On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI SIMENTAL PO (SIMPO) DI KECAMATAN PATEAN DAN PLANTUNGAN, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Evaluation of Artificial Insemination Simmental PO (SIMPO) Cow in the Sub-District of Patean and Plantungan, Kendal, Central Java D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro *etsetiatin@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan IB pada sapi SIMPO di dua kecamatan yang memiliki suhu dan kelembaban berbeda, berdasarkan perhitungan parameternon return rate (NRR), conception rate (CR) dan service per conception (S/C). Materi penelitian berupa data sekunder pelaksanaan IB tahun 2009-2013 dan data primer berupa 60 ekor sapi SIMPO. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah observatif dan dianalisis secara deskriptif serta di uji dengan Uji Proporsi untuk mengetahui perbedaan antar kedua daerah, dan analisis regresi linier untuk menduga berbagai parameterpada tahun 2014. Untuk memudahkan prosedur menghitung dan mencegah terjadinya Humman Error digunakan perangkat lunak statistik constat.hasil analisis menunjukan bahwa nilai dugaan tahun 2014 berturut-turut untuk Patean adalah NRR 28-35 83,33%; CR 30,80%; S/C 2,9 kali; dan Plantungan NRR 28-35 86,66%; CR 57,2%; S/C 1,5 kali. Hasil pengujian uji proporsi untuk CR dan S/C menunjukkan hasil yang berbeda (p<0,05) tetapi untuk NRR hasilnya tidak berbeda.simpulan penelitian adalah kemampuan reproduksi sapi SIMPO di Kecamatan Plantungan lebih baik dibandingkan sapi di Kecamatan Patean berdasarkan evaluasi terhadap NRR, CR, dan S/C. Kata kunci: non return rate; conception rate; service per conception; Sapi SIMPO ABSTRACT The purpose of this research was to find out about the success of IB implementation for SIMPO cows in both of district which have different temperature and humidity based on, non return rate (NRR), conception rate(cr) and service per conception (S/C).The materials of this research was secondary data of IB implementation from 2009 until 2013 and the primary data was 60 SIMPO cows. The method that used in this study was observational and drscriptive analysis, and has passed the proportional test in order to determine the difference between the two regions, then linier regression analysis to estimate various parameters of 2014. To make the counting procedure easier and prevent humman error this research used statistical shoftware constat. The result proved
that presumption value 2014 there was a different results fo successively werenrr 28-35 83,33%; CR 30,80%; S/C 2,9 times for Patean and for Plantungan were NRR 28-35 86,66%; CR 57,2%; S/C 1,5 times. The result of proportion test for CR and S/C showed different (p<0,05) but there was no differences for NRR result. The conclusion of this research that reproduction capability based on evaluation to NRR, CR and S/C of SIMPO cows in Plantungan district was better than SIMPO cows in Patean District Keywords : non return rate; conception rate; service per conception; SIMPO cows PENDAHULUAN Persilangan sapi Simental dengan sapi PO disebut SIMPO merupakan silangan yang banyak disukai dan dipelihara oleh peternak rakyat. Sapi Simental termasukbos taurus yang berasal dari daerah sub-tropis, mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Sapi PO termasukbos indicus yang berasal dari daerah tropis. Perkembangan sapi persilangan Simental dan PO semakin pesat, karena jelas secara genetik akan mewarisi keduanya masing-masing 50%, dengan dugaan akan lebih cepat laju pertumbuhan dibandingkan sapi PO (Aryogi et al., 2005). Permasalahannya di Kabupaten Kendal peternak hanya melihat dari keunggulan tampilan tanpa melihat kemampuan sapi beradaptasi dengan lingkungan tropis di Indonesia. Sapi SIMPO pada dasarnya hanya digunakan untuk final stock (langsung dipotong) bukan untuk indukan karena diduga akan terjadi ancaman kepunahan sapi lokal (Ihsan dan Wahyuningsih, 2011). Kenyataan di lapangan sapi ini digunakan untuk indukan. Performans reproduksi sapi potong dipengaruhi beberapa faktor antara lain yaitu faktor genetik (bangsa), pakan dan lingkungan (Iskandar, 2011). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performans reproduksi ternak itu adalah ketinggian tempat, yang sangat erat kaitannya dengan suhu dan kelembaban, sesuai dengan pernyataan Jaenudeen dan Hafez (2000) bahwa lama kebuntingan dipengaruhi olehmusim dan letak geografis. Kabupaten Kendal memiliki daerah dengan ketinggian yang berbeda. Kecamatan Patean terletak di ketinggian 30 700 m dpl dengan suhu berkisar 24-30 o C, sedangkan untuk kecamatan Plantungan memiliki ketinggian daerah 700 2579 m dpl dengan suhu berkisar 17-25 o C. Kedua daerah tersebut merupakan daerah yang memilikiternak sapi SIMPO yang digunakan sebagai indukan. Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi kehidupan ternak baik secara langsung maupun tidak langsungterhadap tingkah laku makan dan fase berahi. Stress yang disebabkan temperatur tinggi menyebabkan siklus estrus tidak teratur dan periode estrus pendek (Iskandar, 2011). Zona nyaman untuk ternak sangat diperlukan agar ternak mendapatkan tampilan reproduksi yang baik. Zona nyaman untuk sapi persilangan yaitu 172
dengan kisaran suhu 17-28 o C (Aryogi et al., 2005). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan IB pada sapi SIMPOberdasarkan perhitungan non return rate, conception rate, dan service per conception. di dua kecamatan yang memiliki suhu dan kelembaban berbeda. Manfaat yang diperoleh adalah peternakdapat mengetahui daerah yang cocok untuk pengembangan sapi SIMPO Materi Penelitian Materi yang digunakan adalah sapi SIMPO milik peternak rakyat yang menjadi akseptor IB sejak 2009/2010 2013/2014 baik yang berupa data sekunder, untuk menghitung nilai conception rate dan service per conception,dan data primer sebanyak 60 ekor masing - masing 30 ekor Kecamantan Patean dan Plantungan untuk menghitung NRR. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini observatif dandianalisis secara deskriptifserta di uji dengan Uji Proporsi untuk mengetahui perbedaan antar kedua daerah, dilanjutkan dengananalisis regresi linier untukmenduga berbagai parameter (kecuali NRR) pada tahun 2014. Untuk memudahkan prosedur menghitung dan mencegah terjadinyahumman Error digunakanperangkat lunak statistik constat. Parameter yang diamati adalah (Toelihere, 1985) a. Non Return Rate (NRR), persentase hewan yang tidak kembali minta kawin atau hewan yang tidak kembali estrus setelah pelaksanaan inseminasi pertama. b. Conception Rate (CR), merupakan persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. c. Service Per Conception (S/C), diartikan sebagai jumlah pelayanan inseminasi yang dilakukan untuk menghasilkan kebuntingan atau konsepsi. Uji Proporsi, menggunakan rumus(sudjana, 1996) = ( 1 2) 0 ( ) + ( ) Kriteria test : Ho: P1 = P2 H1: P1 P2 Uji regresi linier sederhana, uji regresi ini digunakan untuk pendugaan nilai pada tahun 2014 Ŷ= a + bx kriteria test:tolak Ho jika t t ( 1 1/2α;db) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Daerah Penelitian Daerah yang menjadi lokasi penelitian yaitu (Sukorejo Kendal, 2014) daerah kecamatan Patean dan Plantungan yang memiliki perbedaan ketinggian tempat (Tabel 1). Pemilihan kedua tempat tersebut berdasarkan ketersediaan pakan, populasi ternak sapi persilangan khususnya SIMPO dan keadaan suhu lingkungan yang nyaman untuk ternak sapi persilangan. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan sapi, khususnya tingkah laku makan. Daerah yang lebih panas menyebabkan ternak sedikit 173
Tabel 1. Karakteristik Daerah Kecamatan Patean dan Plantungan Karakteristik Patean Plantungan Ketinggian 30-700 700-2579 (m dpl) Suhu ( o C) 24-30 17-25 merumput dengan demikian kebutuhan protein dan mineral tidak tercukupi. Hal ini menyebabkan ternak kekurangan nutrisi terutama energi sehingga dapat menghambat perkembangan seksual dan pubertas (Umiyasih dan Anggraeny, 2007). Keadaan nyaman untuk sapi Eropa yaitu suhu berkisar 13 25 0 C, sedangkan pada sapi persilangan seperti Simental dan PO (SIMPO) mempunyai suhu nyaman pada 17-28 0 C.Kondisi tersebut menunjukan secara jelas bahwa kedua kecamatan tersebut sebenarnya memiliki kriteria nyaman.comfort zone sapi sub tropis adalah pada suhu 13-24 0 C sedangkan sapi tropis 22 30 0 C (Collier et al., 2007 disitasi Aryogi et al.,2013). Apabila sapi persilangan mewarisi keduanya maka diperkirakan comfort zone sapi turunan pertama adalah pada suhu 18-28 0 C (Aryogi et al., 2005). Non Return Rate Hasil penelitian diperoleh hasil Non Return Rate (NRR) 28-35 haridi Kecamatan Patean dan Plantungan berturut-turut 83,33% dan 86,66%. Sedangkan ternak yang tidak kembali berahi setelah IB selama 63-70 hari di Kecamatan Patean dan Plantungan berturut-turut yaitu 73,33% dan 90%.Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai NRR di daerah Plantungan lebih tinggi, namun hasil pengujian menggunakan uji proporsi menyatakan bahwa hasil NRR di kecamatan Patean dan Plantungan tidak berbeda, hal tersebut dimungkinkan karena hasil NRR sapi yang diamati di kedua kecamatan masih pada batas normal. Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa angka kebuntingan dianggap baik bila mencapai angka 60% untuk IB pertama. banyak faktor yang menyebabkan nilai NRR kecil selain kesuburan ternak itu sendiri lingkungan(iskandar, 2011). Semakin banyak akseptor yang kembali berahi maka NRR semakin menurun (Nuryadi dan Wahyuningsih, 2011). Conception rate Hasil perhitungan conception rate(cr) di Kecamatan Patean dan Plantungan dengan nilai tertinggi berturut-turut yaitu 28,27% dan 50,23%, dengan pengujian regresi linier menunjukan hasil signifikan (p < 0,05). Nilai CR pada tahun 2014 di Kecamatan Patean diduga sebesar 30,80% ( p = 0,024) dan untuk Plantungan 57,2% (p = 0,126). Ilustrasi 1. menunjukan adanya peningkatan nilai CR tiap tahunnya. 174
Berdasarkan uji proporsi terdapat perbedaan yang nyata dari hasil CR di Kecamatan Patean dan Kecamatan Plantungan. Perbedaan tersebut dipengaruhi beberapa faktor yaitu pakan, lingkungan, deteksi berahi yang tepat serta umur ternak dikawinkan. Kemampuan sapi betina untuk bunting pada inseminasi pertama dipengaruhi oleh variasi lingkungan diantaranya keadaan kandang dan suhu kandang (Nuryadi dan Wahyuningsih, 2011). Suhu sangat berpengaruh nampak jelas, suhu di daerah Plantungan lebih rendah oleh karena itu nilai CR pasti lebih tinggi dibanding Patean. Service per Conception Hasil penelitian nilai service per conception (S/C) Sapi SIMPO di Kecamatan Patean dan Plantungan dengan nilai tertinggi berturut - turut 3,5 kali dan 1,84 kali. Hasil uji regresi linier menunjukan hasil signifikan (P= 0,150) dengan nilai dugaans/c pada tahun 2014 di Kecamatan Patean sebesar2,9 kali dan untuk Plantungan sebesar 1,5 kali. Pelaksanaan IB di Kecamatan Patean belum dikatakan berhasil dengan baik, sedangkan pada Kecamatan Plantungan sudah dapat dikatakan baik.toelihere (1985) menyatakan bahwa angka S/C yang normal adalah 1,6-2,0, semakin tinggi angka S/C menunjukkan tidak efisien aktivitas reproduksi sapi tersebut. Ilustrasi 2 menunjukan adanya perbedaan hasil ini dibuktikan dengan uji proporsi (p = 0,150) yaitu terdapat perbedaan yang nyata dari hasil S/C di Kecamatan Patean dan Plantungan. Keadaan ini disebabkan perbedaan suhu di kedua tempat, Kecamatan Patean memiliki suhu berkisar 24 o C sedangkan di Plantungan 17 o C. Faktor lingkungan seperti suhu lingkungan memiliki efek langsung terhadap sapi potong sub tropis. Suhu udara diatas 25 o C ternak akan mulai menghilangkan kemampuan reproduksinya, karena digunakan untuk menjaga dan mempertahankan suhu tubuhnya (Hansen, 2013). SIMPULAN DAN SARAN Kemampuan reproduksi sapi SIMPO di Kecamatan Plantungan lebih baik dibandingkan sapi di Kecamatan Patean berdasarkan evaluasi terhadap NRR, CR, dan S/C. DAFTAR PUSTAKA Aryogi, E. Baliarti, Sumadi dan Kustono. 2013. Pengaruh genotip Bos taurus terhadap performans fisiologi dan reproduksi sapi silangan SIMPO dan LIMPO induk di dataran rendah. ProsidingSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Sumatra Utara, 3-4 September 2013. Hal. 41-48 Aryogi, Sumadi dan W. Hardjosubroto. 2005. Performans sapi persilangan Peranakan Ongole di dataran rendah (Studi Khasus di Kota 175
Anyer Kabupaten Probolinggo Jawa Timur). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Hal. 42-49 Astuti, M. 2003. Potensi dan keragaman sumber daya genetik sapi Peranakan Ongole (PO). Wartazoa,14:31-39. Jaenudeen, M. R. ande. S. E. Hafez. 2000. Cattle and Buffalo. In B. Hafez and E. S. E. Hafez (Eds.) Reproduction In Farm Animals. 7 th Edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. Hansen, P.J. 2013. Genetic control of heat stress in dairy cattle. Proceedings 49 th Florida Dairy Production Conference, Department of Animal Sciences University of Florida.Gainesville, April 10, 2013. Hal. 26-32 Ihsan, M. N. dan S. Wahyuningsih. 2011. Penampilan rerproduksi sapi potong di kabupaten Bojonegoro. Jurnal Ternak Tropika 12(2):76-80 Iskandar. 2011. Performans reproduksi sapi PO pada dataran tinggi dan dataran rendah di provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan 16:52-61 Nuryadi dan S. Wahyuningsih. 2011. Penampilan reproduksi sapi Peranakan Ongole dan sapi Peranakan Limousin di Kabupaten Malang. Jurnal Ternak Tropika. 12(1) :76-81 Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Ternak. Mutiara Sumber Widya. Jakarta Sudjana. 1996. Metode Statistika. Trasito. Bandung Sukorejo, Kendal http://id.wikipedia.org/wiki/suk orejo,_kendal. 16 Desember 2014 Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. Umiyasih, U. dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan pada Sapi Potong. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta 176