BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas I Baturraden Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan. kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 3% perdekade.

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Umum Responden

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. psikologis akibat proses menua. Lanjut usia merupakan tahapan dimana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kulon Progo yang memiliki 8 dukuh, yaitu Dhisil, Giyoso, Kidulan,

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan


BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN HUBUNGAN STRES DENGAN KENAIKAN TEKANAN DARAH PASIEN RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 e-issn : p-issn :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menopause merupakan berhentinya masa menstruasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Stikes Muhammadiyah Gombong

AYU CANDRA RAHMAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut dengan Kejadian Hipertensi pada Pegawai UIN Alauddin Makassar Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas I Baturraden Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April tahun 2014 dengan jumlah sampel 51 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk memperoleh data penelitian dengan melalui pemberian kuesioner kepada semua responden, dapat dilaporkan data sebagai berikut: 1. Analisis univariat a. Karakteristik responden Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Responden. Variabel Frekuensi Persentase (%) Umur - 45-49 tahun 9 17,6-50-54 tahun 18 35,3-55-59 tahun 24 47,1 Jumlah 51 100 Jenis kelamin - Laki-laki 21 41,2 - Perempuan 30 58,8 Jumlah 51 100 Tabel 4.1 menjelaskan karakteristik responden berdasarkan umur menunjukan hampir sebagian besar responden berumur 55-59 tahun sebanyak 24 (47,1%), berumur 50-54 tahun sebanyak 18 (35,3%) dan berumur 45-49 tahun sebanyak 9 (17,6%).

Pada karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 (58,8%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 (41,2%). b. Status berat badan, Aktifitas fisik, Konsumsi Garam, Manajemen Stres dan Status Tekanan Darah Tabel 4.2 Deskripsi Status berat badan, Aktifitas fisik, Konsumsi Garam, Manajemen Stress dan Status Tekanan Darah. Variabel Status berat badan - Gemuk - Normal Aktifitas fisik - Tidak Melakukan - Melakukan Konsumsi garam - Banyak - Sedikit Manajemen stres - Tidak Melakukan - Melakukan Status tekanan darah - Tinggi - Normal Frekuensi (n = 51) 29 22 27 24 34 17 28 23 32 19 Persentase (%) 56,9 43,1 52,9 47,1 66,7 33,3 54,9 45,1 62,7 37,3 Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki status berat badan gemuk sebanyak 29 (56,9%) dan memiliki status berat badan normal sebanyak 22 (43,1%). Untuk aktifitas fisik, sebagian besar responden tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 27 (52,9%) dan melakukan aktifitas fisik sebanyak 24 (47,1%). Untuk konsumsi garam, sebagian besar responden mengkonsumsi garam secara banyak sebanyak 34 (66,7%) dan mengkonsumsi garam secara sedikit sebanyak 17 (33,3%). Untuk manajemen stres, sebagian besar responden tidak melakukan

manajemen stres sebanyak 28 (54,9%) dan melakukan manajemen stres sebanyak 23 (45.1%). Untuk status tekanan darah, sebagian besar responden memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 32 (62,7%) dan memiliki status tekanan darah normal sebanyak 19 (37,3%) 2. Analisis bivariat a. Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah Tabel 4.3 Hasil Uji Chi Square Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah. Status berat Status tekanan darah badan Tinggi Normal Total n % n % n % Gemuk 23 79,3 6 20,7 29 100 Normal 9 40,9 13 59,1 22 100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100 OR (95% CI) P-value 5,537 (1,608-19,072) 0,012 Tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 29 responden yang status berat badannya gemuk, mayoritas memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 23 (79,3%) responden dan yang memiliki status tekanan darah normal sebanyak 6 (20,7%) responden. Dari 22 responden berstatus berat badan normal, hampir sebagian besar memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 9 (40,9%) responden dan sebagian besar memiliki status tekanan darah normal sebanyak 13 (59,1%). Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,012 (α = 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara status berat badan dengan status tekanan darah.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,537, yang artinya responden yang memiliki status berat badan gemuk mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang status berat badanya normal. b. Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah Tabel 4.4 Hasil Uji Chi Square Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah. Aktifitas fisik Tidak melakukan Status tekanan darah Tinggi Normal Total n % n % n % 21 77,8 6 22,2 27 100 melakukan 11 45,8 13 54,2 24 100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100 OR (95% CI) 4,136 (1,232-13,893) P-value 0,039 Tabel 4.4 menunjukan bahwa dari 27 responden yang tidak melalakukan aktifitas fisik, mayoritas memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 21 (77,8%) responden dan yang memiliki status tekanan darah normal sebanyak 6 (22,2%) responden. Dari 24 responden yang melakukan aktifitas fisik, hampir sebagian besar memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 11 (45,8%) responden dan sebagian besar memiliki status tekanan darah normal sebanyak 13 (54,2%).

Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,039 (α = 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,136 yang artinya responden yang tidak melakukan aktifitas fisik mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan aktifitas fisik. c. Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah. Diit garam Banyak Sedikit Status tekanan darah Tinggi Normal Total n % n % n % 26 76,5 8 23,5 34 100 6 35,3 11 64,7 17 100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100 OR (95% CI) 5,958 (1,670-21,254) P-value 0,010 Tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 34 responden yang konsumsi garamnya banyak, mayoritas memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 26 (76,5%) responden dan yang memiliki status tekanan darah normal sebanyak 8 (23,5%) responden. Dari 17 responden yang konsumsi garamnya sedikit, sebagian besar memiliki status tekanan darah normal sebanyak 11 (64,7%) dan

hampir sebagian kecil memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 6 (35,3%) responden. Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,010 (α = 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara kosumsi garam dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,958 yang artinya responden yang konsumsi garamnya banyak mempunyai resiko 6 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang konsumsi garamnya sedikit. d. Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah Tabel 4.6 Hasil Uji Chi Square Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah Manajemen stres Status tekanan darah Tinggi Normal Total n % n % n % Tidak Melakukan 22 78,6 6 21,4 28 100 Melakukan 10 43,5 13 56,5 23 100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100 OR (95% CI) 4,767 (1,404-16,186) P-value 0,022 Tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 28 responden yang tidak melalakukan manajemen stres, mayoritas memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 22 (78,6%) responden dan yang memiliki status tekanan darah normal sebanyak 6 (21,4%) responden. Dari 23 responden yang melakukan manajemen stres, hampir sebagian

besar memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 10 (43,5%) responden dan sebagian besar memiliki status tekanan darah normal sebanyak 13 (56,5%). Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,022 (α = 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen stres dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,767 yang artinya responden yang tidak melakukan manajemen stres mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan manajemen stres. B. Pembahasan 1. Analisis univariat a. Karakteristik Responden 1. Umur Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik responden berdasarkan umur menunjukan hampir sebagian besar responden berumur 55-59 tahun sebanyak 24 (47,1%). Totoprajogo, O.S.(2006), mengungkapkan dengan bertambahnya usia maka resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Masitoh, A.D. (2013) menambahkan bahwa hal ini disebabkan karena tekanan darah arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,

terjadinya regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang lebih sering pada usia tua. Pada saat terjadi penambahan usia sampai mencapai masa tua, terjadi pula risiko peningkatan penyakit yang meliputi kelainan syaraf/kejiwaan, kelainan jantung dan pembuluh darah serta berkurangnya fungsi panca indra dan kelainan metabolisme pada tubuh. Hal ini didukung oleh penelitian pradono (2003) dalam lintanasri (2012) menunjukan hubungan yang bermakna antara faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit tidak menular yaitu pada golongan umur 54-64 tahun mempunyai resiko 7,45 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan golongan umur 25-34 tahun. Menurut Andarini, S., Wirawan, N.N., & Maulida, N.R (2012), Seiring bertambahnya usia maka arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang lebih sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah, sehingga bila perubahan tersebut disertai faktorfaktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi Hardiman, A (2006) menambahkan bahwa dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi,

yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. 2. Jenis Kelamin Pada karakteristik jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 (58,8%). Lintansari (2012) mengungkapkan hipertensi pada wanita usia muda terbilang rendah bukan berarti mereka dapat terlindungi selamanya dari penyakit ini, ketika usia sudah memasuki 50 tahun, harus mulai lebih waspada dengan ancaman penyakit yang kerap disebut silent killer ini. Karena ketika wanita mulai mengalami masa menopause, prevalensi hipertensi justru lebih banyak didominasi pada wanita. Alamsyah, A. N., Soemardini, & Yudha, B. B (2012) menambahkan bahwa wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi merupakan pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Namun pada masa premenopause wanita mulai kehilangan hormon estrogen sehingga pada usia diatas 45-55 tahun prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi. Menurut Hardiman, A (2006) dalam penelitiannya bahwa gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. b. Status berat badan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki status berat badan gemuk sebanyak 29 (56,9%). Menurut Azwar, A (2004), kegemukan merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Anggraeni (2012) mengungkapkan bahwa berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir, penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Sugondo (2006) menambahkan bahwa berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degenerative. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. c. Aktifitas fisik Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 27 (52,9%). Thomas (2003) menjelaskan

bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh. Menurut Almatsier (2002), banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Aktifitas fisik seperti olahraga mempunyai manfaat yang besar karena dapat meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani, yaitu sistem jantung dan pernapasan, kelenturan sendi dan kekuatan otot otot tertentu (Muliyati, H (2012)). Menurut penelitian Sihombing, M (2010) menyatakan bahwa kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor risiko berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, stroke, DM dan kanker. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah dan melatih otot jantung sehinggga menjadi terbiasa bila jantung mendapat pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Menurut Mukti, A.G. (2012), bahwa masyarakat sadar bahwa dengan meningkatkan aktivitas fisik dengan cara latihan fisik atau olahraga yang teratur dapat meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi masih banyak masyarakat belum paham bahwa latihan fisik atau berolahraga yang baik, benar, terukur, dan teratur akan meningkatkan kebugaran jasmani yang penting untuk menjaga stamina tubuh.

d. Konsumsi garam Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi garam secara banyak sebanyak 34 (66,7%). Widyaningrum, S. (2012) menyatakan bahwa Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Mustamin (2010) menjelaskan bahwa asupan garam (Natrium Chlorida) dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut Basri, (2003) dalam Mustamin. (2010), bahwa natrium jika dikonsumsi lebih banyak akan meretensi lebih banyak air untuk mempertahankan pengenceran elektolit, sehingga cairan intenstin bisa terakumulasi dan volume plasma meningkat. Peningkatan volume plasma dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, terutama bila fleksibilitas pembuluh darah menurun oleh aterosklerosis Sari, D. M. (2013) menambahkan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan hipertropi sel adiposit akibat proses lipogenik pada jaringan lemak putih, jika berlangsung terus

menerus akan menyebabkan penyempitan saluran pembuluh darah oleh lemak dan berakibat pada peningkatan tekanan darah. e. Manajemen stres Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan manajemen stres sebanyak 28 (54,9%). Qonitatin, N., Savitri, A.D., & Asih, G.Y. (2006) menjelaskan bahwa, Stres dapat bersifat fisik, biologis dan psikologis. Kuman kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia menimbulkan stres biologis yang menyebabkan berbagai reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan stres psikologis dapat bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan rasa sejahtera dan keseimbangan hidup. Stres sendiri dapat diatasi dengan kemampuan individu dalam mengatur atau melakukan manajemen stres. Menurut Ide P. (2008) Manajemen stres bertujuan untuk mengurangi kadar stres dengan cara belajar atau meminta bimbingan orang lain agar dapat menghadapi masalah dan mengurangi ketegangan dalam diri melalui berbagai macam teknik. Prasetyorini. H.T (2012) menambahkan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengelola stres salah satunya dengan melakukan upaya peningkatan kekebalan stres dengan mengatur pola hidup sehari-hari seperti makanan dan pergaulan.

Saat stres datang, lakukan cara-cara yang bisa membuat tubuh relaks seperti melakukan latihan pernafasan, yoga, meditasi dan latihan ringan lainya (Ramayulis, R (2010)). f. Status tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 32 (62,7%). Anggara, F.H., & Prayitno, N. (2013) menjelaskan bahwa tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Menurut Azwar, A (2004), Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka panjang akan mengganggu fungsi endotel, yaitu sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah. Gangguan fungsi endotel ini menyebabkan

terbentuknya kerak-kerak (plak) yang dapat mempersempit liang pembuluh darah koroner. (Pusat Promosi Kesehatan Perhimpunan Hipertensi Indonesia, (2012)) 2. Analisis bivariat a. Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar 0,012 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara status berat badan dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,537, yang artinya responden yang memiliki status berat badan gemuk mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang status berat badanya normal. Hal tersebut menunjukan bahwa berat badan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status tekanan darah Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferawati, T.F (2008), dalam penelitianya menyatakan bahwa Ada hubungan secara bermakna antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistol dan diastol. Pradono, J. (2007) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa risiko terkena hipertensi dengan berat badan lebih, berpeluang 2,3 kali dibandingkan dengan berat badan normal dan

kurus. Responden dengan berat badan lebih akan terjadi penumpukan jaringan lemak, yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah dalam meningkatkan kerja jantung untuk dapat memompakan darah ke seluruh tubuh. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Harahap, H., Hardisyah, Setiawan, B. & Effendi, I. (2008) dengan judul Hubungan indeks massa tubuh, jenis kelamin, usia, golongan darah dan riwayat keturunan dengan tekanan darah pada pegawai negeri sipil di Pekan Baru. Didapatkan nilai p value = 0,038 (p<0,05) antara IMT dengan tekanan darah sistol, untuk setiap peningkatan 1 poin IMT akan meningkatkan tekanan darah sistol sebanyak 0,362 mmhg. maka secara statistik dinyatakan ada hubungan antara IMT dengan tekanan darahs sistol. Alamsyah, A.N., Soemardini, Yudha, B.B. (2012) menambahkan bahwa semakin besar massa tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Tingginya natrium akan menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.

b. Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar 0,039 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,136 yang artinya responden yang tidak melakukan aktifitas fisik mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan aktifitas fisik. Hal tersebut menunjukan bahwa aktifitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status tekanan darah Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranama, V.F. (2012), dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Hengli (2013) menyatakan bahwa kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Muliyati, H (2011) bahwa ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada atreri (Zuraidah, 2012). c. Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar 0,010 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi garam dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,958 yang artinya responden yang konsumsi garamnya banyak mempunyai resiko 6 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang konsumsi garam sedikit. Hal tersebut menunjukan bahwa konsumsi garam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status tekanan darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti, N.I (2005), dalam penelitiannya yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah. Adhyanti, Sirajuddin, S., & Jafar, N. (2012) menjelaskan bahwa pengaruh asupan garam (natrium) terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluer meningkat. Untuk menormalkannya, cairan instraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah. Penelitian INTERSALT dalam Nurifadah, C.S., & (2012) menambahkan bahwa penelitian yang melibatkan lebih dari 10.000 subjek dari berbagai negara menunjukan bahwa konsumsi garam berhubungan dengan tekanan darah pada populasi dengan usia 25-55 tahun. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., & Siahaan, S.S. (2009) dengan judul Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa puskesmas Bangkinang periode Januari sampai Juni 2008. Didapatkan nilai p value = 0,00 (p<0,05). maka dinyatakan ada hubungan bermakna secara statistik antara pola asupan garam dengan kejadian hipertensi.

d. Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar 0,022 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen stress dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,767 yang artinya responden yang tidak melakukan manajemen stres mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan manajemen stres. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti, N.I (2005) dengan judul Pengaruh manajemen stres terhadap regulasi tekanan darah pada penderita hipertensi primer, dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara manajemen stres dengan teknik meditasi, bernapas relaksasi, dan aromaterapi dengan tekanan darah. Menurut Prasetyorini H. T (2012), Salah satu penyebab peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi adalah stres. Stres merupakan suatu tekanan fisik maupun psikis yang tidak menyenangkan. Stres akan berdampak pada sistem organ tubuh orang tersebut, salah satunya adalah peningkatan tekanan darah. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Muhlisin, A., & Laksono, R.A. (2011) bahwa ada hubungan antara

tingkat stres dengan kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo. Ramayulis, R (2010) menambahkan bahwa stres yang berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekhawatiran yang terus menerus. Akibatnya, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat sehingga tekanan darah akan meningkat. C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaanya yaitu dalam menetapkan jumlah konsumsi garam hanya dengan menggunakan kuesioner dalam penentuan jumlah konsumsi garam.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik responden berdasarkan umur menunjukan hampir sebagian besar responden berumur 55-59 tahun sebanyak 24 (47,1%). Pada karakteristik jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 (58,8%) 2. Sebagian besar responden memiliki status berat badan gemuk sebanyak 29 (56,9%). Untuk aktifitas fisik, sebagian besar responden tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 27 (52,9%). Untuk konsumsi garam, sebagian besar responden mengkonsumsi garam secara banyak sebanyak 34 (66,7%). Untuk manajemen stress, sebagian besar responden tidak melakukan manajemen stress sebanyak 28 (54,9%). Untuk status tekanan darah sebagian besar responden memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 32 (62,7%) 3. Terdapat hubungan antara status berat badan dengan status tekanan darah dengan nilai P-value 0,012. 69