PEMANFAATAN LAHAN-LAHAN SEMPIT DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BERTANAM VERTIKULTUR DI SMA POMOSDA NGANJUK Nuril Anwar*), Agustin Sukarsono**) ABSTRAKSI Dengan segala kesibukan yang dihadapi masyarakat di perkotaan yang membuat mereka tidak sempat untuk bertani, apalagi tidak tersedianya lahan yang cukup alias tidak punya ruang untuk bersentuhan dengan budidaya pertanian. Belum lagi sering pula kita lihat pada pemukiman yang cukup padat dan hemat lahan. Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat sebuah inovasi pertanian yang memanfaatkan media tanam yang tidak memakan tempat atau lahan yang cukup luas. Inovasi tersebut dinamakan vertikultur. Sistem pertanian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sementara itu, vertikultur organik adalah budidaya tanaman secara vertikal dengan menggunakan sarana media tanam, pupuk, dan pestisida yang berasal dari bahan organik non kimiawi. Sehingga pola tanamnya berbeda dengan cara tanam pada umumnya yang dilakukan oleh para petani diarea persawahan atau ladang. Metode Penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara pada narasumber dan observasi pada tanaman yang menggunakan teknik vertikultur sehingga akan didapatkan suatu data. Kemudian data diolah dengan membandingkan nilai efisiensi waktu dan biaya pengeluaran yang ada antara teknik bercocok tanam vertikultur dengan teknik cocok tanam secara konvensional. Ternyata nilai efisiensi waktu dan biaya pengeluaran bercocok tanam dengan teknik vertikultur lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan teknik bercocok tanam secara konvensional. Keyword : Lahan, Vertikultur, Konvensional. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Karena tanpa lahan manusia tidak bisa melakukan kegiatan sebagai salah satu bentuk mata pencaharian dalam hidupnya. Di zaman yang serba modern ini tentunya semakin banyak penduduknya, semakin banyak pula kebutuhannya. Hal tersebut berdampak pada semakin sedikit dan sempitnya lahan khususnya untuk bidang pertanian yang dewasa ini banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan komersial tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu ketersediaannya lahan perlu diperhatihatikan betul-betul karena hal tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup anak cucu kita kelak. Masalah yang sering menimpa masyarakat adalah bagaimana cara memanfaatkan lahan-lahan yang sempit baik itu di sekitar rumah ataupun sebagai contoh penelitian, di lingkungan SMA POMOSDA Nganjuk. SMA POMOSDA sendiri terletak di kecamatan Warujayeng Kabupaten Nganjuk yang disekitat lingkungannya terdapat banyak lahanlahan yang sempit dan kosong. Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan lahan-lahan yang sempit tersebut. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan teknik bercocok tanam dengan sistem vertikultur. Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan
menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertikal, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertikal. Jenis tanaman yang dapat ditanam dengan sistem ini pun sangat banyak, misalnya tanaman sayur semusim seperti sawi, selada, kubis, wortel, tomat, terong, cabai dan lain-lainnya. Banyak manfaat yang bisa diperoleh khususnya untuk para petani yang tidak memilki lahan untuk bertani, teknik ini bisa di jadikan alternatif atau solusi untuk bertani. Selain itu dengan teknik ini akan terjadi banyak penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma pun lebih kecil, dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, serta mudah untuk memonitoring atau pemeliharaan tanaman. Dengan teknik vertikultur ini para petani yang tidak memiliki lahan untuk bertani tidak kebingungan apabila hendak bercocok tanam. Selain lahan-lahan yang sempit akan dapat teratasi, biaya untuk pembuatannya murah, serta banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari sistem tanam vertikultur ini. Rumusan Masalah Begitu banyak manfaat yang dapat dipetik dari pemanfaatan teknik vertikultur dalam mengatasi lahan lahan sempit ini, namun akan kami kemukakan permasalahanpermasalahan yang sesuai dengan fenomena di atas yakni : a) Bagaimanakah cara mengatasi atau memanfaatkan lahan-lahan sempit? b) Bagaimana mekanisme atau proses pembuatan vertikultur? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diketahui tujuan dari penelitian ini yaitu : a) Memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan vertikultur. b) Menghemat pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Lahan Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia (Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang(brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i) komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan (ii) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO, 1976). Lahan sebagai suatu "sistem" mempunyai komponen- komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam 1
hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sys (1985) mengemukakan enam kelompok besar sumberdaya lahan yang sangat penting bagi pertanian, yaitu (i) iklim, (ii) relief dan formasi geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v) vegetasi, dan (vi) anasir artifisial (buatan). Dalam konteks pendekatan sistem untuk memecahkan permasalahan-permasalahan lahan, setiap komponen lahan atau sumberdaya lahan tersebut di atas dapat dipandang sebagai suatu subsistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya setiap subsistem ini tersusun atas banyak bagianbagiannya atau karakteristik- karakteristiknya yang bersifat dinamis (Soemarno, 1990). Dari beberapa pengertian tentang lahan maka dapat disimpulkan bahwa Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu. Vertikultur Vertikultur bisa diartikan sebagai budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang sempit secara optimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas memang terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan. Tingkat kesulitan bertanam secara vertikultur. Tergantung kepada model dan sistem tambahan yang dipergunakan. Dalam model sederhana, struktur dasar yang digunakan mudah diikuti dan bahan pembuatannya mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan di rumah-rumah. Sistem tambahan yang memerlukan keterampilan dan pengetahuan khusus, contohnya penggunaan sistem hidroponik atau drive irrigation (irigasi tetes) (Temmy, 2003). Vertikultur berasal dari bahasa inggris, yaitu vertical dan culture. Secara lengkap, dibidang budi daya tanaman, arti vertikultur adalah suatu teknik bercocok tanam diruang sempit dengan memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat (Temmy, 2003). Marsema Kaka Mone (2006), menjelaskan bahwa vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertikal, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertikal. Teknik ini berawal dari ide vertical garden yang dilontarkan oleh sebuah perusahaan benih di Swiss pada tahun 1944. Popularitas bertanam dengan dimensi vertikal ini selanjutnya berkembang pesat dinegara Eropa yang beriklim subtropis. Awalnya, sistem vertikultur digunakan untuk memamerkan tanaman ditanam umum, kebun, atau didalam rumah kaca (green house). METODE PENELITIAN Pendekatan dan Teknik Penelitian Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara. Teknik atau metode observasi ialah teknik penelitian yang berbasis pengamatan. Tim peneliti mengumpulkan referensi dari berbagai sumber baik dari buku, internet, maupun pengamatan secara langsung di lokasi objek. Sedangkan metode wawancara ialah teknik penelitian yang berbasis pengumpulan data dengan mewawancarai atau menggali informasi dari narasumber yang berkecimpung dalam bidang tersebut. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian 2
Tempat dilaksanakannya kegiatan penelitian ini dilakukan di area-area vertikultur di lahan sekitar SMA POMOSDA, Tanjunganom Nganjuk yang beralamat di jalan KH.Wachid Hasyim No.312, Desa/ kelurahan Tanjung, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengguakan teknik perbandingan, yaitu memperbandingkan nilai efisiensi waktu, biaya pengeluaran antara bercocok tanam secara vertikultur dengan bercocok tanam secara konvensional. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Hasil Penelitian Dari penelitian yang telah kita lakukan, kami telah mendapatkan data hasil penelitian. Sebagai contoh, berikut adalah data hasil penelitian penanaman sayur sawi dengan pola bercocok tanam yang ada di sawah dan dengan teknik vertikultur : 1. Penelitian pola bercocok tanam yang ada disawah (konvensional). Tabel 4.1 Pola bercocok tanam yang ada di sawah (konvensional). Jenis bercocok tanam Luas lahan Jumlah sayuran Konvensional 5 x 5 m 2 50 tanaman dengan jarak 10 cm 3 Biaya yang dibutuhkan (*) Rp. 400.000,- Banyak Pengairan (liter)/hari 200 liter Keterangan bintang (*) : - Biaya Persiapan lahan - Biaya Tanam - Biaya Perwatan - Biaya Tenaga Kerja Tabel 4.2 Tabel Data Efisiensi Bertanam Secara Vertikultur Kegiatan Efisiensi waktu Pengolahan lahan 2 3 hari Pengairan 1 hari Perawatan ( pemupukan, penyemprotan, penyiangan ) 12 jam 2. Penelitian pola bercocok tanam di lahan sempit dengan teknik vertikultur. Tabel 4.3 Pola bercocok tanam di lahan sempit dengan teknik vertikultur Jenis bercocok tanam Luas lahan Banyak media vertikultur vertikultur 5 x 5 m 2 30 media dengan jarak tanam 10 cm Keterangan bintang (*) : - Biaya persiapan media - Biaya tanam - Biaya Perawatan - Biaya tenaga kerja Jumlah sayuran 17 sayuran/ media Biaya yang dibutuhkan (*) Rp, 120.000,- Banyak Pengairan (liter)/hari 2 liter/ (2 hari )
Tabel 4.4 Tabel Data Efisiensi Bertanam Secara Vertikultur Kegiatan Efisiensi waktu Pembuatan media tanam 12 jam Pengairan (**) Perawatan ( pemupukan, penyemprotan, penyiangan ) 1-2 jam Keterangan bintang (**) : Untuk pengairan vertikultur dengan menggunakan sistem impus, pengairan dapat dilakukan 2 hari sekali dengan debit air 2 liter. Hasil Analisa Data Dari data hasil penelitian tersebut. kami mencoba membandingkan antara bertanam secara konvensional dan bertanam dengan teknik vertikultur. Dari perbandingan itu, kami mendapatkan bahwa teknik vertikultur lebih ekonomis dan lebih efesian daripada bertanam secara konvensional. Seperti yang telah dijelaskan pada tabel diatas bahwa dari segi biaya dan pendapatan, bertanam secara konvensional dengan luas lahan 5x5m 2, pengairan sebanyak 200 liter per hari dan dengan biaya sebesar Rp.400.000,-, yang meliputi biaya persiapan lahan, biaya tanam, biaya perawatan, dan biaya tenaga kerja, hanya menghasilkan 50 tanaman sayur dengan jarak antar tanamannya 10 cm. Bandingkan dengan bertanam secara vertikultur dengan luas lahan yang sama,pengairan sebanyak 2 liter per 2 hari, dengan biaya hanya sebesar Rp.120.000,-, yang meliputi biaya persiapan lahan, biaya perawatan, dan biaya tenaga kerja dapat menghasilkan 30 media yang setiap medianya terdapat 17 tanaman atau berarti dalam satu lahan dapat menghasilkan 510 tanaman sayur. Kemudian dari segi efesiensi waktu, bertanam secara vertikultur lebih cepat dan efesien. Terbukti dari pembuatan medianya yanng hanya dikerjakan selama 12 jam, pengairan yang dilakukan hanya 2 hari sekali dengan debit air 2 liter serta perawatannya yang meliputi pemupukan, penyemprotan, dan penyiangan yang hanya membutuhkan waktu selama 1-2 jam. Bandingkan dengan bertanam secara konvensional dengan luas lahan yang sama. Pengolahan lahan dikerjakan selama 2-3 hari, pengairanya dengan debit air 200 liter dikerjakan selama 1 hari penuh, serta perawatannya yang membutuhkan waktu selama ±12 jam. Selain itu dari segi tenaga, bertanam secara vertikultur jelas lebih ringan karna perawatannya yang dekat serta waktu yang relatif lebih cepat apabila di bandingkan dengan bertanam secara konvensional yang banyak menguras tenaga dan membutuhkan waktu yang lama. Pembahasan Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu vertical dan culture. Di bidang pertanian, pengertian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan menerapkan paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomitinggi. 4
Vertikultur merupakan salah satu cara budidaya yang efektif untuk dilaksanakan di daerah yang mengalami keterbatasan lahan, seperti di perkotaan. Budidaya secara vertikultur tanaman ditanam pada wadah yang disusun secara bertingkat sehingga pada lahan yang sempit dapat memperoleh hasil yang cukup banyak. Perbandingan antara bertanam dengan teknik vertikultur dan konvensional dalam segi jumlah tanaman yang dihasilkan adalah 5:2. Hal tersebut dikarenakan apabila terdapat suatu contoh yaitu dengan vertikultur, 1m 2 -nya dapat dibuat sekitar 5 batang paralon setinggi 1m yang setiap paralon tersebut terdapat 20 tanaman. Itu berarti dengan vertikultur dalam 1m 2 lahan dapat menghasilkan 100 tanaman jika dibandingkan dengan bertanam secara konvensional yang setiap 1m 2 -nya hanya dapat ditanami sekitar 20 tanaman. Dan apabila dilihat dari segi ekonomisnya, teknik vertikultur ini terbukti hemat biaya. Baik itu biaya pengadaan media yang lebih murah apabila dibandingkan dengan biaya pengadaan lahan jika bertanam di lahan persawahan atau konvensional, perawatan tanaman yang juga lebih murah, serta tenaga yang tidak terlalu banyak karena sedikitnya area. PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan hasil penelitian yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulan bahwa: Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan menerapkan paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomi tinggi metode vertikultur ini akan sangat populer di masa depan karena ke-efektifan-nya dalam hal bercocok tanam. Metode ini tidak memerlukan wilayah bercocok tanam yang luas seperti metode konvensional. Hanya dengan suatu lahan sempit ditambah dengan kreatifias dan ketelatenan petani maupun orang yang hobi bercocok tanam, maka metode ini akan berjalan dengan sangat baik dan bermanfaat. Disamping itu masalah biaya dari mulai pengadaan media, perawatan tanaman, serta tenaga kerja dalam teknik vertikultur ini akan lebih minim. Jadi teknik bertanam vertikultur ini layak untuk diterapkan atau dijadikan solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan maupun lahan yang kurang produktif. Saran Dari pembahasan hasil penelitian yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya yang juga menemui beberapa hambatan dapat disarankan sebagai berikut: 1. Sebelum merancang sistem penanaman metode vertikultur ini, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu karakteristik tanaman yang akan ditanam. 2. Bila kesulitan dalam menentukan komposisi media penanaman yang digunakan, maka gunakan metode trial and error untuk beberapa komposisi. Setelah mendapatkan hasilnya, pilihlah hasilnya yang paling baik. 3. Sebaiknya gunakan pupuk organik dalam pemupukan, misalnya seperti pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk bokashi (pupuk hasil fermentasi bahan-bahan organik) yang menggunakan teknologi mikroorganisme 4 (EM4), atau pupuk organik Manutta Gold yang diproduksi oleh POMOSDA. 5
4. Dalam penyusunan tanaman dalam wadah vertikultur, perhatikan kelembaban udara, kerapian, dan kemungkinan terjangkitnya penyakit tanaman. *),**) Staf Pengajar STT POMOSDA Nganjuk DAFTAR PUSTAKA http ://www.duniatani.blogspot.com, diunduh pada 20-10-213. http ://www.green.kompasiana.com, diunduh pada 22-10-213. http ://www.repository.usu.ac.id/.com, diunduh pada 22-10-213. http ://www.stat.ks.kidsklik.com, diunduh pada 24-10-213. http ://www.wordpress.com, diunduh pada 24-10-213. 6