BABI PENDAHULUAN. Kekerasan da1am Rumah Tangga merupakan suatu persoa1an yang serius.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan

LAMPIRAN A. Data Kasar A-1 DATA KASAR SIKAP TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN A-2 DATA KASAR STEREOTIP GENDER

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan lainnya. Dalam kehidupan rumah tangga, dibutuhkan komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

Transkripsi:

1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar be1akang masa1ab Kekerasan da1am Rumah Tangga merupakan suatu persoa1an yang serius. Meningkatnya jum1ah kekerasan da1am rumah tangga yang terjadi menunjukkan bahwa persoa1an tersebut mendesak untuk segera ditangani. Menurut The National of Social Workers, kekerasan da1am ke1uarga merupakan siksaan emosiona1, fisik, dan atau seksua1 yang di1akukan secara sadar, sengaja, atau kasar dan diarahkan pada anggota ke1uarga atau rumah tangga (da1am Huraerah, 2006: 54). Berdasarkan data yang di1aporkan o1eh Komisi Nasiona1 Perempuan, sejak tahun 200 1 hingga 2007 tindakan kekerasan da1am rumah tangga menga1ami peningkatan yang cukup signifikan, namun angka-angka ini hanya1ah sebagian besar dari kemungkinan angka yang sesungguhnya dari kasus kekerasan da1am rumah tangga yang ada. Ada kemungkinan, jika masib banyak kasus KDRT yang be1um terungkap. Adapun jum1ah kasus kekerasan yang terjadi ada1ah sebagai berikut:

2 Tabell.l. Angka Kekerasan dalam Rumab Tangga pada Istri tahun 2001-2006 TAHUN WMLAHKDRT 2001 3.169 kasus 2002 5.163 kasus (meningkat 61%) 2003 7.787 kasus (meningkat 66%) 2004 14.020 kasus (meningkat 56%) 2005 20.391 kasus (meningkat 69%) 2006 22.512 kasus.. Sumber: Kom!s! Nas10nal Perempuan Dari data yang terkumpul dari Komisi N asional Anti Kekerasan terhadap perempuan (KOMNAS perempuan), yang paling banyak menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga adalah istri dengan prosentase 75%. Sedangkan, menurut Mitra Perempuan Women's Crisis Centre (Jakarta), pelaku kekerasan terbanyak dalam keluarga adalah suami korban (69-74%). Adapun bentuk-bentuk kekerasan yang sering dialami oleh istri, antara lain kekerasan secara fisik ( dipukul, disiksa,dll), kekerasan secara psikis ( ditelantarkan, diancam, dicaci maki, dll), dan kekerasan secara seksual (marital rape,dll). Selain dari tiga jenis kekerasan ini, masib ada bentuk kekerasan yang lain. Diantaranya adalah penelantaran secara ekonomi, serta konflik domestik berupa perebutan hak

3 perwa1ian anak, harta dan waris bersama, po1igami, dan juga perceraian. Dampak dari kekerasan da1am rumah tangga, tidak hanya dirasakan o1eh sang istri, namun dengan adanya anak da1am sebuah ke1uarga sangat mungkin anak juga merasakan dampak tersebut baik secara 1angsung maupun tidak 1angsung. Dampak secara 1angsung, terjadi ketika anak-anak juga menga1ami pengamayaan yang sama dengan ibunya, seperti misalnya, dipuku1i karena berusaha membe1a ibunya. Dan, perbuatan ini te1ah dapat dikatakan sebagai kekerasan pada anak atau yang biasa disebut child abuse. Berdasarkan data yang dipero1eh, mu1ai dari tahun 2005 hingga 2008 tindak kekerasan pada anak (child abuse) menga1ami peningkatan yang cukup besar, yaitu : Tabe11.2. Angka kekerasan pada Anak Tahun Kekerasan Kekerasan Kekerasan Fisik Psikis Seksua1 Pene1antaran 2005 233 176 327 130 2006 247 451 426 2007 640 ( anak perempuan) dan 880 ( anak 1aki-1aki) 2008 21.872 12.726 Sumber : Kom!s! Nas10na1 Perlmdungan Anak

4 Sedangkan dampak tidak langsung dapat dialami oleh anak-anak ketika mereka menyaksikan sendiri penganiayaan yang dilakukan oleh ayah pada ibu mereka. Pengalaman semacam itu dapat menyebabkan mereka mengalami penderitaan secara tidak langsung. Menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh ayah pada ibunya merupakan suatu pengalaman traumatis bagi anak. Hal ini dikarenakan, anak secara nyata melihat ibunya dipukuli oleh sang ayah, yang akan membuat diri anak tersebut merasa bersalah serta mengembangkan rasa tidak berdaya pada anak, karena ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong ibunya. Dirnungkinkan, anak tersebut akan terns menerus hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian untuk mengetahui kapan kekerasan itu akan terjadi lagi (Yuwono, 2006). Dampak dari pengalaman traumatis yang dialami seorang anak dalam keluarga yang identik dengan kekerasan, tidak hanya merupakan dampak jangka pendek, namun akan ada juga dampak jangka panjangnya. Pengalaman traumatis itu akan dapat mempengaruhi diri anak tersebut ketika mulai beranjak dewasa. Hal ini disebabkan karena, keluarga atau sebuah rumah tangga merupakan pondasi primer bagi perkembangan, kepribadian, dan tingkah laku seorang anak. Dalam keluarga, anak akan bela jar untuk pertarna kalinya mengenal nilai-nilai dan bagaimana cara untuk bertingkah laku. Seringkali, perilaku orangtua sangat mempengaruhi perilaku yang akan dimunculkan anaknya kelak (Huraerah, 2006: 48).

5 Berikut ini adalah contoh bagaimana seorang anak mengembangkan perilaku agresi sebagai akibat adanya proses imitasi dari kekerasan yang dilihatnya. Seorang wanita bercerita bahwa ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan suaminya ketika ia melihat anak laki-laki yang berusia 8 tahun menganiaya adik perempuannya. Ketika ditanya mengapa si anak melakukan hal tersebut, anak tersebut menjelaskan "Jika ayah dapat melakukannya, demikian juga saya" (dalam Huraerah, 2006: 47). Contoh kasus diatas menunjukkan bahwa pola atau kebiasaan dalam keluarga yang sering menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah, dapat membuat seorang anak belajar untuk menggunakan kekerasan pula ketika individu beranjak dewasa (Huraerah, 2006: 48). Hal ini terjadi karena dirinya menyakini bahwa kekerasan adalah alternatif cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan sebuah konflik. Inilah yang membuat mereka mempersepsi bahwa kekerasan adalah hal yang "normal". Y ayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (dalam Huraerah, 2006: 46) menyimpulkan bahwa, dampak dari kekerasan salah satunya dapat membuat seorang anak pada akhirnya akan mempunyai konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain. Seorang anak laki-laki yang melihat atau mengalami kekerasan di masa anak, ketika dewasa akan menganggap bahwa kekerasan adalah suatu hal yang wajar. Hal itu akan menimbulkan persepsi atau pemikiran bahwa laki-laki tidak perlu menghormati seorang perempuan. Mereka menganggap bahwa laki-laki

6 punya hak untuk memukul istrinya. Maka, dapat dipastikan hal itu akan membuat individu tersebut melakukan kekerasan pada istrinya kelak (Huraerah, 2006: 47). Hal ini diperkuat dengan adanya data yang menunjukkan bahwa 50%-80% lakilaki yang memukuli istrinya dan atau anaknya, dibesarkan dalam rumah yang ayahnya memukuli ibunya (Adiningsih, 2004). Sedangkan untuk anak perempuan, di masa dewasanya ia akan merasa bahwa semua laki-laki itu akan berusaha untuk menyakiti dirinya. Sehingga tidak jarang pula, hal ini menyebabkan beberapa diantara mereka pada akbirnya akan membenci laki-laki (Huraerah, 2006: 47). Serta ada kemungkinan, jika nanti berumah tangga individu akan menempatkan dirinya sebagai korban sama seperti posisi ibunya. Selain itu, penganiayaan yang dialami oleh seorang perempuan pada masa kanak-kanaknya atau bahkan pernah diperkosa oleh laki-laki dewasa, dapat membawanya untuk mengembangkan sikap tidak suka terhadap hubungan lawan jenis, yang pada akhirnya akan membuat dirinya menjadi lesbian atau homoseksual (Graciella, 2006). Individu menganggap bahwa hubungan homoseksuallebih menyenangkan. Trauma yang dialaminya adalah akibat adanya perlakuan yang salah ketika masa kanak-kanak menimbulkan ketakutan dan ketidakpercayaan terhadap lakilaki. Terutama jika perlakuan yang salah itu dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Sosok ayah yang seharusnya menjaga serta mengayomi keluarganya, ternyata adalah sosok yang suka memukuli. Maka, skema tentang ayahnya tersebut akan digeneralisasikan pada semua laki-laki. Dan, hubungan dengan

7 lawan jenisnya (heteroseksual) selalu diidentikkan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, akibat dari pengalaman dalam keluarganya (Yuwono, 2006). Pengalaman traumatik tersebut, pada akhirnya dapat mempengaruhi keseluruhan pribadi individu tersebut. Bagairnana individu berpikir, belajar, mengingat, serta mengembangkan perasaan tentang diri sendiri terutarna perasaannya tentang orang lain. Dan, skema tentang pengalaman traumatik pada masa kanak-kanaknya dapat mempengaruhi pola pikir atau bagaimana cara dirinya memandang sesuatu (Poerwandari, 2004: 227). Banyaknya dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga terutama pada anak membuat banyak peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal ini. Antara lain, Rahmi (200 1) yang menyebutkan bahwa child abuse yang dilakukan oleh orangtua membuat individu tumbuh menjadi pribadi yang memilliki pandangan yang negatif terhadap law an jenis, sehingga mengalami hambatan dalam menjalin relasi dengan lawan jenis dan pernikahan dilihat sebagai suatu hal yang tidak membahagiakan karena keadaan keluarga yang kurang harmonis. Sehingga akan menimbulkan kecemasan pada diri perempuan korban kekerasan apakah dirinya bisa mendapatkan orang yang tepat sebagai pasangan hidupnya. Selain Rahmi, ada juga Harrinawati (2005) yang menunjukkan bahwa pola asuh dimana ibu lebih mendominasi dalam memperlakukan anaknya akan menimbulkan kecemasan dasar. Dan anak yang mengalami kekerasan emosional akan memiliki harga diri yang rendah, ketakutan dan motivasi rendah yang dapat

8 memunculkan perilaku ingin menyakiti diri sendiri sampai pada keputusan ingin bunuh diri. Selain itu ada Frida (2004), bahwa kekerasan yang dialami anak semasa kecil berpengaruh pada perkembangan pola pikir dan emosi individu. Hal ini akan membuat dirinya menjadi seseorang yang mudah cemas, mudah putus asa, tidak dapat merencanakan sesuatu, mudah tertekan, mengakibatkan inisiatif dan kreativitas tidak berkembang. Sehingga pada masa dewasa, individu kurang mempunyai kemampuan yang meningkat dalam memecahkan masalah, cenderung menghasilkan alternatif solusi yang kurang beragam, tidak melihat situasi dari berbagai sudut pandang yang berbeda, hanya mengantisipasi akibat dari keputusan-keputusan yang mengharuskan untuk berhadapan langsung dengan pihak otoritas, dan membuat individu tidak berani keluar dari masalah yang sebenarnya dan akan terns terbelenggu dengan masalah yang sama. Selain itu ada juga Grace ( 1997) yang mengemukakan bahwa reaksi emosi yang paling mendominasi pada individu yang mengalami kekerasan yaitu sedih, hampa, tertekan, kecewa, marah, takut, dan cemas. Emosi-emosi itu akhirnya berpengaruh dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, yang dapat dilihat dalam perilaku seperti ketakutan terhadap orangtua atau orang yang menyerupai orangtua yang menyebabkan mereka tidak dapat berpikir secara positif, yang akhirnya membuat individu cenderung menarik diri dari lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang tertutup. Perasaan marah yang terpendam akibat kekerasan orangtua membentuk individu menjadi seorang pribadi yang keras, kasar, mudah

9 emosi atau tersinggung, pendendam, mudah cemas, dan depresi. Selain itu akan timbul perasaan tidak berharga yang menyebabkan mereka merasa kesepiaan, hampa sampai adanya keinginan untuk melakukan bunuh diri. Dari beberapa penelitian di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti apakah akibat dari Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami oleh seorang anak dapat mempengaruhi bagaimana cara individu memandang arti sebuah cinta, ketika telah beranjak dewasa. Hal ini disebabkan karena telah banyak penelitianpenelitian yang membahas tentang dampak-dampak secara umum yang dialami oleh korban kekerasan seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun, masih belum banyak penelitian yang membahas tentang pengaruh dari dampak kekerasan terhadap bagaimana cara individu memandang atau memaknai sesuatu. Dalam hal 1m cara individu memandang arti sebuah cinta. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana seorang individu yang pada masa kecilnya mengalami kekerasan dalam keluarganya memaknai atau memandang arti sebuah cinta dengan lawan jenis ketika individu beranjak dewasa. Dan, peneliti akan melihatnya dari pola kognitif, afektif, dan konatifindividu. Diasumsikan bahwa saat dewasa, individu yang dimasa kecilnya melihat kekerasan terjadi dalam keluarganya akan memandang cinta sebagai suatu hal yang identik dengan pengalaman-pengalaman yang menyakitkan. Hal ini diakibatkan adanya pengalaman yang menyakitkan di masa kecilnya, tentang arti cinta. Seperti yang dialami oleh salah satu informan peneliti. Informan ini menganggap bahwa "Cinta itu menyakitkan dan pada akbirnya pasti melukai".

10 Pandangan informan ini disebabkan karena dirinya sering melihat pertengkaran orangtuanya yang selalu disertai dengan adanya kekerasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Erikson ( dalam Harianto, 2004: 96), yang mengatakan bahwa individu yang masa kecilnya tidak mengalami hubungan dengan kelekatan emosional yang stabil, positif, dan hangat dengan lingkungannya (seperti dengan orangtua dan keluarga), akan sulit untuk mempercayai orang lain bahkan dirinya sendiri. Hal itu dapat membuat proses cinta seorang individu akan bermasalah. Tidak jarang pula, informan juga terkena dampak dari pertengkaran orangtuanya yaitu terkadang ia ikut juga disakiti. Selain itu, melalui penelitian ini peneliti ingin melihat hal-hal yang melatarbelakangi pemaknaan tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk merancang tindakan preventif untuk mengatasi dampak-dampak terjadinya kekerasan dalam keluarga. 1.2. Fokus penelitian Dengan melihat latar belakang penelitian, maka peneliti memfokuskan penelitian pada bagaimana seorang individu yang pada masa kecilnya mengalami kekerasan dari orangtuanya, dalam memaknai atau memandang arti sebuah cinta ketika menjalin hubungan dengan lawan jenis. Dan pemaknaan cinta ini akan dilihat dari pola kognitif, afektif dan pola perilaku informan. Informan dalam penelitian ini berusia antara 20 hingga 30 tahun. Dipilihnya informan dengan usia tersebut karena, menurut teori Piaget dalam

11 tahap dewasa awal individu memiliki kemampuan berpikir abstrak, menalar secara logis, serta dapat menarik kesimpulan dari informasi-informasi yang ada. Dalam tahap ini, individu tidak hanya akan melihat sesuatu dalam bentuk hitam dan putib saja, namun ada gradasi "abu-abu" didalanmya (Sudrajat, 2008). Hal inilah yang membuat peneliti mengindikasikan bahwa individu dengan rentang usm dewasa awal, telah mampu untuk memberikan pemaknaan atas pengalamannya di masa kanak-kanak. Informan yang dipilih adalah individu yang pada masa kecilnya mengalami kekerasan dalam keluarga, dan ayah kandung menjadi pelaku kekerasan. Jenis kekerasan yang dipilib adalah kekerasan secara fisik dan kekerasan secara emosional atau verbal. Dimana, menurut penelitian dari Murray Straus, sosiolog dari University of New Hamspire (dalam Yuwono, 2006), dua jenis kekerasan ini adalah jenis kekerasan yang paling sering atau yang paling umum dilakukan oleh kebanyakan orangtua, baik itu dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. 1.3. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana seorang individu memaknai arti sebuah cinta baik dari pola kognitif, afektif serta konatif individu, jika pada masa kanakkanaknya mengalami kekerasan yang terjadi dalam keluarganya.

12 1.4. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : a. Manfaat teoritis 1. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu Psikologi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana pengaruh dari dampak yang dialami oleh individu yang sejak kecil dalam keluarganya mengalami kekerasan terhadap pemaknaan arti cinta bagi dirinya. Dan pada akhirnya hal itu juga dapat berpengaruh terhadap relasi individu dengan law an jenis. 2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber acuan atau informasi bagi penelitian selanjutnya. b. Manfaat praktis 1. Bagi infonnan Dengan adanya penelitian ini, diharapkan informan dapat lebih memahami dan menerima keadaan dirinya saat ini dengan berbagai macam pengalaman hidupnya untuk kemudian dapat bergerak ke arah yang lebih positif 2. Bagi masyarakat Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman atau informasi yang lebih jelas tentang dampak dari individu mengalami

13 kekerasan, terhadap pemaknaannya akan arti cinta. Diharapkan, dari informasi ini dapat memberikan motivasi pada masyarakat untuk meminimalkan terjadinya kekerasan dalam keluarga di lingkungan sekitarnya. 3. Bagi konselor-konselor yang ada Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi konselor-konselor yang ada terutama di bidang klinis. Informasi yang ada ini dibarapkan dapat mendorong dilakukannya tindakan-tindakan preventif untuk dapat memberikan so lusi apabila seorang anak mengalami kekerasan yang terjadi dalam rumah. Sehingga, bukan hanya ibu sebagai korban saja yang diperhatikan. Namun, anak dalam keluarga terse but juga harus segera diberi bantuan, terutama dalam hal mempersiapkan anak tersebut untuk tetap survive ketika mulai beranjak dewasa. Dalam hal ini, ketika individu mulai dapat memaknai arti sebuah cinta terhadap lawan Jemsnya. 4. Bagi peneliti Dengan adanya penelitian ini, peneliti mendapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang dampak dari kekerasan bagi individu yang masa kecilnya sarat mengalami tindak kekerasan. Serta bagaimana pemaknaan cinta individu terse but, baik dari pola kognitif, afektifserta pola konatif.

14 5. Bagi Lembaga-lembaga Psikologi Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi lembaga-lembaga psikologi yang ada, untuk membantu dalam pengembangan program-program intervensi maupun preventif bagi individu terutama anak-anak yang mengalami tindak kekerasan. Sehingga dengan adanya upaya intervensi yang diberikan, dapat memfasilitasi korban-korban kekerasan untuk dapat bergerak ke arah yang lebib positif dalam menata kembali kehidupannya.