BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur penting yang cukup berperan atau berdampak bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. Kesehatan reproduksi menurut Undang-Undang No. 36/ 2009 tentang kesehatan (pasal 71 ayat 1) adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Ketika kesehatan reproduksi seseorang terganggu maka akan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan, berapa pun usianya. Setiap orang paling tidak harus dibekali dengan ilmu pengetahuan dan sikap yang baik dan benar tentang bagaimana menjaga dan merawat organ reproduksi. Pengetahuan adalah sesuatu yang kita ketahui yang berhubungan erat dengan proses pembelajaran (KBBI, 2005), sedangkan sikap merupakan reaksi dari seseorang terkait suatu keadaan atau stimulus yang diberikan (Notoatmodjo, 1
2 2003). Keterkaitan pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan reproduksi akan menolong seseorang agar terhindar dari penyakit-penyakit terkait organ reproduksi. Seorang wanita sudah seharusnya menaruh perhatian khusus terkait kesehatan reproduksi. Pasalnya gangguan terkait kesehatan reproduksi akan menimbulkan masalah, salah satunya adalah keputihan. Keputihan adalah cairan berlebih yang keluar dari vagina (Eny, 2011). Ada dua jenis keputihan yaitu keputihan bersifat normal maupun tidak normal. Dalam keadaan normal, keputihan berupa getah atau lendir vagina seperti cairan bening tidak berbau, jumlahnya tidak terlalu banyak dan tanpa rasa gatal atau nyeri. Sebaliknya dalam keadaan tidak normal akan terdapat cairan berwarna, berbau, jumlahnya banyak, disertai rasa gatal, panas atau nyeri, dan hal itu tentunya akan sangat mengganggu (Eny, 2011). Dalam keadaan normal, sekret ini disertai dengan adanya bakteri atau flora normal, biasanya terjadi ketika seseorang mengalami periode menjelang haid atau sesudah haid. Sedangkan yang tidak normal ada beberapa penyebab yang menyertai diantaranya infeksi jamur parasit, bakteri dan virus (Jawetz, 2004), kanker terkait organ reproduksi atau disebabkan oleh gangguan hormonal akibat haid. Selain itu dapat juga disebabkan oleh pengetahuan dan
3 sikap vulva hygiene yang buruk misalnya jarang mengganti celana dalam atau pembalut ketika menstruasi, membilas vagina dari arah yang salah, dan lain-lain (Clayton, 2008). Masalah keputihan tak hanya menjadi persoalan bagi wanita dewasa tetapi juga bagi remaja putri. Oleh sebab itu, remaja perlu mendapat perhatian khusus terkait hal ini karena pada tahap ini merupakan fase pematangan organ reproduksi mereka (Wong, 2008). Pada tahap ini remaja sedang menjalani masa pubertas mereka, oleh sebab itu gangguangangguan yang muncul terkait masalah kesehatan reproduksi tentunya akan meresahkan individu tersebut. Masalah terkait kesehatan reproduksi ini akan mendorong seorang remaja putri untuk mengatasinya berdasarkan apa yang diketahui serta pengalaman yang dipunya oleh individu yang bersangkutan. Beberapa penelitian oleh Hera dkk (2012) dan Farah (2009) menyebutkan bahwa keputihan yang dialami di kalangan remaja putri berhubungan erat dengan minimnya pengetahuan akan menjaga dan merawat organ reproduksinya. Untuk itu perlu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah agar keputihan tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi remaja putri seperti pentingnya kesadaran akan personal hygiene khususnya vulva hygiene.
4 Pengetahuan dan sikap vulva hygiene yang baik dapat mengurangi resiko terjadinya keputihan yang patologis. Berdasarkan penelitian tentang kesehatan reproduksi yang dilakukan menunjukan bahwa sekitar 75% wanita di dunia mengalami keputihan minimal satu kali dan 45% diantaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau bahkan lebih (BKKBN, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Farah (2009) di SMA Negeri 1 Jepara mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku vulva hygiene terhadap kejadian keputihan pada siswi kelas XI didapatkan dari 80 responden terdapat 44 responden (62,5%) mengalami keputihan. Sebanyak 36 responden (52,5%) yang mengalami keputihan tidak tahu cara vulva hygiene dengan baik dan benar. Donatalia (2011) dalam hasil penelitiannya tentang hubungan perilaku menjaga kebersihan genetalia eksternal dengan kejadian keputihan menyebutkan bahwa angka kejadian keputihan di SMA Negeri 4 Semarang sangat tinggi. Dari 64 responden, 62 responden (96,9 %) mengaku pernah mengalami keputihan dan 53 responden (82,8 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang buruk terkait menjaga kebersihan genitalia eksterna. Keputihan kadang hanya terlihat sepele atau tidak terlalu penting untuk diperhatikan, tetapi perlu kita ketahui bahwa keputihan yang tidak diobati akan
5 menyebabkan kemandulan, kehamilan di luar kandungan, bahkan kanker servik. Data statistik Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan jumlah remaja putri berusia 15-24 tahun yaitu 2,9 juta jiwa, 45% diantaranya pernah mengalami keputihan. Berdasarkan data dari RSUP dr. Kariadi tahun 2010 dicatat bahwa jumlah penderita kanker mulut rahim (servik) keadaan stadium lanjut adalah 1.619 jiwa. Kanker mulut rahim ini diawali dengan keputihan yang lama tidak diobati (Dinas Kesehatan Semarang, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada 5 siswi kelas X SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang didapatkan bahwa 5 responden yang diwawancarai disekolah ini sering mengalami keputihan menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi. Dari 5 responden (100 %) ini, 3 responden (60 %) mengaku mengalami keputihan yang mengarah pada keputihan yang bersifat patologis dalam hal ini berupa lendir, kadang berbau, terasa gatal di organ kewanitaan dan menganggu ketiga responden ini. Ketika diwawancarai 3 (60 %) responden diantaranya belum mengetahui secara jelas apa penyebab keputihan bahkan pencegahan untuk keputihan. Mereka mengaku bahwa belum pernah diadakan sosialisasi terkait kesehatan reproduksi wanita terkhususnya keputihan serta
6 menganggap bahwa itu hal biasa saja yang tidak memerlukan tindakan lanjut. Kurangnya informasi terkait bagaimana menjaga kesehatan reproduksi pada remaja akan berakibat fatal. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian sebelumnya oleh Donatalia (2011) dan Farah (2009) yang menyebutkan bahwa penyebab keputihan pada remaja sebagian besar adalah pengetahuan dan sikap yang buruk terkait kesehatan reproduksi (vulva hygiene). Melihat hal ini, dengan latar belakang yang telah penulis paparkan, penulis ingin meneliti apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti pada bulan Februari di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, siswi kelas X rata-rata pernah mengalami keputihan. Keputihan yang dialami seharusnya tidak menganggu dan perlunya diimbangi dengan pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene yang baik dan benar karena keputihan yang dibiarkan terus menerus akan menimbulkan masalah. Namun, keputihan yang mereka alami ada yang mengarah pada keputihan yang bersifat
7 patologis dan pada saat wawancara ditemukan bahwa beberapa siswi memiliki pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene yang kurang tepat. 1.3 Batasan masalah Batasan masalah yang ada dalam penelitian ini meliputi sejauh mana siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang mengetahui tentang kesehatan reproduksi terkait jenis-jenis keputihan, gejala keputihan, dan penanganan keputihan serta sikap vulva hygiene yang baik 1.4 Signifikansi Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan data mengenai tingginya angka kejadian keputihan yang dialami kaum wanita, maka dari itu peneliti menganggap hal ini penting untuk diteliti mengingat pada efek samping yang ditimbulkan. Dalam penelitian ini kemudian akan membahas tentang adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan. Pada penelitian ini, peneliti tidak hanya menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan secara umum, tetapi dengan kejadian keputihannya bersifat fisiologis dan patologis. Penelitian ini juga dilakukan di lokasi yang belum pernah terjamah oleh peneliti lain tentang topik
8 terkait sehingga dapat meminimalisir kemungkinan kepalsuan data yang diberikan oleh responden. 1.5 Rumusan Masalah Fokus penulisan tugas akhir ini adalah pada hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Dengan demikian, untuk menjawab persoalan di atas maka disusun rangka perumusan masalah, yaitu : a. Bagaimana hubungan antara pengetahuan mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang? b. Bagaimana hubungan antara sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang? 1.6 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
9 b. Mengetahui hubungan antara sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. 1.7 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber dan masukan bagi pelayanan keperawatan, terutama keperawatan maternitas dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi khususnya pengetahuan dan sikap remaja putri mengenai vulva hygine dengan kejadian keputihan. b. Secara Praktis 1) Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penyelengaraan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah sehingga akan memliki dampak bagi siswi untuk mengetahui bagaimana langkah yang tepat dalam merawat organ kewanitaan dan dapat mendekteksi dini masalah-masalah yang timbul terkait keputihan.
10 2) Bagi Pelayanan Kesehatan Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi profesi kesehatan tentang pentingnya meningkatkan program pendidikan kesehatan reproduksi khususnya bagi remaja putri. Dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan konseling sejak dini guna mencegah keputihan yang patologis. 3) Bagi Masyarakat Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana peningkatan informasi bagi remaja putri khususnya siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang sehingga dapat menjadi perhatian khusus oleh remaja yang bersangkutan dalam penyelenggaraan upaya peningkatan kesehatan reproduksi remaja. 4) Bagi Penelitian Keperawatan Manfaat penelitian ini yaitu hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai data penunjang untuk penelitan selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan dan dapat menambah informasi seputar kesehatan reproduksi remaja terkait pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dan hubungannya dengan kejadian keputihan.