BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU PASANGAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses ta aruf pasca

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi secara intelektual dan transisi peran sosial. Dariyo (2003) mengatakan bahwa masa transisi peran sosial menuntut individu untuk segera menikah, agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru yakni terpisah dari kedua orang tuanya. Hal ini sejalan dengan tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2003) yaitu mencari dan menemukan calon pasangan hidup serta menikah dan membina kehidupan rumah tangga. Menikah dan membina kehidupan rumah tangga merupakan salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia dan paripurna. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan adalah suatu bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki keturunan (memiliki anak), dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Seluk beluk pernikahan di Indonesia diatur dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Pernikahan No. 1 tahun 1974, yang mendefinisikan pernikahan sebagai Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir batin menunjukkan bahwa 2

suatu pernikahan tidak hanya mengandung ikatan formal sesuai peraturan masyarakat yang ada, tetapi juga mengandung ikatan yang tidak nampak secara langsung dan bersifat psikologis. Ikatan batin ini tercipta bila suami istri saling mencintai. Adanya ikatan lahir batin tersebut akan menimbulkan kebahagiaan lahir dan batin (Walgito, 1984). Menurut Dariyo (2003) kebahagiaan lahir dan batin dalam membina kehidupan rumah tangga dapat diraih dengan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan. Masyarakat saat ini umumnya mencari calon teman hidupnya melalui proses pacaran. Menurut Benokraitis (1996), pacaran merupakan proses awal menuju pernikahan atau dengan kata lain pacaran merupakan sarana dalam memilih pasangan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup. Pacaran bukanlah satu-satunya cara untuk mendapatkan pasangan hidup yang tepat. Proses lain yang juga dapat dilakukan adalah melalui ta aruf. Umumnya, proses ta aruf ini dilakukan oleh para pemeluk agama Islam. Menurut Hidayat (dalam Ummi, 2002) ta aruf adalah komunikasi timbal balik antara lakilaki dan perempuan untuk saling mengenal dan saling memperkenalkan diri yang berkaitan dengan masalah nikah. Tidak jauh berbeda dengan ta aruf, pengertian pacaran menurut Benokraitis (1996) adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dalam proses pacaran tersebut, mereka 3

merasa ada ketidakcocokan maka hubungan tersebut dapat berakhir sebelum sampai ke pernikahan. Alasan orang memilih pacaran atau ta aruf dalam proses pencarian pasangan hidupnya berbeda-beda. Menurut Dion & Dion (dalam Newman, 2006), masyarakat Amerika dan masyarakat lain yang menganut budaya individualis mempercayai bahwa cinta yang romantis (romantic love) merupakan alasan utama bagi seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Menurut masyarakat yang berorientasi kolektif, cinta tidak menjadi hal yang relevan dalam memilih pasangan hidup. Pemilihan pasangan hidup dalam budaya kolektif dapat dilakukan oleh anggota keluarga, berdasarkan religius (hal yang bersangkutan dengan agama), finansial, atau latar belakang keluarga calon pasangan. Hal ini dipercayai memiliki kontribusi yang tepat atas pilihan yang diambil, tidak hanya bagi individu yang akan menikah, tetapi juga bagi sistem keluarga yang lebih luas (Dion & Dion, dalam Newman, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ain Syams, hasilnya menunjukkan bahwa 75% pernikahan yang dilakukan setelah proses pacaran yang romantis berujung pada kegagalan total dan perceraian. Sedangkan pernikahan yang dilakukan atas dasar perjodohan, baik dikenalkan oleh keluarga, teman, atau tetangga, menunjukkan jumlah keberhasilan yang mencengangkan, melebihi angka 95% (dalam Shalih, 2005). Pacaran ataupun ta aruf pada intinya merupakan proses untuk mendapatkan pasangan hidup yang cocok. Hanya saja, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan. Pacaran menurut Chudori (1997) membutuhkan waktu yang lebih lama, bahkan ada yang sampai bertahun-tahun. Waktu yang 4

lebih lama ini memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk berusaha saling mengenal karakter, sifat, watak, kebiasaan, kelebihan dan kekurangan dari orang yang dicintainya untuk saling menyesuaikan diri sebelum memasuki pernikahan. Harapannya kelak pasangan dapat saling memahami, saling mengerti, dan saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Hal ini berbeda dengan yang dialami pada proses ta aruf. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ta aruf umumnya jauh lebih singkat dari masa pacaran, berkisar antara satu hingga tiga bulan, namun tidak menutup kemungkinan proses ini bisa berlangsung lebih lama. Hal paling mendasar yang membedakan proses pacaran dan ta aruf adalah pada proses pertemuannya. Proses perkenalan dan pertemuan pria dan wanita dalam proses ta aruf dilakukan dengan didampingi mediator. Menurut Ajaran Islam, hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: Janganlah seorang laki-laki bertemu sendirian (bersepi-sepian) dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya, karena yang ketiganya adalah setan, (HR. Imam Ahmad dari Amir bin Robi ah ra). Rasulullah telah memperingatkan agar pria dan wanita yang bukan muhrim untuk tidak bertemu berduaan tanpa ada yang mendampingi. Hal inilah yang menjadi pedoman utama dalam ta aruf. Setiap pertemuan dalam ta aruf, pria dan wanita tidak bertemu berdua saja melainkan harus selalu didampingi mediator. Mediator dalam proses ta aruf adalah orang yang paling dekat dan mengenal kepribadian calon pasangan yang akan melakukan ta aruf, bisa orangtua, guru ngaji atau sahabat karib yang dipercayai, sehingga diharapkan mereka dapat memberikan informasi yang benar, akurat serta menyeluruh 5

mengenai diri calon tersebut. Menurut Abdullah (2003), hal-hal yang biasanya menjadi pertimbangan untuk diketahui calon pasangan dalam ta aruf meliputi kepribadian, pandangan hidup, pola pikir dan cara penyelesaian terhadap suatu masalah. Proses perkenalan dan pertemuan dalam pacaran berbeda dengan ta aruf. Pasangan yang berpacaran dapat bertemu berdua saja tanpa didampingi mediator. Hal ini sudah merupakan hal lazim di tengah masyarakat dimana pasangan dapat melakukan serangkaian aktivitas bersama hanya berdua saja. Berkembang dan matangnya organ-organ biologis pada masa dewasa membuat kecenderungan untuk berdekatan secara fisik dengan lawan jenis sulit dihindarkan, apalagi ketika dua orang berlawanan jenis bertemu hanya berdua saja tanpa ada yang mendampingi. Hal inilah yang bisa membelokkan tujuan awal pacaran, dari ingin mengenal pasangan lebih baik menjadi cenderung mengarah pada perbuatanperbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan agama. Hasil penelitian yang dilakukan Gatra bekerjasama dengan Laboratorium Ilmu Politik (LIP) Fisip UI tahun 1997 menunjukkan bahwa remaja yang menilai wajar jika dua orang berlawanan jenis berbincang 99 %, cium pipi 47,3 %, mencium bibir 22 % dan cium leher 11 %. Penelitian Baren Ratur Sembiring terhadap 124 ABG (anak baru gede) yang berusia 15-21 tahun menunjukkan sekitar 70 % responden mengakui pernah berhubungan seks di rumah dengan pacarnya (dalam Sodiq, 2006). Pacaran maupun ta aruf memiliki kekurangan dan kelebihannya masingmasing. Pacaran yang menurut Chudori (1997) membutuhkan waktu lama memberi kesempatan bagi pasangan untuk saling mengenal satu sama lain, 6

sehingga setelah menikah akan lebih mudah melakukan penyesuaian. Ta aruf dengan waktu perkenalan yang sangat singkat membuat individu kurang mengenali pasangannya dengan baik, sehingga di awal-awal pernikahan mengalami kesulian dalam penyesuaian dengan pasangan. Berikut kutipan pernyataan A a Gym (Pimpinan pondok pesantren Da arut Tauhid) dan Teh Ninih yang menikah dengan ta aruf, yang dikutip dari Majalah Ummi (2002) berikut ini: Buat saya, pernikahan adalah sebuah karunia Allah yang bisa membuat orang mampu bersinergi dalam mengaktualisasikan kemampuan dirinya, meningkatkan kemampuan berkarya dan berbuat dalam kehidupannya. Dengan pernikahan, kekurangannya bisa diperbaiki oleh pasangan dan kelebihan pasangan bisa terus ditingkatkan kualitasnya, itu idealnya. Setelah pernikahan itu kami mengalami masa adaptasi yang cukup lama, hal itu mungkin karena kami menikah dengan ta aruf. Dengan kultur yang berbeda dan latar belakang yang juga berbeda. Namun, sejalan dengan waktu, dengan pertolongan Allah kami dapat melaluinya dengan baik. Tentu saja dengan adanya usaha saling mendukung, saling keterbukaan, saling memberi dan menerima diantara kami. Menurut KS (dalam Mahkota No.123) proses adaptasi dalam berbagai hal yang dimulai dari awal, jauh lebih banyak menghadirkan tantangan-tantangan. Kehidupan pernikahan tanpa di awali proses pacaran, akan terjadi perpaduan dan bahkan bentrokan dari dua individu yang sama-sama masih asing. Sebaliknya, bila keduanya sudah saling mengenal, tinggal meneruskan langkah yang telah disepakati berdua agar menjadi semakin matang. Hal ini berbeda dengan pernyataan Hurlock (1999) yang mengatakan bahwa pada masa awal pernikahan, setiap pasangan memasuki tahap dimana mereka dituntut menyatukan banyak aspek yang berbeda dalam diri masing-masing. Kemampuan pasangan untuk menyatukan aspek yang berbeda ini akan menentukan tingkat harmonisasi dalam suatu keluarga. 7

Bila pasangan yang menikah dengan ta aruf mengalami kesulitan dalam penyesuaian di awal pernikahan, maka pasangan yang menikah dengan pacaran umumnya telah memiliki harapan dan persepsi tentang pasangannya masingmasing yang diperoleh selama masa pacaran. Menurut Adhim (2004) pacaran membawa resiko sulitnya merubah persepsi tentang pasangan. Orang akan memandang pasangannya seperti apa yang ia ketahui dulu. Pasangan akan sulit menerima dan menyesuaikan diri apabila ia menemukan sesuatu yang berbeda pada diri pasangannya. Saat pacaran, setiap pasangan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada pasangannya. Setelah menyatu (dalam ikatan pernikahan) mereka mendapati sesuatu yang berbeda dari sebelumnya saat masih pacaran. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Ari (bukan nama sebenarnya) yang menikah setelah melalui masa pacaran selama 3 tahun, berikut ini:...kalo menurut abang dulu dia orangnya tegar, kuatlah dalam menghadapi masalah. Sekarang dia lebih, lebih cemana ya, lebih gampang sedih ngadapi masalah;... (R1. W1/k. 160-172/hal. 4) Ya kalo perasaan abang sendiri ya, awal-awal itu ya itu, abang memang agak sedih juga. Cuma belakangan ini udah abang terima;... (R1. W3/k. 107-117/hal. 15) Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa masa pacaran yang umumnya dilalui dengan menampilkan perilaku-perilaku ideal dan terbaik kepada pasangan, dapat memunculkan persepsi dan penilaian diri pribadi terhadap pasangan, yang akhirnya dapat mempengaruhi standar penilaian individu terhadap diri pasangannya. Menurut Adhim (2004), persepsi tentang pasangan akan menumbuhkan harapan-harapan tertentu terhadap pernikahan. Resiko dari setiap 8

harapan adalah kekecewaan, dan kekecewaan tentu saja akan mempertajam perselisihan dan memperlemah kemampuan menyesuaikan diri. Seringkali, ketika harapan tersebut tidak lagi ditemui setelah pernikahan, akan menyebabkan ketidakpuasan dalam pernikahan, yang pada akhirnya dapat berujung pada perceraian. Hal ini diperkuat oleh Interdependence Theory (dalam McNulty & Karney, 2004) yang mengatakan bahwa pasangan menentukan kepuasan hubungan mereka dengan membandingkan hasil yang mereka terima dalam hubungannya dengan standar yang telah mereka miliki untuk hubungan mereka. Perilaku pasangan yang sesuai dengan standar mereka akan membuat mereka puas dengan hubungannya. Sebaliknya, jika perilaku pasangan tidak sesuai dengan standar, mereka akan menolak dan tidak puas dengan hubungannya. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan Ari (bukan nama sebenarnya), yang menyatakan bahwa ia merasa sedih dengan perubahan sikap pasangannya setelah menikah dengan saat masih pacaran dulu. Ini menunjukkan bahwa Ari (bukan nama sebenarnya) telah memiliki standar tertentu untuk pasangannya, ketika kenyataan yang ia alami berbeda dari apa yang ia bayangkan maka inilah yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ilmu sosial selama kira-kira 100 tahun ini, ditemukan bahwa kepuasan dalam hubungan pernikahan secara signifikan berkontribusi terhadap kesejahteraan psikologis, termasuk di dalamnya perasaan yang besar akan integrasi sosial dan perlindungan dari tekanan hidup lainnya. Bagi kebanyakan individu dewasa, kebahagiaan hidup lebih banyak 9

dipengaruhi oleh kepuasan pernikahan daripada hal lain dalam kehidupan dewasa, seperti pekerjaan, persahabatan, hobi, dan aktivitas komunikasi (dalam Newman & Newman, 2006). Hal ini dapat kita lihat dari fenomena rumah tangga beberapa artis Ibu Kota yang seringkali diwarnai konflik bahkan perceraian. Kesuksesan yang mereka peroleh dalam pekerjaannya sebagai artis tidak dapat memuaskan hidup mereka, bahkan kesejahteraan psikologis mereka juga cukup terganggu dengan adanya konflik yang tidak teratasi dalam pernikahannya. Konflik rumah tangga ini pada akhirnya dapat mempengaruhi performance mereka dalam pekerjaan, hobi, persahabatan, dan aktivitasnya sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan pada masa dewasa memegang peranan penting untuk mencapai kebahagiaan hidup. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin meneliti tentang gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran dan tanpa pacaran (ta aruf). B. Perumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Untuk itu, peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu bagaimana dinamika kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran dan ta aruf, yang mencakup: 1. Bagaimana gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran? 10

2. Bagaimana gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah tanpa pacaran (ta aruf)? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran dan tanpa pacaran (taaruf)? 4. Adakah perbedaan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah melalui proses pacaran dengan pasangan yang menikah tanpa proses pacaran (ta aruf)? 5. Adakah perbedaan kepuasan pernikahan antara pria dan wanita? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran dan ta aruf. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan pada bidang psikologi perkembangan khususnya, terutama yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah melalui proses pacaran dan tanpa pacaran (ta aruf). 2. Manfaat Praktis a. Memberi informasi pada masyarakat, khususnya bagi individu yang belum menikah, mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada 11

pasangan yang menikah melalui proses pacaran dan tanpa pacaran (ta aruf), sehingga mereka dapat menjadi pertimbangan bagi mereka dalam menentukan proses apa yang akan mereka jalani dalam pemilihan pasangan hidupnya kelak. b. Memberi informasi pada masyarakat tentang hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan pada pasangan yang menikah melalui proses pacaran dan melalui proses ta aruf. c. Diharapkan agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan pada pasangan yang menikah dengan pacaran ataupun ta aruf, terkait dengan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Latar Belakang Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi pacaran, fungsi pacaran, tingkatan pacaran, definisi ta aruf, model-model ta aruf, etika ta aruf, proses ta aruf, definisi pernikahan, fase pernikahan, definisi kepuasan 12

pernikahan, faktor pendukung kepuasan pernikahan, aspek kepuasan pernikahan, kriteria kepuasan pernikahan, kepuasan pernikahan pasangan yang menikah dengan pacaran, dan kepuasan pernikahan pasangan yang menikah dengan ta aruf serta paradigma penelitian. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi tentang pendekatan kualitatif, subjek dan lokasi penelitian, teknik pengambilan data, metode pengambilan data, kredibilitas penelitian, tahap pelaksanaan dan prosedur penelitian, dan teknik dan proses pengolahan data. Bab IV Analisa Data dan Interpretasi Data Bab ini berisi deskripsi data subjek, analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan. Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pacaran dan tanpa pacaran (ta aruf). Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan terdapat diskusi terhadap data-data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori atau penelitian sebelumnya karena merupakan hal baru, serta saran yang berisi saran-saran praktis sesuai dengan hasil dan masalah-masalah penelitian, dan saran-saran metodologis untuk penyempurnaan penelitian lanjutan. 13