PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

dokumen-dokumen yang mirip
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

Kata kunci :Upaya Hukum, Transportasi udara

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

GANTI RUGI DALAM ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA KOMERSIAL

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

Oleh Anandita Sasni I Gst. Ayu Puspawati Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan yang pesat dalam segala aspek kehidupan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

Bagian Hukum Bisnis Falkutas Hukum Universitas Udayana

ANALISIS HUKUM PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANANYA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

Oleh : Ni Putu Lisna Yunita I Gede Putra Ariana. Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana. Abstract

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

- Andrian Hidayat Nasution -

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGGUNA BAHAN BAKAR MINYAK ECERAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN PENJUALAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYELENGGARA JALAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Oleh : Suyatna

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAM PENGESAHAN... HALAM MOTTO DAN PERSEMBAHAN... viii. KATA PENGANTAR... x. DAFTAR TABEL...

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA GAS ELPIJI

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

PENGATURAN HUKUM WAJIB DAFTAR PESERTA BPJS BAGI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

BAB I PENDAHULUAN. A.! Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Oleh : Ari Agung Satrianingsih I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

PENGATURAN POLISI TIDUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK

Transkripsi:

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA Oleh Theresia Carmenia Yudithio Ni Putu Purwanti Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The title of this paper is Airlines Criminal Liability In Aircraft Accident". Commercial air transport is currently experiencing very rapid progress, it can be seen from the many airline companies that provide air transportation services are cheap and convenient for the passangers. Sometimes, problems arise, such as aircraft accidents. It can not be separated from the role that airlines sometimes more concerned with profits than the safety of passengers only user services. Thus the necessary legal framework in order to provide legal protection for air travelers and strict criminal penalties for violating the airline. Keywords: Criminal Liability, Airlines, Aircraft Accident ABSTRAK Makalah ini berjudul Pertanggungjawaban Pidana Maskapai Penerbangan Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Pesawat Udara. Transportasi udara niaga saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maskapai penerbangan yang menyediakan jasa transportasi udara yang murah dan nyaman bagi masyakarat. Namun tidak jarang muncul masalah, misalnya saja terjadinya kecelakaan pesawat udara. Hal ini tidak dapat lepas dari peran maskapai penerbangan yang terkadang lebih mementingkan keuntungan semata daripada keselamatan penumpang pengguna jasanya. Maka dari itu diperlukan payung hukum guna memberikan perlindungan hukum bagi para penumpang pesawat udara dan sanksi pidana yang tegas untuk maskapai penerbangan yang melakukan pelanggaran. Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Maskapai Penerbangan, Kecelakaan Pesawat Udara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini menjadi sangat penting, karena transportasi udara udara merupakan transportasi yang cepat dan ekonomis sehingga memudahkan manusia untuk dapat menjalani aktifitasnya. Namun tidak jarang timbul masalah di dalam dunia penerbangan. 1

Beberapa bulan terakhir ini, dunia penerbangan kita mendapat sorotan tajam karena marak terjadinya kecelakaan pesawat udara di Indonesia. Dari berita jatuhnya pesawat Adam Air yang menewaskan 200 orang, sampai pada jatuhnya pesawat Lion Air di Bali. 1 Peristiwa ini mengakibatkan kerugian baik terhadap individu korban dan keluarga juga terhadap masyarakat luas karena dampaknya, sehingga secara hukum harus dipertanggung jawabkan. Menurut E. Suherman dalam artikel Suatu Sistem Tanggung Jawab Yang Adil Bagi Indonesia mengatakan bahwa korban kecelakaan pesawat udara di Indonesia mengalami penderitaan dua kali, yang pertama karena kecelakaan pesawat udara itu sendiri, sedangkan yang kedua karena adanya kekosongan dalam hukum udara kita. Kekosongan disini bukan berarti bahwa tidak adanya suatu pengaturan hukum yang mengaturnya, akan tetapi dalam hal ini kekosongan dalam pengertian tanggung jawab pengangkut sebagaimana diatur dalam hukum udara, baik hukum udara yang lingkupnya nasional maupun hukum udara internasional. 2 Dari hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan timbul adalah bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana penerbangan dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pihak maskapai penerbangan bila terjadi kecelakaan pesawat udara. 1.2 Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan terkait tindak pidana penerbangan dan bagaimana pertanggungjawaban pidana maskapai penerbangan dalam hal terjadinya kecelakaan pesawat udara. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penulisan Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian normatif atau penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini mengkaji dan meneliti peraturan- 1 Daftar Kecelakaan Dan Insiden Pesawat Penumpang, 2014, tersedia pada situs : http://id.wikipedia.org/wiki/daftar_kecelakaan_dan_insiden_pesawat_penumpang, diakses pada Sabtu, 22 Maret 2014, 18:11 2 E.Suherman, 1983, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Bandung, Alumni,hal.225 2

peraturan tertulis. 3 Penelitian normatif digunakan karena terdapat kekaburan norma di dalam Pasal 441 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam hal terjadinya kecelakaan pesawat yang mengakibatkan meninggalnya para penumpang merupakan suatu tindak pidana yang mana maskapai penerbangan sebagai suatu korporasi dapat dimintai pertanggungjawabannya. Jadi digunakanlah penelitian hukum doktrinal yang berupa usaha melakukan penafsiran hukum yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara 4. 2.2 Hasil Dan Pembahasan 2.2.1 Pengaturan Terkait Tindak Pidana Penerbangan Pengaturan tindak pidana penerbangan terdapat dalam beberapa Konvensi Internasional seperti Konvensi Tokyo tahun 1963, Konvensi The Hague 1970, Konvensi Montreal 1971, dan terakhir Konvensi Montreal 1991. 5 Indonesia yang menyadari pentingnya mencegah dan menggulangi tindak pidana penerbangan juga ikut meratifikasi ketiga konvensi tersebut. Selain itu Indonesia juga mengeluarkan UU No.4 Tahun 1976 yang memperluas berlakunya KUHP terhadap tindak pidana penerbangan. Dalam KUHP melalui UU No. 4 Tahun 1976 diatur suatu tindakan karena kealpaan yang menyebabkan tanda atau alat untuk pengaman penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau tidak dapat bekerja atau menyebabkan kekeliruan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan sehingga mengakibatkan celakanya pesawat udara, yang diatur dalam Pasal 479 a sampai dengan d KUHP. Kemudian dikeluarkan undang-undang khusus,yaitu UU No.15 Tahun 1992 dan yang terakhir UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang memuat tindak pidana yang mungkin terjadi selama dalam penerbangan baik itu dilakukan oleh awak pesawat hingga penumpang daripada pesawat itu sendiri. Ketentuan pidana dalam undang-undang ini dimuat mulai dari Pasal 401 - Pasal 443 UU No.1 Tahun 2009. 3 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, Hal.15. 4 Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 42 5 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1984, hal. 14. 3

2.2.2 Pertanggungjawaban Pidana Maskapai Penerbangan Maskapai penerbangan merupakan suatu korporasi berbadan hukum yang bergerak di bidang transportasi udara. Apabila didalam penerbangan pesawat mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan meninggalnya para penumpang hal itu merupakan satu tindak pidana. Didalam Pasal 441 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan disebutkan, Tindak pidana di bidang penerbangan dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama. Di dalam maskapai penerbangan terdiri dari tiga organ, yaitu : RUPS, komisaris dan direksi, selain itu ada pengurus lain yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang terhadap maskapai penerbangan yang tersusun didalam anggaran dasarnya. Selain itu juga termasuk di dalamnya pilot pesawat terbang dan kru pesawat yang memiliki kewenangan mengoperasikan pesawat terbang untuk keuntungan baik finansial maupun non finansial terhadap maskapai penerbangan. Bila terjadi kecelakaan pesawat udara yang menyebabkan kematian, terlepas dari human error atau cuaca atau kondisi pesawat terbang, maka pilot adalah sebagai tersangka, sehingga secara teoritis korporasi sudah dapat dituntut pertanggungjawaban pidana karena unsur-unsur yang tersebut diatas dapat terpenuhi semuanya, yaitu seorang pilot mampu menerbangkan pesawat karena mendapat tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh korporasi, dalam hal ini adalah organ yang mempunyai kewenangan mengambil kebijakan tanpa menunggu atasannya. Pilot melakukan hal tersebut untuk kepentingan finansial korporasi, walaupun korporasi tidak dapat menerbangkan pesawat namun melalui pilot berarti korporasilah yang menerbangkan sehingga korporasi dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya. Pada Pasal 443 UU No.1 Tahun 2009, menyebutkan Dalam hal tindak pidana di bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam bab ini. 4

Jadi sanksi yang dapat dijatuhkan kepada korporasi dalam hal terjadinya kecelakaan pesawat udara adalah pidana penjara dan pidana denda dengan pemberatan tiga kali dari pidana denda yang ditentukan. III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pengaturan mengenai tindak pidana penerbangan selain terdapat di dalam konvensi internasional,tetapi juga ada didalam hukum nasional,yaitu di dalam KUHP,UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dan yang terbaru adalah UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dalam hal terjadinya kecelakaan pesawat udara adalah dapat berupa pidana penjara dan denda dengan pemberatan tiga kali dari pidana denda yang ditentukan. IV. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1984, hal. 14 E.Suherman, 1983, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Bandung,Alumni, hal.225 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, Hal.15. Zainuddin Ali, 2009. Metode Penelitian Hukum, Jakarta ; Sinar Grafika. Hal 24 INTERNET : Daftar Kecelakaan Dan Insiden Pesawat Penumpang, 2014, tersedia pada situs : http://id.wikipedia.org/wiki/daftar_kecelakaan_dan_insiden_pesawat_penumpang, diakses pada Sabtu, 22 Maret 2014, 18:11 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956) 5