BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Average Length of Stay (Day) Per Visit. Growth (%)

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH-DAERAH TERTENTU PADA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

rovinsi alam ngka 2011

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Manajemen Pemasaran Produk Perikanan (Benih Ikan dan Ikan Konsumsi) TIM PPM Universitas Negeri Yogyakarta

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

V. GAMBARAN UMUM, KONDISI FISKAL, KEMISKINAN, DAN KETAHANAN PANGAN DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional terutama dalam penyediaan bahan pangan hewani, penyediaan bahan baku untuk mendorong agroindustri, penyediaan lapangan kerja dan usaha, serta melestarikan sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Dilihat dari pasar luar negeri, banyak negara yang sangat menyukai produk perikanan asal Indonesia karena ikan Indonesia hidup di daerah yang beriklim tropis sehingga memiliki kandungan kolesterol yang rendah. Kualitas inilah yang membuat Indonesia memilki daya saing tinggi di pasar internasional. Sehingga sumber daya ikan yang unggul menjadi peluang yang sangat menjanjikan untuk menciptakan bisnis perikanan yang unggul. Tercatat tingkat konsumsi ikan nasional tahun 2011 mencapai 31,64 kg/kapita/tahun, di tahun 2012 mencapai 33,86 kg/kapita/tahun, di tahun 2013 rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah 35 kg/kapita sedangkan tahun 2014 konsumsi ikan rata-rata mencapai 38 kg/kapita/tahun atau mengalami peningkatan rata-rata 8,5 persen dibandingkan konsumsi tahun 2013. Selama periode 2009-2014, rata-rata peningkatan konsumsi ikan per kapita sebesar 5,5 persen. Peningkatan konsumsi ikan didukung dengan adanya promosi produk dan Gerakan Makan Ikan di seluruh provinsi. Disisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total produksi perikanan nasional pada tahun 2014 sudah mencapai 20 juta ton lebih.( Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014). Salah satu jenis ikan yang banyak diminati di pasar, baik nasional ataupun internasional adalah ikan Lele yang memiliki nama ilmiyah Clarias sp. Ikan berkumis keluarga catfish ini merupakan salah satu komoditas perikanan 1

unggulan di Indonesia, khususnya budidaya air tawar (freshwater aquaculture). Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) menyebutkan, 60% produksi perikanan yang memiliki pasar domestik sangat tinggi adalah perikanan air tawar yang termasuk didalamnya ikan Lele. Di pasar internasional, Lele juga sudah menjadi komoditas ikan air tawar yang mulai diekspor ke luar negeri. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor ikan Lele diantaranya Taiwan dengan olahan Lele Surimi, Hongkong, Singapura, Belanda, Jepang, Prancis, yang rata-rata dengan olahan lele fillet dengan berat 300-700 gr/ekor. (Agromaret, 2014). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia sebagai penghasil perikanan yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah produksi perikanan Jawa Barat yang terus meningkat ini merupakan suatu keunggulan tersendiri bagi Provinsi Jawa Barat yang berkontribusi bagi produksi perikanan nasional sehingga sejalan dengan Visi Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015. Ikan Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan dan menduduki urutan ketiga (Tabel 1.1) setelah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis nilotica). Jenis Ikan Tabel 1.1 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Barat 2010-2014 (dalam ton) (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat) Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata (%) Peningkatan 2013-2014 (%) Jumlah 530.255,91 603.155,51 676.587,08 772.444,77 868.302,47 13,13 12,41 Bandeng 66.145,66 69.812,64 74.719,78 93.887,00 86.101,45 7,48 (8,29) Belanak 3.212,37 2.802,53 2.707,64 2774,23 2.840,83 (2,82) 2,40 Kakap 300,6 53,72 31,97 37,00 208,00 88,82 462,16 Kerapu 233,73 131,41 214,02 267,00 94,20 (5,22) (64,72) Mujair 15.909,46 20.037,72 19.141,39 27.761.86 30.117,75 18,75 8,49 Tawes 5.734,56 4.857,81 5.835,70 6.626,71 8.124,18 10,25 22,60 Nila 107.027,92 134.380,66 152.837,70 178.810.27 192.909,54 16,93 (6,33) Mas 151.782,02 165.733,88 176.124,56 167.821,53 177.822,18 4,18 5,96 Nilem 19.181,64 20.074,88 21.928,76 24.872,44 27.939,56 9,91 12,33 2

Jenis Ikan Tabel 1.1 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Barat 2010-2014 Tahun (lanjutan) 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata % Peningkatan 2013-2014 % Gurame 12.973,08 13.776,39 16.831,20 19.791.73 21.939,76 14,20 10,85 Patin 13.082,04 1.7350,6 18.630,23 20.342.59 19.972,55 11,84 (1,82) Lele 91.041,19 112.758,64 146.440,37 197.783,89 231.121,95 26,41 16,86 Sepat Siem 2.887,76 2.680 3.003,18 2892,84 2.782,50 (0,66) (3,81) Tambakan 4.264,35 4.176,28 4.343,20 4420,005 4.496,81 1,36 1,74 Bawal 24.862,84 30.873,68 31.345,38 29138,925 26.932,47 2,77 (7,57) Belut 106,35 129,92 288,27 343,315 398,36 44,79 16,03 Lainnya 11.510,34 3.524,75 2.163,73 3135,305 4.106,88 (8,02) 30,99 Selama kurun waktu 5 tahun (2010 2014), produksi Lele di provinsi Jawa Barat meningkat cukup signifikan dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 26,60 %. Tahun 2012 produksinya mencapai 146.440,37 ton, tahun 2013 produksinya meningkat menjadi 197.783,89 ton, dan di tahun 2014 produksinya meningkat hingga 16,86 % menjadi 231.121,95 ton. Secara nasional,dari 2010 hingga 2013 Jawa Barat menjadi provinsi dengan produksi ikan Lele paling tinggi (tabel 1.2), disusul oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Sumatera Utara. Tabel 1.2 Produksi Ikan Lele Budidaya Nasional Tahun 2010-2013 (dalam ton) (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya - Kementerian Kelautan dan Perikanan) Provinsi Tahun 2010 2011 2012 2013 Rata-rata (%) 2013 2014 (%) TOTAL 242.881 337.577 441.217 543.461 30,95 23,17 Aceh 7.466 1.606 3.360 3.069 7,36 (8,66) Sumatera Utara 3.637 14.264 21.832 27.128 123,17 24,26 Sumatera Barat 7.087 14.454 18.887 26.258 57,88 39,03 R i a u 3.295 4.837 8.849 9.979 47,50 12,77 Kepulauan Riau 306 2.225 10.761 10.816 337,09 0,51 J a m b i 1.490 2.734 3.021 4.070 42,90 34,72 Sumatera Selatan 2.515 7.797 23.941 24.328 139,56 1,62 Bangka Belitung 565 735 1.101 892 20,30 (18,98) Bengkulu 1.852 5.544 5.860 5.364 65,53 (8,46) 3

TON Tabel 1.2 Produksi Ikan Lele Budidaya Nasional Tahun 2010-2013 (lanjutan) Provinsi Tahun 2010 2011 2012 2013 Rata-rata % 2012-2013 % Lampung 9.097 17.533 20.484 19.291 34,58 (5,82) DKI Jakarta 1.666 1.741 2.087 1.435 (2,29) (31,24) Banten 5.554 7.231 8.324 9.668 20,49 16,15 Jawa Barat 91.041 112.756 146.440 197.783 29,60 35,06 Jawa Tengah 36.768 54.088 62.686 75.236 27,67 20,02 D.I. Yogyakarta 21.539 23.220 25.287 29.205 10,73 15,49 Jawa Timur 43.618 57.926 62.807 79.927 22,83 27,26 B a l i 558 1.690 1.665 2.587 85,59 55,38 Nusa Tenggara Barat 297 702 3.875 2.325 182,79 (40,00) Nusa Tenggara Timur 36 35 241 339 208,82 40,66 Kalimantan Barat 1.290 1.607 2.626 4.113 48,20 56,63 Kalimantan Tengah 616 1.129 1.718 1.115 33,45 (35,10) Kalimantan Selatan 143 239 609 1.074 99,43 76,35 Kalimantan Timur 316 421 456 581 22,98 27,41 Sulawesi Utara 11 23 25 - - - Gorontalo 10 64 411 1.650 461,22 301,46 Sulawesi Tengah 35 218 689 551 239,63 (20,03) Sulawesi Barat 79 58 105 181 42,28 72,38 Sulawesi Selatan 842 955 1.198 1.589 23,83 32,64 Sulawesi Tenggara 914 1.242 1.342 1.381 15,61 2,91 Maluku Utara 6 - - - - - Papua 75 101 215 537 99,10 149,77 Papua Barat 85 402 307 166 101,13 (45,93) 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000-5 Provinsi Produsen Utama Ikan Lele Nasional Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Sumatera Uatara Lele 197.783 79.927 75.236 29.205 27.128 Gambar 1.1 Grafik Provinsi Produsen Utama Ikan Lele Nasional Tertinggi 4

Pengembangan industri hasil perikanan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional di sektor perindustrian. Industri pembudidayaan perikanan merupakan salah satu bagian dari agroindustri yang sangat berpeluang memiliki daya saing kuat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Lebih dari itu, ikan lele adalah salah satu ikan budidaya air tawar yang diunggulkan untuk terus di kembangkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Setiap tahun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat terus meningkatkan target produksi ikan lele karena melihat permintaan ikan Lele untuk Jawa Barat dan sekitarnya begitu tinggi. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek), kebutuhan ikan Lele setiap harinya mencapai 240 ton lele konsumsi. 80-100 ton di pasok dari wilayah Bogor Raya dan sisanya berasal dari luar Jabodetabek (Republika, 2014). Konsumen terbesar adalah warung tenda warteg sekitar 65-70 %. Kebutuhan rata-rata per unit warung tenda di Jabodetabek berkisar 7-8 kg per hari. Menurut Warta Pasar Ikan Kementrian Kelutan dan Perikanan, di di tahun 2012 ada sekitar 15 ribu unit warung tenda di wilayah Jabodetabek, pasokan Lele untuk warung tenda bisa menembus 100 ton per hari dan itu belum bisa terpenuhi. Hasil SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) 2008 menunjukkan bahwa penyerapan ikan Lele masyarakat Indonesia mencapai 148.039 ton dengan tingkat konsumsi rata-rata 0,67 kg / kapita. Kebutuhan lele akan terus meningkat seiring dengan tumbuhnya usaha pengolahan Lele, seperti Baso Lele, Kerupuk Lele, Abon Lele, dan Fillet Lele. Lele juga mulai dipasarkan dalam bentuk awetan, yaitu Lele asap. Untuk membuat produk olahan dibutuhkan Lele ukuran 1-2 ekor/kg, kecuali untuk fillet dibutuhkan Lele ukuran > 1 ekor/kg (biasanya untuk kepentingan ekspor). Sedangkan untuk Lele Asap dibutuhkan Lele ukuran 6-10 ekor/kg. (Warta Pasar Ikan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014). Budidaya ikan Lele ini juga mampu menggerakkan berbagai sektor usaha yang secara langsung berdampak pada perubahan ekonomi rakyat. Ribuan 5

masyarakat terlibat dalam kegiatan tersebut, mulai dari pembenihan, pembesaran, pabrik pakan, sektor transportasi, hingga pedagang, semua terlibat dalam kontinuitas sistem tersendiri. Keunggulan Lele ini menjadi berkah bagi petani, pengusaha, dan konsumen. Usaha pembudidayaan ikan lele terus berkembang, termasuk lahirnya inovasiinovasi baru untuk menghasilkan ikan yang lebih berkualitas dan mengubah citra ikan Lele bukan lagi sebagai budidaya ikan kelas bawah. Pembudidaya dan pengusaha Lele saat ini tidak hanya petani pedesaan atau pengusaha ikan skala kecil, tetapi telah menjadi komoditas yang dibudidayakan oleh pengusaha besar dengan modal yang tidak sedikit. Harga ikan lele memang cukup fluktuatif tetapi terus mengalami peningkat di pasaran. Tahun 2013 harga Lele di tingkat produsen (pembudidaya) ukuran konsumsi (8-12 ekor/kg) Rp 11.000,00 Rp 12.000,00 /kg naik menjadi 13.000,00 Rp 14.000,00 /kg tahun 2014. Di pertengahan tahun 2015 harga ikan Lele ditingkat petani sempat anjlok hingga Rp 10.000,00 Rp 11.000,00 yang kemudian kembali naik sampai kisaran Rp 15.000,00. Di pasar swalayan/supermarket dan ditingkat eceran sudah diatas Rp 20.000,00 /kg. (Majalah Trobos, 2015). Pasar yang sangat luas dan kebutuhan yang sangat besar serta dukungan dari berbagai pihak untuk terus meningkatkan produksi Lele merupakan peluang emas untuk mengembangkan usaha pembudidayaan ikan Lele. Jika melihat kebutuhan Lele dari wilayah Jabodetabek yang sangat tinggi begitu juga wilayah Yogyakarta dan sekitarnya maka Jabar Barat menjadi pilihan lokasi yang tepat untuk pengembangan budidaya ini. Saat ini pemasok ikan Lele untuk kedua daerah tersebut sebagian besar berasal dari kabupaten/kota di Jawa Barat. Hampir disetiap kabupaten/kota di Jawa Barat menghasilkan ikan lele. Tetapi, pembudidayaan ikan Lele masih didomonasi oleh daerah seperti Kab. Bogor, Kab. Indramayu, dan Kab. Cianjur, belum merata dengan jumlah produski yang seimbang disetiap kabupatennya (Tabel 1.3). 6

Tabel 1.3 Produksi Perikanan Budidaya Ikan Lele di Kabupaten / Kota Jawa Barat, 2014 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat 2014) No Kabupaten/Kota Jumlah Produksi (ton) Persentase Tingkat Produksi (%) TOTAL 231.121,95 100,00 1 Kab. Bogor 79.640.83 34,46 2 Kab. Sukabumi 535.64 0,23 3 Kab. Cianjur 49.223.00 21,30 4 Kab. Bandung 3.745.89 1,62 5 Kab. Garut 463.62 0,20 6 Kab. Tasikmalaya 2.492.55 1,08 7 Kab. Ciamis 4.708.26 2,04 8 Kab. Kuningan 1.930.34 0,84 9 Kab. Cirebon 4.687.00 2,03 10 Kab. Majalengka 1.542 0,67 11 Kab. Sumedang 145.93 0,06 12 Kab. Indramayu 59.190.48 25,61 13 Kab. Subang 5.795.57 2,51 14 Kab. Purwakarta 320.00 0,14 15 Kab. Karawang 694.67 0,30 16 Kab. Bekasi 1.268.50 0,55 17 Kab. Bandung Barat 1.413.81 0,61 18 Kota Bogor 773.00 0,33 19 Kota Sukabumi 535.64 0,23 20 Kota Bandung 1.561.57 0,68 21 Kota Cirebon 75.68 0,03 22 Kota Bekasi 858.00 0,37 23 Kota Depok 707.91 0,31 24 Kota Cimahi 225.00 0,10 25 Kota Tasikmalaya 1.404.09 0,61 26 Kota Banjar 133.03 0,06 Tidak seperti dominasi daerah pembudidayaan Lele, unit-unit pemasaran ikan ini justru banyak berada di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung, ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Kabupaten Bandung untuk meningkatkan produksi perikanannya. Menurut data yang dipublikasikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, di seluruh Jawa Barat ada 66.471 unit pemasaran ikan yang terdiri dari pengumpul, pedagang besar, pengecer, restoran, catering, dan hotel (tabel 1.4). Kabupaten Bandung dan Kota Bandung menjadi wilayah dengan jumlah unit pemasar ikan paling tinggi. 7

No Kabupaten /Kota Tabel 1.4. Jumlah Unit Pemasaran Hasil Perikanan dan Jenis Pengolahan Jumlah Unit Pemasaran Ikan yang Utama, 2014 (data sementara) (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat) Pengumpul Jenis Pemasaran Ikan yang Utama Pedagang Besar Pengecer Restoran Catering Hotel Persentase Pasar (%) Jumlah 67.148 51 727 30.065 35.472 729 125 100,00 1 Kab. Bogor 4.214 46 2.024 2.096 39 9 6,34 2 Kab. Sukabumi 2.637 60 1.913 634 18 4 3,93 3 Kab. Cianjur 3.287 1 60 1.752 1.448 16 10 4,95 4 Kab. Bandung 6.704 55 2.855 3.728 62 4 10,09 5 Kab. Garut 3.171 23 45 1.607 1.474 18 4 4,71 6 Kab. Tasikmalaya 1.605 13 58 1.030 495 7 2 2,41 7 Kab. Ciamis 1.327 1 51 926 346 2 1 1,98 8 Kab. Kuningan 956 26 459 454 11 6 1,25 9 Kab. Cirebon 4.575 1 70 2.796 1.696 9 3 6,88 10 Kab. Majalengka 1.452 8 598 838 8 2,16 11 Kab. Sumedang 1.22 8 471 798 5 1,92 12 Kab. Indramayu 2.992 79 1.759 1.145 9 4,48 13 Kab. Subang 2.282 25 1.274 974 7 2 3,43 14 Kab. Purwakarta 1.067 1 32 578 406 36 14 1,59 15 Kab. Karawang 4.417 38 2.400 1.958 17 4 6,60 16 Kab. Bekasi 6.245 4 1.648 4.504 86 3 9,36 Kab. Bandung 17 Barat 11 11 0,00 18 Kota Bogor 1.939 2 622 1.274 37 4 2,92 19 Kota Sukabumi 549 2 12 235 331 8 1 0,83 20 Kota Bandung 7.032 9 2.192 4.672 115 44 10,58 21 Kota Cirebon 1.035 3 358 638 29 7 1,56 22 Kota Bekasi 3.952 13 1.216 2.629 93 1 5,63 23 Kota Depok 2.118 9 3 628 1.434 58 1 3,15 24 Kota Cimahi 1.210 184 966 29 1,71 25 Kota Tasikmalaya 867 7 425 424 10 1 1,30 26 Kota Banjar 207 5 103 109 0,26 Dengan peluang pasar yang begitu besar dan luas ini, ternyata tidak dibarengi dengan tingkat produksi dan harga ikan yang bagus. Harga ikan Lele di tingkat petani masih sangat rendah sementara harga di tingkat konsumen sangat tinggi. Idealnya harga jual ditingkat petani adalah Rp 14.000,- - Rp 8

16.000,-. Tidak jarang petani merugi atau keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan yang diusahakan. Peluang pemasaran produk perikanan yang begitu besar seharusnya bisa mendongkrak Kabupaten Bandung untuk lebih meningkatkan produksi perikanannya, terutama ikan Lele yang menjadi produk ikan unggulan Provinsi Jawa Barat. Maka dari itu perlu dilakukan analisis kelayakan terhadap rencana pengembangan usaha pembudiayaan ikan lele ini agar dapat diketahui manfaat bersih yang akan diperoleh dan seberapa layak usaha ini untuk dijalankan jika dilihat dari aspek teknis dan finansial. Selain itu, perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan variabel yang terlibat dalam rencana usaha ini seperti perubahan harga bahan baku, perubahan jumlah permintaan dan lain sebagainya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa permasalahan pokok yang akan ditinjau dalam penelitian ini, yaitu: a. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek pasar dan teknis pembudidayaan? b. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek finansial? c. Bagaimana tingkat sensitivitas dan resiko dalam usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung terhadap perubahan harga bahan baku, kenaikan biaya opersional, kenaikan biaya investasi, penurunan jumlah permintaan, dan perubahan harga jual? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Menganalisis kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek pasar dan teknis pembudidayaan. 9

b. Menganalisis kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek finansial. c. Menganalisis tingkat sensitivitas dan resiko usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung terhadap perubahan harga bahan baku, kenaikan biaya opersional, kenakan biaya investasi, penurunan jumlah permintaan, dan perubahan harga jual. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : a. Sebagai bahan masukan yang dapat dipertimbangkan dalam hal dasar pembuatan kebijakan perusahaan mengenai pengembangan usaha selanjutnya. b. Sebagai masukan dalam melakukan inovasi produk dan pemasaran yang lebih luas. 1.5. Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, serta untuk menjaga supaya tidak menyimpang dari segi tujuan penelitian yang telah ditetapkan, makadilakukan beberapa batasan. Adapun ruang lingkup penelitian ini berfokus pada usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dengan bahan penelitian serta analisis dari wilayah-wilayah yang ada di sekitar kabupaten Bandung. Selanjutnya pembahasan mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha dilakukan dengan memepertimbangakan berbagai aspek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek finansial dengan menggunakan metoda analisis usaha berupa NPV, IRR dan PBP serta analisis tingkat sensitivitas dan tingkat resiko. Observasi dilakukan di beberapa tempat pembudiayaan ikan lele untuk mengetahui kebutuhan investasi serta ke beberapa pedagang ikan lele di pasar yang ada di Kota Bandung untuk mengetahui permintaan pasar dan harga jual. Penelitian hanya fokus pada proses bisnis pembudiayaan ikan lele saja baik dari segi pasar, teknis, dan 10

finansial tanpa terlalu memperhatikan secara spesifik proses pembudidayaannya. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bagian ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi yng digunakan dalam penelitian, tujuan penilitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori, pendapat pakar, tulisan ilmiah, dan sejenisnya yang dibutuhkan untuk mendukung dan memberikan landasan/kerangka konsep berpikir yang kuat dan relevan dalam penelitian ini yaitu mengenai model-model pendekatan pengukuran analisis kelayakan usaha berupa tinjauan dari segi teknis maupun finansial. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan langkah-langkah penelitian secara keseluruhan dari mulai studi pendahuluan hingga ke kesimpulan hasil analisis. BAB IV. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bagian ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang terkait dengan penelitian ini. BAB V. ANALISIS Ban ini menjelaskan analisis yang dilakukan terhadap data-data yang telah didapatkan serta usulan perbaikan yang diberikan. BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari penulisan penelitian dan saran sesuai dengan penelitian yang dilakukan. 11