BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERUBAHAN NILAI TANAH DI AREA LERENG GUNUNG KELUD PASCA ERUPSI 2014 (Studi Kasus: Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

Vulnerability. (Kerentanan) Praktikum Lapangan Gunung Merapi Mata Kuliah Mitigasi Bencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

Pendahuluan II. Pokok permasalahan Siaga III. Permasalahan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB III LANDASAN TEORI

2015 KONDISI MASYARAKAT KORBAN BENCANA GERAKAN TANAH SEBELUM DAN SETELAH RELOKASI PEMUKIMAN DI KECAMATAN MALAUSMA KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

Empowerment in disaster risk reduction

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

BAB III LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penanggulangan Bencana di Indonesia. Pertemuan ke-6

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

Transkripsi:

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan korban jiwa sebanyak 374 jiwa, korban menderita dan mengungsi sebanyak 1.764.227 jiwa, dan kerusakan pemukiman mencapai 39.823 unit. (Info Bencana BNPB, 2014). Setiap kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, hampir seluruhnya menimbulkan korban, baik korban meninggal, hilang, atau luka-luka. Adanya bencana alam jelas menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Salah satu bencana alam yang masih hangat dalam ingatan adalah bencana alam erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014 lalu. Dalam kasus erupsi Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014, tercatat sudah ada 8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan 5.088 rumah rusak ringan akibat Kelud. Angka tersebut merupakan jumlah total rumah rusak yang berada di kawasan kabupaten Kediri, Jawa Timur (Data Kerusakan Erupsi Kelud, Pemkab Kediri). Belum lagi kerusakan lahan pertanian akibat erupsi Gunung Kelud, kondisi ini memperparah kerugian bagi masyarakat. Hal ini disebabkan, mayoritas masyarakat di lereng Gunung Kelud berprofesi sebagai petani, dan erupsi terjadi saat musim panen akan tiba. Berbagai kerugian yang diterima oleh korban akan menjadi stressor bagi para korban. Kehilangan rumah, harta benda, pekerjaan, dan ketidak jelasan akan masa depan merupakan kondisi tidak nyaman yang membutuhkan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik. Apabila seseorang individu tidak mampu bertahan dan melakukan proses adaptasi yang baik ketika menghadapi kondisi yang tidak nyaman, maka individu

16 tersebut rawan terkena gangguan psikologis. Dalam keadaan bencana, semakin besar kerugian yang dialami korban, maka semakin besar pula peluang terjadinya gangguan psikologis pada masyarakat yang menjadi korban bencana tersebut. Pada saat terjadi erupsi Gunung Kelud 2014, ada 4 Kecamatan di Kabupaten Kediri yang terdampak oleh erupsi kelud, ke empat kecamatan tersebut adalah kecamatan Puncu, kepung, Ngancar, dan Plosoklaten. Empat kecamatan ini merupakan daerah yang terdampak oleh erupsi Merapi secara langsung, namun besarnya dampak yang diterima oleh ke empat kecamatan ini berbeda-beda. Kecamatan yang mengalami kerusakan paling parah akibat erupsi Merapi adalah Kecamatan Puncu, sedangkan lainnya mengalami kerusakan yang cenderung lebih ringan. Berikut adalah data kerusakan akibat erupsi Merapi. Tabel 1.1: Data Perkiraan Kerusakan Rumah Akibat Erupsi kelud 2014 DATA PERKIRAAN KERUSAKAN AKIBAT ERUPSI GUNUNG KELUD. KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR. No Kecamatan Desa Jenis Kerusakan Berat Sedang 1 Puncu Puncu 1.732 433 Asmorobangun 1.756 504 Satak 756 189 2 Kepung Kebon Rejo 1.120 172 Kampung Baru 1.168 318 Besowo 1.842 460 3 Ngancar Mergourip 9 348 Pandantoyo 15 354 Jagul 16 221 Ngancar 19 312 Manggis 15 354 Kunjang 13 342 Bedali 14 412 Babadan 11 331 Sugihwaras 14 342 Sempu 17 334 4 Plosoklaten Wonorejo Trisulo 30 - Sepawon 60 - Jarak 15 - Jumlah Total 8.622 5,466

17 Besarnya dampak kerugian yang diderita oleh warga di lokasi terdampak erupsi Kelud akan membawa dampak baik bagi korbannya, terutama dampak ekonomi dan dampak psikologis. Kerugian akibat kehilangan rumah, kehilangan hasil panen yang sudah di depan mata, serta ketidak jelasan akan masa depan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi secara drastis akan berpengaruh pada kondisi psikologis korban bencana, dalam hal ini erupsi Gunung Kelud. Untuk bisa bertahan dalam menghadapi situasi seperti itu, dibutuhkan mekanisme adaptasi dalam diri masing-masing korban untuk mampu mengelola kondisi buruk tersebut agar tidak mempengaruhi kehidupan dan penghidupannya di masa datang. Kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik ketika menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan dinamakana resiliensi (Tugade dan federikson, 2004). Dalam hal ini yang dimaksud dengan kondisi tidak menyenangkan adalah kondisi berat yang tidak biasa dialami sebelumnya dan kondisi tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi secara positif (Anthony, 2009). Bencana, dalam hal ini erupsi Gunung Kelud bisa dikategorikan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan dan membutuhkan kemampuan untuk bertahan serta adaptasi yang positif. R- G Reed (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam menghadapi permasalahan hidup yang signifikan. Pada dasarnya, Resiliensi adalah kemampuan bawaan yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap manusia harus mempunyai resiliensi untuk mampu melewati tugas-tugas perkembangannya dengan sukses. Meskipun resiliensi adalah sebuah kemampuan bawaan manusia, namun resiliensi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Bernard (2003) menyebutkan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu personal strength dan environmental protective factor. Personal strength merupakan faktor resiliensi yang ada di dalam diri masing-masing individu, sedangkan environmental protective factor merupakan faktor lingkungan di luar individu yang berpengaruh terhadap tingkat resiliensi individu. Selain itu, kemampuan individu untuk bisa segera memenuhi

18 kebutuhan ekonominya juga dibutuhkan agar individu mampu segera pulih dari kondisi berat pasca bencana. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan resiliensi atau daya pulih pada masyarakat terdampak erupsi Gunung Kelud, terutama di Dusun Puncu, Desa Puncu, Kecamatan Puncu, kediri, Jawa timur. Dengan mengetahui kondisi resiliensi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka akan dapat dibuat kebijakan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, sebagai upaya penurunan risiko bencana (Disaster Risk Reduction). Karna, kemampuan resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung kelud akan menjadi faktor yang akan meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi bencana, dimana kapasitas merupakan faktor penting yang mampu menekan tingginya risiko akibat bencana. Hal ini sesuai dengan teori risiko, yaitu: R = H x V C Dimana R adalah risk atau risiko yang muncul akibat adanya bencana, sedangkan H adalah hazard atau potensi bencana, V adalah vulnerability atau kerentanan, dan C adalah capacity atau kapasitas. Berdasarkan rumusan tersebut bisa disimpulkan bahwa kapasitas berbanding terbalik dengan risiko, sehingga bisa disimpulkan semakin tinggi kapasitas maka risiko yang muncul semakin kecil. Kapasitas terdiri dari berbagai jenis, antara lain kapasitas fisik, kapasitas ekonomi, kapasitas sosial, dan lain sebagainya. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap kapasitas masyarakat berupa resiliensi yang dimiliki oleh masyarakat di Dusun Puncu, sebagai upaya mengurangi risiko akibat bencana, terutama bencana erupsi Gunung Kelud. 1.2 Permasalahan Penelitian Pada saat terjadi erupsi Gunung kelud bulan Februari tahun 2014, dusun Puncu di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri Jawa Timur adalah dusun yang terdampak erupsi cukup

19 parah, dimana 100% bangunan yang ada di lokasi tersebut mengalami kerusakan. Dari data yang didapatkan oleh pemerintah Kabupaten Kediri menunjukkan bahwa dusun ini 1.732 rumah penduduk mengalami rusak berat, dan 1.756 rumah mengalami rusak sedang. Selain itu, lahan pertanian warga juga ikut hancur akibat erupsi Gunung Kelud, padahal kondisinya saat itu adalah masa panen. Hal ini mengakibatkan, warga gagal panen dan sempat mengalami paceklik, bahkan lahan pertaniannya masih belum bisa kembali seperti semula sampai penelitian ini dilaksanakan. Kerugian yang dialami oleh masyarakat di Dusun Puncu tentulah sangat berat, mereka harus kehilangan tempat tinggal, harta, benda, dan mata pencaharian sehari-hari. Berbagai tumpukan masalah ini merupakan beban yang sangat berat bagi masyarakat, dan dibutuhkan pola adaptasi yang baik untuk bisa segera kembali hidup normal seperti sebelum terjadi bencana. Terhitung sejak kejadian bencana, saat ini sudah 9 bulan masyarakat melewati masa-masa berat pasca bencana. Penelitian ini ingin melihat, sejauh mana kemampuan resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung Kelud di Dusun Puncu, setelah 9 bulan mengalami bencana. Serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya kemampuan resiliensi mereka. Dengan begitu, akan bisa dibuat usulan upaya manajemen pengurangan risiko bancana, pasca terjadinya erupsi Gunung Kelud. 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian dengan tema resiliensi memang sudah banyak sekali dilakukan, terutama yang berkaitan dengan bidang ilmu psikologi, baik dalam ruang lingkup bencana maupun non bencana. Untuk peneltian resiliensi di bidang kekebencanaan sendiri sudah banyak dilakukan, antara lain adalah yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian sebelumnya dengan tema Kebersyukuran sebagai Faktor Resiliensi pada Masyarakat Dusun Srunen, Cangkringan, Sleman DIY. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif-

20 fenomenologis untuk menggambarkan sebuah fenomena resiliensi pada masyarakat korban erupsi Merapi 2010, dimana dalam penelitian ini peneliti memfokuskan fenomena kebersyukuran pada masayarakat sebagai sebuah bentuk resiliensi yang bisa menjadi modal bagi mereka untuk segera pulih dari kondisi bencana. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, ternyata salah satu faktor nilai lokal yang sangat berpengaruh terhadap resiliensi masyarakat di Dusun Srunen adalah faktor kebersyukuran. Dimana pemaknaan akan kebersyukuran ini yang mampu membuat masyarakat bertahan dan beradaptasi positif dengan kondisi yang tidak meyenangkan. Salah satu contoh penelitian resiliensi lain di bidang kebencanaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Anita Novianty dengan judul penelitian Penyesuaian Dusun Jangka Panjang ditinjau dari Resiliensi Komunitas Pasca Gempa. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur hubungan antara resiliensi komunitas dengan penyesuaian dusun Jangka Panjang. Titik tekan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi resiliensi komunitas masyarakat Dusun Jangka Panjang, dikaitkan dengan proses adaptasi mereka setelah menghadapai bencana. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan yang siginifikan antara resiliensi komunitas dengan penyesuaian dusun Jangka Panjang. Selain kedua penelitian diatas, masih banyak penelitian dengan tema resiliensi di bidang kebencanaan. Salah satu hal penting yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada pembahasan tema resiliensi itu sendiri, dimana dalam penelitian ini lebih menekankan pada kondisi resiliensi individu masyarakat Dusun Puncu, dan bagaimana resiliensi yang dipunyai oleh masyarakat bisa menjadi modal (capacity) bagi mereka untuk menurunkan risiko yang mungkin terjadi akibat bencana erupsi Gunung Kelud.

21 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui daya resiliensi masyarakat Dusun Puncu, Kecamaan Puncu, Kediri Jawa Timur pasca menghadapi bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada bulan Februari 2014. b. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya resiliensi masyarakat korban erupsi Gunung Kelud 2014. c. Membuat usulan kebijakan pengurangan risiko bencana sebagai upaya untuk menurunkan risiko ataupun kerugian yang diakibatkan oleh bencana erupsi Gunung Kelud. 1.5 Manfaat Penelitian. Dengan melakukan penelitian ini, akan diketahui kondisi resiliensi masyarakat yang dijadikan lokasi penelitian serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan diketahuinya faktor-faktor resiliensi ini bisa dijadikan dasar dalam pengembangan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Faktor resiliensi merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat yang potensial untuk dikembangkan dalam membangun masyarakat tangguh dan berdaya dalam menghadapi bencana. Hendaknya dalam proses manajemen bencana tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai objek yang pasif saja, namun juga sebagai subjek yang bergerak secara aktif dalam memanajemen bencana yang mengancam kehidupan mereka.