BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sholihatun Azizah, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. 2010), hlm. 1. Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran yang sukar, dan masih banyak siswa yang bertanya tentang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Matematika telah memberikan kontribusi dalam pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. dari yang mudah sampai yang rumit. Hal itu berguna untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Secara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enok Ernawati, 2013

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang mempelajari bilangan, simbol-simbol, serta aturan tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematis. Dilihat dari sifatnya, matematika merupakan suatu kesatuan yang utuh dan terstruktur sehingga saling berhubungan satu sama lain. Mempelajari matematika tidak dapat terpisah, karena antara satu materi dengan lainnya saling berkaitan atau menjadi prasyarat untuk materi selanjutnya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Lebih lanjut mengenai definisi matematika, Fathani (2012, hlm. 23-24) menjelaskan bahwa matematika dapat dideskripsikan sebagai struktur yang terorganisasi, sebagai alat, sebagai bahasa artifisial dan lain-lain. Matematika sebagai struktur yang terorganisasi maksudnya adalah matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisasi yang terdiri atas beberapa komponen yang memiliki aksioma/postulat, pengertian pangkal, dan dalil/teorema. Matematika sebagai alat (tool) berarti alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan matematika sebagai bahasa artifisial dan akan memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks. Jaya (2013, hlm. 1) menyatakan bahwa matematika memiliki nilai-nilai yang strategis dalam menumbuhkembangkan cara berpikir logis, bersikap kritis, kreatif, dan inovatif serta mampu diterapkan dengan berbagai permasalahan baik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, maupun dengan pengetahuan lain. Selain itu Cockroft (dalam Iriani, 2014, hlm. 2) menjelaskan bahwa matematika diajarkan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kepekaan spasial. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap penting untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dengan pengetahuan lain. Sehingga wajar saja matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di

2 Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki jam pelajaran yang cukup banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lain, yaitu 4 jam perminggu untuk kelas VIII SMP. Berdasarkan uraian di atas, salah satu kemampuan yang dapat dibentuk dari pembelajaran matematika yaitu kemampuan berpikir logis. Menurut Syaiful (dalam Pamungkas, 2013, hlm. 21) berpikir logis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan tersebut benar sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya. Sedangkan menurut Suhana (2014, hlm. 13) kemampuan berpikir logis adalah kemampuan berpikir menurut pola tertentu atau prinsip-prinsip logika untuk memperoleh suatu kesimpulan. Kemampuan berpikir logis memuat kegiatan matematika lainnya seperti pemahaman, koneksi, komunikasi, penalaran logis, serta penyelesaian masalah secara logis. Suhana (2014, hlm, 23) menyatakan bahwa pada dasarnya kemampuan berpikir logis adalah kemampuan esensial yang perlu dimiliki dan dikembangkan pada siswa yang belajar matematika karena sesuai dengan visi matematika, tujuan pendidikan nasional, dan tujuan pembelajaran matematika sekolah serta diperlukan untuk menghadapi suasana bersaing yang semakin ketat. Adapun menurut Pamungkas (2013, hlm. 6), berpikir logis matematis merupakan bagian penting dari pemecahan masalah matematika, sedangkan pemecahan masalah merupakan esensi dari proses belajar-mengajar. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Grow (dalam Iriani, 2014, hlm. 3) yang menyatakan bahwa berpikir logis dalam matematika sangat erat kaitannya dengan pemecahan masalah. Kemampuan berpikir logis sangat diperlukan siswa untuk memahami suatu permasalahan matematis, karena dalam pemecahan masalah matematis terdapat langkah-langkah yang terkadang hanya dapat dilakukan dengan logika (Pamungkas, 2013, hlm. 5). Namun di sisi lain, masih terdapat beberapa siswa yang belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis. Hasil penelitian Suryadi (dalam Iriani, 2014, hlm. 4) terhadap siswa SMP kelas VIII di kota dan kabupaten Bandung

3 menyatakan bahwa kemampuan matematika yang menjadi sumber kesulitan bagi sebagian siswa yaitu pengajuan argumentasi serta penemuan pola dan pengajuan bentuk umumnya. Aktivitas berpikir erat kaitannya dengan penggunaan fugsi otak. Jensen (2008, hlm. 19-21) menjelaskan bahwa otak adalah organ tubuh yang paling kompleks pada manusia yang mengandung sekitar seratus miliar sel. Jumlah koneksi sel otak manusia dapat diestimasi menjadi sekitar seratus triliun (lebih dari estimasi jumlah atom di alam semesta yang telah dikenal). Otak memproses informasi dengan sangat efisien sehingga tak ada satu pun dalam kehidupan manusia yang dapat menyamai potensi belajar manusia. Otak manusia dengan segala potensinya menawarkan peluang untuk dimanfaatkan secara maksimum bagi kehidupan. Namun pada kenyataannya otak dipakai kurang dari 1% dari kapasitas dan potensi yang dimilikinya (Maulana, 2010, hlm. 2). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai penggunaan otak dalam aktivitas belajar supaya apa yang diterima dapat diproses dengan optimal. Hal tersebut berkaitan dengan pembelajaran seperti apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini, guru harus sebisa mungkin menghindari pembelajaran yang kaku sehingga siswa tidak hanya belajar matematika sebatas memahami prosedur untuk menyelesaikan soal matematika atau meniru contoh yang diberikan, karena menurut Jensen (2008, hlm. 24) pembelajaran tradisional telah mengabaikan keadaan kehidupan individual mereka dan juga mengabaikan kebutuhan otak mereka. Metode ekspositori merupakan pembelajaran berupa penyampaian informasi atau bahan ajar yang telah disusun hingga final secara langsung oleh guru melalui metode ceramah. Suherman (2003, hlm. 171) menjelaskan bahwa ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan guru sebagai pemberi informasi atau bahan pelajaran. Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pembelajaran, menerangkan materi kemudian contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja.

4 Perlu diingat bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam otaknya sendiri-sendiri (Pamungkas, 2013, hlm. 3). Untuk itu guru harus mengurangi penggunaan gaya intralinier, terstruktur, dan terprediksi yang dapat menghalangi kemampuan belajar otak, karena pelajaran yang berurut-urutan dan rutinitas yang kaku mengabaikan kompleksitas nyata otak manusia (Jensen, 2008, hlm. 21-25). Salah satu alternatif pembelajaran yang bisa diterapkan agar siswa dapat membangun pengetahuan dalam otaknya sendiri-sendiri dan tidak mengabaikan kebutuhan otak mereka adalah brain-based learninng atau bisa disebut dengan pembelajaran berbasis otak. brain-based learninng keterlibatan strategi yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang berasal dari suatu pemahaman tentang otak (Jensen, 2011, hlm. 5). brain-based learninng adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain alamiah untuk belajar. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al-Azzy dan Budiono (2013), penerapan strategi Brain-based learninng dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam hal ini, kemampuan berpikir logis merupakan salah satu kemampuan matematika yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini didasarkan pada penjelasan Sumarmo (dalam Saragih, 2007, hlm. 2) bahwa keterampilan matematika (doing math) dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah di dalamnya termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung, menggunakan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur baku, sedangkan kegiatan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi diantaranya kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logik, menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara matematik, dan mengaitkan ide matematik dengan kegiatan berpikir lainnya. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melihat pengaruh penggunaan strategi brain-based learning terhadap kemampuan berpikir logis siswa SMP dengan melakukan penelitian yang berjudul: Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui strategi Brain-Based Learning.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir logis siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Brain-based learninng lebih baik daripada metode ekspositori? 2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Brain-based learninng? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan berpikir logis siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Brainbased learninng dan pembelajaran matematika dengan metode ekspositori. 2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Brain-based learninng. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan: 1. Dapat digunakan untuk untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa. 2. Sebagai informasi dan memberikan kesempatan bagi pembaca untuk mengenal pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Brain-based learninng. 3. Sebagai sarana pengapilkasian pengetahuan dan ilmu yang telah diperoleh peneliti serta merepresentasikan dalam bentuk tulisan sehingga dapat mengembangkan kemampuan diri peneliti. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan penafsiraan maka istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

6 1. Kemampuan Berpikir Logis Kemampuan berpikir logis adalah kemampuan memperoleh kesimpulan yang sah dan benar berdasarkan fakta yang ada sesuai aturan-aturan logika. Adapun indikator kemampuan berpikir logis yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan proporsi yang sesuai, kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan contoh-contoh, kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan data yang ada, dan kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan hubungan antara dua variabel. 2. Brain-Based Learning Brain-based learning adalah serangkaian strategi pembelajaran dengan melibatkan prinsip yang berasal dari pemahaman otak yang didesain alamiah untuk belajar agar pembelajaran yang dilakukan dapat mengoptimalkan fungsi otak yang beragam. Adapun tujuh tahapan dalam strategi brain-based learning diantaranya tahap pra-paparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan pengkodean memori, tahap verifikasi dan pengecekan kepercayaan, serta tahap selebrasi dan integrasi. 3. Motode Ekspositori Metode ekspositori merupakan pembelajaran berupa penyampaian informasi atau bahan ajar yang telah disusun hingga final secara langsung oleh guru melalui metode ceramah pada waktu-waktu yang diperlukan.