KNKT/KA.05.10/

dokumen-dokumen yang mirip
KNKT/KA /

KA Nomor Urut Kecelakaan:

KNKT/KA.04.02/

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

Tumburan Lokasi: Km /3 Petak jalan antara Stasiun Rejosari Stasiun Labuhan Ratu Lampung Lintas:

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LAPORAN AKHIR KNKT

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

FINAL KNKT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

REKOMENDASI SEGERA. Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FINAL DI KM PASAR GUGUAK KAYU TANAM, KABUPATEN PADANG PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT SELASA, 1 JULI 2014 KNKT

Jenis Kecelakaan: Tumburan Lokasi: Km Petak jalan antara Stasiun Cilebut Stasiun Bogor Kabupaten Bogor Lintas: Manggarai - Bogor Propinsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKHIR KNKT A

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

FINAL MOBIL BUS PO. GIRI INDAH B-7297-BI MENABRAK MOBIL BARANG BAK MUATAN TERBUKA F-8723-FK DAN KEMUDIAN MASUK JURANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025]

ANJLOKAN KA 968 PENATARAN

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

LAPORAN AKHIR KNKT

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN HASIL INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

LAPORAN AKHIR KNKT

ANJLOK KA 155 BENGAWAN DI KM PETAK JALAN ANTARA KARANGGANDUL KARANGSARI, KABUPATEN PURWOKERTO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 16 JANUARI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

LAPORAN AKHIR KNKT

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

LAPORAN AKHIR KNKT

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TABRAKAN ANTARA BUS DOA IBU DENGAN MOBIL ELF DI JALAN RAYA NAGREK KM 37

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

BAB III LANDASAN TEORI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

FINAL MOBIL BUS L 300 NOMOR KENDARAAN BK-1045-GA JATUH KE JURANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KNKT/KA.05.06/

BAB III LANDASAN TEORI

KNKT/KA.06.06/

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERLINTASAN SEBIDANG ANTARA JALAN DENGAN JALUR KERETA API

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

KNKT/KA.07.44/

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

Transkripsi:

KNKT/KA.05.10/05.12.22 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN ANTARA KA BBR 20 DAN BUS PMH NO. 471 DI KM 222 + 811 JPL NO. 47 PETAK JALAN ANTARA SEPANCAR BATURAJA SUMATERA SELATAN SUB DIVISI REGIONAL III.2 SUMATERA SELATAN 10 AGUSTUS 2005 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA 2005

This page left intentionally blank

Keselamatan adalah merupakan pertimbangan yang paling utama ketika KOMITE mengusulkan rekomendasi keselamatan sebagai hasil dari suatu penyelidikan dan penelitian. KOMITE sangat menyadari sepenuhnya bahwa ada kemungkinan implementasi suatu rekomendasi dari beberapa kasus dapat menambah biaya bagi yang terkait. Para pembaca sangat disarankan untuk menggunakan informasi yang ada di dalam laporan KNKT ini dalam rangka meningkatkan tingkat keselamatan transportasi; dan tidak diperuntukkan untuk penuduhan atau penuntutan. Laporan ini diterbitkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Gedung Karya Lantai 7, Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat No. 8, JKT 10110, Indonesia, pada tahun 2005.

This page left intentionally blank

DAFTAR ISTILAH Daop Gerbong Kereta Kereta Api Lokomotif Luka parah Masinis Petak Jalan PK PPKA PL PLH Reglemen Sepur Sinyal Sinyal masuk Sinyal muka Stasiun Daerah Operasi Kendaraan yang khusus dipergunakan untuk mengangkut barang atau binatang Kendaraan yang seluruhnya/ sebagian dipergunakan untuk mengangkut penumpang, bagasi dan kiriman pos Rangkaian yang terdiri dari gerbong/ kereta yang ditarik dan atau didorong lokomotif, dan berjalan di atas rel Kepala kereta api (yang menarik atau mendorong gerbong/ kereta / rangkaian kereta) Luka-luka yang memerlukan pengobatan dan pemeliharaan dan menyebabkan orang tidak dapat bekerja lebih dari satu minggu Petugas pengemudi lokomotif Jalur kereta api yang berada diantara dua Stasiun, dibatasi sinyal keluar Stasiun pertama dan sinyal masuk Stasiun kedua Pusat Kendali, berada di tiap Stasiun besar, berfungsi sebagai pengawas dan pengatur perjalanan kereta api untuk satu wilayah Daerah Operasi Pengawas Perjalanan Kereta Api, bertugas di tiap Stasiun. Untuk Stasiun kecil PPKA biasanya bertugas juga sebagai Kepala Stasiun. PPKA bertugas untuk mengawasi perjalanan kereta api untuk petak jalan kereta api Peristiwa luar biasa tidak hebat, ialah segala kejadian dan keadaan pada jalan kereta api yang merupakan gangguan dalam dinas atau penghentian dinas dan yang membahayakan perjalanan kereta api dan langsung atau pula yang dapat membahayakan keselamatan orang semata-mata karena gerak kereta api, langsiran atau gerak material Peristiwa luar biasa hebat, dipandang sebagai kecelakaan hebat, bilamana peristiwa itu berakibat orang tewas atau luka parah atau dipandang sebagai kekusutan yang hebat dimana terdapat: a. kerusakan jalan kereta api sehingga tidak dapat dilalui selama paling sedikit 24 jam atau kerusakan material yang sangat; b. kereta api sebagian atau seluruhnya keluar rel atau tabrakan; c. kereta, gerobak atau benda lain rusak hebat karena ditabrak kereta api atau bagian langsir; d. Semua bahaya karena kelalaian pegawai dalam melakukan urusan perjalanan kereta api atau langsir; e. Dugaan atau percobaan sabot Reglemen diambil dari istilah Belanda, yakni regelement, yang berarti peraturan yang berlaku untuk dan harus ditaati oleh anggauta kelompok atau masyarakat tertentu, dalam hal ini adalah peraturan-peraturan yang digunakan PT. KA Jalur kereta api dalam suatu emplasemen Stasiun Perangkat fisik (lampu merah, kuning, hijau, palang, dll.) yang menginsyaratkan suatu berita atau isyarat (bahaya, aman, dsb). Perangkat sinyal harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat dilihat masinis rangkaian kereta atau petugas lainnya dari jarak yang jauh Sinyal utama yang ditempatkan dimuka Stasiun, dan berfungsi untuk memberi petunjuk mengizinkan atau melarang rangkaian kereta api memasuk Stasiun. Posisi sinyal utama minimal adalah 250m sebelum posisi wesel pertama pada jalur rel bila memasuki Stasiun Sinyal yang dapat memberi petunjuk kepada masinis kereta api yang datang tentang kedudukan dan atau aspek sinyal utama merupakan sinyal kemudian setelah sinyal muka Tempat kereta api berhenti dan berangkat, bersilang, menyusul atau disusul yang dikuasai oleh seorang kepala Stasiun Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia & Reglemen

This page left intentionally blank

LAPORAN KECELAKAAN KERETA API KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN ANTARA KA BABARANJANG 20 DAN BUS PMH NO. 471 DI KM 222 + 811 JPL NO. 47 PETAK JALAN ANTARA SEPANCAR BATURAJA SUMATERA SELATAN LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.05.10.08.02 Jenis Kecelakaan: Tumburan (Kereta Api dengan Angkutan Lain) Lokasi: Km 222+811 JPL No. 47 Petak Jalan Antara Sepancar Baturaja Sumatera Selatan Lintas: Tarahan Tanjung Enim Baru Propinsi: 1.5.1.1.1.1 Sumatera Selatan Wilayah: Sub Divisi Regional III.2 Hari/Tanggal Kecelakaan: Rabu / 10 Agustus 2005 Jam: 04.10 WIB Penumpang bus: 11 orang meninggal dunia, 14 orang luka berat dan Korban: 25 orang luka ringan. Awak KA: 1 orang luka ringan. Korban KA: Meninggal Luka Berat Luka Ringan Total Awak KA 0 0 1 1 Penumpang 0 0 0 0 Lain-Lain 0 0 0 0 Total 0 0 1 1 Korban Bus: Meninggal Luka Berat Luka Ringan Total Awak Bus 1 0 0 1 Penumpang 10 14 25 49 Lain-Lain 0 0 0 0 Total 11 14 25 50 Catatan: Satu orang pengemudi bus melarikan diri. 1

DATA KERETA API BABARANJANG 20 Jenis Lokomotif: CC 20217 dan CC 20232 Berjalan dengan ujung: Pendek Nomor Kereta Api: KA BBR 20 Jenis Operasi: KA Barang/Batu Bara, 41 gerbong Route: Tarahan Tanjung Enim Jam Keberangkatan: 19.31 WIB Tanggal 9 Agustus 2005 Kerusakan Kereta Api: Lokomotif CC 20217 Rusak Ringan DATA BUS PMH NO. 471 Jenis Kendaraan: Nomor Kendaraan: Merek Bus: Warna Kendaraan: Jenis Pelayanan: Daya Angkut: Trayek: Kerusakan Bus: Bus besar BK 7028 TA Mercedez Benz Putih biru Eksekutif 35 orang dan 340 kg barang Medan Pati Rusak berat DATA AWAK KERETA API BABARANJANG NO. 20 Jabatan Tahun Pendidikan Medical Check Up Brevet kelahiran Fungsional Terakhir Masinis 1960 DFA CC 203 - Assisten Masinis 1964 TL2 CC 203 - Catatan: Tim tidak mendapatkan data-data awak bus. 2

1 INFORMASI FAKTUAL KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI 1.1 KRONOLOGI KEJADIAN Pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2005, kereta api Babaranjang dengan nomor 20 (KA BBR 20) berangkat kosongan dari Stasiun Tarahan pukul 19.31 menuju Stasiun Tanjung Enim. Di Stasiun Sepancar KA BBR 20 bersilang dengan KA BBR 15, oleh PPKA Stasiun Sepancar KA BBR 20 diperintahkan berjalan langsung di sepur 1 (satu) pada pukul 03.52 terlambat 62 menit. Sesampainya di petak jalan antara Stasiun Sepancar Stasiun Baturaja, pada Km 222+811 hari Rabu tanggal 10 Agustus 2005 pukul 04.10 WIB, tepatnya di perlintasan sebidang No. 47 yang tidak dilengkapi pintu, KA BBR 20 menabrak bus PMH No. 471 dengan nomor kendaraan BK 7028 TA jurusan Medan Pati. Akibat kecelakaan ini roda belakang lokomotif pertama (CC 20217) mengalami anjlok 3 as dan tetap berjalan sepanjang 307 m serta mengalami kerusakan ringan, sedang bus PMH mengalami kerusakan berat dan terdorong sepanjang 318 m. Selain kerusakan yang ditimbulkan pada kereta dan bus juga mengakibatkan korban satu awak bus dan 10 penumpang meninggal dunia, empat belas penumpang bus luka berat, dua puluh lima penumpang bus luka ringan dan satu awak kereta api luka ringan. 1.2 HASIL WAWANCARA 1.2.1 Masinis KA Babaranjang No. 20 Pada tanggal 9 Agustus 2005, ybs mengoperasikan KA BBR 20 dengan lokomotif CC 20217 dan CC 20232 menarik 41 gerbong batu bara kosong, berangkat dari Stasiun Tarahan jam 19.31 WIB. Hari Rabu tanggal 10 Agustus 2005 KA BBR 20 masuk di sepur 1 Stasiun Sepancar pukul 03.52 WIB, terlambat 62 menit. Di stasiun tersebut KA BBR 20 berjalan langsung dan bersilang dengan KA BBR 15. Sebelum lokasi kejadian pada jarak yang tidak terlalu jauh, terdapat satu perlintasan sebidang lagi yang tidak dilengkapi dengan pintu. Saat melewati perlintasan pertama membunyikan semboyan 35 berulang-ulang dan keadaan aman sampai akan mendekati perlintasan kedua (JPL 47). Pada saat akan mendekati perlintasan kedua (JPL No. 47) KA BBR 20 juga membunyikan semboyan 35 berulang-ulang dan sekitar 30 m mendekati perlintasan tersebut, ybs melihat mobil bus dari arah kanan berjalan akan melewati jalan perlintasan. Ybs secara reflek melakukan pengereman (kereta api menggunakan sistem rem udara tekan/airbrake), namun karena rangkaian terdiri dari 41 gerbong dan jarak yang terlalu dekat/pendek, pengereman tidak dapat bekerja secara spontan sehingga KA menghantam bus hingga terdorong sekitar 200 m. Setelah kecelakaan, ybs melaporkan kejadian kepada KDRP (Kondektur Pemimpin), selanjutnya KDRP melaporkan kepada PPKA Baturaja dan PPKA Sepancar untuk meminta bantuan secepatnya. 3

Masinis atas permintaan Pembina Polsuska (polisi Khusus Kereta Api) melalui KDRP melepas lokomotif pertama (CC 20217) untuk memberikan penerangan dalam evakuasi korban kecelakaan. Selesai evakuasi, ybs melanjutkan perjalanan menggunakan rangkaian KA batu bara menuju Stasiun Baturaja untuk berobat. Keadaan mesin lokomotif depan (CC 20217) masih menyala dan dapat berjalan, hanya mengalami kerusakan ringan pada bagian depan. Kondisi lokomotif CC 20217 baik karena baru setengah bulan keluar dari Balai Yasa Lahat setelah dilakukan PA (Perawatan Akhir), sehingga lokomotif dalam keadaan laik jalan. Kecepatan KA BBR 20 pada waktu itu sekitar 30 km/jam, sedang kecepatan yang diijinkan maksimum 50 km/jam. Dalam keadaan normal pada lintas ini (jalan rel di lokasi kejadian merupakan lengkungan dan agak menurun), proses pengereman kereta api dengan kecepatan 30 km/jam sampai dengan berhenti membutuhkan jarak sekitar 300 m. Jarak pandang pada perlintasan tidak bebas pandang karena terdapat pepohonan dan rumah penduduk. Lampu lokomotif menyala dan dalam keadaan baik. Posisi bus yang tertabrak adalah bagian depan. Kecepatan bus tersebut kencang. 1.2.2 Asisten Masinis KA Babaranjang No. 20 Pada tanggal 9 Agustus 2005, KA BBR 20 berangkat dari Tarahan 19.31 WIB dengan lokomotif CC 20217 dan CC 20232 serta rangkaian berjumlah 41 gerbong. Hari Rabu tanggal 10 Agustus 2005 KA BBR 20 masuk di sepur 1 Stasiun Sepancar pukul 03.52 WIB, terlambat 62 menit. Di stasiun tersebut KA BBR 20 berjalan langsung dan bersilang dengan KA BBR 15. Sebelum melintasi perlintasan pertama, KA BBR 20 membunyikan semboyan 35 secara berulang-ulang. Sekitar 30 m menjelang perlintasan kedua (JPL 47), masinis membunyikan semboyan 35 secara berulang-ulang dan terlihat mobil melintas melewati perlintasan. Melihat hal itu masinis teriak dan melakukan pengereman, namun pengereman belum dapat bekerja sempurna, langsung menghantam mobil. Mobil terdorong sejauh dua piket (± 140 m) Ybs tidak mengetahui bahwa mobil yang ditabrak adalah bus karena ybs duduk di posisi sebelah kiri. Kecepatan KA BBR 20 menjelang terjadinya kecelakaan sekitar 25-30 km/jam sedang kecepatan maksimum yang diijinkan pada lintas itu 50 km/jam. Setelah kejadian, ybs turun dan melaporkan kejadian PLH ke Stasiun Baturaja. Loko CC 20217 keluar dari Balai Yasa Lahat setelah dilakukan PA pada tanggal 27 Juli 2005. Loko CC 20232 SPA pada tanggal 30 Agustus 2002 dan rencana PA berikutnya Oktober 2005. 4

1.2.3 Penumpang Bus I Ybs duduk dibangku tambahan yang terletak di lorong bagian tengah bus. Ybs tidak melihat adanya lampu lokomotif dan tidak mendengar adanya klakson kereta api. Pada waktu kecelakaan, ybs terdorong kedepan. 1.2.4 Penumpang Bus II Pada saat berangkat dari Medan, Ybs duduk pada sebelah kiri bagian tengah bus. Sebelum kejadian, ybs bertukar posisi tempat duduk dengan penumpang lain (korban kecelakaan yang meninggal) yang duduk di bangku tambahan pada lorong bus. Ybs mendengar klakson dan melihat lampu kereta api. Ybs berteriak mengingatkan pengemudi bahwa ada kereta api yang akan melintas dan berlari ke arah depan bus untuk menyelamatkan diri. Pengemudi mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan ugal-ugalan. Ybs melihat pengemudi nampak mengalami kelelahan. 1.3 PRASARANA 1.3.1 Jalan Kereta Api Kondisi jalan KA : Lengkungan dan turunan Bantalan : Beton Jumlah sepur : 1 sepur Lebar sepur : 1106 mm 1.3.2 Perlintasan No. 47 Pandangan bebas dari jalan : 9,5 m Pandangan bebas dari jalan rel : 30 m Pintu Perlintasan : Tidak ada Perlengkapan Perlintasan : Tidak ada Penjaga perlintasan : Tidak ada Lampu penerangan jalan umum : Ada 2 lampu sebelah kiri dan kanan rel Semboyan 35 : Ada 5

1.3.3 Jalan Raya Nama jalan : Jl. Lintas Sumatera Km. Desa Kemelak Baturaja Timur, OKU Kewenangan jalan : Jalan Nasional Kode ruas jalan : - Panjang ruas jalan : 35.450 Km Fungsi jalan : Kolektor Status jalan : Primer Lebar jalan : 7 m Pola arus lalu lintas : 2 arah Jumlah jalur : 2 jalur Tipe perkerasan bahu jalan : Tanah berumput Konstruksi perkerasan jalan : Aspal Kualitas permukaan jalan : Baik/halus Kondisi permukaan jalan : Berlubang Keadaan permukaan jalan : Kering Kondisi marka jalan : Bagus Catatan: Terdapat jalan alternatif yang dapat dilewati kendaraan tanpa melintasi jalan rel kereta api. Gambar 1 Jalan alternatif 6

1.3.4 Rambu Jalan Rambu Peringatan 22b : Ada Rambu Larangan 1a : Ada Rambu Larangan 1c : Ada Rambu Larangan 12 : Tidak ada Rambu Peringatan : Tidak ada Pita penggaduh : Ada Marka : Tidak ada Pandangan bebas dari kendaraan : 9,5 m Catatan: Sebagian rambu jalan di atas terletak di posisi sebelah kanan. 1.4 SARANA 1.4.1 Data Lokomotif BBR 20 Urutan Lokomotif Jenis Mulai Dinas PA Terakhir 1 CC 20217 02-03-1990 27-07-2005 2 CC 20232 28-08-1995 31-08-2002 Gambar 2 Kereta Api BBR 20 1.4.2 Data Gerbong KA BBR 20 Rangkaian Jenis Gerbong Berat Rangkaian Jenis Gerbong Berat Ke & Seri No Kosong Ke & Seri No Kosong 1 KKW 1456 20 ton 22 KKW 1682 20 ton 2 KKW 1927 20 ton 23 KKW 1662 20 ton 3 KKW 1052 20 ton 24 KKW 551038 20 ton 4 KKW 1666 20 ton 25 KKW 1369 20 ton 5 KKW 531126 20 ton 26 KKW 1351 20 ton 6 KKW 1622 20 ton 27 KKW 1383 20 ton 7 KKW 1634 20 ton 28 KKW 1495 20 ton 8 KKW 1336 20 ton 29 KKW 1738 20 ton 9 KKW 1327 20 ton 30 KKW 1466 20 ton 10 KKW 1764 20 ton 31 KKW 1293 20 ton 11 KKW 531116 20 ton 32 KKW 1152 20 ton 12 KKW 531127 20 ton 33 KKW 1627 20 ton 13 KKW 1121 20 ton 34 KKW 531109 20 ton 14 KKW 1293 20 ton 35 KKW 1313 20 ton 15 KKW 1137 20 ton 36 KKW 1839 20 ton 16 KKW 1543 20 ton 37 KKW 531060 20 ton 17 KKW 1416 20 ton 38 KKW 1519 20 ton 7

18 KKW 531129 20 ton 39 KKW 1544 20 ton 19 KKW 1258 20 ton 40 KKW 1542 20 ton 20 KKW 1542 20 ton 41 KKW 1022 20 ton 21 KKW 1705 20 ton 1.4.3 Data Bus PMH Jenis Kendaraan : Bus besar Nomor Kendaraan : BK 7028 TA Masa Berlaku TNKB : 31 Juli 2008 Merek Bus : Mercedez Benz Warna Kendaraan : Putih biru Warna TNKB : Kuning Tahun Pembuatan/CC : 1991 / 5.958 Nomor Rangka Landasan : 684.216.26.000035 Nomor Mesin : 386.98.60.142733 Fasilitas tanggap Darurat: Alat pemecah kaca : Tidak ada Alat pemadam kebakaran : Tidak ada Emergency Exit : Tidak ada Jenis Pelayanan : Eksekutif Daya Angkut: Buku Uji Berkala : 35 orang dan 340 kg barang Kartu Pengawasan : 41 orang Uji Terakhir : 27 Mei 2005 Uji Berikutnya : 26 November 2005 Penerbitan Buku Uji : Medan, 7 Agustus 1993 1.5 KORBAN 1.5.1 Data Korban Awak KA Awak Bus Penumpang Bus Lain-lain TOTAL Meninggal 0 1 10 0 11 Luka Berat 0 0 14 0 14 Luka Ringan 1 0 25 0 26 TOTAL 1 1 49 0 51 8

1.5.2 Informasi Medis dan/atau Pemeriksaan Pathologi Para korban PLH tumburan KA BBR 20 dengan Bus PMH No. 471 sebagian besar mengalami luka berat: a. Fracture (patah tulang) pada tangan, kaki, rahang dan punggung; b. Fracture Mandibula (patah tulang pada rahang bawah); c. Frontale kepala (retak pada kepala bagian depan/dahi); d. Luka robek pada tangan dan kaki; e. Memar-memar pada tangan, kaki dan badan; f. Trauma psikologis dan pada kepala. 1.6 EVAKUASI DAN PENYELAMATAN KORBAN Pada pukul 05.00 WIB masinis atas perintah Pembina Polsuska (Polisi Khusus Kereta Api) melalui KDRP melepas lok pertama guna memberikan penerangan dalam evakuasi korban dan untuk membebaskan rintang jalan KA. Pembebasan rintang jalan kereta api diperkirakan selama 3 (tiga) jam. Proses pengangkatan lokomotif CC 20217 dan penggeseran bus selesai pada pukul 08.40 WIB, sehingga rintang jalan (rinja) dapat dibebaskan pada pukul 10.00 WIB. Selanjutnya lokomotif CC 20217 ditarik ke Stasiun Baturaja dan rangkaian gerbong batu bara melanjutkan perjalanan ke Stasiun Tanjung Enim. Rumah Sakit yang dipergunakan untuk menangani para korban dan jumlah korban yang resmi sebagai berikut: Tabel Rumah Sakit dan Jumlah Data Korban Luka Luka No. Rumah Sakit Berat Ringan 1 RS. Antonio 4 13 2 RS DKT 1 5 3 RS Umum 10 7 Keterangan: 1 orang awak KA luka ringan dan tidak dibawa ke rumah sakit tersebut. 1.7 KERUSAKAN AKIBAT PLH TUMBURAN ANTARA KA BBR 20 DAN BUS PMH 1.7.1 KA BBR 20 Lokomotif kedua CC 20232 dan gerbong BBR 20 (41 gerbong) tidak mengalami kerusakan. Sedang lokomotifpertama CC 20217 mengalami kerusakan sebagai berikut: a. Penyanggah hewan U II lepas (baut patah); b. Kaca pintu dan kaca muka sebelah kiri U 1 pecah; c. Kaca muka sebelah kanan U 1 (posisi masinis) pecah; d. Suling U1 patah dan hancur; e. Kaca jendela asisten masinis U 1 pecah dan hancur; f. Penghapus kaca pintu kiri U 1 rusak; g. Semua lampu semboyan U 1 hancur; 9

h. Rumah lampu semboyan U 1 rusak; i. Penyanggah hewan (Boper Balek) U 1 kiri bengkok; j. Penyanggah slang kunci klep U 1 kiri bengkok; k. Tangan tangga U1 depan kanan/kiri bengkok; l. Rumah pengaman coupler U 1 bengkok; m. Tutup semboyan S27 siang bengkok; n. Tutup TM 4 + 5 lepas; o. Tangga U1 kiri bengkok; p. Untuk TM 4, 5, dan 6 belum dapat diketahui gangguan yang terjadi karena lokomotif dalam keadaan mati dan tidak dapat di starter. Gambar 3 Kondisi lokomotif CC 20217 setelah kecelakaan 1.7.2 Kerusakan Bus PMH Bus PMH mengalami rusak berat, dengan rincian sebagai berikut: a. Kondisi rangka utama Side Member (rangka samping) depan kiri : Utuh Side Member (rangka samping) depan kanan : Utuh Side Member (rangka samping) tengah kiri : Bengkok Side Member (rangka samping) tengah kanan : utuh Side Member (rangka samping) belakang kiri : utuh Side Member (rangka samping) belakang kanan : utuh Bemper depan : utuh Bemper belakang : utuh b. Kondisi Sistem Kemudi Lingkar Kemudi : Utuh Stang Kemudi : Utuh c. Mesin Mesin : utuh Water Pump : hancur Selang radiator : hancur Radiator : hancur Kipas radiator : hancur Pedal gas : rusak 10

d. Versneling Pedal Kopling : utuh Posisi versneling : - e. Sistem Roda-roda 1) Poros/as : Poros depan kiri : Utuh Poros depan kanan : Utuh Poros belakang kiri : utuh Poros belakang kanan : utuh 2) Velg-velg : Velg depan kiri : baik Velg depan kanan : baik Velg belakang kiri : baik Velg belakang kanan : baik 3) Baut-baut velg : Baut velg depan kiri : baik Baut velg depan kanan : baik Baut velg belakang kiri : baik Baut velg belakang kanan : baik f. Karoseri Bodi depan (cabin) : utuh Body belakang (cabin) : utuh Body samping kiri (cabin) : sebagian utuh Body samping kanan (cabin) : utuh Pintu depan kiri : utuh Pintu depan kanan : utuh Kaca depan : utuh Kaca belakang : utuh Kaca samping kiri : hancur Kaca samping kanan : utuh Spion kiri : hancur Spion kanan : utuh Spion dalam : hancur g. Alat-alat kelengkapan Dash board : utuh Penghapus kaca : utuh Pedal rem : utuh h. Ban-ban Kondisi ban depan kiri : 70% Ukuran ban depan kanan : 750-16R14 Kondisi ban depan kanan : 70% Ukuran ban belakang kiri bagian luar : 750-16R14 Kondisi ban belakang kiri bagian luar : 40% Ukuran ban belakang kiri bagian dalam : 235-70R15 Kondisi ban belakang kiri bagian dalam : 40% Ukuran ban belakang kanan bagian luar : 750-16R15 11

Kondisi ban belakang kanan bagian luar : 40% Ukuran ban belakang kanan bagian dalam : 235-70 R15 Kondisi ban belakang kanan bagian dalam : 40% Gambar 4 Kondisi bus PMH setelah kecelakaan 1.7.3 Kerusakan Lain Kerusakan jalan rel kereta api dengan bantalan yang terbuat dari beton mengalami pecah dan tergores sepanjang 307 m. Gambar 5 Kondisi prasarana kereta api setelah kecelakaan 1.8 UJI COBA DAN PENELITIAN PADA KA BBR 20 Uji coba dilakukan untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai kondisi sarana lokomotif CC 20217 dan CC 20232 (KA BBR 20) dilakukan setelah terjadinya PLH tumburan dengan Bus PMH, pada tanggal 12 Agustus 2005. Metode uji coba yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung oleh tim terhadap lokomotif CC 20217 dan CC 20232 di Stasiun Baturaja, Palembang. 1.8.1 Lokomotif CC 20217 Kondisi lokomotif CC 20217 mengalami kerusakan dan diperlukan perbaikan. Penelitian yang dilakukan meliputi: Lampu lokomotif berfungsi dengan baik; Klakson lokomotif patah dan tidak dapat dipergunakan kembali; Tidak dilengkapi dengan alat perekam kecepatan (speedometer). 12

1.8.2 Lokomotif CC 20232 Kondisi lokomotif CC 20232 tidak mengalami kerusakan. Penelitian yang dilakukan meliputi: Lampu lokomotif berfungsi dengan baik; Klakson lokomotif dapat berfungsi; Tidak dilengkapi dengan alat perekam kecepatan (speedometer). 1.9 DATA CUACA Keadaan cuaca pada saat terjadi PLH adalah cerah. 13

This page left intentionally blank 14

2 ANALISIS KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI 2.1 PRASARANA 2.1.1 Pandangan Bebas Perlintasan dari Masinis Berdasarkan R10 Bab III Pasal 18 Butir 4 tentang jalan lintas, adalah: Untuk jalan lintas yang boleh dilalui kendaraan tetapi tidak dijaga harus dijamin adanya pemandangan bebas. Pemandangan bebas dianggap cukup jika dari semua tempat pada jalan umum dalam jarak 30 m atau kurang dari jalan silang dengan jalan kereta api, dapat dilihat bebas kedua jurusan jalan kereta api sejauh: 500 m untuk jalan kereta api kelas I; 400 m untuk jalan kereta api kelas II dengan kecepatan paling tinggi 59 km/jam. Untuk jalan kereta api kelas II dengan kecepatan puncak 45 km/jam jarak-jarak tsb, masing-masing 25 dan 300 m, dan untuk kecepatan puncak 30 km/jam masing-masing 20 m dan 200 m. Sepanjang jalan lintas tidak boleh dipasang pagar dari tumbuh-tumbuhan. Gambar 6 Pandangan bebas dilihat dari sudut masinis Sesuai dengan data faktual yang didapat dari lapangan, pandangan bebas di jalan perlintasan No. 47 adalah dari jalan raya adalah 9,5 m dan dari arah jalan rel ± 30 m. Apabila dikaitkan dengan Reglemen No. 10 (R10) tersebut di atas maka jalan perlintasan No. 47 tersebut tidak memenuhi persyaratan pandangan bebas, karena terhalang oleh pepohonan dan rumah penduduk (lihat gambar 5). 15

2.1.2 Pandangan Bebas Perlintasan dari Arah Bus PMH Berdasarkan Ketentuan Teknis Persyaratan Perlintasan Sebidang, berdasarkan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tanggal 3 Juni 2005, adalah: 4.2 Persyaratan Prasarana Jalan dan KA pada Perlintasan Sebidang a. Ruas jalan yang dapat dibuat perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api mempunyai persyaratan sebagai berikut : 1) jalan kelas III; 2) jalan sebanyak-banyaknya 2(dua) lajur 2 (dua) arah; 3) tidak pada tikungan jalan dan/atau alinement horizontal yang memiliki radius sekurang-kurangnya 500 m; 4) tingkat kelandaian kurang dari 5 (lima) persen dari titik terluar jalan rel; 5) memenuhi jarak pandang bebas, (penentuan jarak pandang bebas antara kereta api dan jalan), gambar 7 dan tabel 1. 6) sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); 16

Gambar 7. Kondisi dimana kendaraan dapat mengamati kereta atau dapat berhenti Keterangan: d H = Jarak pandang terhadap jalan bagi kendaraan kecepatan V v untuk berhenti dengan aman tanpa melanggar batas perlintasan d T = Jarak pandang terhadap jalan rel untuk melakukan manuver seperti yang dideskripsikan untuk d H Besarnya d H dan d T seperti pada tabel 1. L = Panjang kendaraan D = Jarak dari garis stop atau dari bagian depan kendaraan terhadap rel terdekat d e = Jarak dari pengemudi terhadap bagian depan kendaraan Berdasarkan hasil peninjauan dan penelitian dilokasi kecelakaan, jarak pandang dari jalan raya ke jalan rel terhalang oleh pepohonan (lihat gambar 8). Gambar 8 Pandangan bebas dilihat dari sudut supir bus Kecepatan kendaraan yang akan melintas di perlintasan jalan kereta api harus sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tersebut diatas. Menurut informasi, kecepatan bus saat melewati perlintasan melebihi batas yang ditentukan, namun tim tidak dapat memastikan kecepatan bus tersebut karena pengemudi bus melarikan diri. 17

2.1.3 Rambu Jalan Berdasarkan R10 Bab III Pasal 18 Butir 6 tentang jalan lintas, adalah: Pada jalan lintas yang tidak dijaga dan boleh dilalui kendaraan, harus pula ditempatkan papan peringatan pada sebelah kanan jalan umum ke arah jalan lintas sejauh 25 m dari sumbu sepur. Papan peringatan ini didahului dengan papan peringatan pendahuluan yang juga ditempatkan sebelah kanan jalan, sejauh 150 m dari jalan lintas. Sesuai Ketentuan Teknis Persyaratan Perlintasan Sebidang, berdasarkan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tanggal 3 Juni 2005 tentang Pedoman teknis perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, adalah sebagai berikut: Tatacara pemasangan perlengkapan jalan berupa rambu, marka dan pita kejut pada perlintasan sebidang yang dilengkapi pintu dan tidak dilengkapi pintu serta desain pintu dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Contoh Perlintasan tanpa pintu pada jalan dua lajur dua arah dengan jalur tunggal kereta api Sesuai Ketentuan Teknis Persyaratan Perlintasan Sebidang, berdasarkan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tanggal 3 Juni 2005 tentang Pedoman teknis perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, adalah sebagai berikut: f. Perlintasan sebidang yang tidak dilengkapi pintu wajib dilengkapi dengan rambu, marka, isyarat suara dan lampu lalu lintas satu warna yang berwarna merah berkedip atau dua lampu satu warna yang berwarna merah menyala bergantian sesuai pedoman ini. 18

g. Isyarat lampu lalu lintas satu warna pada huruf f, memiliki persyaratan sebagai berikut : 1) terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian; 2) lampu berwarna kuning dipasang pada jalur lalu lintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati; 3) lampu berwarna merah dipasang pada perlintasan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala mengisyaratkan pengemudi harus berhenti; dan 4) dapat dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang menunjukan arah datangnya kereta api; 5) berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai dengan 30 sentimeter; 6) Daya lampu antara 60 watt sampai dengan 100 watt. Gambar 10 Rambu jalan di lokasi tumburan KA BBR 20 dan Bus PMH Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Dirjen Perhubungan Darat tersebut diatas, rambu jalan harus diletakkan di sebelah kiri jalan, tetapi berdasarkan data factual pada lokasi kejadian: 1) Rambu STOP terletak di sebelah kiri dan kanan jalan; 2) Rambu peringatan No. 1c dan No. 22b terletak di sebelah kanan jalan; 3) Rambu peringatan lainnya terletak di sebelah kiri dan kanan jalan. Disamping itu rambu jalan pada perlintasan sebidang di lokasi tersebut tidak sesuai dengan peraturan tersebut di atas. Oleh karena rambu STOP terletak di sebelah kiri dan kanan jalan maka pengemudi kendaraan seharusnya dapat melihat dengan jelas. Fungsi rambu STOP adalah dilarang berjalan terus, wajib berhenti sesaat dan meneruskan perjalanan setelah mendapat kepastian aman dari lalu lintas arah lainnya. Dengan adanya rambu STOP tersebut pengemudi bus PMH No. 47 seharusnya menghentikan kendaraannya saat akan melintasi jalan rel untuk memastikan keberadaan kereta api yang akan lewat. 19

Apabila pengemudi berhenti sebelum rambu STOP akan terlihat adanya cahaya lampu lokomotif kereta api dan terdengar bunyi klason lokomotif, karena lampu lokomotif dan klakson difungsikan dengan baik oleh masinis. Hal ini terbukti adanya pengakuan dari salah seorang penumpang bus yang melihat adanya cahaya lampu dan mendengar klakson lokomotif, bahkan telah memberikan peringatan kepada pengemudi bus adanya kereta api yang akan lewat, tetapi pengemudi bus tidak mengurangi kecepatan maupun berhenti saat akan melintas jalan rel bahkan berusaha mempercepat laju kendaraan. Catatan: Kedua peraturan yang masih berlaku tersebut (Reglemen 10 dan Peraturan Dirjen), dapat di intepretasikan secara berbeda terutama mengenai penempatan rambu jalan. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut antara pihak-pihak yang terkait, sehingga pelaksanaan dilapangan mempunyai acuan yang pasti. 2.1.4 Jalan Alternatif Untuk Kendaraan Berdasarkan data-data yang didapat oleh tim, terdapat dua perlintasan jalan rel yang tidak terjaga dari Stasiun Sepancar ke Stasiun Baturaja. Perlintasan tersebut harus dilewati oleh kendaraan bermotor dari Medan ke Martapura. Salah satu perlintasan tersebut merupakan lokasi terjadinya kecelakaan tumburan antara kereta api BBR 20 dan bus PMH adalah JPL No. 47. Menurut data terjadinya tumburan antara kereta api dan kendaraan bermotor di perlintasan jalan rel yang tidak terjaga adalah tinggi, maka untuk menghindari terjadinya kecelakaan yang serupa dikemudian hari, sebaiknya kendaraan bermotor dari Medan ke Martapura dapat melewati jalan alternatif lain yang terletak sebelum perlintasan JPL No. 47 tersebut. Dimana jalan alternatif dari Medan menuju Martapura tidak melewati kedua perlintasan jalan rel yang tidak terjaga tersebut. Jalan alternatif terletak sebelum perlintasan jalan rel JPL No. 47, sehingga kendaraan bermotor dapat melalui jalan tersebut tanpa harus melewati perlintasan jalan rel kereta api. Gambar 11 Jalan alternatif yang dapat dilewati oleh kendaraan bermotor 20

2.2 SARANA 2.2.1 Kereta Api BBR 20 Lokomotif kereta api CC 20217 keluar setelah melakukan pemeriksaan akhir di Balai Yasa Lahat pada tanggal 27 Juli 2005, yang dilaporkan lampu sorot lokomotif dan klakson lokomotif dalam keadaan baik. Berdasarkan informasi dan data pada saat kejadian lampu sorot lokomotif dan klakson kereta api difungsikan dengan baik. Sesuai dengan uji coba dan penelitian yang dilakukan oleh tim di lapangan setelah kecelakaan pada lokomotif pertama CC 20217 klakson mengalami kerusakan. Berdasarkan informasi dari salah satu penumpang bus menjelang kecelakaan, melihat cahaya lampu dan mendengar klakson lokomotif. Lampu sorot lokomotif juga digunakan untuk mengevakuasi korban. 2.2.2 Bus PMH Bus PMH BK 7028 TA telah melakukan uji berkala di Pematang, Siantar pada tanggal 27 Mei 2005 dan akan dilakukan pengujian kembali pada tanggal 26 November 2005. Berdasarkan data tersebut, bus ini dinyatakan laik jalan. Sesuai dengan Kartu Pengawasan (yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Darat) kapasitas penumpang bus PMH adalah 41 penumpang dan pada buku uji berkala (yang dikeluarkan oleh UPT-UPPKB Wilayah II Pematang Siantar) kapasitas angkut penumpang pada bus PMH yang diijinkan adalah 35 penumpang. Berdasarkan informasi yang didapat tim, pada saat kejadian penumpang bus PMH No. 471 sebanyak 50 penumpang sehingga terdapat bangku tambahan sepanjang lorong bus. Hal ini menyebabkan penumpang tidak dapat bergerak bebas dan pada saat kecelakaan penumpang tidak dapat keluar dari bus untuk menghindari banyaknya korban karena terhalang bangku-bangku tersebut. Disamping itu, Berdasarkan Surat ijin trakyek bus, Nomor AJ.205/4097/LLAJ/12019, bus PMH ini melayani kelas eksekutif yang dilengkapi dengan alat pendingin udara, sehingga bus ini tertutup rapat. Bus PMH No. 471 ini tidak dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat sehingga penumpang tidak dapat keluar melalui tempat keluar darurat (emergency exit), dimana pemecah kaca sangat berguna untuk memecahkan kaca jendela bus yang tertutup rapat sebagai tempat keluar darurat. Hal tersebut diatas, tidak memenuhi aspek keselamatan seperti yang diatur oleh Ditjen Perhubungan Darat. 2.3 OPERASI 2.3.1 Perjalanan Kereta Api Berdasarkan R10 Bab III Pasal 18 Butir 5 tentang jalan lintas, adalah: Pada jalan lintas umum yang tidak dijaga dan boleh dilalui kendaraan, sebelah kanan dari masinis yang akan melewati, harus ditempatkan tebeng dengan tulisan semboyan 35. 21

Penempatannya dari jalan silang, dengan jarak: 500 m untuk kecepatan kereta api lebih daripada 30 km/jam; dan 150 m untuk kecepatan paling tinggi 30 km/jam. Berdasarkan R16A Pasal 21 Butir 10 tentang Perjalanan kereta api di jalan bebas, pengaturan kecepatan kereta api, tanjakan dan turunan, adalah: Apabila oleh masinis terlihat ada orang atau hewan di jalan yang akan dilalui atau lintasan yang dijaga tidak ditutup, sedang semboyan minta perhatian yang diperdengarkan tidak berhasil, maka masinis harus berusaha menghentikan kereta apinya sebelum sampai ditempat itu. Berdasarkan R16A Pasal 28 Butir 2 tentang Pemakaian klakson dalam dinas perjalanan kereta api, adalah: Semboyan klakson minta perhatian yang diperdengarkan oleh masinis setelah ia menerima semboyan perintah berangkat dari kondektur pemimpin, harus senantiasa dipergunakan sebelum kereta api bergerak. Selanjutnya masinis diharuskan memperdengarkan semboyan minta perhatian apabila: 2.1 ia melihat ada orang berjalan diatas jalan yang akan dilalui; 2.2 lintasan jalan yang dijaga ternyata tidak ditutup pada waktunya; 2.3 hendak memasuki terowongan; 2.4 ia sebagai masinis dari suatu kereta api biasa, pada waktu mendekati suatu stasiun atau tempat perhentian dari kedudukan sinyal atau wesel melihat bahwa kereta apinya akan dimasukkan kesepur yang lain dari pada biasanya; 2.5 dipinggir jalan kereta api terlihat tanda (papan semboyan), bahwa masinis harus memperdengarkan semboyan minta perhatian. Suatu semboyan dengan klakson yang harus diperdengarkan karena petunjuk suatu papan semboyan dipinggir jalan kereta api, harus dibunyikan pada saat lokomotif melampaui papan semboyan tersebut. Masinis kereta api luar biasa yang perjalanannya tidak diumumkan terlebih dahulu, harus memperdengarkan semboyan 35 tiap kali pemandangannya yang luas terhalang. Demikian pula semboyan minta perhatian harus diperdengarkan berulang-ulang pada waktu pemandangan menjadi terhalang karena hujan lebat atau kabut, atau apabila karena hujan lebat yang disertai guntur dan angin, kereta api menjadi tidak dapat terdengar. Dipegunungan dimana pemandangan terhalang karena banyak tikungan, masinis harus acap kali memberikan semboyan minta perhatian. Berdasarkan informasi yang didapat, awak KA BBR 20 telah memenuhi peraturan untuk membunyikan semboyan 35 yaitu pada: a. KA akan melintasi perlintasan yang tidak dijaga; b. Awak KA melihat adanya orang, hewan atau kendaraan di perlintasan yang tidak terjaga; c. Pandangan bebas awak KA terhalang. 22

Hal ini diperkuat dengan informasi dari seorang penumpang bus PMH yang mengaku pada saat akan melewati jalan perlintasan mendengar adanya bunyi klakson kereta api. Dan pada saat tim investigasi melakukan penelitian uji coba lokomotif CC 20217, klakson kereta api dapat berfungsi dengan baik. Terjadinya kecelakaan ini adalah pada saat malam hari sehingga kondisi gelap, oleh karena itu masinis KA BBR 20 telah menyalakan lampu sorot lokomotif sebagai penerangan jalan kereta api. Hal ini diperkuat dengan adanya pengakuan dari seorang penumpang bus PMH yang melihat adanya sorot lampu dari lokomotif kereta api menjelang bus melewati perlintasan kereta api. Tim juga melakukan uji coba terhadap lokomotif CC 20217, kondisi lampu sorot dapat berfungsi dengan baik. 2.3.2 Perjalanan Bus Melintasi Pintu Perlintasan Kereta Api Sesuai tata cara berlalu lintas di perlintasan sebidang, berdasarkan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tanggal 3 Juni 2005 tentang Pedoman teknis perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi kendaraan harus melakukan: a. Pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi kendaraan wajib : 1) Mendahulukan kereta api; 2) Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel. b. Setiap pengemudi kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang akan melintasi perlintasan sebidang kereta api, wajib : 1) Mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu melihat rambu peringatan adanya perlintasan; 2) Menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan, menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas; 3) Tidak mendahului kendaraan lain di perlintasan; 4) Tidak menerobos perlintasan saat pintu perlintasan ditutup; 5) Tidak menerobos perlintasan dalam kondisi lampu isyarat warna merah menyala pada perlintasan yang dilengkapi lampu isyarat lalu lintas; 6) Memastikan bahwa kendaraannya dapat melewati rel, sehingga kondisi rel harus senantiasa kosong; 7) Membuka jendela samping pengemudi, agar dapat memastikan ada tidaknya tanda peringatan kereta akan melewati perlintasan. 8) Apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan, maka pengemudi harus dapat memastikan kendaraannya keluar dari areal perlintasan. c. Setiap pengemudi kendaraan bermotor atau tidak bermotor wajib berhenti dibelakang marka melintang berupa tanda garis melintang untuk menunggu kereta api melintas; 23

Berdasarkan informasi yang didapat oleh tim, pengemudi bus mengemudikan kendaraan pada saat melintasi perlintasan JPL 47, tidak menjalankan sesuai aturan yang berlaku, antara lain: a. tidak mengurangi kecepatan sewaktu melihat rambu peringatan adanya perlintasan; b. tidak menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan untuk memastikan tidak adanya kereta api yang akan lewat; Namun tim tidak dapat memastikan sebab pengemudi bus tidak melakukan hal tersebut karena pengemudi bus melarikan diri. 2.4 FAKTOR MANUSIA 2.4.1 Awak KA BBR 20 Pemenuhan Peraturan Tanda Kecakapan Berdasarkan Reglemen 16A Pasal 5 tentang Syarat-Syarat Untuk Masinis menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat bertugas sebagai pengemudi rangkaian kereta api adalah sebagai berikut: 1. Tiada seorangpun boleh diserahi kewajiban untuk mengemudikan lokomotip sebagai masinis sebelum ia bekerja sebagai calon masinis selama dua tahun, atau sebelum bekerja satu tahun di Balai Yasa bagian mesin-mesin Diesel ditambah satu tahun bekerja sebagai calon masinis atau juru motor. 2. Selanjutnya dalam perjalanan percobaan dan pada waktu pemeriksaan ia harus dapat membuktikan bahwa ia: a. Cukup paham dalam mengemudikan dan memelihara lokomotif b. Mempunyai kecakapan bekerja sebagai tukang tempa dan tukang bubut, pandai memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil yang sering terdapat pada lokomotif c. Mempunyai pengetahuan cukup tentang undang-undang dan peraturan Perusahaan Jawatan Kereta Api dan tentang pemakaian motor diesel d. Pandai Menulis dan membaca 3. Seorang masinis harus mempunyai tinggi badan paling sedikit 1,60 meter 4. Akhirnya ia harus diperiksa mengenai ketajaman penglihatan dan pendengarannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku bagi masinis yang harus mengemudikan sendiri suatu lokomotip 5. Apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada ayat 1, 2, 3 dan 4 dari pasal ini, maka kepadanya diberikan suatu surat keterangan sebagai tanda kecakapan oleh KT (model T62) Dari data yang ada, awak KA BBR 20 telah memiliki surat tanda kecakapan (Brevet) yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api (Persero) bukan oleh Ditjen Perhubungan Darat. Brevet tersebut berlaku untuk selama yang bersangkutan menjadi pegawai PT. KA, kecuali brevet tersebut dicabut karena awak KA melakukan kesalahan. 24

Kondisi Tubuh Berdasarkan Reglemen 16A Pasal 5 tentang Syarat-Syarat Untuk Masinis menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat bertugas sebagai pengemudi rangkaian kereta api adalah sebagai berikut: Akhirnya ia harus diperiksa mengenai ketajaman penglihatan dan pendengarannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku bagi masinis yang harus mengemudikan sendiri suatu lokomotip. Sesuai dengan Instruksi 3 Jilid I Bab IX Huruf K, pemeriksaan ulangan kondisi kesehatan mata dan telinga awak KA (termasuk masinis dan asisten masinis) harus dilakukan terhadap personil yang: a. 4 bulan setelah umur 45 tahun atau jika mempunyai masa kerja 20 tahun dan selanjutnya lagi tiap-tiap 5 tahun sekali b. Jika telah menderita sakit mata atau telinga c. Setelah mendapat kecelakaan, hingga gegar otak d. Setelah melakukan, atau perbuatan yang mungkin disebabkan karena kelemahan mata dan telinga e. Karena lain-lain hal yang dianggap perlu oleh dokter atau jawatan. Pemeriksaan medis dilakukan terutama terhadap awak KA sejak mulai bekerja sebagai awak KA. Sedangkan pemeriksaan ini belum pernah dilakukan sejak awak KA BBR 20 bertugas sebagai Masinis dan Assiten Masisin. Namun perlu dipikirkan kembali mengenai pemeriksaan ulangan secara menyeluruh serta tidak hanya pemeriksaan mata dan telinga. Perlu pula dikaji tindakan lanjutan terhadap hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh ini. Catatan: Kedua hal tersebut diatas tidak berhubungan langsung terhadap kecelakaan ini, tetapi perlu adanya perhatian khusus terhadap pemeriksaan medis bagi awak KA. 2.4.2 Awak Bus PMH Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan Pengemudi, pasal 240, adalah sebagai berikut: (1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan ngkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi kendaraan umum. (2) Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 8(delapan) jam sehari. (3) Pengemudi kendaraan umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut, harus diberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam. Tim tidak dapat memastikan adanya indikasi pelanggaran peraturan ini tetapi berdasarkan informasi dari seorang penumpang, bahwa pengemudi mengalami kelelahan. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa pengemudi melebihi waktu mengemudi yang ditetapkan. 25

This page left intentionally blank 26

3 KESIMPULAN 3.1 TEMUAN 1. Pada hari Selasa, 9 Agustus 2005 pukul 19.31, KA BBR 20 berangkat kosongan dari Stasiun Tarahan menuju Stasiun Tanjung Enim. 2. Pada hari Rabu, 10 Agustus 2005 di Stasiun Sepancar KA BBR 20 berjalan langsung di sepur 1 pukul 03.52 (terlambat 62 menit) dan bersilang dengan KA BBR 15. 3. Pada pukul 04.10 di petak jalan Stasiun Sepancar Stasiun Baturaja di Km 222+811, pada perlintasan sebidang No. 47 yang tidak dilengkapi pintu, KA BBR 20 menabrak bus PMH No. 471 dengan nomor kendaraan BK 7028 TA jurusan Medan Pati. 4. Bus PMH No. 471 ini terseret sepanjang 318 m dari tempat kejadian dan mengalami rusak berat. 5. Roda belakang lokomotif pertama (CC 20217) KA BBR 20 mengalami anjlok 3 as dan Lokomotif ini juga mengalami rusak ringan. 6. Rintang jalan dapat dibebaskan pada pukul 10.00. 7. Korban tumburan Kereta api dengan bus PMH No. 471 ini adalah penumpang bus terdiri dari: meninggal 11 orang, luka berat 14 orang dan luka ringan 25 orang serta 1 orang awak KA mengalami luka ringan. 8. Pada lokasi kejadian di perlintasan JPL No. 47 tidak memenuhi pandangan bebas bagi masinis maupun pengemudi kendaraan karena terhalang oleh pepohonan dan rumah penduduk. 9. Rambu jalan perlintasan jalan rel terdiri dari: a. Rambu STOP yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan; b. Rambu larangan Tabel IIA No.1c dan No. 22b terletak disebelah kanan jalan; c. Rambu peringatan lain yang terletak di sebelah kanan jalan. 10. Terdapat jalan alternatif yang dapat dilewati kendaraan bermotor tanpa melewati perlintasan jalan rel kereta api, yang terletak sebelum perlintasan JPL No. 47. 11. Pada tanggal 27 Juli 2005 lokomotif kereta api CC 20217 keluar dari Balai Yasa Lahat setelah melakukan pemeriksaan akhir dan dinyatakan laik jalan. Lampu sorot dan klakson otomotif dapat bekerja dengan baik. 12. Pada tanggal 27 Mei 2005 bus PMH dengan nomor kendaraan BK 7028 TA telah melakukan uji berkala dan dinyatakan laik jalan serta bus akan melakukan uji berkala selanjutnya pada 26 November 2005. 13. Bus PMH No. 471 melayani kelas eksekutif yang dilengkapi dengan alat pendingin udara, kaca jendela bus tertutup rapat. 14. Bus PMH No. 471 tidak dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat yang berupa alat pemecah kaca, alat pemadam kebakaran dan emergency exit. 27

15. Kapasitas penumpang bus PMH No. 417 yang diijinkan berdasarkan kartu pengawasan adalah 41 penumpang dan pada buku uji berkala adalah 35 penumpang. 16. Pada saat kejadian penumpang bus PMH No. 471 sebanyak 50 penumpang dan terdapat bangku tambahan di lorong bus. 3.2 KEMUNGKINAN PENYEBAB KECELAKAAN Berdasarkan fakta dan analisis tersebut diatas, kecelakaan tumburan antara kereta api babaranjang No. 20 dan bus PMH No. 471 di Km 222+811 JPL No. 47 petak jalan antara Sepancar Baturaja, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut adalah: 1. Pelanggaran terhadap Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tanggal 3 Juni 2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api; 2. Tidak adanya pandangan bebas baik dari masinis maupun pengemudi kendaraan; 3. Perlintasan kereta api dengan jalan tidak dijaga; 4. Pelanggaran rambu lalu lintas jalan. 28

4 REKOMENDASI Berdasarkan fakta, analisis dan kesimpulan penyelidikan kecelakaan tumburan antara kereta api babaranjang No. 20 dan bus PMH No. 471 di Km 222+811 JPL No. 47 petak jalan antara Sepancar Baturaja, Komite Nasional Keselamatan Transportasi memberikan rekomendasi sebagai berikut: a. Segera memperbaiki kondisi prasarana jalan rel yang mengalami kerusakan. b. Melaksanakan peninjauan penempatan dan penggunaan serta pelengkapan rambu jalan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan bentuk yang baku di sekitar perlintasan sebidang sesuai dengan ketentuan. c. Melaksanakan pembebasan di sekitar perlintasan dari pepohonan dan rumah penduduk sehingga memenuhi persyaratan yang berlaku mengenai pandangan bebas dari masinis dan pengguna jalan raya. d. Mengkaji sistem proteksi yang dapat menjamin keselamatan perjalanan kereta api dan jalan raya. e. Mengkaji kembali peraturan teknis dan peraturan operasional perjalanan bus. f. Melengkapi sistem keselamatan pada setiap jenis kendaraan bermotor dan kereta api sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Mensosialisasikan peraturan-peraturan perjalanan dan keselamatan kereta api dan bus agar dapat dipahami dan dipatuhi oleh petugas lapangan. h. Menerapkan sistem pembinaan personil yang laik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. i. Mengalihkan arus lalu lintas kendaraan ke jalan lain, yang tidak memotong jalan kereta api. Apabila arus tersebut tidak dapat dialihkan secara penuh, maka perlintasan kereta api tersebut harus memenuhi peraturan yang berlaku. 29