Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN KELEMBAGAAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

Abstrak Pembicara Utama

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. sudah ada sejak dahulu, namun jenis dan karakternya selalu berubah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA

Oleh : Drs. H. Apris, MM Wakil Ketua Komisi II/ Bidang Ekonomi DPRD Prov Sumbar Padang, 29 September 2015

REKAYASA TEKNOLOGI MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN YANG BERDAULAT DAN MANDIRI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/12/2012

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

ARAHAN MENTERI PERTANIAN/ KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

Ketahanan Pangan Masyarakat

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan internasional, yaitu : Universal Deklaration Of Human Right. (1948), Rome Deklaration on World Food Summit

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling asasi.

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan nasional. Ketahanan pangan menurut Food and

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Riset untuk Kemandirian Pangan yang Berkelanjutan. FK UNLAM, Banjarmasin, 4 November 2012

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

Transkripsi:

Rubrik Utama Utama Rubrik MODEL Kelembagaan Pangan DI Indonesia Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014) 44 Volume Volume 20 20 No. No. 11 Juni Juni 2015 2015 Agrimedia

Pendahuluan Kebutuhan terhadap pangan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia. Pada tahun 2010, jumlah penduduk dunia mencapai lebih dari 7 miliar. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding jumlah penduduk dunia pada tahun 1960 yang hanya berjumlah 3 miliar. Di sisi lain, luas lahan pertanian justru mengalami penyusutan yang besar dari waktu ke waktu. Hal ini membuat sebagian pengamat dan pemerhati pangan memperkirakan bahwa dunia akan menghadapi masalah pangan yang berat di masa depan. Bahkan, perang antar negara sangat mungkin terjadi akibat masalah pangan. Kekhawatiran akan munculnya krisis pangan global tersebut sangat beralasan. Irawan (2006) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan krisis pangan global. Pertama, perubahan iklim yang menyebabkan peluang terjadinya gagal panen yang masif di berbagai belahan dunia. Kedua, menyusutnya lahan pertanian di berbagai negara. Ketiga, fenomena proteksionisme pangan yang makin meningkat. Negara-negara produsen pangan tidak menjual produk pangan ke negara lain dengan alasan untuk memperkuat cadangan pangan. Akibatnya, akan terjadi ketimpangan ketersediaan pangan di negara net impotir. Keempat, adanya kebijakan inovasi bahan bakar tak terbarukan yang bersumber dari bahan pangan. Hal ini akan menurunkan pasokan pangan untuk konsumsi makanan. Permasalahan yang sama juga dihadapi oleh Indonesia. Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun rata-rata meningkat sebesar 1,5%. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penduduk sebanyak 2 kali lipat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir (1970-2010). Saat ini, Indonesia tercatat sebagai Negara keempat dunia dengan populasi penduduk terbesar setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari Gambar 1 juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia diperkirakan akan menembus angka 300 juta pada tahun 2035. Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia (1970-2010) Tahun Jumlah Penduduk 1971 119.208.229 1980 147.490.298 1990 179.378.946 2000 206.264.595 2010 237.641.326 Sumber : BPS (2015) Dengan pertumbuhan populasi tersebut, kebutuhan akan pangan dalam negeri dipastikan akan terus meningkat. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga akan mengurangi ketersediaan lahan pertanian akibat konversi ke perumahan, jalan, industri, sarana publik, dan berbagai kepentingan lain di luar sektor pertanian. Sumber : BPS (2015) Gambar 1. Proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia (2010-2035) Agrimedia Volume 20 No. 1 Juni 2015 5

Rubrik Utama Kondisi tersebut harus diantisipasi melalui upaya peningkatan produksi pangan yang jauh lebih serius dari apa yang telah dilakukan selama ini. Kebijakan pangan yang dicerminkan melalui kebijakan UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan menugaskan tercapainya Ketahanan Pangan Nasional. Ketahanan Pangan dapat dikatakan tercapai apabila telah terpenuhinya pangan bagi negara dan perseorangan melalui tersedianya pangan yang cukup (jumlah dan mutu), beragam, bergizi, aman, seimbang, dan tidak bertentangan dengan keyakinan dan agama masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pangan secara jumlah saja sangatlah tidak mudah, apalagi menyediakan pangan dari sisi kuantitas, kualitas, dan kandungan gizinya secara sekaligus. Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri yang dilakukan melalui pembangunan pertanian pada masa mendatang akan mengalami banyak tantangan yang semakin kompleks dibanding pertanian saat ini dan era sebelumnya. Upaya pencapaian swasembada pangan utama senantiasa menjadi perhatian utama Pemerintah. Kecukupan pangan terutama beras dengan harga terjangkau telah menjadi kebijakan utama pembangunan pertanian Indonesia, dengan tujuan untuk menghindari kelaparan serta gejolak ekonomi dan politik (Sudaryanto et al. 1999). Permasalahannya, upaya penyediaan kebutuhan pangan menghadapi fakta ketersediaan lahan pertanian yang semakin menyusut. Di sisi lain, perubahan iklim, meningkatnya serangan hama dan penyakit, kerusakan infrastruktur jalan dan irigasi, serta permasalahan koordinasi antar sektor dan kelembagaan juga sangat berpengaruh terhadap upaya pemenuhan kebutuhan pangan tersebut. Kebijakan Pangan Indonesia Pada awalnya, United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya ketersediaan makanan utama yang cukup pada setiap saat. Kemudian pada tahun 1986, World Bank mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kemampuan akses masyarakat terhadap pangan yang cukup agar dapat mencapai kehidupan yang sehat. Berdasarkan kesepakatan International Food Submit and International Conference of Nutrition 1992 (FAO, 1997), pengertian ketahanan pangan diperluas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dari definisi tersebut, ketahanan pangan memiliki tiga subsistem yang saling berkaitan, yaitu aspek produksi, aspek distribusi, dan aspek konsumsi. Suryana (2001) menyebutkan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga subsistem ketahanan pangan (produksi, distribusi, konsumsi) perlu didukung faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya. Di samping itu perlu juga didukung faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Kebijakan ketahanan pangan Indonesia tergambar jelas dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Lahirnya UU No. 18/2012 merupakan penyempurnaan dari UU No. 7/1996 dan sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan mutakhir dalam bidang pangan dan pertanian akhir-akhir ini. Kebijakan strategis dalam hal pangan termaktub dalam kebijakan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan. 6 Volume 20 No. 1 Juni 2015 Agrimedia

Dalam UU No. 18/2012, yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pencapaian ketahanan pangan tersebut dilandaskan pada kebijakan kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience), serta keamanan pangan (food safety). Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Sedangkan kedaulatan pangan merupakan hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Ketiga konsep tersebut mendasari setiap kebijakan pemerintah dalam membangun sektor pangan dalam negeri. Permasalahan Strategi dasar kebijakan pangan yang berlandaskan pada ketahanan pangan, Kemandirian Pangan, dan Kedaulatan Pangan perlu dijabarkan dalam bentuk rencana strategis, rencana teknis, dan tahapan implementasi yang komprehensif dan sistematis. Semua hal tersebut memerlukan keberpihakan politik yang kuat, baik dari sisi Dukungan Kebijakan maupun Politik Anggaran. Selama ini, Kementerian Pertanian memiliki kewenangan dari sisi produksi pangan. Berbagai upaya teknis telah dilakukan, baik dalam hal perbaikan benih unggul, sistem budi daya tani, lahan, permodalan, infrastruktur, SDM, kelembagaan, dan penerapan teknologi tepat guna. Untuk sisi produksi ini, diperlukan sinergi yang kuat antar Kementerian dan Lembaga. Kementerian Pertanian bisa jadi hanya berkontribusi sebesar 60% dari sisi produksi pangan. Selebihnya memerlukan dukungan Kementerian/Lembaga lain, terutama dalam hal ketersediaan air, infrastruktur, teknologi, permodalan, industri sarana pertanian, pengelolaan pasca panen, industri hilir pertanian. Namun, upaya yang serius di sisi produksi belumlah cukup untuk mengatasi permasalahan pangan. Perlu ada dukungan dari sisi distribusi, tata niaga, dan sistem logistik pangan. Jika melihat kebutuhan akan sinergi dan koordinasi antar Lembaga, Kementerian, Instansi Pusat dan Daerah, diperlukan sebuah lembaga yang dapat mengkoordinasikan semua tupoksi dan business process kebijakan pangan. Siapa melakukan apa, dalam skala seperti apa, dan ruang lingkup mana saja. Perlu pembagian kerja yang tepat dan saling terkait satu sama lain. Selama ini, kebijakan di sisi produksi masih terbebankan kepada Kementerian Pertanian dan belum mendapatkan dukungan penuh dari lembaga yang lain. Di sisi logistik, keberadaan Bulog sebagai BUMN pangan juga berada dipersimpangan jalan. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, model kelembagaan seperti apakah yang tepat untuk mengelola kebijakan pangan di masa depan? Agrimedia Volume 20 No. 1 Juni 2015 7

Rubrik Utama Kondisi Kelembagaan Pangan Saat Ini Keberadaan lembaga pangan yang baru merupakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam Pasal 126 UU tersebut disebutkan bahwa Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan Nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 151 UU No. 18/2012 juga mengamanatkan lembaga pangan harus sudah terbentuk paling lambat tiga tahun setelah UU ini diundangkan, tepatnya 17 November 2015. Artinya, batas waktu amanat UU tersebut sangatlah terbatas. Bila sampai batas waktu tersebut belum terbentuk, dikhawatirkan akan menjadi isu dan beban politik yang liar bagi Pemerintah, terlebih dalam hal isu ketidakpatuhan dalam menjalankan Undang-Undang. Saat ini, lembaga yang menangani ketahanan pangan adalah Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang merupakan unit kerja eselon 1 Kementerian Pertanian. Sebagai unit kerja eselon 1 di Kementerian Pertanian, BKP tidak mempunyai kewenangan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan koordinasi lintas sektor dengan kementerian terkait secara efektif. Pasal 128 UU No. 18/2012 juga memberikan kekuatan kepada lembaga pangan yang baru untuk mengkoordinasikan BUMN dalam pelaksanaan penugasan pemerintah terkait dengan pencapaian kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Pasal ini dimaksudkan untuk meletakkan hubungan lembaga pangan sebagai regulator dan BUMN sebagai operator. Sedangkan pada prakteknya selama ini, Bulog yang berstatus sebagai BUMN pangan berada dibawah koordinasi berbagai kementerian. Sedangkan UU No. 18/2012 mengarahkan Bulog dikoordinir oleh satu lembaga pemerintah saja, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan tugasnya. Dari berbagai uraian tersebut diatas, praktis hanya dua lembaga yang langsung berkaitan dengan implementasi kebijakan ketahanan pangan, yaitu Kementerian Pertanian yang diperkuat oleh Unit Eselon I Badan Ketahanan Pangan dan Bulog sebagai BUMN pangan yang berperan di sisi logistik. Jika melihat dari kebutuhan dan kewenangan yang diharapkan, kelembagaan tersebut belumlah menjawab tantangan dan harapan dari kebijakan pangan yang termuat dalam UU No. 18/2012 tentang Pangan. Solusi ke Depan Keberadaan lembaga pangan sangat penting di masa depan. Hal ini mengingat permasalahan aktual di sektor pangan juga semakin kompleks, seperti ancaman krisis pangan dunia; dampak perubahan iklim ekstrim yang menyebabkan ketidakpastian produksi pangan; konversi lahan; permasalahan ketersediaan air; hama dan penyakit; serta adanya kecenderungan kenaikan harga dan seringnya volatilitas harga pangan. 8 Volume 20 No. 1 Juni 2015 Agrimedia

Karena itu, sinergi, sinkronisasi, koordinasi dan integrasi kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau terbagi dalam beberapa K/L harus dapat disinergikan dengan baik agar tercapai efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya pembangunan nasional. Kehadiran lembaga pangan yang kuat diharapkan dapat mengkoordinasikan kegiatan terkait ketahanan pangan di berbagai K/L dan antar Daerah agar strategi kebijakan pangan terimplementasi dengan baik. UU 18/2012 tentang Pangan mengamanatkan kelembagaan pemerintah yang menangani pangan berbentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian/LPNK (Pasal 126), yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Meskipun bertanggung jawab langsung kepada Presiden, jika melihat dari status dan postur kelembagaan tersebut, lembaga pangan yang akan dibentuklah belumlah kuat. Untuk itu, opsi kelembagaan pangan dalam bentuk setingkat Kementerian Koordinator perlu dipertimbangkan. Harapannya, lembaga ini mampu mengkoordinasikan Lembaga atau Kementerian Terkait dari mulai hulu sampai hilir. Lembaga pangan ini harus didesain sedemikian kuat sehingga memiliki kemampuan merumuskan dan menetapkan kebijakan pangan nasional, serta mampu mengkoordinasi dan mensinergikan kegiatan terkait pencapaian ketahanan pangan nasional. Karena itu Lembaga Pangan ini harus dijabat oleh setingkat menteri koordinator dan bertangungjawab langsung kepada Presiden. Dengan postur kelembagaan yang kuat dan tugas yang jelas, maka ada lembaga yang bertanggungjawab untuk merespons setiap permasalahan pangan yang muncul setiap saat (jangka pendek) dan mengantisipasi serta merancang pencapaian ketahanan pangan berkelanjutan (jangka menengah/panjang). Khusus untuk Badan Logistik yang selama ini diperankan oleh Bulog, perlu dirumuskan kembali revitalisasi organisasi Bulog sehingga dapat berperan secara aktif dan signifikan. Bulog berada langsung dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Pangan tersebut. Suswono (2010) menyatakan bahwa Bulog perlu melakukan perbaikan kinerja organisasi dalam hal harmonisasi manajemen Bisnis PSO (public service obligation), sosial ekonomi, dan bisnis non PSO. Pilihan strategi yang harus ditempuh untuk berkembang adalah strategi peningkatan kreasi nilai kerja. Hal tersebut diharapkan dapat memperbaiki kinerja Bulog sebagai BUMN yang ditargetkan mendapat profit sekaligus melaksanakan fungsi sosial sebagai stabilisator dan penyedia pangan nasional. REFERENSI Badan Ketahanan Pangan. 2015. Naskah Undang- Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta: BKP Kementan RI. BPS. 2015. Data Kependudukan, Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Tahun 2010-2035. http://bps.go.id/ linktabelstatis/view/id/1274 BPS. 2015. Data Kependudukan, Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1970-2010. http://bps.go.id/ linktabelstatis/view/id/1267 FAO. 1997. Report of the World Summit. Rome. Irawan A. 2006. Ekonomi Politik Perberasan Nasional. Bogor: Penerbit IPB Press. Sudaryanto T, Simatupang P, Purwoto A, Rossegrant M, Hossein M. 1999. Could Indonesia Sustain Self- Sufficiency in Rice Production. Recent Trends and Term Outlook. Discussion Paper Series No.99-03. Social Sciences Division. Makati: IRRI. Suryana A. 2001. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001. Suryana A. 2015. Urgensi Pembentukan Kelembagaan Pangan Nasional. Makalah pada Rapat Koordinasi di Kemenko Perekonomian. Jakarta, 1 Juli 2015 Suswono. 2010. Strategi Peningkatan Daya Saing Organisasi Logistik Pangan Nasional Yang Berkelanjutan: Studi Kasus Bulog [Disertasi]. Bogor: Program Doktor Manajemen Bisnis IPB. Agrimedia Volume 20 No. 1 Juni 2015 9