BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 16K/AG/2010

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB I PENDAHULUAN. yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS BEDA AGAMA

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

BAB IV A. ANALIS HUKUM ISLAM TENTANG STATUS HAK WARIS. elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

Hari Mugti Subroto, Yati N. Soelistijono, Wahyu Andrinanto. Program Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

Cerai Gugat Akibat Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Palu No: 0249/Pdt.G/2016/PA.Pal)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB I PENDAHULUAN. tersebut telah tertulis dalam Al-Qur an yang diturunkan Allah melalui malaikat

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ISLAM DAN HINDU DI KECAMATAN KREMBUNG SIDOARJO Oleh : Zakiyatul Ulya (F )

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS KEPADA AHLI WARIS YANG BEDA AGAMA MELALUI WASIAT WAJIBAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

Cerai Gugat Akibat Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Palu No: 0249/Pdt.G/2016/PA.Pal)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

PEMBERIAN HAK WARIS DALAM HUKUM ISLAM KEPADA NON-MUSLIM BERDASARKAN WASIAT WAJIBAH

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA. DI PENGADILAN AGAMA MAKASSAR. Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 dan merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran, kehidupan, serta kematian. Kematian adalah sebuah keniscayaan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB III WARIS BEDA AGAMA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 16K/AG/2010

BAB III PENYAJIAN BAHAN HUKUM DAN ANALISIS BAHAN HUKUM. nomor 297/Pdt.G/2010/PA.Mlg. Para pihak dalam perkara tersebut terdiri, ahli

Kaidah Fiqh. Perbedaan agama memutus hubungan saling mewarisi juga waii pernikahan. Publication: 1434 H_2013 M KAIDAH FIQH: PERBEDAAN AGAMA

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

PUTUSAN Nomor : 002/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt. maupun terhadap sesama umat manusia. Melalui ayat-ayat dan hadis

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. 1) Nama : Yudi Hardeos, S.H.I., M.S.I. 2) Tempat/Tanggal Lahir : Curup,

BAB I PENDAHULUAN. perceraian. Selanjutnya persoalan yang terjadi di Indonesia telah diatur bahwa

A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK NO: 0829/ Pdt. G/ 2007/ PA. Dmk

BAB III. IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN NO.1821/Pdt.G/2013/Pa.SDA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. Setelah peneliti melakukan kajian terhadap pelaksanaan hukum waris

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda antara yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

Holistik 1(2): WASIAT WAJIBAH SEBAGAI WUJUD PENYELESAIAN PERKARA WARIS BEDA AGAMA DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL MASYARAKAT

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

DAFTAR ISI. ABSTRAK i

Transkripsi:

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama ini dibagi dalam dua subbahasan sesuai dengan rumusan masalah. Dua subbahasan tersebut meliputi dasar pertimbangan putusan hakim memberikan wasiat wājibah terhadap ahli waris non-muslim dan bagaimana tinjauan Hukum Islam dalam pertimbangan Hakim terhadap putusan nomor 732/Pdt.G/2008/PA.Mks. A. Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Memberikan Wasiat Wājibah terhadap Ahli Waris Non-Muslim Hasil penelitian mengenai implementasi wasiat wājibah terhadap ahli waris non-muslim dalam Putusan Pengadilan Agama Makassar nomor 732/Pdt.G/2008/PA.Mks dan diperkuat dengan putusan Mahakamah Agung nomor 16 K/AG/2010 sebagaimana diuraikan dalam Bab III akan dianalisis dengan menggunakan tinjauan pustaka sebagaimana diuraikan dalam Bab II. Dalam keputusan Ketua Pengadilan Agama Makassar untuk menerima kasus waris dalam isteri beda agama ini tidak tepat, karena berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 dikatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal ini mengandung asas bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan sesuai hukum agamanya atau kepercayannya, hal ini menunjukan adanya penundukan terhadap suatu hukum. Apabila terjadi perkawinan 57

58 antara laki-laki dan seorang wanita maka yang harus diperhatikan adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan, bukan berdasarkan agama yang dianut pada saat sengketa terjadi. Apabila perkawinan dilangsungkan berdasarkan hukum Islam dan dilakukan di KUA, maka segala permasalahan yang terjadi setelah perkawinan dilaksanakan sesuai ketentuan hukum Islam dan hal ini menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama. Hal ini sesuaai dengan azaz personalitas. Pertimbangan majelis hakim bahwa janda yang beragama Kristen adalah orang terdekat dengan pewaris, istri merupakan orang yang setia mendampingi suami hingga suaminya meninggal, bahwa dalam perkawinannya juga sudah cukup lama sekitar 18 tahun, jadi cukup lama juga istri mengabdikan diri kepada pewaris, karena itu walaupun istri beragam non muslim, namun layak dan adil untuk memenuhi agamanya masingmasing. Jelas bahwa dalam kasus ini seharusnya Pengadilan Agama tidak bisa mengadili istri non muslim yang menikah berdasarkan catatan sipil. B. Tinjauan Hukum Islam dalam Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Nomor 732/Pdt.G/2008/PA.Mks. Hukum Islam tidak mengenal adanya kewarisan beda agama, karena sudah jelas hal tersebut merupakan salah satu sebab yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan waris. Berkaitan dengan keputusan Pengadilan Agama Makassar dan Mahkamah Agung yang memberikan fatwa bahwa istri yang non muslim mendapatkan waris dari suaminya yang muslim adalah tidak sesuai dengan hukum kewarisan Islam apalagi yang digunakan

59 dasar oleh Mahkamah Agung dalam memberikan waris tersebut adalah wasiat wajibah. Putusan di Pengadilan Agama Makassar dan Mahkamah Agung dijatuhkan karena terjadi pergesekan kepentingan antara ahli waris. Ahli waris akan menikmati bagian secara kualitatif yang lebih sedikit dengan adanya lembaga wasiat wājibah. Bagian para ahli waris yang sudah ditentukan menjadi beralih kepada penerima wasiat wājibah karena ijtihad hakim yang berwenang. Tuntutan-tuntutan para ahli waris adalah menyampingkan lembaga wasiat wājibah. Sekilas putusan-putusan tersebut di atas tidak didasarkan pada hukum Islam murni yang berasal dari Al-quran dan Hadits-hadits. Putusanputusan tersebut terlihat seperti melakukan penyimpangan dari Al-quran dan Hadits-hadits. Putusan-putusan tersebut diterbitkan untuk memenuhi asas keadilan bagi para ahli waris yang memiliki hubungan emosional nyata dengan pewaris. Hakim menjamin keadilan bagi orang-orang yang memiliki hubungan emosional dengan pewaris tersebut melalui lembaga wasiat wājibah. Seorang anak atau istri yang berbeda agama dan telah hidup berdampingan dengan tentram dan damai serta tingkat toleransi yang tinggi dengan pewaris yang beragama Islam tidak boleh dirusak oleh karena pewarisan. Meskipun pertimbangan setiap hakim dapat berbeda-beda mengenai wasiat wājibah dalam setiap kasus, namun terdapat suatu asas yang menjadi dasar dalam menjatuhkan wasiat wājibah, yaitu asas keseimbangan. Wasiat wājibah diberikan tidak mengganggu kedudukan ahli waris lainnya.

60 Wasiat wājibah pada prinsipnya merupakan wasiat yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu oleh negara melalui jalur yudikatif. Pengaturan wasiat wājibah secara sempit diatur dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam yaitu hanya untuk anak angkat dan orang tua angkat dan hakim memiliki kewenangan ijtihad untuk memperluas wasiat wājibah. Ijtihad hakim pada umumnya diperluas dengan bersandar pada asas keadilan dan keseimbangan. Putusan-putusan tentang wasiat wājibah sekiranya dapat memberikan kemaslahatan bagi kehidupan seluruh masyarakat. Jika dilihat dari perspektif Hukum Islam, maka pemberian wasiat wajibah kurang tepat jika diperuntukkan kepada ahli waris yang terhalang karena berbeda agama dalam hal ini ialah Tergugat. Dalam kitab-kitab fikih disebutkan bahwa penghalang yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi salah satunya adalah berlainan agama. Hal ini berdasarkan dari Hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Muslim tidak mempusakai orang kafir dan kafir tidak mempusakai orang muslim. Selain hadits tersebut, dipertegas pula dengan firman Allah dalam QS. al-baqarah ayat 180. Ulama Hanafiyah, Malik'.yah, Syafi'iyah dan Hanabilah sepakat bahwa perbedaan agama antara pewaris dengan ahli waris menjadi penghalang menerima waris. Seorang muslim tidak dapat mewarisi orang kafir, dan sebaliknya orang kafir tidak dapat mewarisi orang Islam, baik dengan sebab hubungan darah (qarabah), maupun perkawinan (suami istri).

61 ال ي ر ث ال م س ل م الك اف ر وال ي ر ث الك اف ر ال م س ل م Artinya: Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Nabi SAW., Bersabda: Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim (Muttafaq 'alaih). Sebagian ulama berpendapat bahwa murtad merupakan penggugur hak mewarisi, yakni orang yang telah keluar dari Islam. Berdasarkan ijma para ulama, murtad termasuk dalam kategori perbedaan agama sehingga orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam. Adapun hak waris seseorang yang kerabatnya murtad, terjadi perbedaan pendapat. Jumhur fuqaha (Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah yang sahih) berpendapat bahwa orang muslim tidak boleh menerima harta waris dari orang yang murtad karena orang muslim tidak mewariskan kepada orang kafir, dan orang yang murtad tergolong orang yang kafir. 1 Sementara itu ada sebagian ulama berpendapat bahwa orang Islam boleh mewarisi harta peninggalan orang kafir, tetapi orang kafir tidak boleh mewarisi harta warisan orang muslim. Mereka berargumentasi bahwa Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada agama lain yang lebih tinggi daripada agama Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal Meskipun demikian, yang benar adalah pendapat pertama yang merupakan pendapat jumhur ulama, karena didasarkan pada nash hadis yang jelas. Di 1 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 118-119.

62 samping itu, ide dasar dari kewarisan adalah saling membantu dan tolong menolong yang hal ini tidak boleh terjadi pada yang berbeda agama. 2 Para pengikut madzhab Hambali Ra., memberikan pengecualian dalam dua perkara: 3 1. Warisan disebabkan wala'. Perbedaan agama tidaklah menghalangi mendapatkan harta warisan bahkan tuan yang pernah memerdekakannya berhak menerima harta warisan dari hamba yang dulu pernah ia merdekakan walaupun agamanya berbeda. 2. Apabila seorang kafir masuk Islam sebelum pembagian harts warisan, maka ia mendapatkan bagian dari harta warisan kerabatnya yang muslim untuk mengokohkan keislamannya. Permasalahan mengenai kewarisan Islam di Indonesia di atur dalam Buku II Kompilasi Hukum Islam yang cakupannya berupa: Ketentuan Umum, Ahli Waris, Besarnya Bahagian, Aul dan Rad, Wasiat, dan Hibah. Waris mewaris yang disebabkan karena hubungan pernikahan biasanya menimbulkan berbagai macam masalah, salah satunya ialah masalah waris dari suatu perkawinan beda agama, mengingat banyaknya agama yang ada di Indonesia maka tidak dapat dipungkiri bahwa bisa saja terjadi suatu perkawinan antara dua orang yang memiliki keyakinan berbeda. Dalam perkawinan beda agama, apabila seorang istri atau suami meninggal dunia maka hukum yang digunakan dalam pengaturan 2 Atho illah, Fikih Waris (Metode Pembagian Waris Praktis), (Bandung: Irama Widya, 2013), 27-29. 3 Ibid, 15.

63 pewarisannya adalah hukum dari si pewaris (yang meninggal dunia). Hal ini dikuatkan dengan adanya Yurisprudensi MARI No.172/K/Sip/1974 yang menyatakan bahwa dalam sebuah sengketa waris, hukum waris yang dipakai adalah hukum si pewaris. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa jika dilihat dari segi keadilan tanpa mempertimbangkan kesepakatan ulama jumhur mengenai pemberian wasiat wajibah kepada Tergugat, yang dimana tergugat seharusnya merupakan ahli waris pewaris tetapi karena Tergugat beragama non Muslim sehingga ia tidak dimasukkan dalam ahli waris pewaris, maka pemberian wasiat wajibah oleh Mahkamah Agung kepada Tergugat menurut penulis adalah belum tepat.