BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

BAB I PENDAHULUAN UKDW

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

1. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

Sambutan Presiden RI pd Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi, di Jakarta, 25 Apr 2014 Jumat, 25 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

Sambutan Presiden RI pd Upacara Tawur Agung Kesangan Nasional, di Candi Prambanan, tgl. 20 Mar 2015 Jumat, 20 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

UPACARA AGAMA HINDU DI BALI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KONSERVASI TUMBUHAN. ( SUATU KAJIAN PUSTAKA)

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Pengerupukan Pra Hari Raya Nyepi di Kecamatan Wonosari

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya (1) Oleh: Wardizal, S.Sen., M.Si. Abstrak

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

TRADISI NYUNGGI PRATIMA PADA UPACARA MELASTI DI DESA BUDENG KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

KONSEP KURBAN DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM DAN HINDU (Sebuah Studi Perbandingan) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku bangsa. Setiap suku bangsa menyimpan kearifan tradisional yang memiliki kekhasan masing-masing dan memiliki ragam bentuk, yang berupa pitutur, upacara tradisional, sistem nilai dan norma, maupun mitos-mitos. Kearifan tradisional merupakan ajaran normatif yang mereka gunakan untuk mengatur hubungan sesama manusia, manusia dengan sang pencipta, dan manusia dengan lingkungan. Semua bentuk kearifan tradisional tersebut bermuara pada pengaturan pola relasi untuk mencapai keseimbangan hidup secara kosmologis. Terlihat dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali yang selalu identik dengan kegiatan upacara ritual. Masyarakat Bali mayoritas menganut agama Hindu, Konsep dasar ajaran Agama Hindu adalah Tri Hita Karana yaitu menjalin hubungan harmonis terhadap tiga aspek penyebab kebahagiaan. Didalam pelaksanaanya dilakukan melalui aktifitas upacara, karena melalui upacara, orang Hindu diharapkan tidak melupakan Tuhan, sesamanya dan lingkungan bahkan harus menyatu untuk mewujudkan kebahagiaan hidup. Upacara merupakan bagian dari tiga kerangka dasar agama Hindu yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, kebahagian dan kesejahteraan hidup serta kesucian lahir batin bagi umat Hindu Bali. Pelaksanaan upacara biasanya

2 bergandengan dengan yadnya seperti Dewa Yadnya, Pitra yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Pada awalnya, banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya. Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi(Tuhan Yang Maha Esa). Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan, sifat, dan lainlain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai korban. Yang terpenting adalah keikhalsan dalam beryadnya. Upacara yadnya yang dilaksanakan didasari atas Konsep Tri Hita Karana dan apabila diterapkan secara mantap, kreatif dan dinamis akan mewujudkan kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya, yang astiti bakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya. Masyarakat Bali pada umumnya melaksanakan kegiatan ritual keagamaan berdasarkan tradisi yang diwarisi dari para leluhur yang bersifat gogon tuwon (tradisi). Salah satu dari kegiatan ritual keagamaan yaitu upacara ritual Melasti. Upacara ritual Melasti merupakan salah satu rangkaian dari hari raya Nyepi atau Tahun Baru Saka, yang mana pelaksanaan Melasti ini dilaksanakan pada

3 Panglong 13 bulan Caitra (Sasih Kesanga) atau tiga hari sebelum hari raya Nyepi. Pelaksanaan ritual Melasti ini di tandai dengan pengambilan air suci yang disebut Thirta Amertha di tengah laut. Ritual Melasti ini dilaksanakan dengan mengusung pralingga dan Pretima (bangunan suci) yang ada di pura masing-masing ke sumber air (laut) yang merupakan simbol stana (tempat) dari para dewata. Masyarakat Hindu sangat menjunjung tinggi upacara ritual Melasti ini, Karena masyarakat Hindu yakin dengan melaksanakan ritual Melasti, masyarakat dan seluruh alam semesta akan bersih dari segala noda dan malapetaka, dan yang terpenting adalah mampu menjaga hubungan harnonis dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia dan lingkungan alam setempat. Makna Upacara Melasti yakni proses pembersihan lahir bathin manusia dan alam, dengan jalan menghayutkan segala (Leteh)kotoran menggunakan air kehidupan dalam hal ini Thirta Amerta dari laut. Oleh karena itu,pelaksanaan ritual Melasti ini dilakukan di sumber-sumber air. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) agar Umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi. Pelaksanaan Upacara ritual Melasti yang sarat dengan nilai-nilai luhur diharapkan mampu menuntun umat Hindu dalam menjaga hubungan harmonisnya terhadap tiga aspek yang di sebut Tri Hita Karana, yaitu menjalin hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia serta dengan lingkungan alam. Namun disisi lain tidak demikian adanya. Di sisi lain masih banyak tidak diketahuinya makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

4 Permasalah umum bagi umat Hindu adalah kurang memiliki pengetahuan tentang filsafat dan makna setiap pelaksanaan upacara. Mereka bisa membuat melaksanakan upacara yadnya namun mereka kurang mengerti apa maksud dari upacara yang dilaksanakannya. Pada hal dalam pelaksanaannya upacara mengandung makna atau pesan kepada umat yaitu rasa takut, ketundukan dan kesucian kehadap Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian di atas, melihat kenyataan yang sekarang, nilai-nilai yang ada dalam ritual Melasti tersebut tidak teraplikasikan dengan baik dan benar, sehingga hubungan yang diharapkan harmonis, tidak bisa tercapai dengan baik. Dari latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti tentang upacara ritual Melasti di Kecamatan Toili Barat Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, dengan formulasi judul: MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan untuk dijadikan rujukan dan acuan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan ritual Melasti di Kecamatan Toili Barat? 2. Apa tujuan pelaksanaan ritual Melasti? 3. Sarana-sarana dan simbol apa saja yang digunakan dalam ritual Melasti? 4. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam ritual Melasti?

5 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dimagsudkan untuk mengkaji dan menggambarkan upacara ritual Melasti pada masyarakat Hindu. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan tata cara pelaksanaan ritual Melasti pada masyarakat Hindu-Bali di Kecamatan Toili Barat. 2. Untuk mengetahui tujuan pelaksanaan ritual Melasti. 3. Untuk mengetahui sarana-sarana dan simbol yang digunakan dalam ritual Melasti 4. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Melasti. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh pengalaman bermanfaat didalam pengembangan sikap ilmiah. 2. Untuk menjadi bahan referensi bagi masyarakat Hindu-Bali yang berada di Kecamatan Toili Barat. 3. Dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti dan penulis selanjutnya dalam menggali budaya masyarakat Hindu-Bali khususnya dalam upacara Melasti. 4. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya kebudayaan daerah suku bali di Kecamatan Toili Barat.