur tanaman berbunga : 40 50 hari setelah tanam Umur panen bunga : 67 80 hari setelah tanam Tinggi tanaman : 100 130 cm Bentuk daun : Seperti pedang Ukuran daun : Panjang 10,0 60,0 cm, lebar 1,5 5,0 cm Warna daun : Hijau (Green group 137C) Tepi daun : Rata Bentuk ujung daun : Lancip Permukaan daun : Bergaris Jumlah daun : 6 7 helai Warna mahkota bunga atas : Oranye-merah (Oranye red group 33A) + (Red group 40C) + garis putih (White group 155D) Warna mahkota bunga bawah : Oranye-merah (Oranye red group 33A)+ (Red group 46A+ 40C) + Kuning (Yellow group 4D) + garis putih (White group 155D) Warna lidah bunga : Oranye-merah (Oranye red group 33A) + (red group 46A) + kuning (Yellow group 4D) Keadaan tepi bunga : Keriting Letak bunga pada tangkai : Tegak Susunan bunga mekar : Simetris Kerapatan bunga mekar : Rapat, antarkuntum bunga saling bersentuhan Diameter bunga mekar : 10,0-11,5 cm Jumlah bunga per tangkai : 10-15 kuntum Ukuran tangkai bunga : Panjang 85,0-115, 0 cm, diameter 0,8-1,2 cm Warna tangkai bunga : Hijau (green group 143 B) bintik merah (red-purple group 56A) Bentuk subang : Pipih berkerut sedang Diameter subang : 2,5-7 cm Warna subang : Kuring oranye (Yellow orange group 15A) Berat subang : 10-50 g Masa dormansi : 2,5-3 bulan Warna anak subang : Kuning (Yellow 4D) Hasil bunga : 1-2 tangkai/tanaman/musim tanam Hasil subang : 1-3 subang/tanaman/musim tanam Hasil anak subang : 5-20 anak subang/tanaman/musim tanam Bunga mekar serentak : 3-7 kuntum Lama kesegaran bunga : 4 hari setelah dipotong 10-15 hari di lapangan Keterangan : Beradapatasi dengan baik pada ketinggian 600-1.400 m dpl Identitas populasi induk : Tanaman milik Balai Penelitian Tanaman Hias Nomor pop[ulasi induk : 050010320 Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Hias Peneliti : Dedeh Siti Badriah, Toto Sutater, Risna Sri Rahayu, dan Erlina Setiawati Gambar 6. Gentina 22
iptek hortikultura PUSTAKA 1. Badriah, D.S. 1995. Botani dan Ekologi Gladiol. Dalam A. Muharam, T. Sutater, Sjaifullah dan S. Kusumo (Eds.). Gladiol. Balai Penelitian Tanaman Hias, Jakata. p. 3-10. 2., A.H. Permadi, T. Sutater, D. Herlina, dan I Djatnika. 2000. Gladiol Dayang Sumbi. J. Hort. 9(4):385-389. 3., T. Sutater dan R. S. Rahayu. 2007. Kualitas Bunga dan Produktivitas Subang Beberapa Kultivar Introduksi Gladiol Selama Dua Generasi Tanam. J. Hort. (Edisi Khusus) : 183-188. 4. Komar, D. dan K. Effendie. 1995. Agroekonomi Gladiol dalam A. Muharam, T. Sutater, Sjaufullah, dan S. Kusuma (Eds.) Gladiol. Balai Penelitian Tanaman Hias. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Hlm. 21-28 5. Wilfret, G. J. 1992. Gladiolus. Dalam: Larson, R.A., (Ed) Introduction to Floriculture. New York- London: Acad Press. Inc. p. 143-157. 6. Wuryaningsih, S., D.S. Badriah, dan N. Solvia. 2004. Evaluasi Pertumbuhan dan Daya Hasil Beberapa Klon Terpilih Gladiol. Prosiding Seminar Nasional Florikultura/Membangun Industri Florikultura yang Berdaya Saing melalui Penerapan Inovasi Teknologi Berbasis Potensi Nasional. Balai Penelitian Tanaman Hias. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Hlm. 197-206. Badriah, D.S. Balai Penelitian Tanaman Hias Jl. Raya Ciherang-Segunung, Pacet, Kotak Pos 8 Sdl Cianjur 43253 23