BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan salah satu instansi yang menyediakan darah selain instansi yang ditetapkan oleh Menteri kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari PP 18/1980 Bab IV, pasal 6, ayat (1) yaitu Pengelolaan dan pelaksanaan usaha transfusi darah ditugaskan kepada Palang Merah Indonesia, atau Instansi lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Guna memenuhi tugas tersebut, PMI membuat suatu unit khusus untuk melaksanakan tugas tersebut yaitu Unit Transfusi Darah atau UTD (Akhdemila, 2009). Kemudian dalam PP 7/2011 dijelaskan bahwa rencana kebutuhan darah untuk kepentingan pelayanan darah selain disusun oleh Unit Transfusi Darah (UTD), juga dilakukan oleh Bank Darah Rumah Sakit (BDRS). BDRS merupakan unit pelayanan darah terendah yang harus segera memenuhi kebutuhan darah pada pasiennya. BDRS menentukan level persediaan optimal dari keseluruhan produk darah berdasarkan estimasi BDRS terhadap permintaan yang mungkin terjadi (Katsaliaki dan Brailsford, 2007). Cohen dan Pierskalla (1979) menjelaskan tugas dari BDRS adalah untuk mengelola pengumpulan, proses, penyimpanan dan distribusi dari whole blood (darah utuh) dan produk darah dengan cara menjamin semua permintaan darah terpenuhi. Sementara itu, Rytilä dan Spens (2006) juga mengemukakan bahwa UTD rumah sakit bertanggung jawab pada ketersediaan produk darah yang sesuai dan tepat waktu untuk menjamin penggunaan produk darah yang aman. Susunan ini dijelaskan pada Tabel 1.1. yang dalam hal ini kedua fungsi tersebutlah yang harus secara cermat dalam melakukan pengelolaan stok darah diantaranya melakukan transfusi darah dan mengantisipasi adanya stockout pada pelayanan transfusi darah dengan melakukan estimasi peramalan kebutuhan darah dan penyusunan strategi pemenuhannya. 1
2 Tabel 1.1. Jenis Instansi Pelayanan Darah di Indonesia (Noviandari, 2013) UTD PMI UTD RS BDRS Merupakan fasilitas pelayanan kesehatan PMI yang menyelelenggarakan donor darah, penyediaan darah dan pendistribusian darah. Merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di RS yang menyelelenggarakan donor darah, penyediaan darah dan pendistribusian darah. Selain itu itu fungsinya sebagai BDRS di RS tersebut Unit pelayanan di RS yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan di RS dan Fasyankes lainnya Kegiatan: 1. Pengarahan donor 2. Pengambilan darah 3. Pengolahan darah 4. Penyimpanan 5. Distribusi Kegiatan: 1. Pengarahan donor 2. Pengambilan darah 3. Pengolahan darah 4. Penyimpanan 5. Distribusi 6. Melakukan uji serologi 7. Pemberian ke pasien Kegiatan: 1. Menerima darah yang sudah diuji saring dari UTD 2. Menyimpan darah dan memantau persediaan darah 3. Melakukan uji serologi pendonor dan darah pasien Gambar 1.1. dibawah merupakan penjelasan mengenai sistem input dan output serta ruang lingkup pelayanan instansi pelayanan darah di Indonesia yang dalam hal ini terdiri dari PMI, UTD, dan BDRS.
3 Pendonor PMI BDRS PMI Lain UTD Non BDRS PMI Pendonor UTD BDRS Non BDRS Pasien UTD PMI BDRS Pasien Gambar 1.1. Sistem Input-Output Jenis Instansi Pelayanan Darah Reynolds et al (2001) menyatakan permasalahan utama yang sering terjadi dalam sistem rantai pasok darah yaitu ketidakcocokan jumlah pasokan dengan jumlah permintaan. Tren menunjukan bahwa jumlah pendonor dari waktu ke waktu mengalami penurunan sedangkan permintaan produk darah cenderung meningkat. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan Heinrich (2012) yang mengungkapkan bahwa pasokan darah mengalami penurunan dalam dekade terakhir sementara permintaan darah mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat. Hal tersebut menjadi kompleks karena terdapat sumber ketidakpastian dalam rantai pasok darah, yaitu permintaan yang bersifat stokastik untuk variasi produk darah yang tersedia dalam inventori dengan jumlah produk yang terbatas. Disisi lain mayoritas hanya 5% dari populasi yang layak untuk melakukan pendonoran darah (Belien et al, 2012), yang penyebabnya menurut Wiliamson dan Devine (2013) terdapat kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan pendonor saat ini dimana pihak pencari donor dalam hal ini PMI, harus menempuh jarak yang jauh namun jumlah pendonor tidak sesuai dengan yang diharapkan terbentur faktor kesehatan manusia yang seiring perubahan waktu mengalami kemunduran dan mempengaruhi
4 kualitas dari pendonor. Padahal ketersediaan produk darah ditentukan oleh pendonor dan ketersediaan darah di bank darah yang lain, dimana memiliki sifat stokastik pula (Cohen, 1976). Permasalahan dalam rantai pasok semakin kompleks dengan sifat perishable pada darah, yang artinya produk darah memiliki batas umur tertentu untuk dapat digunakan. Walaupun bersifat kompleks, sistem rantai pasok darah harus dikelola karena apabila pengelola produk darah mampu mengantarkan permintaan secara kontinyu, para pasien akan terselamatkan (Boonyanusith dan Jittamai, 2010). Selain itu kekurangan pasokan darah menyebabkan biaya yang tinggi bagi masyarakat, karena dapat meningkatkan tingkat kematian. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mencari solusi mengatasi masalah rantai pasok pasok darah dimana pengklasifikasian dari beberapa penelitian tersebut menurut Belien et al (2012) dibagi kedalam beberapa kategori seperti Simulasi (menggunakan Discrete Event dan Monte Carlo Simulation), Analisis Statistik (Linear Regression, Survival Analysis, Logistic Regression, ANOVA), Operation Research (Integer Programming, Linear Programming, Stochastic Dynamic Programming). Dari karakteristik rantai pasok darah diatas, metode simulasi dapat digunakan karena merupakan metode yang paling sesuai dengan karakteristik sistem rantai pasok darah yang tingkat pemenuhan dan permintaan darah yang bersifat stokastik, kompleksitas tinggi dalam sistem, serta proses dan outcome merupakan time driven sebagai discrete event (Katsaliaki dan Brailsford, 2007), sehingga akan tepat untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan rantai pasok darah. Khususnya untuk wilayah kota Yogyakarta, bersumber dari Antaranews (2012), PMI Kota Yogyakarta baru mampu memenuhi antara 4.000 sampai 5.000 kantong sedangkan setiap bulannya dibutuhkan antara 7.000 hingga 8.000 kantong darah dimana setiap bulannya terjadi peningkatan jumlah permintaan, hal tersebut didukung dengan pernyataan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI yang merilis bahwa pada tahun 2011 didapatkan donasi darah sejumlah 2,1 juta kantong, sementara jumlah yang dibutuhkan adalah 4,5 juta kantong (Noviandari,
5 2013). Dari fakta tersebut Achnes dan Sandi (2010) menemukan bahwa saat ini di Indonesia tingkat kepuasan pasien terhadap pengelolaan darah masih belum memuaskan dikarenakan masih terjadinya ketidaktersediaan stok darah ketika dibutuhkan pasien. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dan pentingnya pengelolaan rantai pasok darah bagi kemanusiaan, perlu dilakukan penelitian mengenai rantai pasok darah dalam pengelolaan pasokan dan stok yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja rantai pasok khususnya di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. 1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan rantai pasok darah di Indonesia khususnya wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya belum optimal menyelesaikan keterbatasan jumlah pasokan yang berpengaruh terhadap persediaan stok produk darah yang dibutuhkan oleh konsumen. 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Cakupan objek yang diteliti yaitu sistem pengelolaan kantong darah PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro 2. Produk darah rhesus negatif tidak menjadi cakupan penelitian karena jumlah permintaan dan ketersediaan yang sangat kecil. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Memetakan proses rantai pasok sistem logistik kantong darah yang dikelola PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro 2. Membangun model simulasi rantai pasok sistem logistik kantong darah PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro
6 3. Menyelidiki sistem pengelolahan inventori yang tepat untuk sistem rantai pasok logistik kantong darah PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro. 4. Mengetahui parameter paling berpengaruh terhadap performansi sistem rantai pasok PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro 1.5. Manfaat Penelitian 1. Peneliti: a. Mendalami pengetahuan mengenai ilmu manajemen rantai pasok khususnya manajemen rantai pasok darah. b. Mengetahui peranan ilmu simulasi untuk meningkatkan kinerja sistem rantai pasok dalam hal ini untuk diaplikasikan pada sistem pengelolaan kantong darah. c. Menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan dari program pascasarjana Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada. 2. Organisasi: Mengetahui performansi rantai pasok darah saat ini dan diharapkan mampu menjadi alternatif acuan dasar PMI Kota Yogyakarta dan BDRS Dr. Soeradji Tirtonegoro dalam sistem pengelolaan rantai pasok darah.