PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

dokumen-dokumen yang mirip
Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Transkripsi:

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? Trinil Susilawati (email : Trinil_susilawati@yahoo.com) Dosen dan Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya- Malang Pertanyaan tersebut diatas menjadi pertanyaan besar bagi saya, maka sebagai akademisi dan peneliti dibidang reproduksi ingin menyampaikan informasi-informasi hasil kajian dan penelitian yang telah kami lakukan atau peneliti lain yang telah melakukan, karena Salah satu program Pemerintah dalam pemenuhan swasembada Daging Nasional pada tahun 2015 akan di gelontorkan sapi Bibit Brahman Cross ex Import kepada kelompok-kelompok pembibitan sapi di Pulau Jawa. Informasi yang kami dapat sebanyak 70 kelompok peternak sapi di Jawa Timur akan mendapatkan sapi Brahman Cross uuntuk pembibitan. Marilah kita menengok hasil kajian pengembangan Pembibitan Sapi Brahman Cross Ex-Import yang disampaikan pada saat Workshop di Cisarua pada tanggal 23 24 Juni 2009. PERMASALAHAN Perkembangan penyebaran sapi brahman cross yang telah dilakukan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 sebanyak 7.836 ekor telah berkembang menjadi 11.748 ekor (atau meningkat 50 %) terdapat pada 157 kelompok di 17 Provinsi dan 63 Kabupaten, permasalahan pokok yang dihadapi adalah : 1. Kematian sapi induk dan pedet (anak) di beberapa lokasi masih cukup tinggi (7-16 %), 2. Sebagian sapi (24%) belum melahirkan anak walaupun sudah dipelihara cukup lama (1-2 tahun) 3. Kebuntingan kedua setelah melahirkan relatif cukup lama, S/C belum optimal, dan persentase kebuntingan kedua rendah (19,3% penyebaran th 2006 dan 5,8% penyebaran th 2007). 4. Pemberian pakan sangat beragam, sebagian masih dibawah kebutuhan minimal untuk bereproduksi dengan baik, karena peternak kesulitan menyediakan pakan murah yang berkualitas secara berkelanjutan. Apabila kita akan melakukan pembibitan sapi potong maka perlu dilakukan analisa SWOT yang hasil Workshop tersebut adalah : 1

Kekuatan 1. Penyediaan sapi betina BC untuk usaha perkembang biakkan (cow calf operation) cukup mudah dan tersedia dalam jumlah besar, terutama pada kurun waktu bulan Mei-September setiap tahunnya. 2. Dengan perencanaan yang baik dan dibarengi dengan pelaksanaan seleksi secara ketat dapat diperoleh sapi BC bunting yang mempunyai performans reproduksi cukup baik untuk usaha cow calf operation. 3. Sapi BC adalah sapi komersial, sehingga harganya relatif lebih terjangkau. Apabila sapi tsb mengalami gangguan reproduksi, sapi dapat dikembalikan sebagai sapi potong (digemukkan) dengan harga jual yang setara dengan harga pembelian. 4. Dengan manajemen pemeliharaan yang baik, khususnya penyediaan pakan yang memadai, setiap tahun sapi BC berpotensi menghasilkan sapi bakalan atau sapi betina untuk dikembang biakkan lebih lanjut. 5. Beberapa wilayah tersedia biomasa dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk memelihara sapi BC, dan potensi tersebut saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. 6. Beberapa peternak atau kelompok peternak telah berhasil mengembangkan sapi BC untuk tujuan usaha cow calf operation, dan mereka sangat antusias untuk terus mengembangkannya. Kelemahan 1. Sapi BC adalah commersial stock yang tidak jelas komposisi genetiknya, akan tetapi masih dapat dimanfaatkan untuk usaha cow calf operation. Sebagian sapi BC yang diberikan kepada peternak ternyata belum bunting, sehingga sampai saat ini ada beberapa sapi yang belum pernah menghasilkan anak. Diduga ada sapi yang memang mempunyai gangguan reproduksi. 2. Sapi BC mempunyai ukuran tubuh yang besar, sehingga kebutuhan pakan untuk pokok hidup dan perkembang-biakkan sangat besar. Peternak sering mengalami kesulitan dalam penyediaan pakan terutama pada musim kering. Biaya pakan untuk menghasilkan pedet relatif sangat mahal, apalagi bila jarak beranak (calving interval) cukup panjang. Kondisi ini yang membuat peternak tidak bergairah, karena keuntungannya kecil atau bahkan merugi. 3. Kesulitan dalam penyediaan pakan secara langsung akan mengakibatkan: (i) kondisi sapi menurun (kurus) yang selanjutnya menyebabkan kematian induk dan/atau anak, (ii) kinerja reproduksi menurun seperti silent heat, siklus 2

estrus tidak teratur, sulit bunting, keguguran, produksi susu rendah, dystocia, atau gangguan reproduksi lain, (iii) daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terhadap serangan penyakit, serta (iv) harga jual atau nilai sapi menurun karena kurus atau sakit. 4. Sapi BC dalam program ini ternyata belum sepenuhnya bebas dari ancaman penyakit yang dapat mengganggu kinerjanya sebagai ternak untuk usaha cow calf oparation. Sapi ini biasanya juga masih liar sehingga peternak mengalami sedikit kesulitan dalam mengelolanya. Peluang 1. Beberapa wilayah dan kelompok peternak telah berhasil dan siap untuk terus mengembangkan sapi BC dalam usaha cow calf operation, karena memilki ketersediaan pakan yang melimpah, SDM-nya cukup memadai dan berpengalaman, serta layak secara sosio-tekno-ekonomis. 2. Tersedia teknologi inovatif yang dapat mengakselerasi perkembangan sapi BC yang layak dikembang-biakkan dalam memanfaatkan sumberdaya lokal, untuk menghasilkan sapi bakalan atau sapi betina untuk usaha cow calf operation. 3. Adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dari internal DEPTAN, Perguruan Tinggi, Instansi lain di tingkat pusat maupun daerah, serta Swasta yang siap menyediakan sapi BC terseleksi yang dapat dikembang-biakkan. 4. Tersedia dukungan modal atau kredit murah berjangka panjang dengan grace periode yang cukup memadai, serta tenaga pendamping yang potensial. 5. Adanya jaminan pasar yang sangat baik, sehingga pemasaran sapi bakalan, sapi betina untuk perkembang-biakkan, maupun daging relatif sangat mudah dan ekonomis. Ancaman 1. Penetapan kelompok dan peternak untuk berpartisipasi dalam program ini belum sepenuhnya dapat memenuhi kriteria calon peternak handal, karena ada pertimbangan sosial budaya yang harus diperhatikan. 2. Campur tangan pemerintah yang terlalu besar menyebabkan sebagian peternak manja sehingga semangat juang mereka tidak maksimal. 3

3. Konsistensi dalam menegakkan kesepakatan dan penerapan law enforcement biasanya kurang mendapat perhatian, sehingga peternak sangat pandai mencari alasan, bukan cerdik untuk mengatasi masalah. 4. Tidak semua tenaga pendamping mempunyai pengalaman, semangat atau etos kerja yang tinggi, sehingga mereka kurang mampu mengatasi masalah, hambatan atau kendala yang bersifat teknis maupun non-teknis. 5. Pola perguliran, aturan dan perjanjian yang kaku, serta pemahaman pihakpihak yang belum sepenuhnya seirama menyebabkan pelaksanaan program di lapang tidak fleksibel, sehingga dapat menimbulkan inefisiensi. 6. Peran swasta dalam menyediaan sapi BC terganggu oleh aturan dan jadwal administrasi, disamping itu jaminan dari swasta tentang kualitas sapi BC belum didukung dengan sistem asuransi. Berdasarkan kajian diatas maka apabila akan dilakukan pembibitan sapi Brahman Cross Ex Import perlu dipersiapkan atau di kaji hal-hal sebagai berikut : 1. Lokasi pembibitan. 1. Sapi Brahman Cross mempunyai tubuh yang besar, sehingga kebutuhan pakannya juga banyak, sehingga sebelum didatangkan sapi bibit perlu disediakan tanaman pakan ternak yang banyak, sebab usaha pembibitan ternak mempunyai cash Flow yang panjang, sehingga biaya pakan harus dapat ditekan dengan biaya yang murah, kalau tidak maka usaha pembibitan akan rugi. 2. Berdasarkan hasil kajian yang kami lakukan, suhu tidak terlalu berpengaruh asalah ketersediaan pakan memcukupi untuk kehidupan pokok dan bereproduksi, dengan biaya murah ( rumput tidak membeli) 2. Seleksi Bibit 1. Sapi Brahman Cross yang di import ke indonesia adalah dengan spesifikasi Slaughter yaitu untuk di potong, bukan untuk pembibitan. Oleh sebab itu perlu dilakukan seleksi yang lengkap untuk memastikan apakah sapi tersebut dapat digunakan bibit atau tidak. Pengalaman program tahun 2007-2008 perlu menjadi pelajaran yang baik bagi kita, yaitu keberhasilan melahirkan pada kebuntingan berikutnya (karena saat dibagikan sapi sudah dalam keadaan bunting, sehingga peternak akan mendapatkan pedet dalam tempo yang pendek). Kebuntingan kedua setelah melahirkan relatif cukup lama, S/C belum optimal, dan persentase kebuntingan kedua rendah (19,3% 4

penyebaran th 2006 dan 5,8% penyebaran th 2007). Selain itu pengalaman dari peternak yang mendapat KUPS dengan bibit sapi Brahman Cross yang banyak mengalami kerugian karena sapinya tidak dapat bunting kembali. 2. Seleksi dapat dilakukan dengan mengamati a) Anatomi reproduksinya Normal atau tidak b) Ovarynya terdapat Folikel / Korpus luteum atau halus, kalau ovary halus menunjukkan tidak adanya folicular wave atau pertumbuhan Folikel, sehingga sapi tidak mengalami berahi dan tidak ovulasi yang berakibat tidak terjadinya kebuntingan. 3. Umumnya sapi Betina Brahman Cross ex Import yang dikirim ke Indonesia yang dalam keadaan bunting adalah sudah tua, sehingga perlu diperiksa umurnya. Informasi yang kami dapat adalah tidak ada aturan ijin export bibit sapi dari Australia dalam spesifikasi bibit. Hasil pengamatan saya ada beberapa perusahaan Peternakan sapi yang berhasil melakukan pembibitan dengan mendapatkan sapi Heifer non join (dara yang belum kawin) dan di kawinkan di Indonesia, karena adanya kerjasama yang baik antar perusahaan. 3.Sistim Perkawinan dan Pemeliharaan. 1. Sapi Brahman Cross tidak sama dengan sapi Brahman. Sapi Brahman Cross adalah hasil persilangan sapi Brahman dengan beberapa bangsa sapi di Australia (Misal Angus, Draught master, shorthon), Sapi Brahman spesies Bos Indicus, sedangkan bangsa sapi di Australia/ Eropa adalah Bos Taurus, dengan berbeda spesies yang dikawinkan akan menghasilkan anak yang steril atau sub Fertil (Reproduksinya rendah). Data di lapang yang sering dijumpai adalah berahi tenang (Silent Heat), Tidak ovulasi (an ovular estrus), kegagalan fertilisasi atau kematian embrio dini, Folikel tidak tumbuh sehingga tidak dihasilkan hormon-hormon reproduksi. Selain itu sapi Brahman Cross saat di Australia dipelihara di padang penggembalaan, bukan di kandangkan dan di keluh ( memasang tali di hidungnya). Sehingga apabila diperlakukan seperti itu akan menyebabkan sapi Stress yang berdampak pada reproduksinya. 2. Berdasarkan hal tersebut, maka disarankan menggunakan sistem intensifikasi kawin alam (INKA), yaitu sistem perkawinan alam yang dengan pengawasan intensif. Hal ini karena dikawatirkan silent heat atau tidak muncul tanda-tanda berahinya, hal ini karena yang mengetahui secara jelas sapi berahi adalah sapi pejantan bukan manusia. Atau dengan kata lain tidak disarankan untuk di kawinkan menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Dan tidak dikandangkan secara individu. 5

3. Memang terdapat beberapa sapi Brahman Cross yang berhasil di IB dan dikandangkan individu, akan tetapi perlu dikaji berapa persen yang berhasil. Keberhasilan pembibitan adalah sapi betina harus melahirkan satu tahun sekali, sehingga apabila Lama kosong / jarak beranaknya panjang, Servis per Conseption tinggi akan merugikan peternak. Mari kita coba hitung kerugian usaha pembibitan apabila S/C nya 2 kali, maka biaya pakan 21 hari X Rp 10.000,- = Rp210.000,- + Biaya tenaga kerja dll, bagaimana jika tebih dari 2 siklus. Oleh sebab itu prinsip efisiensi reproduksi perlu diperhatikan, untuk menghasilkan pembibitan lebih tepatnya pembudidayaan sapi. 4. Sapi Brahman Cross mempunyai sifat keibuan (mothering ability) yang rendah, terutama yang dara, sehingga induk yang bunting tua perlu disendirikan dan apabila tidak mau menyusui perlu dilakukan pemerahan dan diberikan ke anaknya dengan bantuan dot. Karena rendahnya sifat keibuan ini yang menyebabkan kematian anak pra sapih menjadi tinggi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka disarankan : 1. Perlu kajian yang mendalam untuk mengambil kebijakan memberikan sapi Brahman Cross ex import pada kelompok ternak sapi. 2. Apabila memang diputuskan pembibitan sapi Brahman Cross Ex import, maka perlu dibuat SOP yang jelas antara lain : a. Peternak mengetahui kondisi yang sebenarnya tentang semua resiko pembibitan sapi Brahman Cross. b. Seleksi Umur dan Fenotipe c. Periksa anatomi reproduksi dan ovary normal d. Ketersediaan pakan yang kualitas baik yang berlimpah. e. Sistem pemeliharaan dilepas / tidak kandang individu dan tidak di keluh atau pasang tali di hidungnya. f. Sistem perkawinan alam (INKA) g. Manajemen pemeliharaan pra partus dan post partus agar tidak ada kematian pedet. ----selesai--- 6

7