1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha perdagangan. Notaris diberikan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan. Kepastian hukum dan semangat pembaharuan semakin tercermin sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Undang-undang ini terdiri dari 13 bab dan 92 pasal, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Menurut Pasal 1 angka 1 (satu) UUJN disebutkan definisi notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini. Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata. Definisi yang diberikan oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Notaris sebagai pejabat umum dan memiliki
2 wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN. 1 Dalam UUJN juga diatur secara rinci tentang tugas seorang notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik sebagai produk notaris baik yang dibuat oleh maupun dihadapan notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Akta notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, maka notaris tidak dapat semena-mena dalam melakukan pembuatan akta otentik tersebut. Semua harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak hanya karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, maka UUJN juga mengatur tentang kewenangan, kewajiban serta larangan-larangan bagi notaris dalam hal melakukan tindakan dalam jabatannya. Berdasarkan Pasal 15 UUJN, kewenangan notaris adalah sebagai berikut: a. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan 1 Lihat Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 13.
3 grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi). Legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang ditandatangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris. c. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (warmerking). d. Membuat copy asli dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir). f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. g. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan; atau h. Membuat akta risalah lelang. Kewenangan notaris juga diatur dalam Pasal 51 UUJN, yaitu membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani, dengan membuat berita acara dan memberikan
4 catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor berita acara pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak. Berdasarkan pengertian notaris tersebut terlihat bahwa seorang notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik. Akta otentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta notaris sebagai akta otentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh UUJN. 2 Pasal 16 UUJN telah mengatur mengenai kewajiban notaris. Kewajiban notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh notaris, yang jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi terhadap notaris. Kewajiban notaris yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i dan k UUJN yang jika dilanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 UUJN. 3 Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang notaris, ada beberapa tindakan yang dilarang untuk dilakukan. Larangan bagi notaris tercantum dalam Pasal 17 UUJN, yaitu: a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut- turut tanpa alasan yang sah; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 2 Ibid., hlm. 16 3 Lihat Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia, Cetakan Ketiga, Refika Aditama, Bandung, hlm. 86.
5 e. Merangkap jabatan sebagai advokat; f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta; g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan notaris; h. Menjadi notaris pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Produk dari seorang notaris adalah akta, maka dalam hal ini notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya harus mempunyai prinsip kehati-hatian dan ketelitian dalam membuat akta, supaya akta yang dibuatnya tidak cacat hukum karena harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat umum dan juga tidak merugikan orang lain. Kehati-hatian dan ketelitian ini sangat diperlukan dalam proses pembuatan akta. Hal tersebut telah ditentukan dalam UUJN dan Kode Etik Notaris dalam menjalankan tugasnya. Kedudukan kode etik bagi notaris sangat penting, bukan hanya karena notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik, melainkan juga karena sifat dan hakikat dari pekerjaan notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa notaris tersebut. 4 4 Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus), Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.133.
6 Menurut Kode Etik Notaris, notaris dalam melakukan tugas dituntut agar menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilan menjalankan profesinya yang selalu berorientasi pada kepentingan masyarakat, ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum, berbahasa Indonesia yang baik. Jika hal-hal tersebut diwajibkan oleh Kode Etik Notaris agar berperan dalam diri setiap notaris, maka dapat dijumpai peranan bahwa perilaku profesional dan integritas moral sangat dominan. 5 Selain UUJN, dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris juga mengatur tentang larangan notaris, yang berbunyi: Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris dilarang: (1) Memiliki lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwwakilan; (2) Memasang papan nama dan/atau tulisan berbunyi Notaris/Kantor Notaris diluar lingkungan kantor; (3) Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk: a. Iklan; b. Ucapan selamat; c. Ucapan belasungkawa; d. Ucapan terima kasih; e. Kegiatan pemasaran f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olahraga; (4) Bekerja sama dengan biro jasa/ orang/ badan hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien; (5) Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain; (6) Mengirimkan Minuta Akta kepada klien untuk ditandatangani; 5 Supriadi, 2010, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 108.
(7) Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu langsung ditujukan kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain; (8) Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumendokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya; (9) Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan tidak sehat dengan sesama rekan notaris; (10) Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan; (11) Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus sebagai karyawan kantor notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari notaris yang bersangkutan; (12) Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara tidak menggurui, melalaikan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut; (13) Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi; (14) Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran-pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris antara lain tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap: a. Ketentuan-ketentuan dalan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi sumpah jabatan notaris; d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh Organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota. 7
8 Memperhatikan apa yang telah tergali dalam Kode Etik Notaris di atas, dengan dalih utama notaris harus memegang teguh etika professinya, maka notaris juga harus mempunyai perilaku yang baik dan tidak tercela, tidak mengabaikan keluhuran martabat serta tidak melakukan kesalahan lain baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya sebagai seorang notaris. Notaris selaku pejabat umum harus mencegah tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan kepercayaan yang telah diberikan masyarakat. Notaris mempunyai tanggung jawab tinggi terhadap masyarakat, mempunyai organisasi dan mendapat pengakuan dari masyarakat serta mempunyai kode etik dengan sanksi yang tegas apabila dilanggar. Akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan menurut UUJN yaitu yang diatur dalam Pasal 12 dan 13 dapat diterapkan pemberhentian notaris dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.Pasal 13 UUJN menyatakan bahwa: Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Penerapan sanksi menurut Kode Etik Notaris secara administratif yang terdapat dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dijatuhi berupa teguran peringatan, schorsisng (pemecatan sementara), onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan. Sementara sanksi keperdatataan
9 Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya bagi notaris yang melanggar ketentuan dalam UUJN tentu menimbulkan kewajiban bagi notaris yang bersangkutan untuk menyerahkan protokol notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 62 huruf h bahwa dalam hal notaris diberhentikan dengan tidak hormat maka dilakukan penyerahan protokol notaris. Mengenai tata cara penyerahan protokol notaris ini juga telah diatur dalam Pasal 63 UUJN. Tentu saja bukan berarti bahwa setelah penyerahan protokol notaris itu dilakukan maka notaris yang diberhentikan secara tidak hormat dapat terlepas dari tanggung jawab atas protokol yang dimilikinya, khususnya akta yang dibuatnya selama menjalankan masa jabatannya sebagai notaris. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan sampai kapankah batas waktunya terhadap akta yang dibuat oleh notaris (dalam Pasal 65 UUJN) dengan suatu bentuk penelitian dengan judul Tanggung Jawab Notaris Setelah Diberhentikan Dengan Tidak Hormat Dari Jabatannya Oleh Menteri Terhadap Akta Yang Dibuatnya DItinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
10 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana bentuk tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai notaris? 2. Apakah ada batas waktu pertanggungjawaban notaris yang diberhentikan secara tidak hormat atas setiap akta yang dibuatnya ditinjau dari Pasal 65 Undang-Undang Jabatan Notaris? C. Keaslian Penelitian Sebelum melakukan penelitian ini peneliti terlebih dahulu telah melakukan penelusuran kepustakaanm kemudian ditemukan penelitian yang dilakukan oleh: 1. Amrani Amrana Rusli, tahun 2013, dengan judul Pemberhentian Notaris Dengan Tidak Hormat Terkait Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 6 a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberhentian Notaris dengan tidak hormat terkait ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris? 6 Amrani Amrana Rusli, Pemberhentian Notaris Dengan Tidak Hormat Terkait Pasal 13 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013.
11 b. Bagaimanakah Tinjauan Yuridis pemberhentian Notaris dengan tidak hormat karena melakukan tindak pidana di dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris khusus terhadap ancaman pidana lima tahun atau lebih dan telah mendapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap? Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa Pasal 13 UUJN tidak memiliki ketegasan mengenai tata cara pemberhentian notaris dengan tidak hormat sehingga pelaksanaan sanksi administratif mengenai pemberhentian notaris dengan tidak hormat dikarenakan notaris melakukan perbuatan pidana yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih belum dapat terlaksana. Tidak dapat dipungkiri bahwa Pasal 13 UUJN tetap memberikan ketegasan bahwa notaris selaku pejabat umum mempunyai tanggung jawab besar dalam menjalankan jabatannya. Notaris juga harus menjunjung tinggi moral dan etika profesi jabatannya. 2. Irvan Gozali, tahun 2013, dengan judul Tinjauan Terhadap Notaris Yang Diberhentikan Dari Jabatannya Secara Tidak Hormat Karena Pernyataan Pailit. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 7 a. Apakah debitur (notaris) yang dinyatakan pailit dalam lapangan harta kekayaan serta merta tidak cakap menjalankan kewenangannya sebagai pejabat umum? 7 Irvan Gozali, Tinjauan Terhadap Notaris Yang Diberhentikan Dari Jabatannya Secara Tidak Hormat Karena Pernyataan Pailit, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013.
12 b. Apakah debitur (notaris) yang dinyatakan pailit dan diberhentikan secara tidak hormat bisa diangkat kembali menjadi Notaris? Kesimpulan dari penelitian diatas adalah bahwa notaris yang dinyatakan pailit tidak serta merta kehilangan kecakapannya dalam menjalankan kewenangannya sebagai pejabat umum dan apabila notaris diberhentikan secara tidak hormat karena dinyatakan pailit dapat diangkat kembali menjadi notaris, karena secara teoritis notaris tidak kehilangan kewenangannya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 UUJN. Berdasarkan penelusuran tersebut, maka terdapat perbedaan penilitian yang akan dilakukan peneliti dengan judul tersebut di atas, yaitu penelitian fokus terhadap tanggung jawab notaris setelah diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri terhadap akta yang dibuatnya ditinjau dari Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji pertanggungjawaban notaris yang diberhentikan dengan tidak hormat terhadap akta yang dibuatnya selama menjalankan masa jabatannya. 2. Untuk mengkaji batas waktu pertanggungjawaban notaris yang diberhentikan secara tidak hormat atas setiap akta yang dibuatnya ditinjau dari Pasal 65 Udang-Undang Jabatan Notaris.
13 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis: 1. Secara teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan memberi wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, praktisi hukum serta masyarakat luas di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang kenotariatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b. Bagi Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi notaris untuk mengoreksi diri atas berbagai kekurangan yang dilakukan selama ini sehingga dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggungjawab.