BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Livability didefinisikan sebagai kualitas hidup penghuni pada suatu kota atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi lingkungan dan suasana yang memberi rasa nyaman bagi penghuninya untuk tinggal dan melakukan berbagai aktivitas (Muttaqin, 2010). Konsep layak huni adalah sederhana, yaitu menilai lokasi mana yang memberikan kondisi hidup terbaik atau buruk (Economist Intelligence Unit/ EIU, 2012). Prinsip dasar dalam mewujudkan kota layak huni adalah ketersediaan kebutuhan dasar, fasilitas publik, ruang terbuka untuk interaksi sosial, keamanan, dukungan fungsi ekonomi sosial, dan sanitasi. Muttaqin (2010) menjelaskan bahwa terdapat 25 kriteria kota layak huni yang dirilis oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) yang berpedoman pada variabel utama perkotaan berupa fisik kota, kualitas lingkungan, transportasi-aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi, dan sosial. Kedua puluh lima kriteria tersebut antara lain: 1. Kualitas penataan kota; 2. Jumlah ruang terbuka; 3. Perlindungan bangunan bersejarah; 4. Kualitas kebersihan lingkungan; 5. Tingkat pencemaran lingkungan; 6. Ketersediaan angkutan umum; 7. Kualitas angkutan umum; 8. Kualitas kondisi jalan; 9. Kualitas fasilitas pejalan kaki; 10. Ketersediaan fasilitas kesehatan; 11. Kualitas fasilitas kesehatan; 1
12. Ketersediaan fasilitas pendidikan; 13. Kualitas fasilitas pendidikan; 14. Ketersediaan fasilitas rekreasi; 15. Kualitas fasilitas rekreasi; 16. Ketersediaan energi listrik; 17. Ketersediaan air bersih; 18. Kualitas air bersih; 19. Kualitas jaringan telekomunikasi; 20. Ketersediaan lapangan pekerjaan; 21. Tingkat aksesibilitas tempat kerja; 22. Tingkat kriminalitas; 23. Interaksi hubungan antarpenduduk; 24. Informasi pelayanan publik; 25. Ketersediaan fasilitas kaum diffable. Kajian terkait kota layak huni merupakan hal yang cukup baru di Indonesia. Penilaian tentang kota layak huni di Indonesia dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) pada 2009, 2011, dan 2014 dan baru dilakukan pada beberapa kota di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IAP diketahui bahwa pada tahun 2009, hanya terdapat 54,17% penduduk di Indonesia yang merasa nyaman tinggal di kota tempat tinggal mereka. Tahun 2011 terdapat 54,26% penduduk di Indonesia yang merasa nyaman tinggal di kota tempat tinggal mereka (Djonoputro, dkk, 2011). Kota Yogyakarta pada tahun 2009 dan 2011 secara berturut-turut menjadi kota paling layak huni di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan oleh IAP. Berbeda dengan tahun 2009 dan 2011, pada 2014, status kota paling layak huni tersebut diraih oleh Kota Balikpapan dengan nilai Most Livable City Index (MLCI) 71,12. Kota-kota yang menjadi daerah kajian IAP terkait kota layak huni beserta nilai Most Livable City Index (MLCI) dapat dilihat pada Tabel 1.1.1. 2
Tabel 1.1.1 Kota beserta Nilai Most Livable City Index (MLCI) No. Kota MLCI 2009 MLCI 2011 MLCI 2014 1 Balikpapan -* -* 71,12 2 Solo -* -* 69,38 3 Malang -* -* 69,30 4 Yogyakarta 65,34 66,52 67,39 5 Palembang -* 52,15 65,48 6 Makassar 56,52 58,46 64,79 7 Bandung 56,37 52,32 64,40 8 Semarang 52,52 54,63 63,37 9 DKI Jakarta 51,90 50,71 62,14 10 Surabaya 53,13 56,38 61,70 11 Samarinda -* -* 61,67 12 Banjarmasin 52,61 53,16 61,64 13 Palangkaraya 52,04 50,86 61,58 14 Bogor -* -* 60,50 15 Pontianak 43,65 46,92 59,53 16 Jayapura 53,86 52,56 58,96 17 Medan 52,28 46,67 58,55 *-: Tidak dilakukan penilaian Sumber: Hardiansah & Dani, 2012 dan 2014 Kota Balikpapan memiliki misi yang salah satunya adalah mewujudkan kondisi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan. Sebagai salah satu kota industri serta kota perdagangan dan jasa tentu cukup sulit untuk mewujudkan misi tersebut. Terutama mengingat bahwa semakin meningkatnya jumlah penduduk Kota Balikpapan dari tahun ketahun dengan berbagai macam aktivitasnya.tabel 1.1.2 menunjukkan data jumlah penduduk Kota Balikpapan tahun 2008-2012. Tabel 1.1.2 Jumlah Penduduk Kota Balikpapan Tahun 2008-2012 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) 2008 529.963 2009 538.525 2010 554.577 2011 557.579 2012 604.449 Sumber: BPS Kota Balikpapan, 2014 3
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Balikpapan dapat dipicu karena adanya kemudahan dalam jalur transportasi. Prasarana transportasi untuk rute luar daerah di Kota Balikpapan adalah Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan dan Pelabuhan Semayang. Pembangunan pelabuhan baru yaitu Pelabuhan Peti Kemas yang berkonsep internasional juga memberikan kemudahan bagi perkembangan sektor perdagangan dan jasa di Kota Balikpapan yang berdampak pada peningkatkan perekonomian di Kota Balikpapan. Kemudahan jalur transportasi dan perkembangan ekonomi ekonomi tersebut memicu semakin banyaknya imigran masuk ke Kota Balikpapan. Semenjak tahun 2003 hingga 2012 jumlah pendatang sebanyak 170.000 jiwa dengan jumlah pendatang di tahun 2012 sebanyak 21.486 jiwa (BPS Kota Balikpapan, 2014). Tabel 1.1.3 menunjukkan jumlah pendatang di Kota Balikpapan tahun 2013. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jumlah imigran masuk Kota Balikpapan tahun 2013 sebanyak 25.535 jiwa, yang berarti jumlah pendatang terus meningkat. Peningkatan kebutuhan ruang dengan berbagai fasilitasnya untuk pemenuhan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan beragam menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Balikpapan. Kebijakan pemerintah tentunya harus dapat memenuhi kebutuhan penduduk namun juga harus sejalan dengan misi mewujudkan kondisi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan. Tabel 1.1.3 Jumlah Pendatang di Kota Balikpapan Tahun 2013 Jumlah Pendatang 2013 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Total 2.871 2.008 2.443 2.710 2.884 2.549 3.082 25.535 Sumber: BLH Kota Balikpapan, 2013 4
Peningkatan jumlah penduduk beserta berbagai macam kebutuhannya bukan hanya menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan, tetapi juga menyebabkan terjadinya berbagai macam permasalahan lain. Permasalahan lain yang timbul adalah penurunan kualitas lingkungan dan permasalahanpermasalahan lain dalam lingkungan sosial, ekonomi, infrastruktur, dan lain sebagainya. Permasalahan lain yang tidak kalah penting akibat dari peningkatan jumlah penduduk beserta berbagai macam kebutuhannya adalah tidak efisiennya tata kelola perkotaan. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat layak huni Kota Balikpapan. Kota Balikpapan seperti halnya kota-kota pada umumnya selain memiliki keunggulan namun juga memiliki berbagai permasalahan. Permasalahanpermasalahan yang terdapat di daerah ini antara lain kualitas penaataan kota, ketersediaan air bersih, kualitas air bersih, dan ketersediaan energi listrik. Penataan kota yang masih kurang baik menyebabkan munculnya permukimanpermukiman kumuh di Kota Balikpapan. Permukiman kumuh tersebut antara lain terletak di Pantai Barat Teluk Balikpapan yang masuk dalam wilayah administrasi Kel. Margasari, Kel. Baru Tengah, dan Kel.Baru Ulu. Lokasi permukiman kumuh lainnya yaitu di Pantai Selatan Selat Makasar yang termasuk dalam wilayah administrasi Kel. Gunung Bahagia, Kel. Klandasan Ulu dan Kel. Klandasan Ilir. Permukiman kumuh juga terdapat di wilayah perbukitan Kel. Muara Rapak, wilayah perbukitan Kel. Sepinggan, dan wilayah perbukitan Kel. Prapatan (BLH Kota Balikpapan, 2014). 5
Warga Kota Balikpapan pada umumnya memanfaatkan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun, layanan PDAM belum mencakup seluruh wilayah di Kota Balikpapan. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, diantaranya adalah kurangnya air baku dan sumber air baku, kurangnya infrastruktur pengelolaan dan pendistribusian air bersih, kualitas air yang tidak stabil, dan persoalan sumberdaya manusia (BLH Kota Balikpapan, 2014). Kota Balikpapan tidak memiliki sungai-sungai besar yang dapat dijadikan sumber air baku. Penanganan untuk hal itu adalah dengan memanfaatkan airtanah dan membuat waduk. Waduk yang dibangun di Kota Balikpapan dengan tujuan memenuhi kebutuhan air masyarakat adalah Waduk Manggar. Waduk yang terletak di Kawasan Hutan Lindung Sungai Manggar ini merupakan waduk tadah hujan. Hal tersebut menunjukkan bahwa selain airtanah, masyarakat Kota Balikpapan sangat menggantungkan kebutuhan air pada air hujan. Permasalahan air bersih tidak hanya pada kuantitasnya saja, kualitas air bersih di Kota Balikpapan pun bermasalah. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan air di Kota Balikpapan semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan dilakukannya peningkatan daya tampung waduk dari 3,27 juta m 3 menjadi 16,3 juta m 3 dan peningkatan tinggi dari 5,8 MMP (Measurement Mater Point) menjadi 10,3 MMP. Peninggian waduk tersebut menyebabkan lahan masyarakat yang sudah ada terlebih dahulu ikut tergenang dan juga menyebabkan 70 Ha pohon akasia yang ditanam tahun 1992 ikut terendam dan mati. Hal tersebut menyebabkan tingginya kandungan Biochemical Oxygen Demand 6
(BOD). Pohon akasia yang terendam pun mengeluarkan zat warna yang mempengaruhi kadar amoniak dan menyebabkan air cenderung bewarna gelap. Keberadaan limbah domestik dan limbah peternakan pun mempengaruhi kualitas air waduk. Limbah-limbah tersebut menyebabkan adanya kandungan zat organik dan bakteri fecal coliform pada waduk. Keberadaan tumbuhan air berupa salvina molesta menunjukkan bahwa waduk memiliki statistropic penuh unsur hara (eutrofikasi). Keberadaan salvina molesta dapat menekan pertumbuhan vegetasi dan menurunkan kualitas air, ikan, dan beberapa nilai ekologi lainnya, Kualitas air di Waduk Manggar secara umum berstatus tercemar sedang (Susanti, dkk, 2012). Kota Balikpapan meskipun penghasil dan pengolah sumber energi berupa batubara dan minyak bumi masih mengalami permasalahan ketersedian energi listrik. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari terjadinya pemadaman listrik pada waktu-waktu tertentu. Pemadaman listrik itu pun relatif sering terjadi. Pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) Balikpapan menerangkan bahwa terjadi pemadaman listrik tersebut dikarenakan semakin bertambahnya jumlah permintaan listrik sedangkan daya listrik PLN terbatas. Permintaan listrik di Kota Balikpapan rata-rata mencapai 14% per tahun, padahal daya listrik dari sistem kelistrikan Mahakam yang digunakan oleh Kota Balikpapan harus berbagi pula dengan Kota Samarinda dan Tenggarong. Kemampuan optimal sistem kelistrikan Mahakam adalah sebesar 175 Mega Watt (MW), sedangkan total beban yang harus dipenuhi sebesar 195 MW, oleh karenanya sering terjadi pemadaman pada wilayah layanan listrik dari sistem kelistrikan Mahakam (Gunawan, 2013). 7
Menilik dari adanya berbagai permasalahan perkotaan di Kota Balikpapan dan misi Kota Balikpapan menjadi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukannya kajian kondisi kota berdasarkan aspek-aspek kota layak huni. Kajian kota layak huni tersebut dilakukan dengan menggunakan indikator dari Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP). Kajian tersebut dilakukan untuk menilai layak huni Kota Balikpapan berdasarkan indikator kota layak huni IAP. Konsep penelitian kota layak huni di Kota Balikpapan dalam penelitian ini mengacu pada survey yang telah dilakukan oleh IAP. Data diperoleh melalui survey primer yang dilakukan pada warga Kota Balikpapan. Penilaian layak huni didasarkan pada persepsi masyarakat. Hal tersebut didasarkan pada pandangan bahwa setiap masyarakat memiliki hak dalam melaksanakan pembangunan di wilayah tempat tinggalnya. Mengingat pula bahwa tujuan dari pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan persepsi yang sama antarindividu yang terlibat dalam pembangunan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan dan ekologis. Pendekatan keruangan merupakan pendekatan yang menekankan pada eksistensi ruang (Yunus, 2010). Berbeda dengan pendekatan keruangan, pendekatan ekologis menekankan pada ekosistem. Penelitian ini akan mengkaji keberagaman pemahaman atau persepsi masyarakat terkait pola keruangan yang berlangsung di ruang tempatnya berada atau tinggal. 8
1.2. Rumusan Masalah Beranekaragamnya jenis pemanfaatan lahan penetapan pemerintah yang mendukung kehidupan penduduk menjadikan daya tarik pendatang untuk menetap di Kota Balikpapan. Pemanfaatan lahan tersebut antara lain sebagai kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan perumahan, kawasan peruntukan perdagangan jasa, kawasan peruntukan perkantoran, kawasan peruntukan industri, dan kawasan peruntukan pariwisata (Perda Kota Balikpapan No. 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032). Pemanfaatan lahan untuk kawasan perdagangan jasa, industri, dan perkantoran tentunya yang paling memberikan daya darik bagi para migran untuk datang ke Kota Balikpapan. Peningkatan penduduk yang bermukim di Kota Balikpapan tentu akan semakin menambah kebutuhan ruang untuk pemenuhan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan beragam. Berbagai macam aktivitas penduduk selain itu juga akan memberikan pengaruh pada perubahan kondisi lingkungan hidup, baik itu lingkungan fisik, biotik, sosial, ekonomi, infrastruktur, dan juga mempengaruhi menjadi tidak efisiennya tata kelola perkotaan. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi kelayakan Kota Balikpapan untuk dihuni. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tentunya harus dapat memenuhi kebutuhan penduduk, namun juga harus sejalan dengan misi mewujudkan kondisi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan. Menilik dari hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian terkait kelayakan huni Kota Balikpapan. Kajian terkait 9
layak huni kota pada penelitian ini difokuskan berdasarkan indikator kota layak huni IAP. Indikator kota layak huni yang digunakan diharapkan dapat memberikan hasil yang relevan terhadap penilaian layak huni Kota Balikpapan. Selain menunjukkan tingkat layak huni kota, penelitian yang dilakukan ini diharapkan juga dapat memberikan informasi terkait indikator-indikator mana menurut masyarakat yang paling mempengaruhi kelayakan Kota Balikpapan untuk dihuni. Hasil dari analisis dapat dipergunakan untuk mendorong terwujudnya salah satu misi Kota Balikpapan menjadi kota yang layak huni dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi layak huni Kota Balikpapan berdasarkan persepsi masyarakat Kota Balikpapan?; 2. Indikator apa yang paling menentukan kondisi layak huni di Kota Balikpapan menurut persepsi masyarakat Kota Balikpapan?. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul KAJIAN KONDISI LAYAK HUNI KOTA BALIKPAPAN BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT. 10
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kondisi layak huni Kota Balikpapan berdasarkan persepsi masyarakat Kota Balikpapan; 2. Mengetahui indikator yang paling menentukan kondisi layak huni Kota Balikpapan menurut persepsi masyarakat Kota Balikpapan. 1.4. Sasaran Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Balikpapan dengan melibatkan elemen masyarakat untuk mendapatkan data primer dan berbagai instansi untuk mendapatkan data sekunder. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal mengetahui indikator yang paling mempengaruhi terciptanya kondisi layak huni kota bagi penghuninya. 1.5.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan Kota Balikpapan dalam hal: 1. Memahani persepsi masyarakat terkait kondisi layak huni di Kota Balikpapan; 11
2. Memahami aspek-aspek yang masih perlu mendapat perhatian lebih dalam mewujudkan kondisi layak huni di Kota Balikpapan; 3. Memberi masukan dalam tata kelola perkotaan Kota Balikpapan. 12