BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI & REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. tantangan pembangunan dimasa yang akan datang. Pembentukan sumber daya. yang saling berhubungan dalam pembentukan kualitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Keluarga menjadi tempat pertama seseorang memulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. asusila, kekerasan, penyimpangan moral, pelanggaran hukum sepertinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB V PEMBAHASAN. mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. sehingga disebut usia emas (golden age). Oleh karena itu, kesempatan ini hendaknya

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya,

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam aspek sifat, sikap, minat dan kepribadian sosial anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia 0-6 tahun disebut juga sebagi usia kritis dalam rentang perkembangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

HASIL. Karakteristik Remaja

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan hal yang menjadi bagian terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang perlu diingat bahwa tidak semua informasi yang diperoleh anak dari

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan tentang bentuk-bentuk. kerjasama guru dan orang tua dapat disimpulkan, sebagai berikut:

BAB III PENYAJIAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB IV ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK AL-KARIMAH DI LINGKUNGAN KELUARGA TIDAK MAMPU DESA BULAKPELEM KEC. SRAGI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

2015 DAMPAK IBU BEKERJA SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI LUAR NEGERI TERHADAP BERUBAHNYA FUNGSI DAN PERAN ANGGOTA KELUARGA

2015 POLA ASUH ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA IBU YANG BERPROFESI BURUH

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perhatian serius bagi orang tua yang tidak menginginkan anak-anaknya. tumbuh dan berkembang dengan pola asuh yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat untuk perkembangan anak. organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation) yang

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. tonggak majunya suatu negara. Diera globalisasi ini pendidikan semakin

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI & REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapat kesimpulan sebagai berikut : Pertama, karakteristik keluarga TKW yang menjadi responden penelitian ini adalah sebagai berikut, usia suami istri keluarga TKW tersebut ada pada tahapan usia produktif, yaitu pada rentang 26-50 tahun. Sementara usia anak-anak mereka ada pada rentang usia 6-25 tahun, dimana hanya tiga orang dari mereka berusia lebih dari 19 tahun. Jadi, sebagian besar anak-anak tersebut (sembilan orang) ada pada rentang usia sekolah (6-18 tahun). Selanjutnya, mata pencaharian ayah bervariasi mulai dari sopir taksi, pedagang buah-buahan, pegawai swasta, serabutan (adakalanya sebagai kuli bangunan), dan buruh tani. Sementara itu, semua istri mereka berprofesi sebagai TKW di Saudi Arabia. Tentang Status Sosial-Ekonomi mereka, ditinjau dari pendidikan suami mulai dari tamat SD sampai tamat SMA; sedangkan tingkat pendidikan para istri, mulai dari tidak tamat SD sampai ada yang tamat SMP. Sementara untuk tingkat pendidikan anakanak mereka cukup bagus, artinya tidak ada satupun anak usia sekolah yang tidak bersekolah dalam keluarga TKW tersebut. Bahkan ada seorang anak yang saat ini menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Karawang. Selanjutnya yang menyangkut pendapatan suami cukup bervariasi, mulai dari rentang Rp 600.000 sampai Rp 4.000.000,- tiap bulannya. Sedangkan pendapatan para istri sebagai TKW saat ini rata-rata adalah 1500 real. Adapun besar keluarga (family size) TKW tersebut, mulai dari tiga sampai lima orang di setiap keluarganya, baik yang merupakan keluarga inti (ayah dan anak-anak mereka), ataupun yang merupakan keluarga luas (ayah, anak-anak, dan kerabat yang tinggal se rumah dengan keluarga TKW tersebut). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keluarga TKW yang menjadi responden penelitian ini, suami-istrinya berada pada usia produktif; sebagian besar anak-anak mereka berada pada usia sekolah, dan semuanya bertatus sebagai pelajar/mahasiswi; sebagian besar ayah mempunyai mata pencaharian tetap, hanya satu yang bermata pencaharian serabutan, sementara semua istri mereka bekerja sebagai TKW di Arab Saudi; besar keluarga berkisar dari tiga sampai lima orang, baik yang merupakan 303

304 keluarga inti (ayah dan anak-anak), maupun keluarga luas (ayah, anak-anak; dan kerabat yang tinggal dengan mereka). Kedua, tipologi pola asuh ayah dalam kelima keluarga TKW yang menjadi fokus penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu autoritatif, permisif, dan autoritarian., dimana sebagian besar ayah mempunyai kecenderungan menggunakan tipe pola asuh autoritatif. Para ayah yang berkecenderungan menggunakan tipe pola asuh autoritatif tersebut, secara umum mempunyai karakteristik sebagai berikut : memberi kebebasan dengan batasan-batasan tertentu saat mengasuh anak; penuh kasih sayang, kehangatan, kelembutan, dan keakraban ketika mengasuh anak; menjelaskan secara terperinci tujuan dibuatnya sebuah peraturan, dan mengapa anak harus mematuhinya; terjalin komunikasi yang harmonis antara ayah dan anak-anak; memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemandiriannya; menghormati keputusan, pendapat, dan kepribadian anak, sebatas hal itu baik bagi mereka, agar anak bertambah percaya diri, karena merasa dihargai dan diakui keberadaannya oleh sang ayah. Sedangkan ayah yang berkecenderungan menggunakan pola asuh permisif, mempunyai karakteristik antara lain, memberikan kebebasan kepada anak-anak dalam bersikap dan berperilaku; sangat melibatkan diri dalam kehidupan anak, sehingga hubungan dengan anak sangat dekat; tidak pernah menuntut apapun kepada anak; tidak pernah melakukan pengendalian-pengendalian ketika mengasuh anak; tidak pernah menghukum, saat anak melakukan kesalahan; jarang ikut campur dalam kehidupan pribadi anak; selalu menuruti semua keinginan dan kemauan anak; serta tidak pernah mengontrol saat mengasuh anak. Sementara itu, ayah yang berkecenderungan menggunakan pola asuh autoritarian mempunyai karakteristik sebagai berikut, banyak menerapkan aturan, dan semuanya harus dipatuhi anak tanpa kecuali dan kompromi; tidak pernah mengomunikasikan secara jelas peraturan yang dibuat kepada anak; anak tidak diberi kesempatan menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti olehnya; Ayah selalu memberi peringatan tegas bahkan menghukum secara fisik, bila anak melanggar peraturan yang ada; semua keputusan yang berkaitan dengan kehidupan dan keperluan anak, ditentukan sendiri oleh ayah.

305 Ketiga, sejumlah nilai karakter yang ditanamkan di lingkungan kelima keluarga TKW tersebut, meliputi sejumlah nilai karakter yang bersumber dari budaya, agama, dan falsafah bangsa Indonesia. Nilai-nilai karakter tersebut juga selaras dengan Desain Induk Pendidikan Karakter di Indonesia, yang meliputi halhal berikut ini, Olah Hati (Spiritual and emotional development), yang menanamkan nilai religius, jujur, tanggung jawab dan toleransi; Olah Pikir (intellectual development), yang menanamkan nilai rasa ingin tahu; Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), yang menanamkan nilainilai peduli lingkungan dan bersahabat/komunikatif; dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development), yang menanamkan nilai-nilai karakter peduli sosial, kreatif, demokratis, disiplin, kerja keras, dan mandiri dalam diri anak-anak di lingkungan keluarga tersebut. Keempat, perbedaan tipologi pola asuh yang digunakan ayah, akan berpengaruh juga terhadap perbedaan karakter anak-anak mereka. Dari seorang ayah yang berkecenderungan menggunakan pola asuh autoritatif, muncul anak yang berkarakter mandiri, bertanggung jawab, toleran, komunikatif (mampu menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya), sehingga mudah bergaul, adaptif (mudah menyesuaikan diri di lingkungan dimana dia berada), mampu menyelaraskan antara harapan orang tua dengan keinginan pribadinya, tidak manja, dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Jarang sekali anak dari para ayah yang berkecenderungan menggunakan tipologi pola asuh autoritatif ini, terlibat kenakalan remaja. Fenomena ini mengindikasikan bahwa mereka cukup mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dari pola asuh permisif yang cenderung digunakan ayah, muncullah karakter anak yang egois, harus terus menerus dituruti keinginannya; sulit diatur/mengendalikan sikap dan perilakunya; dan cenderung berperilaku sekehendak hatinya. Hal ini berimbas dalam kehidupan sehari-harinya, dimana anak kesulitan bergaul dengan teman sebayanya karena suka mendominasi dan kurang mampu menghargai pendapat orang lain. Sikap ayah yang tidak pernah menghukum ketika anak melakukan kesalahan, mengakibatkan sang anak tumbuh sebagai sosok yang suka melawan siapa saja yang tidak berkenan di hatinya, dengan asumsi orang lainpun akan bersikap sama dengan ayahnya, memaklumi

306 semua sikap, ucap, dan perilakunya. Kebiasaan ayah yang tidak pernah mencampuri urusan pribadi sang anak, berakibat anak tumbuh sebagai pribadi yang perilakunya cenderung bebas, dan malas belajar, sehingga prestasi akademiknya kurang bagus. Selanjutnya, karakter yang dihasilkan dari tipologi pola asuh ayah yang cenderung autoritarian, menjadikan anak tumbuh sebagai pribadi yang kurang mandiri dan kurang bertanggungjawab; kemampuan berkomunikasinya lemah, sehingga anak terkesan pendiam, dan sikapnya kurang bersahabat; mereka cenderung kurang suka bergaul, dengan sendirinya temannyapun tidak banyak; dan tak jarang anak terlihat agresif dan mudah tersinggung. Kelima, intensitas interaksi antara ayah dan anak dalam keluarga TKW tersebut, berlangsung cukup baik. Secara umum tampaknya nyaris tidak ada perbedaan yang berarti pada sikap dan perilaku para ayah pengguna pola asuh autoritatif dengan permisif, ketika mereka berinteraksi dengan anak-anaknya. Hampir semua ayah menyatakan bahwa kontak dengan anak-anak selalu diadakan setiap hari, pada saat mereka berada di rumah, karena pada dasarnya memang ayah jarang bepergian jauh, kecuali responden yang berprofesi sebagai supir taksi di Jakarta. Para ayah menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak setiap harinya, menyangkut semua hal dalam kehidupan anak-anaknya, mulai dari kebutuhan sekolah, sampai kebutuuhan pribadi mereka. Bila suatu ketika ayah tidak ada di rumah, kontak dilakukan melalui HP. Ayah lebih memilih mengadakan kontak langsung dengan anak-anak mereka, sebab dirasa lebih efektif karena bisa langsung berbincang-bincang dan melihat ekspresi mereka, mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak. Bila ayah sedang ada di rumah, komunikasi selalu dilakukan dengan anak setiap hari, yang menyangkut rutinitas kehidupan anak, keperluan mereka, juga berbagai nasehat untuk kebaikan kehidupan mereka, misalnya pentingnya menjaga pola makan, sopan santun kepada yang lebih tua, juga tentang kasih sayang ayah kepada anak-anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi komunikasi efektif antara ayah dengan anak-anaknya dalam keluarga TKW tersebut. Sementara itu, pada ayah pengguna tipe pola asuh autoritarian, intensitas interaksi dengan anak-anaknya jarang sekali terjadi walaupun setiap hari mereka

307 bertemu, sebab ayah memang tidak terbiasa ngobrol dengan sang anak. Bila sesekali berbincang-bincang dengan anakpun, ayah hanya menegaskan tentang aturan yang harus mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Ayah jarang sekali mengontak anak, bila berada di luar rumah. Kecuali kalau dirasa ada hal yang penting sekali untuk disampaikan, barulah ayah menelpon anak. Walaupun jarang mengadakan kontak dengan anak, tapi intensitas interaksi yang lebih sering terjadi bila sesekali ayah melakukan hal tersebut adalah kontak langsung, itupun hanya sekedar menegaskan berbagai aturan yang ayah berikan dan harus ditaati oleh anak-anaknya. Dalam hal komunikasi, sikap ayah tidak jauh berbeda. Beliau jarang berkomunikasi dengan anak, kalaupun sesekali komunikasi itu terjadi hanya berupa penegasan terhadap berbagai peraturan yang harus ditaati anak. Sekalipun demikian, intensitas komunikasi yang dilakukan lebih sering dilakukan secara langsung, yang dirasa lebih efektif dilakukan untuk mempertegas berbagai perintah yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Bila suatu ketika ayah tidak ada di rumah, dan ada hal yang dirasa sangat penting untuk dikomunikasikan, barulah ayah menelpon anak. Komunikasi efektif antara ayah dengan anak, tidak pernah terjadi dalam keluarga TKW dimana sang ayah adalah pengguna tipe pola asuh autoritarian. Hal tersebut dapat dimengerti karena ayah jarang sekali berinteraksi dengan anak. Kontak dan komunikasi yang sesekali terjadi hanya digunakan ayah untuk mempertegas pemberlakuan berbagai aturan yang dibuatnya agar ditaati oleh anak-anaknya. Keenam, intensitas interaksi antara anak dengan anak dalam keluarga TKW tersebut mengalami perbedaan, tergantung kepada tipe pola asuh yang digunakan ayah mereka. Pada anak-anak yang ayahnya berpola asuh autoritatif, kontak dan komunikasi nyaris selalu terjadi setiap harinya karena memang mereka tinggal se rumah, kecuali pada salah satu keluarga dimana sang adik kos di kota, kontak dan komunikasi tetap sering terjadi dan dilakukan walaupun secara tidak langsung, misalnya mengontak dan berkomunikasi menggunakan HP. Hal itu pula yang dilakukan kakak, ketika berada di luar rumah. Mereka juga menyatakan bahwa kontak dan komunikasi secara langsung dirasa lebih efektif, karena bisa bertatap muka secara langsung, mendengar jelas apa yang akan diperbincangkan, sehingga terhindar dari kesalahpahaman.

308 Pada Anak-anak dimana sang ayah berpola asuh permisif dan autoritarian, pertemuan terjadi setiap harinya, namun tidak diikuti dengan kontak dan komunikasi diantara mereka. Dalam keluarga dimana ayah berpola asuh permisif, anak terbiasa dituruti semua keinginannya, kontrol ayah terhadap perilaku anakpun rendah, sehingga anak tidak pernah belajar berempati terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kehidupannya, termasuk juga tentang kondisi psikologis adiknya. Hal tersebut berakibat terhadap rendahnya intensitas kontak dan komunikasi diantara mereka. Begitu juga yang terjadi pada anak-anak dimana sang ayah menggunakan pola asuh autoritarian. Sikap ayah yang sangat terbatas dalam menggunakan komunikasi verbal, berpengaruh terhadap perilaku anak-anak mereka, yang pada akhirnya kurang pandai berkomunikasi dengan orang lain juga. Ketujuh, keterlibatan para kerabat (nenek dan uwa) dalam pengasuhan anak-anak di keluarga TKW tersebut sudah cukup lama, ada yang memang sudah dilakukan sejak anak-anak tersebut lahir, ada juga yang baru mulai terlibat semenjak ibu mereka pergi ke luar negeri. Beberapa diantara mereka ada yang tinggal se rumah dengan keluarga TKW tersebut, ada juga yang tidak (tinggal di sebelah rumah keluarga TKW tersebut). Intensitas pengasuhan yang mereka lakukan cukup sering, terutama ketika ayah mereka bekerja, yang meliputi pemenuhan keperluan cucunya, serta memperhatikan kegiatan mereka sepulang sekolah. Bahkan, seorang nenek dari ayah pengguna pola asuh autoritarian menyatakan, bahwa intensitas pengasuhan yang dilakukannya lebih sering dibandingkan dengan ayah anak-anak tersebut. Tipe pengasuhan yang diterapkan oleh para kerabat tersebut, umumnya cenderung menggunakan tipologi pola asuh autoritatif, hal tersebut tercermin dari sikap disiplin tapi penuh kehangatan dan kasih sayang yang mereka terapkan; memanjakan pada saat-saat tertentu, walaupun tidak berlebihan; menasehati agar menjadi anak sholeh, baik hati, dan tidak nakal; memberitahu anak apa yang seharusnya mereka lakukan. Ada juga seorang nenek yang mengasuh cucunya dengan tipe pola asuh yang cenderung serupa dengan yang diterapkannya ketika mengasuh sang ayah dulu, yaitu permisif, yang tercermin dari kebiasaan sang nenek yang selalu membantu memenuhi semua keperluan cucunya.

309 Materi pengasuhan yang diberikan Nenek dan Uwa dalam upaya membina karakter anak dalam keluarga TKW tersebut, terutama berkaitan dengan dasardasar agama; etika atau tata karma; sikap kemandirian, tanggung jawab, dan kedisiplinan yang dirasa perlu untuk bekal hidup mereka, sebagai anak-anak keluarga TKW dimana ibunya dalam kurun waktu tertentu tidak ada di rumah. Berdasarkan simpulan penelitian tersebut, dapat dikemukakan dalil-dalil berikut ini : 1. Pola asuh merupakan sebuah proses pendidikan dan pemeliharaan orang tua kepada anak, sejak kecil hingga dewasa, yang dilandasi rasa kasih sayang dan ketulusikhlasan, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan psikisnya, menuju terbentuknya insan yang berkarakter mulia. 2. Agar terbentuk anak yang berkarakter mulia, harus dibinakan sejumlah nilai karakter yang bersumber dari budaya, agama, dan falsafah bangsa Indonesia, yang selaras dengan Desain Induk Pendidikan Karakter di Indonesia, yang meliputi hal-hal berikut ini, Olah Hati (Spiritual and emotional development); Olah Pikir (intellectual development); Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). 3. Tipologi pola asuh yang digunakan ayah, yang adakalanya dipengaruhi oleh tipologi pola asuh yang diterimanya di masa lalu, merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan karakter mulia dalam diri anak. 4. Penggunaan tipologi pola asuh ayah yang berbeda, akan menghasilkan karakter yang cenderung berbeda pula dalam diri anak. 5. Penerapan tipologi pola asuh yang tepat, disertai dengan Intensitas interaksi antara ayah dengan anak yang harmonis, selama ibu tidak berada di rumah, berpengaruh baik terhadap tumbuhnya karakter mulia dalam diri anak. 6. Keterlibatan kerabat dalam pengasuhan anak, di lingkungan keluarga TKW selama kepergian ibu, cukup penting artinya dalam upaya pembinaan karakter mulia pada diri anak. 7. Tipologi pola asuh autoritatif yang digunakan ayah, cenderung menghasilkan anak yang berkarakter mandiri, bertanggung jawab, toleran, komunikatif, adaptif, mampu menyelaraskan antara harapan orang tua dengan keinginan

310 pribadinya, serta mempunyai kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukan hal-hal positif dalam kehidupannya. 5.2. Implikasi Hasil penelitian ini, antara lain menyatakan terdapat tiga tipe pola asuh yang digunakan ayah dalam upaya membina karakter anak-anaknya, yaitu autoritatif; permisif; dan autoritarian. Tipe pola asuh autoritatif yang lebih banyak dipilih oleh para ayah yang menjadi responden penelitian ini, yang mempunyai karakteristik antara lain adanya penghargaan ayah terhadap keberadaan anak; pemberian kontrol; perhatian; bimbingan; dan pengarahan terhadap kehidupan pribadi anak, dengan penuh kasih sayang, antara lain menghasilkan karakter anak yang mampu menyelaraskan antara harapan orang tua dan keinginan pribadinya; mudah bergaul dengan siapa saja; komunikatif dan adaptif; mandiri dan punya kepercayaan diri yang tinggi. Berdasarkan paparan tersebut, dapat dinyatakan bahwa hasil penelitian ini dapat berimplikasi bagi semakin luasnya pemahaman para orang tua tentang keunggulan sejumlah karakteristik tipe pola asuh autoritatif yang dapat menumbuhkan sejumlah karakter mulia dalam diri anak. Selanjutnya, hasil penelitian ini juga dapat berimplikasi bagi pemahaman masyarakat luas bahwa penggunaan tipologi pola asuh yang berbeda, akan menghasilkan karakter yang berbeda pula dalam diri anak. Pemilihan tipe pola asuh yang tepat, dapat menumbuhkan karakter baik dalam diri anak. Antara lain sikap mandiri, yang tentunya sangat berguna untuk dimiliki oleh setiap anak, terutama anak-anak di lingkungan keluarga TKW yang ibunya tidak ada di rumah dalam kurun waktu tertentu. Sementara itu, bagi Prodi Pendidikan Umum SPS UPI, diharapkan penelitian ini berimplikasi terhadap pengembangan pemahaman tentang pentingnya praktik pola asuh orang tua (khususnya ayah), dalam membina karakter mulia pada diri anak; bagi para mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi, yang nantinya akan berprofesi sebagai guru mata pelajaran Sosiologi di masa yang akan datang, hasil penelitian ini diharapkan dapat berimplikasi pada pengembangan materi ilmu Sosiologi, terutama yang berhubungan dengan konsep

311 keluarga, interaksi sosial, dan sosialisasi; sebagai materi kunci pembinaan karakter dalam diri seorang anak. 5.3. Rekomendasi Rekomendasi/saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : a. Bagi Orang Tua Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, yang berkewajiban membina karakter mereka. Tanggung jawab dan pelaksanaan pengasuhan terhadap anak di lingkungan keluarga harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, yaitu ayah dan ibu. Ketidakhadiran ibu dalam kurun waktu tertentu bukan berarti terhentinya proses tersebut. Agar pelaksanaan pengasuhan dalam upaya membina karakter anak tidak terhambat selama kepergian ibu, maka ayah diharapkan mampu mengoptimalkan perannya sebagai penganggungjawab utama pengasuhan anak-anak mereka. Hendaknya ayah juga mampu memilih tipe pola asuh yang tepat, sehingga dapat menumbuhkembangkan karakter baik dalam diri anak. Sementara itu,walaupun ibu sedang tidak berada di rumah, diharapkan interaksi antara ibu dan seluruh anggota keluarga (terutama ayah dan anak-anaknya) tetap terjalin, melalui komunikasi yang efektif diantara mereka. Sehingga hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pembinaan karakter anak oleh ibu, walaupun dilakukan secara tidak langsung. b. Bagi Anak-anak di Lingkungan Keluarga TKW Anak adalah amanah bagi orang tua, yang harus dibina karakternya dan diperjuangkan masa depannya sehingga menjadi insan yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Melalui tipologi pengasuhan yang diberikan oleh ayah dan kerabat, diharapkan anak-anak dalam keluarga TKW tersebut mampu menumbuhkan karakter mulia dalam dirinya. Mereka juga harus mampu bersikap dan berperilaku mandiri, agar tidak terlalu merepotkan ayah dan kerabatnya tersebut. Mengingat motivasi utama ibu bekerja sebagai TKW di luar negeri adalah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, terutama yang berhubungan dengan keberlangsungan pendidikan anak-anaknya di masa yang akan datang, maka harus disadari betul tumbuhnya semangat untuk bekerja keras

312 dalam diri mereka untuk menempuh jenjang pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan yang dicita-citakan oleh kedua orang tuanya. c. Bagi Kerabat di lingkungan Keluarga TKW Kerabat (baik yang tinggal se rumah ataupun tidak), merupakan anggota keluarga terdekat yang punya kesempatan banyak terlibat dalam pengasuhan anak di keluarga TKW, ketika ibu tidak berada di rumah. Oleh karena itu, diharapkan kepeduliannya terhadap pengasuhan dan pembinaan karakter anak-anak di lingkungan keluarga TKW tersebut, terutama ketika ayah sedang bekerja di luar rumah. Pemilihan tipologi pola asuh dan materi yang tepat saat mengasuh anakanak tersebut, hendaknya dapat membantu memaksimalkan tumbuhnya karakter mulia dalam diri mereka. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini hanya sebatas mengamati tipologi pola asuh ayah dalam membina karakter anak di lingkungan keluarga TKW tersebut. Peneliti berharap, dalam penelitian selanjutnya yang merupakan kelanjutan dari penelitian ini, secara khusus dapat mengamati tentang pengaruh tipologi pola asuh ayah terhadap tumbuhnya kemandirian dalam diri anak-anak dalam keluarga TKW tersebut. Hal ini dirasa perlu, mengingat tanpa kehadiran ibu, anak-anak dalam keluarga TKW tersebut dituntut kemandiriannya sehingga tidak terlalu tergantung kepada ayah dan kerabat yang ikut mengasuh dirinya. Selain itu, diharapkan dapat ditelaah pula berbagai pengaruh tipologi pola asuh ayah dalam keluarga TKW, terhadap kehidupan anak yang berhubungan dengan dunia pendidikan formal, misalnya cita-cita untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, baik dalam diri anak ataupun orang tua; serta motivasi yang diberikan orang tua untuk berprestasi di sekolah. 5.4. Keterbatasan Penelitian Pengasuhan terhadap anak, merupakan tanggung jawab kodrati yang harus dilakukan orang tua sejak anak lahir hingga dewasa, yang meliputi pemenuhan berbagai kebutuhan anak, serta pembinaan perkembangan jasmani dan rohaninya,

313 yang berpengaruh penting dalam upaya pembinaan karakter mulia dalam diri mereka. Oleh karena itu, praktik pengasuhan terhadap anak harus dilakukan secara berkesinambungan dan penuh tanggung jawab oleh orang tua, terutama pada lima tahun usia pertama anak yang diyakini sebagai golden age, yang sangat berpengaruh penting terhadap terbentuknya kepribadian baik dalam diri mereka. Fungsi utama keluarga sebagai peletak dasar kepribadian anak, terutama diawali dalam lima tahun kehidupan anak tersebut. Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak di lingkungan keluarga, adalah tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu. Walaupun dalam kehidupan keluarga-keluarga di Indonesia pada umumnya, terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaan pengasuhan seorang anak lebih banyak dilakukan oleh ibu. Hal ini berkaitan erat dengan kecenderungan pembagian kerja antara pria dan wanita dalam sebuah keluarga, yang pada umumnya menyerahkan peran domestik ke tangan ibu, dan peran publik ke tangan ayah. Fenomena yang sering terjadi dewasa ini, dimana ibu juga ikut serta mencari nafkah di luar rumah, bukan berarti mengurangi tanggung jawabnya dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya di lingkungan keluarga. Walaupun keadaan ini bisa diatasi dengan kehadiran pihak lain yang dilibatkan dalam pengasuhan anak-anak mereka, tentunya hal ini tetap menimbulkan perbedaan, bila tanggung jawab pengasuhan itu dilakukan langsung oleh sang ibu. Pada saat ibu terposisikan tidak ada di rumah dalam kurun waktu tertentu, karena sedang menjalani profesi sebagai TKW di luar negeri, secara otomatis tanggung jawab pelaksanaan pengasuhan dan pendidikan anak di lingkungan keluarga beralih sepenuhnya kepada ayah. Tidak mudah tentunya bagi ayah, untuk mengemban amanat ini, sekalipun acapkali dibantu juga oleh kerabat baik yang tinggal se rumah ataupun berdekatan dengan rumah keluarga tersebut. Niat yang kuat, disertai ketulusikhlasan ayah dalam melaksanakan perannya mengasuh anak selama ibu tidak ada di rumah, juga pemilihan tipologi pola asuh yang tepat, diharapkan mampu menumbuhkan karakter mulia dalam diri anak. Namun tetap saja, beratnya tanggung jawab pelaksanaan pengasuhan yang dilakukan ayah, akan lebih terasa manakala anak yang ditinggalkan ibunya

314 sebagai TKW ke luar negeri tersebut, masih dalam usia di bawah lima tahun (balita). Keterbatasan penelitian ini memang tidak memfokuskan pada keluarga TKW yang anak-anaknya masih berusia balita. Maka diharapkan, berbagai penelitian selanjutnya yang akan dilakukan oleh berbagai pihak, bisa meneliti praktik pola asuh ayah dalam keluarga TKW, khususnya dalam keluarga yang anaknya berusia balita. Sehingga kelak, diharapkan muncul hasil penelitian tentang gambaran praktik pola asuh ayah dalam membina karakter anak-anaknya yang masih berusia balita, lengkap dengan berbagai kendala dan solusi yang ditempuh untuk mengatasi hal tersebut. Penelitian lanjutan ini dirasa penting untuk dilakukan, mengingat kebermaknaan tahapan golden age dalam kehidupan seorang anak, yang diyakini berpengaruh besar dalam terbentunya karakter mulia dalam diri anak, yang akan menjadi bekal yang sangat bermanfaat bagi mereka, dalam menjalani tahapan kehidupannya di masa yang akan datang.