mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis menurut Komaruddin (1979) adalah kegiatan berpikir untuk

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. 1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pokok bahasan segiempat sebagai berikut:

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Creative Problem Solving. 1. Pengertian Pembelajaran Creative Problem Solving

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika. sehingga dapat memahami situasi (Sardirman, 2011).

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN. ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pernyataan Suherman, dkk. (2003: 25) bahwa matematika. matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian strategi Think Talk Write

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan pengetahuan yang bersifat universal dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

A. LATAR BELAKANG MASALAH

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi. Sehingga dalam pelaksanannya harus sebaikbaiknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu dalam dunia pendidikan yang

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana yang sangat baik dalam pembinaan sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. Menurut Sardiman (2007) Pemahaman atau Comprehension adalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. berhubungan dengan variabel-variabel pada penelitian ini. Teori-teori tersebut

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. kuantitas dalam menghubungkan ide-ide yang sudah ada sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemahaman Konsep Menurut Wardhani (2008), pemahaman konsep matematika adalah menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Menurut Jbeili (2012), memaparkan bahwa menurut Pellegrion, Bransford, dkk (1999), pemahaman konsep adalah mengacu pada kemampuan siswa menghubungkan ide-ide matematika baru dengan ideide siswa yang telah dia ketahui untuk mewakili situasi matematika dengan cara yang berbeda. Sedangkan menurut Jbeili (2012) memaparkan bahwa menurut Kilpatrick, Swafford, dkk (2001), pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan melakukan prosedural mengacu pada pengetahuan tentang prosedur (algoritma), pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakannya dengan tepat, dan ketrampilan mereka yang ia lakukan secara akurat dan efisien. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep adalah kemampuan penguasaan sejumlah materi atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, mampu menjelaskan keterkaitan antar konsep, mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes dan mampu mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

8 Indikator-indikator yang menunjukkan pemahaman konsep matematika, menurut Yudhanegara dan Lestari (2015), yaitu: 1. Menyatakan ulang sebuah konsep 2. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika 3. Menerapkan konsep secara algoritma 4. Memberi contoh dan non contoh dari konsep 5. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi 6. Mengkaitkan berbagai konsep matematika secara internal atau eksternal Sedangkan indikator kemampuan pemahaman konsep matematika menurut Permendiknas No. 58 (2014), adalah: 1. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari 2. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut 3. Mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep 4. Menerapkan konsep secara logis 5. Memberikan contoh atau contoh kontra (bukan contoh) dari konsep yang dipelajari 6. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis (tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model matematika, atau cara lainnya) 7. Mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun di luar matematika. 8. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

9 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, indikator pemahaman konsep matematika yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut: (a) menyatakan ulang sebuah konsep, (b) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (c) mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, (d) memberikan contoh dan non-contoh dari suatu konsep, (e) Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematis. Siswa dikatakan memahami suatu konsep jika siswa mengerti benar dan mampu menjelaskan kembali informasi yang diperoleh dengan menggunakan kata-katanya sendiri, meskipun siswa dalam menyampaikan susunan kata-katanya berbeda dengan apa yang diberikan kepada siswa. Akan tetapi kandungan maknanya tetap sama dan siswa tidak hanya sebatas mengingat sesuatu bahan pelajaran. Penilaian pada aspek pemahaman konsep, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerima dan memahami konsep dasar matematika yang telah dipelajari oleh siswa tersebut. 2. Problem Posing Menurut Suryosubroto (2009), pembelajaran problem posing adalah suatu pembelajaran dimana siswa diminta untuk mengajukan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Menurut Yudhanegara dan Lestari (2015), problem posing merupakan suatu pembelajaran di mana siswa diminta untuk mengajukan masalah (problem) berdasarkan situasi tertentu. Menurut Shlesinger (Guvercin, 2010),

10 problem posing adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan dengan memberikan masalah-masalah kepada siswa. Sedangkan menurut Shoimin (2014), problem posing merupakan pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah suatu pembelajaran dimana siswa diminta untuk membuat pertanyaan serta cara menyelesaikannya. Dalam problem posing, siswa tidak hanya diminta untuk membuat soal atau mengajukan suatu pertanyaan, tetapi juga mencari penyelesaiannya. Penyelesaian dari soal yang mereka buat bisa dikerjakan sendiri, meminta tolong teman, atau dikerjakan secara berkelompok. Dengan mengerjakan secara berkelompok akan memudahkan pekerjaan karena dipikirkan bersama-sama. Selain itu, dengan belajar kelompok suatu soal atau masalah dapat diselesaikan dengan banyak cara dan banyak penyelesaian. Menurut Shoimin, A (2014), mengemukakan bahwa kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem posing adalah a) Kelebihan 1) Mendidik murid berpikir kritis 2) Siswa aktif dalam pembelejaran

11 3) Perbedaan pendapat antara siswa dapat diketahui sehingga mudah diarahkan pada diskusi yang sehat 4) Belajar menganalisis suatu masalah 5) Mendidik anak percaya pada diri sendiri b) Kekurangan 1) Memerlukan waktu yang cukup banyak 2) Tidak semua anak didik terampil bertanya Menurut Yudhanegara dan Lestari (2015), langkah-langkah dari pembelajaran problem posing, yaitu: a) Siswa dikelompokan 5 atau 6 orang secara heterogen. b) Siswa dihadapkan pada situasi masalah. c) Berdasarkan kesepakatan, siswa menyusun pertanyaan atau merumuskan masalah dari situasi yang ada. d) Berdasarkan kesepahaman siswa menyelesaikan masalah. e) Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah. Pelaksanaan pembelajaran problem posing dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan pada ke lima langkah tersebut, adapun rincian dari kegiatan pada tiap fase adalah sebagai berikut: 1) Siswa dikelompokan 5 atau 6 orang secara heterogen. Pada tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan kemampuan heterogen. Pengelompokan ini diperlukan agar terjadi proses interaktif baik antara siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru dalam

12 pembelajaran. Siswa dikelompokkan supaya lebih efektif, dimana tiap anggota kelompok memiliki kemampuan yang heterogen. 2) Siswa dihadapkan pada situasi masalah. Pada tahap ini siswa akan diberikan lembar soal yang berisikan situasi-situasi mengenai materi yang telah dijelaskan sebelumnya oleh guru. 3) Siswa menyusun pertanyaan atau merumuskan masalah dari situasi yang ada. Pada tahap ini dalam kelompoknya masing-masing siswa bekerjasama membuat soal sesuai dengan situasi yang diberikan dalam lembar soal yang diberikan oleh guru. 4) Siswa menyelesaikan masalah Pada tahap ini kemudian siswa menyelesaikan masalah yang telah dibuat tersebut. Selama kerjasama berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya. Sehingga dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator. 5) Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah Pada tahap ini guru mengevaluasi hasil belajar dengan cara masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya. Pada langkah ini siswa akan bertanggung jawab dan berbicara di depan kelas atau mempresentasikan hasil kerja kelompoknya yaitu berupa

13 masalah yang telah mereka ajukan dan bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut. B. Penelitian Relevan Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan Puspitawati (2012) berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII A MTs Nurul Ulum Karangsawah Tonjong Melalui Pembelajaran Problem PossingType Pre Solution Posing. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan berfikir kreatif siswa kelas VII A MTs Nurul Ulum Karangsawah Tonjong melalui pembelajaran problem posing type pre solution posing meningkat. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Happisari (2012) yang berjudul Pembelajaran dengan Model IMPROVE Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII A SMP Negeri 1 Karangmoncol. Hasil penelitiannya adalah pembelajaran dengan model IMPROVE dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dari siklus I ke siklus II yang mengalami peningkatan dari 65,00 menjadi 75,19 dan pada siklus III naik menjadi 88,89. Berbeda dengan penelitian Happisari (2012) bahwa model yang digunakan adalah model pembelajaran IMPROVE, pada penelitian yang akan dilakukan peneliti, model yang digunakan adalah model pembelajaran Problem Posing. Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Ompusunggu (2014) dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemahaman

14 Matematika dan Sikap Positif Terhadap Matematika Siswa SMP Nasrani 2 Medan Melalui Model Problem Posing. Diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan problem posing dengan peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan ekspositori. C. Kerangka Pikir Indikator-indikator yang menunjukkan pemahaman konsep matematika adalah: 1. Menyatakan ulang sebuah konsep 2. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya 3. Mengaplikasi konsep dalam pemecahan masalah 4. Memberi contoh dan non contoh dari konsep 5. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut: 1. Siswa dikelompokan 5 atau 6 orang secara heterogen. 2. Siswa dihadapkan pada situasi masalah. 3. Berdasarkan kesepakatan, siswa menyusun pertanyaan atau merumuskan masalah dari situasi yang ada. 4. Berdasarkan kesepahaman siswa menyelesaikan masalah. 5. Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah Dengan adanya pembelajaran problem posing diharapkan indikator-indikator kemampuan pemahaman konsep matematika yang telah disebutkan diatas dapat meningkat.

15 Kemampuan pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam prosedur algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Pembelajaran problem posing diawali dengan guru membagi siswa kedalam sejumlah kelompok yang terdiri dari 5 atau 6 orang dan pengelompokan dilakukan secara heterogen, tahap ini agar siswa bekerjasama dalam menyelidiki masalah. Pada saat menyelidiki masalah siswa akan mengetahui definisi suatu konsep dari sub topic yang dibahas, dan dapat mengingat kembali materi yang sebelumnya diberikan oleh guru, sehingga siswa dapat merancang suatu penyelesaian yang bervariasi sesuai sudut pandang mereka, hal ini siswa dapat menyatakan ulang sebuah konsep dan mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika. Langkah kedua siswa dihadapkan pada situasi masalah. Pada tahap ini guru memberikan contoh tentang cara membuat pertanyaan dari materi yang telah disajikan dari situasi yang telah diberikan oleh guru, dimana menuntut siswa agar mencari alternatif-alternatif pertanyaan yang dibuat oleh siswa dan memberitahu kepada siswa bahwa siswa akan membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang disajikan, hal ini agar siswa dapat mengetahui contoh dan bukan contoh dari suatu konsep tersebut serta dapat mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. Langkah ketiga berdasarkan kesepakatan, siswa menyusun pertanyaan atau merumuskan masalah dari situasi yang ada. Dalam hal ini siswa dapat

16 menemukan idenya sendiri agar siswa mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. Langkah keempat berdasarkan kesepahaman, siswa menyelesaikan masalah. Dalam hal ini masing-masing kelompok berdiskusi mencari hasil/penyelesaian, siswa saling bertukar pendapat dan saling berdiskusi, mengklarifikasi semua gagasan anggota kelompoknya, merencanakan apa yang akan mereka laporkan. Dengan kegiatan tersebut siswa dapat mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. Langkah kelima siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa belajar menyampaikan pendapat tentang pemahaman mereka dari materi yang disampaikan. Anggota-anggota kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. Kemudian guru dapat menilai sejauh mana pemahaman yang telah diperoleh siswa. Dengan demikian diharapkan guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Problem Posing sehingga kualitas kegiatan belajar dan pemahaman konsep matematika siswa meningkat sesuai yang diharapkan. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah melalui pelaksanaan pembelajaran Problem Posing dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VII C MTs Negeri Nusawungu.