BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tarsus atau pangkal kaki tersusun oleh: ini mempunyai caput, collum dan corpus.

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan.

HUBUNGAN BERAT BADAN BERLEBIH DENGAN PERUBAHAN MEDIAL LONGITUDINAL ARCH DAN FOOT ALIGNMENT DI KECAMATAN KARTASURA

KARAKTERISTIK PLANTAR PADA USIA TAHUN. Arif Wicaksono Sasanthy Kusumaningtyas Angela BM Tulaar

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

KORELASI ANTARA BODY MASS INDEX DENGAN PLANTAR ARCH INDEX LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGGI LOMPATAN DAN BENTUK ARCUS PEDIS DENGAN KEJADIAN SPRAIN PERGELANGAN KAKI PADA ATLET BULUTANGKIS YANG MELAKUKAN JUMPING SMASH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).

CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS (CLUB FOOT) dr. Yoyos Dias Ismiarto, SpOT.(K),M.Kes, CCD, FICS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bermobilisasi adalah kaki. Untuk melindungi bagian tubuh yang penting ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DRA. SRI WIDATI, M.Pd. NIP JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2009

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RUPTUR TENDO ACHILLES

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit maupun ditemukannya penyakit-penyakit baru yang semakin. mengancam penurunan kualitas hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS EKSTREMITAS BAWAH

Siapa bilang TELANJANG KAKI itu tidak sehat!!!

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

MEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL. Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan tinjauan cross-sectional.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

ANKLE & FOOT. Yulianto W, Dipl.PT, M.Kes.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CALCANEUS SPURS DEXTRA DENGAN MODALITAS ULTRA SOUND DI RSUD SALATIGA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangkan kesempatan atlet profesional mendapatkan sumber. olahraga non-kontak yang memerlukan lompatan, perubahan cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif, serta terdiri atas ratusan otot, tendon, dan ligamen. Kaki manusia dapat

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

sendi pergelangan tangan dibentuk oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Carpal tunnel syndrome

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kaitan Pemakaian Sepatu Hak Tinggi dengan Lordosis Lumbal. Wearing High-Heeled Shoes with Lumbal Lordosis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penyebab Kematian Manusia di Negara dengan Pendapatan Menengah Kebawah (WHO, 2012)

PEMERIKSAAN MANUAL MASCLE TESTING (MMT) EKTREMITAS INFERIOR

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

INTERVENSI PADA ANAK DENGAN GANGGUAN MOTORIK. Oleh: Dra. Sri Widati, M.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) Nyeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI CEDERA

Hubungan Bentuk Telapak Kaki, Panjang Tungkai Dengan Daya Ledak Otot Tungkai Terhadap Atlet Kids Athletics Putri Tahun Rawamangun

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dinegara ini serta. meningkatnya aktivitas, maka kesadaran untuk memahami dan menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

PENDAHULUAN OIeh : drg. Emut Lukito, SU, Sp.KGA

HUBUNGAN STRUKTUR PEDIS DENGAN KECEPATAN LARI 60 METER PADA SISWA SMA NEGERI 3 SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

Clara Shinta Febrianti ( ) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut.

DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plantar Arch Index 2.1.1 Definisi Pedis adalah regio yang paling banyak terpengaruh variasi anatomi, salah satu karakteristik yang terpenting adalah variabilitas ketinggian dari arcus longitudinalis medialis. Untuk menilai arcus longitudinalis medialis secara kuantitatif digunakan plantar arch index. 19 2.1.2 Pengukuran Plantar Arch Index Diagnosis arcus pedis didapatkan dengan menggunakan foot print. Foot print tidak menggunakan radiasi, tidak invasif, murah, dan mudah. 20 Staheli s plantar arch index mudah didapatkan dari foot prints dan tidak ada perbedaan antar gender dan umur. 22 Kanatli U et al melakukan penelitian pada foot print dan analisis radiografi pedis, yang menggunakan foot print efektif untuk studi perorangan dan populasi. 20 Untuk menghitung Staheli s plantar arch index, digambar garis singgung pada sisi medial fore foot sampai ke hind foot. Ditandai titik tengah dari garis tersebut. Melalui titik tersebut, garis tegak lurus digambar menyilangi foot print. Dengan cara yang sama diulang melalui titik singgung hind foot. Pengukuran 8 8

9 lebar regio sentral pedis (A) dan regio hind foot (B) dalam milimeter. Plantar arch index didapat dengan membagi A dengan B (PAI=A/B). 7 A B Gambar 3. Staheli s plantar arch index Garis vertikal meunjukkan garis singgung pada sisi medial fore foot sampai ke hind foot. Garis horizontal tegak lurus garis vertikal. Garis A menunjukkan lebar regio sentral pedis. Garis B menunjukkan lebar regio hind foot. Dikutip dari Staheli. 7 2.1.3 Kategori Plantar Arch Index Plantar Arch Index yang normal, menurut Pediatric Orthopaedic Society terdapat dalam 2 Standar deviasi dari rata-rata populasi. Jadi, nilai Plantar Arch Index 2 SD + rerata dikategorikan sebagai flat foot. 14 9

10 Tabel 2. Kategori Plantar Arch Index Plantar Arch Index Plantar Arch Index 2 SD + Rata rata Rata rata 2 SD Plantar Arch Index 2 SD + Rata rata Plantar Arch Index Rata rata 2SD Arcus Longitudinalis Medialis Rendah Normal Tinggi Diagnosis Pes Planus / Flat foot Normal Pes Cavus 2.1.4 Faktor yang dapat memperbesar Plantar Arch Index 2.1.4.1 Alas kaki Alas kaki dapat mempengaruhi Arcus longitudinalis medialis pedis. Sepatu yang sempit dan hak tinggi menyebabkan perubahan struktur pada kaki. Sebaliknya pada orang yang tidak memakai alas kaki bentuk kakinya terjaga. 23 2.1.4.2 Kontraktur dan deformitas Kontraktur adalah kelainan atau pemendekan permanen dari otot atau sendi yang terjadi saat jaringan lunak di bawah kulit berkurang kelenturannya dan tidak dapat meregang. Kontraktur dapat menarik sendi dan mengubah posisi tulang menjadi abnormal. Kondisi ini juga dapat mengenai tendon dan ligamen, 10

11 dan dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Pada otot aspek plantar pedis yang kontraktur dapat menyebabkan arcus yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi Plantar Arch Index atau menyebabkan gejala seperti nyeri pada pedis. 40 2.1.4.3 Obesitas Obesitas adalah kondisi terjadi kelebihan lemak di jaringan subcutis dan sekitar organ. Obesitas ditunjukkan dengan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak di dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal. Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran BMI. 41 2.1.4.4 Umur Penggunaan kaki untuk berjalan, berlari dan melompat dalam jangka panjang mempengaruhi Plantar Arch Index. Tendo m.tibialis posterior dapat menjadi lemah setelah pemakaian jangka panjang dan mengalami robekan. Tendo m.tibialis posterior adalah penyokong utama dari arcus pedis. Dapat terjadi tendinitis setelah pemakaian yang berlebih. Jika terjadi kerusakan pada tendo, bentuk arcus pedis dapat menjadi datar. 24 2.1.4.5 Family history Ahli berpendapat flat foot dapat diturunkan dalam keluarga. 25 Seperti pada Marfan Syndrome, Ehlers-Danlos syndrome, Down s syndrome. 26 11

12 2.1.5 Faktor yang dapat memperkecil Plantar Arch Index 2.1.5.1 Kondisi Neuromuskular Kondisi neuromuskular dapat mempengaruhi nervus dan musculus yang dapat menyebabkan lekukan pada kaki. Terdapat sejumlah kondisi neuromuskular yang dapat mempengaruhi Plantar Arch Index seperti Charcot- Marie Tooth disease. Pada penyakit ini, m.tibialis anterior dan m.peroneus brevis mengalami kelemahan. Otot antagonisnya, m.tibialis posterior dan m.peroneus longus, relatif berkontraksi lebih kuat sehingga menyebabkan deformitas. M.peroneus longus yang berkontraksi lebih kuat dibanding m.tibialis anterior menyebabkan plantar fleksi pada jari pertama dan forefoot valgus. Musculus tibialis posterior yang berkontraksi lebih kuat dibanding m.peroneus brevis, menyebabkan adduksi dari forefoot. Musculi intrinsik menjadi kontraktur menyebabkan deformitas claw toe digunakan untuk memperkuat dorsofleksi art. talocruralis. Deformitas valgus pada forefoot dan varus pada hindfoot, meningkatkan tegangan pada ligamentum lateralis pedis dan instabilitas dapat terjadi. 42 2.1.5.2 Kongenital Sebab kongenital dapat diturunkan dari keluarga sebelumnya seperti residual club foot, spina bifida dan muscular dystrophy. 26 12

13 2.1.5.3 Trauma luka bakar. 26 Trauma pada pedis dapat menyebabkan pes cavus karena fraktur dan 2.2 Ekstremitas inferior Sikap berdiri normal, yaitu tubuh dalam keadaan keseimbangan labil. Pada sikap ini hampir tidak ada otot-otot yang bekerja. Keseimbangan ini terjadi karena titik berat badan dan garis berat badan terdapat dalam satu bidang frontal. Fungsi utama ekstremitas inferior adalah menyokong berat badan dengan energi yang efisien. Ketika berdiri, pusat gravitasi berada di anterior dari vetebra sacral II. Garis vertikal melalui pusat gravitasi letaknya sedikit posterior dari articulatio coxae, anterior dari articulatio genu dan anterior dari art. talocruralis. Regio pedis adalah dasar tubuh yang memiliki kurvatura, menahan art.genu dan art.coxae dalam keadaan ekstensi. 23,43 Gambar 4. Pusat gravitasi Titik biru menunjukkan pusat gravitasi. Garis biru menunjukkan garis gravitasi. Dikutip dari Gray s 27. 13

14 2.3 Anatomi pedis 2.3.1 Regio pedis Pedis terbentuk atas segmen-segmen tulang pendek yang merupakan suatu bidang lengkung yang cembung ke dorsal dan cekung ke plantar. Plantar pedis yang menjadi dasar adalah calcaneus dan caput dua metatarsalia medialis (ball of the foot). Pedis dapat dianggap berhubungan dengan tiga bagian anatomis yang fungsional : hindfoot, midfoot dan forefoot. 24,27-31,38 Gambar 5. Regio Pedis Gambar kiri menunjukkan permukaan pedis, ossa pedis dan retinaculum dari aspek lateral. Gambar kanan menunjukkan permukaan pedis, ossa pedis dan retinaculum dari aspek superior. Dikutip dari Moore. 29 14

15 2.3.2. Cutis dan Jaringan Subcutis Cutis dorsum pedis jauh lebih tipis dan kurang sensitif daripada cutis pada sebagian besar plantar pedis. Plantar pedis menjadi bantalan penyerap benturan, terutama pada calcaneus. Cutis plantar pedis tidak berambut, banyak kelenjar keringat dan sensitif. 28,29,38 2.3.3 Fascia Profunda Pedis Fascia dorsum pedis berlanjut ke proksimal sebagai retinaculum extensorium inferius. Fascia plantaris memiliki bagian tengah yang membentuk aponeurosis plantaris. Bagian tersebut menyerupai aponeurosis palmaris pada telapak tangan tetapi lebih kasar, padat, dan panjang. Fascia plantaris menahan bagian-bagian pedis agar tetap bersatu, melindungi plantar pedis dan menopang arcus longitudinalis pedis. 28,29,39 Aponeurosis plantaris di sebelah posterior melekat pada calcaneus. Berkas longitudinal kolagen aponeurosis terbagi menjadi lima pita yang bersambung dengan vaginae fibrosae digitorum pedis menutupi tendo mm. flexor. Pada ujung anterior plantar pedis, di inferior caput metatarsi, aponeurosis diperkuat dengan serat-serat tranversa yang membentuk ligamentum metatarsale tranversum superficiale. 27-29,38 15

16 Gambar 6. Kompartemen Pedis Gambar A menunjukkan fascia dorsum pedis. Gambar B menunjukkan plantar pedis dari aspek inferior. Gambar C menunjukkan irisan melintang kompartemen pedis Dikutip dari Moore 29. 2.3.4 Musculi Pedis Dari 20 Musculi Pedis, 14 di antaranya teletak pada aspek plantar, 2 di aspek dorsal, dan 4 di aspek intermedia. 25,27-31 16

17 Musculi plantar pedis melawan kekuatan yang cenderung mengurangi arcus longitudinalis dengan diterimanya berat pada ujung posterior arcus kemudian dipindahkan ke ujung anterior arcus. Musculi pedis menstabilkan pedis ketika daya cenderung meratakan arcus pedis tranversalis. Secara bersamaan juga mampu memperhalus usaha supinasi dan pronasi yang memungkinkan platform pedis untuk menyesuaikan bentuk terhadap tanah yang tidak rata. M.adductor hallucis menarik keempat metatarsal lateral ke arah hallux, memfiksasi arcus pedis tranversalis dan menahan kekuatan yang menekan caput metatarsi. Latihan yang menguatkan m.interosseus dan m. abductor hallucis dapat mencegah penurunan arcus. 27-31,38,39 17

18 Gambar 7. Musculi pedis Gambar 6-30 menunjukkan lapisan superfisial musculi plantar pedis. Gambar 6-31 menunjukkan lapisan pertama musculi plantar pedis. Gambar 6-32 menunjukkan lapisan kedua dan ketiga musculi plantar pedis. Dikutip dari Netter 39. 18

19 2.3.5. Articulationes pedis Articulationes pedis terdiri dari art.intertarsales, tarsometatarsal, metatarsophalanx dan interphalanx. Gerakan Inversi dan eversi pedis melibatkan articulatio subtalaris (talocalcanea) dan articulatio tarsi tranversa (articulatio talonavicularis dan calcaneocuboidea). Articulatio intertarsalis lain (misalnya, articulatio intercuneiformis, articulationes intermetatarsales dan tarsometatarsales) disatukan ligamentum. Semua ossa pedis yang terletak di proksimal articulationes metatarsophalangeales disatukan ligamentum dorsale dan plantare. Articulationes metatarsophalangeales dan interphalangeales disatukan oleh ligamentum collaterale laterale dan mediale. Articulatio tarsi transversa adalah sendi kompleks terbentuk dua sendi terpisah yang disejajarkan secara transversa : pars talonaviculare articulatio talocalcaneonavicularis dan articulatio calcaneocuboidea. 27-31,38,39,43 2.3.6 Ligamentum pedis Ligamentum calcaneonaviculare plantare, menopang caput tali dan mempertahankan arcus longitudinalis pedis. Ligamentum plantare longum, membentang dari calcaneus ke os cuboideum. Ligamentum plantare longum penting mempertahankan arcus longitudinalis pedis. Ligamentum calcaneocuboideum plantar terletak diantara ligamentum calcaneonaviculare plantare dan ligamentum plantare longum. Ligamentum tersebut terbentang dari aspek anterior facies inferior os calcaneus ke facies inferior os cuboideum. Ligamentum ini juga terlibat memepertahankan arcus longitudinalis pedis. 27-31,38,39 19

20 Gambar 8. Ligamentum pedis Gambar A menunjukkan ligamentum pedis dari aspek medial. Gambar B menunjukkan ligamentum pedis dari aspek lateral. Gambar paling bawah menunjukkan ligamentum pedis dari aspek plantar Dikutip dari Grants 30 2.3.7 Arcus pedis Lengkungan yang terdapat pada kaki adalah arcus longitudinalis medialis et lateralis dan arcus tranversus. Lengkung tranversus hanya merupakan setengah lengkungan, dan baru berbentuk lengkung penuh bila kedua pedis dirapatkan. Dengan adanya arcus pedis, maka tidak seluruh plantar pedis menapak di atas 20

21 tanah, melainkan hanya titik-titik penerima beban saja yang terlihat pada plantar pedis. Bagian lateral plantar pedis juga mengenai tanah sebab arcus pedis lateralis adalah rendah. 27-31,38,39,43 Pedis memiliki fleksibilitas yang memungkinkannya mengalami deformasi setiap kali berkontak dengan lantai, sehingga mengabsorpsi lebih banyak benturan. Selebihnya, ossa tarsalia dan metatarsalia tersusun di arcus longitudinalis dan tranversus. Struktur tersebut ditopang dan ditahan tendotendo sehingga menambah kapabilitas penahan berat dan gaya pegas pedis. 23,28,29 Arcus menyebarkan beban pada pedis, bekerja tidak hanya sebagai penyerap benturan, tetapi juga sebagai tumpuan selama berjalan, berlari, dan melompat. Arcus pedis menambah kemampuan Pedis untuk mengadaptasi perubahan kontur permukaan. Berat tubuh dipindahkan ke talus dari tibia. Kemudian beban ditransmisi ke calcaneus, ball of foot, dan lateral caput metatarsi III-V. Arcus pedis yang relatif elastik, menjadi agak rata karena berat tubuh selama berdiri. Arcus dalam keadaan normal didapatkan kembali kurvaturanya bila pedis diangkat. 28,29,43 Arcus longitudinalis tersusun atas Arcus longitudinalis lateralis dan Arcus longitudinalis medialis. Secara fungsional, bekerja sebagai suatu kesatuan dengan arcus tranversus sehingga beban disebarkan ke segala arah. Arcus longitudinalis medialis lebih tinggi dan lebih penting daripada arcus longitudinalis lateralis. Arcus longitudinalis medialis terdiri dari os. calcaneus, os. talus, os. naviculare, os.cuneiforme, dan ossa. metatarsalia. Caput tali adalah 21

22 dasar arcus longitudinalis medialis. M.tibialis anterior berinsersio di ossa metatarsalia dan os cuneiforme, memperkuat arcus longitudinalis medialis. Tendo m. fibularis longus membentang dari lateral ke medial, menopang arcus tersebut. Arcus longitudinalis lateralis terdiri dari os calcaneus, os. cuboideum, dan dua ossa. metatarsalia lateralis. 28-30,43 Arcus tranversus terususun atas os cuboideum, os cuneiforme, dan basis ossa metatarsi. Arcus longitudinalis berperan sebagai pilar untuk arcus transversus. Tendo m. peroneus longus dan m. tibialis posterior, menyilang di inferior, membantu mempertahankan arcus transversus. Integritas dipertahankan adanya faktor pasif dan topangan dinamik. 27,29,43 Gambar 7. Arcus Pedis Gambar kiri menunjukkan arcus longitudinalis medialis. Gambar kanan atas menunjukkan arcus longitudinalis lateralis. Gambar kanan bawah menunjukkan arcus tranversus Dikutip dari Gray s 27. 22

23 Faktor pasif yang terlibat terhadap pembentukan dan pertahanan arcus pedis meliputi : Ossa pedis, Aponeurosis plantaris, Ligamentum plantare longum, Ligamentum calcaneocuboideum plantare, Ligamentum calcaneonaviculare plantare. Topangan dinamik terlibat mempertahankan arcus pedis meliputi : musculi intrinsik, musculi ekstrinsik, m.flexor hallucis longus, m. flexor digitorum longus, m. peroneus longus dan m. tibialis posterior. Dari faktor-faktor tersebut, ligamentum plantare dan aponeurosis plantare menahan tekanan paling besar sehingga penting dalam mempertahankan arcus pedis. 29,31 Gambar 8. Struktur penyokong Arcus Pedis Gambar menunjukkan aspek medial pedis. Menunjukkan penopang aktif dan penopang pasif. Terdapat empat lapisan penopang pasif (1-4) Dikutip dari Moore 29. 23

24 2.3.8 Gaya berjalan Gaya berjalan yang normal terdiri dari empat fase, yaitu heel strike phase, loading/stance phase, toe off phase dan swing phase. Pada heel trike phase, lengan diayun diikuti gerakat tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi art.coxae dan ekstensi art.genu. Pada loading/stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan teratur melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe off phase, art.coxae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase, art.genui fleksi diikuti dorsofleksi art. talocruralis. 43 Gambar 9. Fase Berjalan Gambar diatas menunjukkan heel strike phase, loading/stance phase, toe off phase dan swing phase. Dikutip dari Muryono 43. 24

25 2.4. Body Mass Index 2.4.1 Definisi BMI Body Mass Index (BMI) adalah cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan berlebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degenerative. Oleh sebab itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. 32 2.4.2 Pengukuran BMI Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual. 33 BMI dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. BMI adalah tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai BMI, dapat dihitung dengan rumus berikut : 5 Menurut rumus metrik: Berat Badan (Kg ) BMI = Tinggi Badan (m 2 ) 25

26 2.4.3 Kriteria BMI Kriteria status gizi pada orang dewasa di kawasan Asia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 dibagi dalam beberapa kelompok BMI. BMI di bawah 18,5 kg/m 2 dikategorikan underweight, sedangkan BMI lebih dari 23 kg/m 2 sebagai overweight, dan BMI melebihi 25 kg/m 2 sebagai obesitas. BMI yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 kg/m 2 sampai 22,9 kg/m 2. Obesitas dikategorikan pada dua tingkat: tingkat I (25-29,9 kg/m 2 ) dan tingkat II ( 30 kg/m 2 ). 5 Sedangkan menurut kurniasih (2010) pengukuran BMI dibagi kedalam 5 kategori utama : kurang berat badan tingkat berat termasuk kedalam kategori BMI kurang daripada 15 kg/m 2, kurang berat tingkat ringan termasuk kedalam kategori BMI dari 15 18,5 kg/m 2, normal termasuk kedalam kategori BMI dari 18,5-25 kg/m 2, berat badan lebih termasuk kedalam kategori BMI 25-30 kg/m 2, obesitas lebih daripada 30 kg/m 2. 34 Tabel 3. Kategori BMI WHO dan Asia-Pasifik Klasifikasi WHO (kg/m 2 ) Asia-Pasifik (kg/m 2 ) Underweight <18.5 <18.5 Normal 18.5-24.9 18.5-22.9 Overweight 25-29.9 23-24.9 Obese Class I 30-34.9 25-29.9 Obese Class II 35-39.9 >30 26

27 2.4.4 Faktor yang mempengaruhi BMI BMI adalah salah satu indikator yang dapat dipercaya untuk mengukur lemak tubuh. Jika seseorang mengalami kelebihan atau kegemukan, karena disebabkan berbagai macam penyebab, seperti yang dikemukakan oleh Gayle Galletta (2011) yakni : 35 1. Faktor genetik Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas. 35 2. Faktor Lingkungan Lingkungan yang dimaksud yaitu perilaku atau pola hidup, kualitas makanan, kuantitas makanan dan bagaimana seseorang beraktivitas. Pola makan dan aktivitas dapat diubah jika ada kemauan dari seseorang untuk memperbaiki hidupnya. 35 3. Faktor Jenis Kelamin Pada umumnya, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan dibanding lelaki dengan asupan kalori yang sama. 35 4. Faktor Usia Semakin bertambah usia seseorang, cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah. 44 27

28 5. Kehamilan Berat badan cenderung bertambah 4 6 kilogram setelah kehamilan dibanding dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita. 44 Penambahan berat badan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori tersebut disimpan sebagai lemak. Pada awalnya, hanya ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi bertambah banyak. 35 Obesitas dan kegemukan merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker. Obesitas dianggap masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan. 5 2.4.5 Keterbatasan BMI Salah satu keterbatasan BMI adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. BMI juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh. 36 28

29 2.5. Hubungan Plantar Arch Index dengan Body Mass Index Gambar 10. Pengaruh Obesitas terhadap Arcus longitudinalis Medialis Pedis Tanda panah ke bawah menunjukkan beban tubuh akan menurunkan arcus longitudinalis medialis Dikutip dari Singrolay 18. Pedis, berfungsi menopang gaya reaksi tanah yang dihasilkan selama kehidupan sehari-hari. Komponen utama yang bertanggung jawab untuk menyerap dan menghilangkan kekuatan-kekuatan ini di Pedis adalah arcus longitudinalis pedis. Lengkungan ini terdiri ossa, artiulationes, ligamenti dan musculi. Ligamenti memiliki peran utama sebagai pendukung dan stabilisasi arcus longitudinalis pedis. 37 Musculi memberikan dukungan sekunder dengan mempertahankan arcus longitudinalis pedis selama tugas dinamis. Ligamenti jarang terkena kelelahan fisiologis dan karena itu menawarkan lebih besar ketahanan terhadap stres dibandingkan dengan musculi. Namun, pembebanan berulang dan berlebih akibat obesitas atau overweight dapat meregangkan ligamenti melebihi batas elastisnya, 29

30 merusak jaringan lunak, meningkatkan risiko ketidaknyamanan pada pedis dan mengembangkan deformitas pada pedis. 37 Penelitian pada anak-anak di India oleh Singrolay menunjukkan bahwa kenaikan gaya pembebanan berlebihan yang disebabkan obesitas memberikan pengaruh negatif terhadap pedis. Pengaruh negatif tersebut adalah turunnya arcus longitudinalis medialis secara signifikan pada overweight atau obese, disebabkan karena pedis menahan beban atau massa tubuh yang berlebihan secara terusmenerus. Untuk menilai arcus longitudinalis medialis secara kuantitatif digunakan plantar arch index 18 30

31 2.6 Kerangka Teori Gizi Jenis Kelamin Usia Genetik Body Mass Index Kehamilan Kelenturan Ligamen Umur Plantar Arch Index Deformitas Alas kaki Kelainan Kongenital Kontraktur Trauma Gambar 11. Kerangka Teori 31

32 2.7 Kerangka Konsep Faktor kelainan pedis seperti kelenturan ligamen, abnormalitas, deformitas, fusi tulang, neuromuskular, kelainan kongenital, kontraktur, dan trauma dapat direstriksi karena sampel dipilih mahasiswa yang tidak memiliki penyakit atau kelainan. Faktor yang mempengaruhi bentuk kaki seperti sepatu dapat di setarakan karena menurut data pada mahasiwa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro rata-rata memakai sepatu pantofel. Faktor umur, jenis kelamin, lingkungan dan kehamilan juga dapat di setarakan karena sampel yang dipilih adalah mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Genetik tidak diperiksa karena keterbatasan biaya. Faktor-faktor tersebut di atas mendasari kerangka konsep penelitian ini disusun sebagai berikut : Body Mass Index Plantar Arch Index Gambar 12. Kerangka Konsep 2.8 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat korelasi antara Body Mass Index dengan besarnya Plantar Arch Index pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 32