IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

ion dari dua zat atau lebih. Pelarut etanol akan melarutkan senyawa polar yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

Bab III Bahan dan Metode

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan Madu

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

5.1 Total Bakteri Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

4. PEMBAHASAN Kadar Lemak dan Kadar Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER. Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

II. DESKRIPSI PROSES

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering. Hasil dari analisis proksimat yang dilakukan ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Proksimat Daun Gambir Kering Karakteristik Nilai (%) Kadar Air 9,98 Kadar Abu 2,36 Kadar Serat Kasar 17,62 Kadar Protein 8,91 Kadar Lemak 5,31 Kadar Karbohidrat dan Lainnya (by difference) 55,82 Berdasarkan pada hasil pengujian kadar air yang terdapat dalam daun gambir kering, dapat diketahui bahwa daun gambir yang digunakan untuk proses ekstraksi gambir memiliki kadar air sebesar 9,98%, kadar air yang terkandung dalam daun gambir kering merupakan air sisa pengeringan daun segar yang dilakukan melalui penjemuran di bawah sinar matahari selama satu minggu. Kadar air di dalam daun gambir kering sudah memenuhi standar batas yang ditentukan yaitu di bawah kadar air 14%. Kadar abu yang terdapat dalam daun kering dapat berupa zat pengotor yang termasuk senyawa anorganik yang terdapat dalam daun. Zat pengotor tersebut dapat berupa debu yang menempel pada daun ketika proses penjemuran daun gambir. Meskipun demikian, kadar abu yang terdapat dalam daun gambir kering masing tergolong rendah yaitu 2,36%. Kadar serat kasar yang terdapat dalam daun gambir kering adalah 17,62%. Kadar serat yang tinggi dalam daun gambir kering berasal dari 21

karakteristik daun yang merupakan sumber serat yang tinggi. Kadar protein yang terdapat dalam daun gambir kering adalah 8,91 %, pengukuran terhadap kadar protein menunjukan jumlah total nitrogen yang terkandung di dalam daun gambir. Kadar lemak yang terdapat dalam daun gambir adalah 5,31%. Kandungan lemak yang relatif tinggi tersebut disebabkan karena adanya salah satu komponen gambir yang mengandung lemak, yaitu fixed oil dan lilin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Kadar karbohidrat dan senyawa lainnya (by difference) yang terkandung dalam daun gambir merupakan komponen proksimat terbesar yang menyusun daun gambir kering, yaitu 55.82%. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam daun gambir terdiri atas berbagai macam karbohidrat, seperti monosakarida, disakarida, ataupun polisakarida yang terhitung sebagai karbohidrat total. Selain itu, kandungan karbohidrat dalam gambir bersumber dari kandungan flavanoid dalam bentuk katekin (Flavan-3-ols) yang terdapat di dalamnya. Flavanoid dalam tanaman sering terbentuk sebagai glikosida (Daniel, 2006). Karakterisasi awal bahan baku dilakukan pula terhadap kandungan katekin di dalam daun gambir kering. Hasil analisis kadar katekin terhadap daun gambir kering memperlihatkan bahwa daun gambir kering yang telah dijemur selama satu minggu memiliki kadar katekin sebesar 2,47%. Kadar katekin yang terdapat dalam daun gambir kering tergolong rendah, sehingga dengan adanya proses ekstraksi terhadap daun gambir kering diharapkan dapat mengekstrak semaksimal mungkin komponen katekin dengan tingkat kemurnian yang paling tinggi. B. PEMBUATAN PRODUK Pembuatan gambir bubuk dilakukan menggunakan bahan baku daun gambir yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan dilakukan langsung setelah pemanenan daun gambir segar agar tidak terjadi kerusakan terhadap senyawa yang terdapat di dalam daun. Pengeringan daun gambir dilakukan di bawah sinar matahari langsung selama satu minggu yang dilakukan oleh petani gambir di daerah Payakumbuh, Sumatera Barat. Proses 22

pengeringan tersebut menghasilkan daun gambir kering dengan kadar air 9,98%. Pada kadar air tersebut, diharapkan daun gambir lebih aman terhadap kerusakan komponen kimianya. Menurut Suharto (1991), pengawetan bahan dapat dilakukan dengan menurunkan kadar air bahan hingga mencapai kondisi tertentu sehingga tidak memberi kesempatan untuk tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan bahan. Proses pembuatan gambir bubuk dari daun gambir kering dilakukan melalui ekstraksi dengan pelarut organik. Penggunaan jenis dan konsentrasi pelarut organik yang berbeda dapat menghasilkan kualitas gambir yang berbeda. Proses ekstraksi pelarut didasarkan pada persamaan nilai polaritas dari pelarut dengan bahan yang diekstrak. Gambir yang sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa polifenol dapat diekstrak menggunakan berbagai pelarut yang berbeda nilai polaritasnya. Proses ekstraksi dilakukan terhadap daun gambir kering yang telah mengalami pengecilan ukuran hingga 20 mesh. Adanya pengecilan ukuran diharapkan dapat memaksimalkan proses ekstraksi. Rendemen gambir yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan pelarut dapat dilihat pada Gambar 11. 16.00 Rendemen (%) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 13.43 13.30 12.34 12.88 10.72 10.62 7.21 8.89 6.14 50% 75% 100% 2.00 0.00 Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 11. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Berdasarkan Pada Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik 23

Proses ekstraksi pelarut pada daun gambir kering menghasilkan rendemen gambir bubuk berkisar antara 6,14 % hingga 13,43 %. Hasil perhitungan Analisis Ragam menyatakan bahwa jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rendemen gambir yang dihasilkan. Pelarut yang berbeda akan menghasilkan nilai rendemen yang berbeda. Namun, konsentrasi pada setiap jenis pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen gambir yang dihasilkan, sehingga penggunaan pelarut pada berbagai konsentrasi akan menghasilkan gambir dengan rendemen yang tidak jauh berbeda. Perbedaan yang nyata pada rendemen gambir dapat disebabkan karena pengaruh dari perbedaan nilai polaritas pelarut yang digunakan. Rendemen gambir mengalami peningkatan mulai dari pelarut isopropanol, metanol, kemudian etanol. Peningkatan nilai rendemen yang dihasilkan seiring dengan peningkatan indeks polaritas dari tiap pelarut. Isopropanol dengan indeks polaritas terkecil yaitu 3,90 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang paling kecil, sementara itu metanol dengan indeks polaritas 5,1 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang jauh lebih besar dari pada isopropanol. Etanol dengan indeks polaritas 5,2 (Waston, 2009), menghasilkan rendemen yang tidak jauh berbeda terhadap pelarut metanol. Hal tersebut seiring dengan selisih indeks polaritas antara metanol dan etanol yang kecil. Rendemen gambir yang dihasilkan memberikan nilai tertinggi pada setiap jenis pelarut dengan konsentrasi 75%. Tingginya rendemen pada konsentrasi 75% disebabkan karena komponen utama gambir yang diekstrak berupa polifenol yang memiliki gugus polar dan nonpolar. Sifat polar pada polifenol didapat dari gugus hidroksilnya, sedangkan sifat nonpolar didapat dari gugus fenol yang terdapat pada polifenol. Senyawa dengan gugus polar akan terlarut dalam pelarut yang polar, yaitu berupa air yang terdapat pada pelarut organik dengan konsentrasi rendah (mengalami pengenceran), sedangkan senyawa dengan gugus nonpolar akan ikut terekstrak oleh pelarut organik yang memiliki sifat semipolar. Dengan demikian, pada pelarut organik dengan konsentrasi 75% dapat melarutkan komponen polar dan nonpolar yang terdapat dalam daun gambir. 24

Proses ekstraksi daun gambir segar yang dilakukan masyarakat menghasilkan rendemen gambir 4 8 % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 a ). Proses pengeringan yang dilakukan terhadap daun gambir segar menghasilkan daun gambir kering sebanyak satu pertiga dari jumlah daun gambir segar (Gumbira- Sa id, 2009 b ). Berdasarkan hasil analisis, apabila rendemen dari hasil ekstraksi terhadap daun gambir kering dikonversi kedalam rendemen daun gambir segar menghasilkan rendemen seperti yang disajikan pada Gambar 12. Rendemen (%) 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 4.48 4.29 4.43 4.11 3.57 3.54 2.40 2.96 2.05 50% 75% 100% 1.00 0.50 0.00 Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 12. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Daun Gambir Segar Rendemen gambir bubuk yang dihasilkan dari daun gambir segar pada penelitian ini memberikan hasil antara 2,05 % sampai 4,48%. Ekstraksi daun gambir dengan pelarut organik memberikan rendemen yang lebih kecil daripada ekstraksi secara tradisional yang dilakukan oleh petani gambir yang dapat menghasilkan rendemen gambir hingga 8%. Penggunaan pelarut etanol pada setiap konsentrasi dan metanol pada konsentrasi 75% menghasilkan rendemen gambir yang tidak jauh berbeda dengan rendemen gambir yang dihasilkan oleh sebagian petani dengan pengolahan cara tradisional yaitu 4%. 25

C. ANALISIS MUTU PRODUK 1. Kadar Katekin Kualitas gambir ditentukan oleh kadar katekin yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar katekin dalam gambir menunjukan semakin baik kualitas gambir yang dihasilkan dan semakin tinggi pula nilai jual dari gambir tersebut. Hasil pengujian kadar katekin dari gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukan pada Gambar 13. 100.00% 93.47% 90.00% 80.00% Katekin (%) 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 64.65% 64.80% 45.08% 44.94% 24.36% 26.43% 59.47% 38.47% 50% 75% 100% 20.00% 10.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 13. Grafik Kadar Katekin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan pada grafik kadar katekin Gambar 13, dapat diketahui bahwa kadar katekin tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100%. Pada setiap tingkat konsentrasi, pelarut ispropanol memiliki kadar katekin yang lebih tinggi daripada pelarut metanol dan etanol. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam dapat diketahui bahwa perbedaan jenis pelarut yang digunakan memberikan hasil kadar katekin yang berbeda nyata. Begitu juga dengan konsentrasi pelarut yang digunakan, perbedaan konsentrasi dalam setiap pelarut menghasilkan gambir dengan kadar katekin yang berbeda nyata. Hasil perhitungan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukan bahwa pada setiap jenis pelarut, perbedaan konsentrasi yang 26

digunakan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar katekin gambir bubuk. Perbedaan yang nyata dari kadar katekin pada setiap jenis pelarut dapat disebabkan karena adanya perbedaan nilai polaritas dari setiap pelarut ataupun dari struktur kimia palarut. Pelarut yang memiliki jumlah atom karbon lebih banyak cenderung melarutkan katekin lebih benyak daripada pelarut yang memiliki atom karbon lebih sedikit. Begitu juga dengan nilai polaritas pelarut, pelarut yang memiliki nilai polaritas lebih kecil cenderung melarutkan katekin lebih besar daripada pelarut yang memiliki nilai polaritas lebih besar. Oleh sebab itu, nilai polaritas dari katekin cenderung mendekati nilai polaritas dari isopropanol, yaitu 3,8. Kadar katekin yang tinggi di dalam gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol dapat disebabkan karena kelarutan katekin yang lebih baik dalam pelarut isopropanol daripada pelarut etanol ataupun metanol. Pada struktur kimia katekin (Gambar 2), dapat dilihat bahwa pada struktur tersebut terdapat ikatan kimia antara atom karbon dan hidrogen dalam rantai siklik serta ikatan dengan gugus hidroksil. Berdasarkan struktur tersebut, katekin dapat terlarut atau berinteraksi dengan senyawa lainnya melalui pembentukan ikatan hidrogen dari gugus hidroksil katekin dengan gugus hidroksil pelarut dan dengan adanya gaya dispersi antara katekin dan pelarut. Isopropanol (C 3 H 8 O) memiliki ikatan hidrogen yang dapat saling berinteraksi dengan ikatan hidrogen dalam senyawa katekin serta dapat berinteraksi melalui gaya dispersi dari gugus hidrokarbon yang terdapat dalam isopropanol. Pelarut etanol (CH 3 CH 2 OH) dan metanol (CH 3 OH) memiliki gugus hidroksil yang lebih sedikit daripada pelarut isopropanol sehingga memiliki gaya dispersi yang lebih kecil untuk melarutkan katekin. Perbedaan yang nyata dari konsentrasi pada setiap jenis pelarut dapat disebabkan karena adanya pengaruh air dalam pelarut. Keberadaan air dalam pelarut dapat mengurangi kelarutan dari katekin. Kadar katekin dalam setiap pelarut mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pelarut, sehingga konsentrasi 100% pada setiap jenis pelarut 27

memberikan hasil yang paling tinggi diantara konsentrasi lainnya. Pelarut dengan konsentrasi rendah memiliki kandungan air yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut dengan konsentrasi yang tinggi. Kandungan air di dalam pelarut dengan nilai polaritas 10,2, dapat meningkatan kepolaran dari larutan yang digunakan. Pada tingkat polaritas tersebut, katekin cenderung sukar larut yang disebabkan karena struktur kimia dari senyawa katekin yang menunjukan bahwa katekin termasuk senyawa semipolar. Disamping itu, proses maserasi yang dilakukan pada suhu ruang mengurangi kelarutan katekin dalam pelarut yang memiliki kandungan air yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan sifat yang dimiliki oleh katekin yaitu sukar larut dalam air dingin (Thorpe dan Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Susanti (2008), telah melakukan ekstraksi terhadap daun gambir yang dikeringkan dalam Cabinet Dryer pada suhu 40 0 C. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut akudes pada suhu 95 0 C selama 30 menit dan maserasi selama dua jam. Proses pengeringan dilakukan menggunakan Rotary Evaporator. Proses tersebut menghasilkan gambir dengan rendemen 8,06 ± 1.66 % dengan kadar katekin 24.79%. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan pelarut air dan pengeringan Rotary Evaporator menghasilkan rendemen yang lebih besar namun memiliki kadar katekin yang jauh lebih kecil dari proses ekstraksi yang telah dilakukan dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer. Ekstraksi menggunakan pelarut terhadap daun gambir kering menghasilkan gambir dengan berbagai klasifikasi mutu. Berdasarkan pada SNI gambir yang mensyaratkan kadar katekin minimal 60% untuk gambir mutu 1 dan minimal 50% untuk gambir mutu 2, maka gambir yang diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol, metanol, dan isopropanol pada tingkat konsentrasi 100% termasuk kedalam gambir mutu 1 dengan kadar katekin 93,47% db atau 87,79% wb pada gambir dengan pelarut isopropanol 100%, 64,80% db atau 62,27% wb pada gambir dengan pelarut metanol 100%, dan 64,65% db atau 62,14% wb pada gambir dengan pelarut etanol 100%. 28

Gambir yang diekstrak dengan menggunakan pelarut isopropanol 75% termasuk ke dalam mutu 2, yaitu dengan kadar katekin 55,96% wb atau 59,47% db, sedangkan gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dan metanol pada konsentrasi 75% dan 50%, serta isopropanol pada konsentrasi 50% belum memenuhi persyaratan mutu gambir yang ditetapkan karena masih memiliki kadar katekin dibawah 50%. 2. Kadar Tanin Komponen utama penyusun gambir selain katekin adalah tanin. Katekin dan tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang memberikan banyak manfaat terhadap gambir. Hasil pengukuran kadar tanin gambir bubuk dapat dilihat pada Gambar 14. Tanin (%) 80.00% 78.00% 76.00% 74.00% 72.00% 70.00% 68.00% 66.00% 64.00% 62.00% 60.00% 77.62% 73.16% 71.95% 72.40% 70.85% 69.32% 67.91% 67.55% 66.27% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut 50% 75% 100% Gambar 14. Grafik Kadar Tanin Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa kadar tanin tertinggi terdapat pada gambir yang diekstrak menggunakan pelarut etanol pada konsentrasi 75 %, sedangkan kadar tanin terendah terdapat pada pelarut yang menggunakan isopropanol 50%. Tingginya kelarutan tanin dalam alkohol dapat disebabkan karena struktur kimia tanin yang 29

menyebabkan tanin bersifat polar sehingga akan terlarut dalam pelarut yang bersifat polar. Nilai polaritas dari tanin diduga mendekati etanol. Struktur kimia dari tanin sangat kompleks dan tidak seragam, sehingga berdasarkan pada sifat kelarutannya, tanin larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan aseton (Windholz, 1983). Tingginya kelarutan tanin dalam etanol 75% dapat disebabkan karena struktur tanin yang beragam, terdiri dari gugus polar (gugus hudroksil) dan gugus nonpolar yang tidak sama dalam setiap senyawa tanin, sehingga terdapat sebagian tanin yang akan lebih mudah terlarut dalam air atau lebih mudah terlarut dalam etanol. Kadar tanin dalam setiap pelarut memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi 75%. Peningkatan kadar tanin pada kosentrasi 75% memberikan nilai yang berbeda untuk setiap pelarut. Pada konsentrasi 75%, pelarut isopropanol menghasilkan gambir dengan kadar tanin yang lebih tinggi dari pelarut metanol, sedangkan pada konsentrasi 50% dan 100% pelarut metanol memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Perbedaan kadar tanin tersebut dapat disebabkan karena sifat dari senyawa polifenol di dalam gambir yang cenderung tidak stabil, sehingga memudahkan terjadinya perubahan pada struktur kimia dari tanin ataupun dari senyawa lainnya yang terdapat di dalam gambir. Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Nazir (2000) menjelaskan bahwa apabila katekin dipanaskan pada suhu 110 0 C atau dipanaskan pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam catechu tannat atau disebut tanin. 3. Kadar Air Pengukuran kadar air yang terdapat dalam gambir dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang masih terdapat dalam gambir bubuk setelah proses pengeringan. Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 15. 30

Kadar Air 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 5.42% 4.78% 4.48% 3.90% 3.89% 3.90% 6.09% 5.89% 6.07% 50% 75% 100% 2.00% 1.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 15. Grafik Kadar Air Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan bervarisi antara 3,89% hingga 6,09%. Kadar air tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 50%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada gambir dengan pelarut etanol 50%. Menurut Suharto (1991), kadar air dalam bahan yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer berkisar antara 3% hingga 5%. Selain dipengaruhi oleh proses pengeringan, kadar air dalam gambir bubuk sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan gambir yang dihasilkan. Gambir cenderung bersifat hidroskopis sehingga mudah sekali menyerap air. Proses penyimpanan gambir yang kurang tepat dapat menyebabkan meningkatnya kadar air dalam gambir. Kadar air yang bervariasi pada gambir bubuk yang dihasilkan disebabkan akibat dari kondisi lingkungan saat menyimpan gambir sebelum dianalisis yang dapat menyebabkan gambir menyerap air dari udara sekitar sehingga menjadikan kadar air gambir yang tidak seragam satu sama lain. Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk tergolong sangat baik. Standar mutu gambir mensyaratkan gambir memiliki kadar air dibawah 14% untuk gambir mutu 1 dan dibawah 16% untuk gambir mutu 2. Kadar 31

air semua gambir bubuk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan gambir mutu 1. 4. Kadar Abu Pengukuran kadar abu digunakan untuk mengetahui jumlah bahan anorganik yang tidak terabukan yang terkandung di dalam gambir. Kadar abu merupakan indikator yang menyatakan tingkat ketidakmurnian yang ada di dalam gambir. Hasil pengukuran kadar abu gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 16. 5.00% 4.50% 4.66% 4.44% 4.28% Kadar Abu (%) 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 3.52% 3.34% 1.80% 1.81% 2.75% 50% 75% 100% 1.00% 0.50% 0.54% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 16. Grafik Kadar Abu Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk berkisar pada 0,54 % sampai 4,66%. Kadar abu terendah terdapat pada gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 100%, sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada gambir yang diekstrak dengan pelarut etanol 50%. Tingginya kadar abu dalam gambir menunjukan semakin banyaknya zat-zat anorganik sebagai pengotor yang terdapat dalam gambir yang dihasilkan. Soebito, (1988) menyatakan bahwa kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam produk. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang 32

tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan memenuhi persyaratan dari SNI gambir, yaitu di bawah 5 %. Kadar abu dalam gambir mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut yang digunakan, atau semakin menurun dengan semakin sedikitnya jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak gambir. Jumlah abu yang tinggi dalam gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut organik dengan konsentrasi rendah berasal dari adanya senyawa anorganik dalam air yang tidak terabukan. Komponen anorganik tersebut terikutkan kedalam gambir bubuk dan tidak hilang pada saat pengeringan. Kadar abu dalam gambir bubuk akan semakin baik dengan semakin murninya pelarut organik yang digunakan. 5. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pengukuran kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir digunakan untuk mengatahui jumlah bahan yang tidak dapat larut dalam air panas yang terdapat dalam gambir. Komponen utama yang terdapat dalam gambir, yaitu katekin dan tanin memiliki sifat larut dalam air panas, sehingga bahan yang tidak larut dalam air panas termasuk ke dalam zat pengotor yang mengurangi tingkat kemurnian gambir. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan pada hasil pengukuran bahan tidak larut dalam air yang disajikan pada Gambar 17, dapat dilihat bahwa kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk yang dihasilkan berkisar pada 13.04% hingga 37,93%. Kadar bahan tidak larut dalam air terendah terdapat pada gambir yang diekstrak menggunakan pelarut metanol 50%, sedangkan kadar bahan tidak larut air tertinggi terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak dengan menggunakan isopropanol 100%. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat pada gambir bubuk yang diekstrak menggunakan pelarut tergolong sangat tinggi dan jauh diatas standar yang 33

ditetapkan, yaitu maksimal 7 % untuk gambir mutu 1 dan maksimal 10 % untuk gambir mutu 2. 40.00% 37.93% 35.00% Bahan Tidak Larut Air 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 14.66% 18.01% 22.90% 13.04% 19.23% 23.81% 24.92% 24.27% 50% 75% 100% 5.00% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 17. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk dalam Konsentrasi dan Jenis Pelarut yang Berbeda Tingginya kadar bahan tidak larut dalam air tersebut disebabkan pada proses ekstraksi menggunakan pelarut yang cenderung lebih tidak polar daripada air, sehingga pada proses ekstraksi banyak terekstrak senyawa-senyawa yang memiliki nilai polaritas jauh lebih rendah daripada polaritas air dan cenderung tidak larut dalam air. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya kadar bahan tidak larut dalam air seiring dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut yang digunakan, atau semakin rendahnya konsentrasi pelarut yang digunakan, semakin banyak air yang digunakan untuk ekstraksi menunjukan semakin sedikitnya bahan tidak larut dalam air. Selain itu, kadar bahan tidak larut dalam air dapat juga berasal dari kadar abu gambir bubuk. Kadar bahan tidak larut dalam air yang sangat tinggi yang terdapat pada gambir yang diekstrak dengan menggunakan isopropanol 100% kemungkinan dapat berasal dari adanya senyawa klorofil dalam gambir bubuk yang dihasilkan. Adanya klorofil dalam gambir bubuk ditunjukan oleh warna gambir yang cenderung berwarna hijau. Hal ini dapat dilihat 34

dari derajat putih warna gambir yang dihasilkan yang terdapat pada Gambar 19. 6. Kadar Bahan Tidak Larut Alkohol Kadar bahan tidak larut dalam alkohol merupakan jumlah bahan pengotor dalam gambir yang tidak dapat larut dalam etanol 96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar 18. 14.00% Bahan Tidak Larut Alkohol 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 11.96% 11.73% 6.64% 6.58% 4.01% 3.96% 9.96% 5.35% 7.73% 50% 75% 100% 0.00% Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 18. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Kadar bahan tidak larut dalam alkohol dalam gambir bubuk berkisar antara 3,96% hingga 11,96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol terendah terdapat pada pelarut metanol 100%, sedangkan kadar bahan tidak larut dalam alkohol tertinggi terdapat pada pelarut etanol 50%. Berdasarkan pada persyaratan mutu gambir yang ditentukan, jumlah kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk termasuk kedalam mutu gambir 1, yaitu di bawah 12%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut. Peningkatan kadar bahan tidak larut tersebut berasal pada proses ekstraksi, dimana pada pelarut dengan 35

konsentrasi rendah mengandung air yang memiliki polaritas lebih tinggi dari pada etanol yang dapat mengekstrak senyawa tidak larut dalam alkohol. Peningkatan kadar bahan tidak larut dalam alkohol dapat pula berasal dari kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk, dimana kadar abu dalam gambir bubuk meningkat seiring dengan penurunan konsentrasi pelarut yang digunakan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 16. Pada Gambar 18 terlihat bahwa kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 100 % mengalami kenaikan yang berbeda dari pelarut etanol 100% dan methanol 100% yang mengalami penurunan. Kenaikan kadar bahan tidak larut dalam alkohol pada gambir tersebut dapat disebabkan karena perbedaan polaritas yang terjadi pada saat ekstraksi. Isopropanol yang memiliki polaritas lebih tidak polar daripada etanol cenderung melarutkan senyawasenyawa yang relative lebih tidak polar, sehingga senyawa tersebut menambah jumlah bahan tidak dapat larut dalam alkohol. 7. Analisis Warna Warna gambir termasuk kedalam salah satu persyaratan mutu gambir. SNI gambir mensyaratkan gambir memiliki warna kuning kecoklatan untuk gambir mutu 1, dan kuning kehitaman untuk gambir mutu 2. Warna gambir yang dihasilkan berkisar pada warna kuning kecoklatan hingga kehijauan. Untuk melihat perbedaan warna pada gambir yang dihasilkan dilakukan pengukuran warna gambir menggunakan Colormeter Colertech serta dilakukan perhitungan untuk melihat derajat putih (whiteness) dari gambir yang dihasilkan. Gambir dengan mutu warna yang baik cenderung memiliki nilai whiteness yang tinggi. Grafik hasil perhitungan nilai whiteness dari gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar 19. 36

Whiteness (%) 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 83.34 80.74 79.75 80.61 69.87 64.47 79.66 71.24 55.72 50% 75% 100% 20.00 10.00 0.00 Etanol Metanol Isopropanol Jenis Pelarut Gambar 19. Grafik Nilai Whiteness Gambir Bubuk Berdasarkan Pada Perbedaan Konsentrasi dan Jenis Pelarut Organik Berdasarkan hasil perhitungan nilai whiteness dari gambir yang terdapat pada Gambar 19 dapat diketahui bahwa nilai whiteness gambir bubuk berada pada nilai antara 55,72 % hingga 83,34%. Derajat warna gambir cenderung mengalami penurunan pada konsentrasi 100% untuk setiap jenis pelarut. Derajat warna paling rendah dimiliki oleh pelarut isopropanol 100%. Gambir bubuk yang diekstrak dengan isopropanol 100% memiliki warna hijau tua sehingga memiliki nilai whiteness yang rendah. Warna hijau yang terdapat dalam pelarut isopropanol 100%, disebabkan karena pada proses ekstraksi terdapat klorofil daun yang ikut terekstrak bersama gambir sehingga menyebabkan warna gambir hijau. Adanya klorofil daun yang ikut terekstrak tersebut menyebabkan derajat whiteness dari gambir yang semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pelarut. Tingginya konsentrasi pelarut dan semakin rendahnya indeks polaritas dari pelarut menyebabkan penurunan pada derajat putih warna gambir yang dihasilkan. Perbedaan warna pada gambir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 20. 37

a. Etanol 100% a. Etanol 75% c. Etanol 50% d. Metanol 100% e. Metanol 75% f. Metanol 50% g. Isopropanol 100% h. Isopropanol 75% i. Isopropanol 50% Gambar 20. Warna Gambir Bubuk Pada Setiap Konsentrasi Jenis Pelarut Organik Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa gambir bubuk memiliki warna hijau gelap pada setiap pelarut dengan konsentrasi 100%. Warna hijau yang sangat tua terlihat pada pelarut Isopropanol 100%. Pada konsentrasi yang semakin rendah dapat dilihat bahwa pada setiap jenis pelarut warna gambir semakin cerah dan cenderung memiliki warna kuning kecoklatan. Warna gambir tersebut sesuai dengan persyaratan yang di tentukan pada SNI gambir. 38

Proses ekstraksi daun gambir kering menggunakan pelarut organik menghasilkan gambir bubuk dengan mutu yang beragam. Perbandingan mutu gambir bubuk terhadap SNI Gambir disajikan pada Tabel 4. Jenis Gambir Tabel 4. Mutu Gambir Bubuk Pada Setiap Jenis Gambir Kadar Katekin (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Bahan Tidak Larut dalam Air (%) Bahan Tidak Larut dalam Alkohol (%) SNI Mutu 1 Min. 60 Maks. 14 Maks. 5 Maks. 7 Maks. 12 SNI Mutu 2 Min. 50 Maks. 16 Maks. 5 Maks. 10 Maks. 12 Etanol 96% 62.14 3.89 1.74 22.01 3.86 Etanol 75% 43.04 4.48 3.37 17.20 6.35 Etanol 50% 23.20 4.78 4.44 13.96 11.39 Metanol 100% 62.27 3.90 1.74 22.88 3.80 Metanol 75% 43.17 3.90 3.21 18.47 6.33 Metanol 50% 25.02 5.42 4.20 12.32 11.09 Isopropanol 100% 87.80 6.07 0.50 35.63 7.26 Isopropanol 75% 55.96 5.89 2.59 23.45 5.04 Isopropanol 100% 36.13 6.09 4.02 22.79 9.35 Warna Kecoklatan Kehitaman Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Coklat Kehijauan Kecoklatan Kecoklatan Berdasarkan pada persyaratan mutu yang ditetapkan oleh BSN (2000), mutu gambir yang dihasilkan tidak dapat memenuhi persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air yang telah ditetapkan. Hal ini dapat disebabkan karena proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan pelarut organik, sedangkan standar yang telah ditetapkan didasarkan pada proses ekstraksi gambir yang dilakukan secara tradisional melalui proses perebusan dan pengempaan. 39

Standar mutu gambir bubuk yang dihasilkan tanpa memperhitungkan kadar bahan tidak larut di dalam air, gambir yang diekstrak dengan pelarut etanol 96%, metanol 100%, dan isopropanol 100% termasuk kedalam gambir Mutu 1. Walaupun memiliki warna coklat kehijauan, gambir yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100% memiliki kadar katekin yang paling tinggi yaitu 87,80%. Gambir yang diekstrak dengan pelarut isopropanol 75% termasuk ke dalam gambir Mutu 2 karena memiliki kadar katekin dibawah 60% dan diatas 50%. Proses ekstraksi daun gambir kering menggunakan pelarut organik dan pengeringan cairan ekstrak menggunakan Spray Dryer menghasilkan gambir dengan rendemen yang cenderung lebih kecil dibandingkan rendemen dari gambir yang diekstrak secara tradisional dan pengeringan di bawah sinar matahari. Apabila dilihat dari segi kemurnian, gambir tersebut memiliki kualitas yang lebih baik daripada gambir yang dikeringkan secara pengeringan sinar matahari. Tingkat kemurnian gambir dapat dilihat dari kadar katekin dan kadar abu yang terdapat dalam gambir. Kadar katekin dalam gambir merupakan komponen yang terpenting di dalam gambir. Tingginya kadar katekin dalam gambir menunjukan mutu gambir yang lebih baik. Kadar katekin dalam gambir yang di ekstrak dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer menghasilkan kadar katekin yang tinggi dan diatas 60%. Kadar katekin dalam gambir yang diekstrak dengan pelarut metanol 100% memiliki kadar katekin 62.27%, kadar katekin tersebut jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan gambir asalan (Gambir Siguntur Tua) yang telah dimurnikan dengan pelarut metanol 100% dan di keringkan di bawah sinar matahari yang hanya menghasilkan gambir dengan kadar katekin 51.89 % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Grafik perbandingan kadar katekin pada gambir yang diekstrak dengan pelarut metanol 100% pada pengeringan Spray Dryer dan sinar matahari ditunjukan pada Gambar 21. 40

Kadar Katekin (%) 70 60 50 40 30 20 10 0 62.27 51.89 Gambir Bubuk dengan Gambir Hasil Pemurnian Pengeringan Spray Dryer dengan Pengeringan Sinar Matahari Jenis Gambir Gambar 21. Grafik Perbedaan Kadar Katekin Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Dilain pihak, produk yang disebut sebagai katekin komersial yang diproduksi oleh suatu perusahaan eksportir hanya memiliki kadar katekin sebesar 67.80 dan 76.53 % (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Kadar katekin tersebut tidak jauh berbeda dengan gambir yang diekstrak dari daun gambir kering yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer dengan pelarut etanol 96% dan metanol 100%, bahkan di bawah kadar katekin gambir yang diekstrak menggunakan pelarut isopropanol 100%. Kadar abu dalam gambir menunjukan adanya zat pengotor yang terikutkan bersama gambir. Ekstraksi gambir menggunakan pelarut organik dan pengeringan dengan Spray Dryer menghasilkan kadar abu yang cenderung lebih baik dari pada gambir asalan yang diolah secara tradisional. Kadar abu pada gambir yang diekstrak dengan pelarut organik dengan pengeringan Spray Dryer memiliki kadar abu terbesar 4,44%, sedangkan kadar abu pada gambir asalan sangatlah tinggi, seperti pada Gambir Bootch Payakumbuh memiliki kadar abu hingga 75.64%, dan pada Gambir Koin Payakumbuh memiliki kadar abu 38.93% (Gumbira-Sa id, et al., 2009 c ). Selain itu, proses ekstraksi daun gambir kering dengan metanol 100% yang dikeringkan menggunakan Spray Dryer memiliki kadar abu yang lebih baik, yaitu 1.74% daripada gambir asalan (Gambir Siguntur Tua) yang telah dimurnikan dengan metanol 100% 41

yang dikeringkan di bawah sinar matahari langsung yaitu 2.25% (Gumbira- Sa id, et al., 2009 c ). Perbandingan kadar abu dalam gambir yang diekstrak menggunakan metanol 100% dengan pengeringan Spray Dryer dan sinar matahari ditunjukan pada Gambar 22. 2.5 2.25 Kadar Anu (%) 2 1.5 1 0.5 0 1.74 Gambir Bubuk dengan Gambir Hasil Pemurnian Pengeringan Spray Dryer dengan Pengeringan Sinar Matahari Jenis Gambir Gambar 22. Grafik Perbedaan Kadar Abu Berdasarkan Perbedaan Cara Pengeringan Dilain pihak, pembuatan gambir dalam bentuk bubuk dapat mempermudah proses pemurnian berikutnya, yaitu mengurangi satu tahapan proses penghancuran (Milling). Gambir yang dikeringkan di bawah sinar matahari cenderung mengeras sehingga sulit untuk dihancurkan pada proses pemurnian. Pembuatan gambir dalam bentuk bubuk dapat mempermudah proses transportasi gambir daripada gambir yang dicetak dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Proses pencetakan dan pengeringan di bawah sinar matahari menghasilkan gambir dalam bentuk yang tidak seragam sehingga akan mempersulit dalam proses pengemasan dan transportasi. Sealain itu, pengeringan di bawah sinar matahari menghasilkan gambir dengan warna yang sangat tua hingga berwarna hitam. Gumbira-Sa id, et al., (2009 c ) menyatakan bahwa hasil pengukuran warna gambir menunjukkan bahwa penggunaan spray dryer memberikan gambir dengan warna yang lebih cerah daripada metode pengeringan lain. 42

D. PENGARUH UMUR SIMPAN DAUN GAMBIR KERING Pengaruh penyimpanan daun gambir kering terhadap mutu gambir bubuk yang dihasilkan diketahui dengan melakukan ekstraksi terhadap daun gambir kering yang telah mengalami penyimpanan selama satu bulan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Rendemen hasil ekstraksi daun gambir kering pada minggu ke-0 hingga minggu ke-4 dapat dilihat pada Gambar 23. 15.00 12.88 13.03 12.34 12.62 13.35 Rendemen (%) 10.00 5.00 0.00 0 1 2 3 4 Waktu Ekstraksi (Minggu ke-) Gambar 23. Grafik Rendemen Gambir Bubuk Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa daun gambir kering yang diekstrak pada minggu ke-0 hingga minggu ke-4 menghasilkan rendemen gambir bubuk yang tidak jauh berbeda, yaitu berkisar pada 12.34% hingga 13.35%. Berdasarkan pada rendemen yang dihasilkan tersebut, dapat diketahui bahwa penyimpanan daun gambir kering hingga waktu satu bulan tidak akan mempengaruhi rendemen gambir yang dihasilkan. Hasil Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan menghasilkan rendemen gambir bubuk yang tidak berbeda nyata. Analisis terhadap gambir yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu dilakukan terhadap kadar katekin, kadar tanin, kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut air, kadar bahan tidak larut alkohol dan warna. 43

1. Kadar Katekin Kadar katekin yang terdapat dalam gambir bubuk yang diekstrak pada umur simpan daun yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa kadar katekin yang terdapat dalam gambir bubuk tidak mengalami perubahan yang nyata. Katekin (%) 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 65.06 65.05 65.59 67.39 65.26 0 1 2 3 4 Waktu Ekstraksi (Minggu ke-) Gambar 24. Grafik Kadar Katekin Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada rendemen gambir yang didapat menunjukan bahwa penyimpanan daun gambir dalam keadaan kering selama satu bulan tidak mempengaruhi kadar katekin gambir yang dihasilkan. Hasil perhitungan Analisis Ragam kadar katekin dalam gambir bubuk menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar katekin gambir. Dengan demikian, pengeringan daun gambir segar merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengawetkan daun gambir segar sampai waktu olah tiba tanpa mengurangi mutu gambir yang dihasilkan. Tuminah (2004), menjelaskan bahwa proses pengeringan dilakukan untuk pemberian panas agar terjadi inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga kerusakan enzimatis fenol dalam daun dapat dihindari. Kadar katekin yang dihasilkan berkisar pada 65,05% hingga 67,39%. Nilai 44

kadar katekin tersebut tergolong tinggi dan memenuhi syarat mutu gambir yang telah ditetapkan, yaitu diatas 60% untuk gambir dengan mutu 1. 2. Kadar Tanin Kadar tanin yang terdapat dalam gambir bubuk yang diekstrak pada umur simpan daun yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 25. Berdasarkan pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa gambir yang dihasilkan memiliki kadar tanin yang cenderung menurun. Tanin (%) 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 76.50 73.71 76.42 66.87 68.71 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu Ke-) Gambar 25. Grafik Kadar Tanin Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Pada minggu ke-0 hingga ke-3 kadar tanin dalam gambir relatif tetap pada kisaran 73,71% hingga 76,51%, namun pada waktu ekstraksi minggu ke-3 dan ke-4 cenderung mengalami penurunan, yaitu dengan kadar tanin 66.87% dan 68,71%. Hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar tanin dalam gambir yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu ekstraksi. Perbedaan pengaruh waktu ekstraksi terhadap kadar tanin ditunjukan oleh adanya penurunan kadar tanin yang terjadi pada minggu ke-3 dan ke-4. Penurunan kadar tanin tersebut dapat disebabkan karena pengaruh penyimpanan daun gambir kering yang dapat mengakibatkan rusaknya kandungan tanin di dalamnya. Gambir hasil ekstraksi daun gambir kering cenderung akan mengalami penurunan kadar tanin pada waktu 45

penyimpanan tiga minggu. Penurunan kadar tanin yang terdapat pada gambir bubuk yang dihasilkan tidak mengakibatkan penurunan dari mutu gambir tersebut. Hal ini disebabkan karena standar mutu gambir yang telah ditetapkan tidak mensyaratkan kadar tanin dalam gambir. Dilain pihak, gambir yang baik cenderung dilihat dari kandungan katekin daripada kandungan taninnya 3. Kadar Air Kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk menunjukan kualitas dari proses pengeringan yang telah dilakukan. Kadar air akan mempengaruhi mutu gambir bubuk yang dihasilkan. Hasil analisis kadar air terhadap gambir bubuk yang dihaslkan ditunjukkan pada Gambar 26. 6.00 5.46 4.95 Kadar Air (%) 4.00 2.00 4.14 3.39 3.08 0.00 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 26. Grafik Kadar Air Gambir Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 26 dapat diketahui bahwa kadar air yang terkandung dalam gambir bubuk cenderung mengalami penurunan. Penurunan kadar air tersebut dapat disebabkan karena gambir bubuk yang diekstrak pertama kali mengalami peyimpanan yang lebih lama sebelum dilakukannya analisis kadar air. Penyimpanan gambir bubuk dapat mengakibatkan meningkatnya waktu kontak antara gambir dan udara sekitar yang mengakibatkan terbentuknya keseimbangan kadar air baru 46

antara gambir dan lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air yang terdapat dalam gambir bubuk. Hasil perhitungan Analisis Ragam menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar air di dalam gambir bubuk. Perbedaan yang nyata tersebut sebagai akibat dari penyimpanan gambir bubuk sebelum pengukuran kadar air. Kadar air yang terdapat pada gambir bubuk berada pada kisaran 5,45% sampai 3,08%. Meskipun kadar air pada gambir bubuk yang diekstrak pada minggu ke-0 lebih tinggi dari gambir bubuk lainnya, namun kadar air pada gambir bubuk tersebut masih memenuhi persyaratan mutu 1 gambir yang telah ditentukan, yaitu lebih kecil dari 14%. 4. Kadar Abu Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk berupa mineralmineral anorganik yang menjadi pengotor dalam gambir bubuk. Hasil pengukuran kadar abu dalam gambir bubuk yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 27. 2.50 Kadar Abu (%) 2.00 1.50 1.00 0.50 1.89 1.53 1.71 1.67 1.86 0.00 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 27. Grafik Kadar Abu Gambir Bubuk Terhadap Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering relatif stabil meskipun terjadi sedikit 47

penyimpangan pada minggu ke-0 dan minggu ke-1. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu gambir yang dihasilkan. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut dapat disebabkan karena terikutkannya zat pengotor berupa senyawa mineral anorganik selama proses produksi. Zat anorganik dapat berasal dari kotoran yang terdapat pada daun yang menempel ketika pengeringan. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan cenderung sangat rendah, yaitu berada antara 1,89% hingga 1,53%. Kadar abu yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut sudah memenuhi persyaratan dari standar mutu 1 gambir yang telah ditetapkan, yaitu dibawah 5 %. 5. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Kadar bahan yang tidak larut dalam air merupakan zat yang terkandung dalam gambir bubuk yang tidak larut dalam air panas. Kadar bahan tidak larut dalam air pada gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering ditunjukan pada Gambar 28. Kadar bahan Tidak Larut Dalam Air (%) 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 24.16 22.35 22.09 21.95 21.23 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 28. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Berdasarkan pada Gambar 28 dapat diketahui bahwa kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir cenderung stabil. 48

Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar bahan tidak larut dalam air yang dihasilkan. Kadar bahan tidak larut dalam air yang terdapat dalam gambir bubuk sangatlah tinggi, yaitu berada pada kisaran 22,09% hingga 24,16%. Kadar bahan tidak larut dalam air tersebut tidak memenuhi persyaratan dari mutu gambir yang telah ditentukan, yaitu maksimal 7 % untuk gambir mutu 1 dan maksimal 10 % untuk gambir mutu 2. Kadar bahan tidak larut dalam air yang sangat tinggi tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan tingkat polaritas yang digunakan untuk mengekstraksi gambir bubuk. Proses ekstraksi gambir yang dilakukan dengan menggunakan pelarut organik pada tingkat polaritas yang jauh lebih rendah dari polaritas air yang digunakan untuk pengujian. Proses ekstraksi cenderung melarutkan senyawa-senyawa yang memiliki nilai polaritas berkisar pada nilai polaritas etanol, yaitu 5,2, sehingga senyawa-senyawa tersebut akan sukar larut dalam air dengan polaritas yang lebih tinggi. Selain itu, kadar bahan tidak larut dalam air lainnya dapat berupa adanya senyawa klorofil yang ikut terekstrak bersama pelarut etanol. 6. Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Kadar bahan tidak larut dalam alkohol merupakan senyawasenyawa yang tidak dapat larut pada etanol 96%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk ditunjukkan pada Gambar 29. Berdasarkan pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa umur simpan daun gambir kering selama satu bulan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bahan tidak larut dalam alkohol gambir bubuk yang dihasilkan. 49

Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol (%) 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 3.51 3.00 3.11 2.41 2.01 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 29. Grafik Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol Pada Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk berkisar antara 2,01% sampai 3,51%. Kadar bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk tersebut sudah memenuhi syarat mutu gambir yang telah ditentukan, yaitu dibawah 12% untuk mutu 1. Bahan tidak larut dalam alkohol yang terdapat dalam gambir bubuk dapat berupa kotoran yang terikutkan ketika proses produksi berlangsung, yaitu ketika proses pengeringan. Kotoran yang terikutkan dapat berupa jelaga sisa asap pembakaran yang menempel pada dinding alat dan terikutkan bersama udara panas masuk ke dalam produk. 7. Analisis Warna Analisis warna pada gambir bubuk dilakukan untuk mengetahui derajat warna dan tingkat keputihan (whiteness) dari gambir bubuk yang dihasilkan. Hasil perhitungan terhadap nilai whiteness pada gambir bubuk dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan pada Gambar 30 dapat diketahui bahwa gambir bubuk yang diekstrak berdasarkan perbedaan waktu ekstraksi menunjukan nilai whiteness cenderung stabil. Hasil perhitungan Analisis Ragam menunjukan bahwa adanya pengaruh yang 50

nyata dari perbedaan waktu ekstraksi terhadap warna gambir yang dihasilkan. 80.00 71.77 76.97 70.79 71.03 72.21 Whiteness (%) 60.00 40.00 20.00 0.00 0 1 2 3 4 Umur Simpan (Minggu ke-) Gambar 30. Grafik Tingkat Whiteness Gambir Bubuk Terhadap Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Warna yang dimiliki gambir bubuk tersebut berkisar pada warna coklat muda, namun masih memiliki sedikit warna hijau yang diakibatkan karena ikut terekstraknya klorofil pada saat ekstraksi. Tingkat warna yang dihasilkan menunjukan nilai whiteness antara 70.79% hingga 76,97%. Gambir bubuk yang dihasilkan berdasarkan perbedaan umur simpan daun gambir kering selama satu bulan menghasilkan mutu yang tidak berbeda nyata. Mutu gambir bubuk dapat dilihat pada Tabel 5. Mutu gambir bubuk yang dihasilkan pada setiap umur simpan daun gambir kering yang berbeda tidak memenuhi persyaratan mutu bahan tidak larut dalam air. Hal ini dapat disebabkan karena proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan penetapan standar gambir didasarkan pada gambir yang diekstrak secara tradisional melalui proses perebusan dan pengempaan. Apabila mengabaikan kadar bahan tidak larut dalam air, mutu gambir yang dihasilkan pada setiap waktu ekstraksi tergolong ke dalam Mutu 1. Perbedaan waktu ekstraksi tidak memberikan perubahan yang nyata terhadap mutu gambir yang dihasilkan. Sehingga, proses pengeringan daun gambir 51

merupakan metode yang dapat digunakan untuk mempertahankan mutu gambir yang dihasilkan. Jenis Gambir Tabel 5. Mutu Gambir Bubuk Berdasarkan Perbedaan Umur Simpan Daun Gambir Kering Kadar Katekin (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Bahan Tidak Larut dalam Air (%) Bahan Tidak Larut dalam Alkohol (%) SNI Mutu 1 Min. 60 Maks. 14 Maks. 5 Maks. 7 Maks. 12 SNI Mutu 2 Min. 50 Maks. 16 Maks. 5 Maks. 10 Maks. 12 Ekstraksi Minggu Ke-0 61.51 5.46 1.78 21.12 2.84 Ekstraksi Minggu Ke-1 61.83 4.95 1.46 21.00 3.34 Ekstraksi Minggu Ke-2 62.88 4.14 1.64 21.04 1.93 Ekstraksi Minggu Ke-3 65.11 3.39 1.61 20.51 3.00 Ekstraksi Minggu Ke-4 63.25 3.08 1.80 23.41 2.33 Warna Kecoklatan Kehitaman Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan 52