WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

SALINAN. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang. '. a. bahwa rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR. 15 TAHUN 2007

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU

P E R A T U R A N D A E R A H

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA PADANG

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 06 TAHUN 2014 PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 23

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PEMERIKSAAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 21 TAHUN 2012 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 T E N T A N G

Walikota Tasikmalaya

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN BUKTI KEPEMILIKAN TERNAK DALAM KABUPATEN BULUKUMBA

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA dan WALI KOTA PALANGKA RAYA MEMUTUSKAN

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 21 TAHUN 2000 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2006 PENGATURAN PERDAGANGAN BARANG BEKAS LAYAK PAKAI YANG BERASAL DARI LUAR KOTA MAKASSAR

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

Transkripsi:

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a. bahwa Rabies merupakan penyakit hewan menular akut yang disebabkan oleh virus yang menyerang susunan syaraf pusat semua jenis hewan berdarah panas, dan dapat menular kepada manusia yang berakibat fatal (kematian) jika tidak mendapat penanganan yang tepat setelah terserang oleh virus Rabies; b. bahwa meningkatnya perilaku masyarakat dalam memelihara Hewan Penular Rabies, mengakibatkan meningkatnya resiko penyebaran dan penularan Rabies; c. bahwa dalam usaha pencegahan, pengendalian dan penanggulangan Penyakit Rabies diperlukan langkahlangkah komprehensif, terpadu serta terkoordinir; d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b dan c di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh tentang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Kota Payakumbuh. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang -Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1956 tentang Pembentukan daerah otonom Kota Kecil di Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera tengah (Lem baran Negara Republik Indonesia tahun 1956 Nomor 19); 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);

5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor: 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5063); 7. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar an Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1973 tentang Pembuatan, Persedian, Peredaran dan Pemakaian Vaksin serta dan Bahan-Bahan Diagnostik Biologis untuk Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 23); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3102); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 14. Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis; 15. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri dalam Negeri Nomor 279A/Menkes/SK/VIII/1978. Nomor 522/Kpts/Umum/8/78; Nomor 143 Tahun 1978

tentang Peningkatan Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 310); 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/6/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular; 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 363/Kpts/Um/5/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies; 19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 989/Kpts/TN.530/12/1984 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan Spesimen dan Diagnosa Rabies; 20. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1096/Kpts/TN.120/10/1999 tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya ke Wilayah/Daerah Bebas Rabies di Indonesia; 21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/ Menkes/SK/VIII/2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilance Epidemiologi Kesehatan; 22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/ Menkes/SK/X/2003 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilance Epidemiologi Penyakit menular dan Tidak Menular; 23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 494/ Menkes/SK/VIII/2004 Tahun 2004 tentang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa; 24. Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lambaran Daerah Kota Payakumbuh Tahun 2016 Nomor 17). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PAYAKUMBUH dan WALIKOTA PAYAKUMBUH MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES KOTA PAYAKUMBUH BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Payakumbuh. 2. Walikota adalah Walikota Payakumbuh. 3. Dinas Pertanian yang selanjutnya disebut dengan Dinas adalah dinas yang membidangi fungsi penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pertanian. 4. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Hewan yang selanjutnya disingkat dengan UPTD Puskeswan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Hewan Kota Payakumbuh. 5. Kepala UPTD PUSKESWAN adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Hewan Kota Payakumbuh. 6. Hewan Penular Rabies (HPR), adala h hewan yang dapat menularkan virus Rabies antara lain anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya. 7. Petugas adalah orang yang ditunjuk oleh Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan untuk melakukan kegiatan vaksinasi Rabies dan/atau eliminasi (pemusnahan HPR). 8. Pemilik adalah pemilik atau pemelihara hewan penular Rabies. 9. Rabies adalah penyakit hewan menular yang akut dari susunan syarat pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus Rabies. 10. Pencegahan adalah tindakan mengurangi resiko infeksi dan penularan penyakit; 11. Pengendalian dan penanggulangan Rabies adalah upaya untuk mengurangi dan mengatasi Rabies, yang dilakukan melalui pemantauan, diagnosa, pencegahan, pengamanan dan pemberantasan dalam rangka mengurangi resiko penularan Rabies pada manusia. 12. Kartu Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat KTR, adalah kartu yang diberikan kepada pemilik dan/atau pemelihara Hewan penular Rabies yang telah dilaporkan dan didaftarkan di UPTD Puskeswan. 13. Vaksin adalah vaksin rabies untuk HPR. 14. Vaksinasi Rabies adalah pemberian vaksin dalam usaha menimbulkan kekebalan untuk mencegah Rabies pada hewan penular Rabies. 15. Pengamatan adalah suatu proses observasi yang dilakukan oleh otoritas veteriner untuk mempelajari perilaku penyakit dengan cara melakukan penyidikan, surveilans, pemeriksaan dan pengujian. 16. Penyidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh otoritas veteriner untuk mengungkap penyebab penyakit, mengetahui interaksinya antara penyebab penyakit dengan induk semang (hospes) dan lingkungan. 17. Alat perlengkapan pengamanan adalah rantai, berangus dan tali yang dipakaikan / dipasang pada hewan 18. Observasi adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan terhadap hewan tersangka Rabies dengan cara mengurung hewan tersebut di kandang observasi. 19. Pemasukan/pengeluaran hewan penular Rabies adalah kegiatan memasukkan/ mengeluarkan hewan penular Rabies ke dan dari Daerah.

20. Laboratorium berwenang adalah laboratorium Kesehatan Hewan Type B Propinsi Sumatera Barat dan Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah II Bukittinggi. 21. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pencegahan, pengendalian dan penanggulangan rabies dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pencegahan, pengendalian dan penanggulangan rabies. MAKSUD, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Maksud dari Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies ini adalah melindungi masyarakat dari resiko terjangkitnya penyakit rabies di daerah. Pasal 3 Tujuan dari Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies adalah: a. membebaskan daerah dari ancaman Rabies; dan b. mewujudkan masyarakat dan HPR di daerah bebas dari Penyakit Rabies Pasal 4 Sasaran yaitu Masyarakat, Pemilik dan Pemelihara HPR di daerah. Pasal 5 Ruang lingkup Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies dalam Peraturan Daerah Kota Payakumbuh ini adalah tata cara : a. Pemeliharaan Hewan Penular Rabies b. Peredaran Hewan Penular Rabies c. Pemberantasan Rabies d. Pencegahan Rabies e. Peran Serta Masyarakat BAB II PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES Pasal 6 Setiap orang atau Badan Hukum dapat memiliki dan /atau memelihara HPR. Pasal 7 (1) Setiap orang atau Badan Hukum yang memiliki dan /atau memelihara HPR diwajibkan:

a. Melaporkan dan mendaftarkan HPR ke Dinas yang membidangi fungsi peternakan melalui UPTD Puskeswan; b. Memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan HPR; c. Memelihara HPR di dalam pekarangan rumah dan mengandangkan atau mengikat agar tidak berkeliaran dijalan umum dan ditempattempat umum dan /atau memakai alat perlengkapan pengamanan; d. Memiliki kartu tanda registrasi HPR; e. Memberikan vaksin rabies paling sedikit sekali dalam setahun di Instansi Pemerintah atau Dokter Hewan dan /atau klinik hewan berizin; f. Memiliki kartu vaksin rabies; (2) HPR yang tidak memenuhi ketentuan ayat (1) di atas dinyatakan HPR liar dan dapat dimusnahkan; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeliharaan HPR diatur dengan Peraturan Walikota. BAB III PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES Bagian Kesatu Peredaran Masuk dan Keluar Kota Payakumbuh dalam Provinsi Sumatera Barat Pasal 8 (1) Setiap orang yang membawa masuk HPR ke daerah wajib: a. memiliki surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan berwenang daerah asal; b. memiliki surat keterangan vaksinasi rabies dari dokter hewan daerah asal; (2) Setiap orang yang membawa keluar HPR dari daerah wajib: a. memiliki surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan berwenang daerah asal; b. memiliki surat keterangan vaksinasi rabies dari dokter hewan daerah asal; (3) Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di atas paling lama 1 (satu) tahun. Bagian Kedua Peredaran Masuk dan Keluar Provinsi Sumatera Barat Pasal 9 (1) Keluar masuknya HPR ke dan dari Provinsi Sumatera Barat wajib: a. memiliki rekomendasi pemasukan dan pengeluaran dari Dinas yang berwenang; b. memiliki surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan berwenang daerah asal; c. memiliki surat keterangan vaksinasi rabies dari dokter hewan daerah asal; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara keluar masuknya HPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB IV PEMBERANTASAN RABIES Pasal 10 (1) Setiap orang wajib melaporkan apabila terjadi kasus gigitan HPR terhadap manusia dan /atau hewan lain sesegera mungkin ke Dinas; (2) Setiap orang korban gigitan HPR mendapatkan penanganan pengobatan dari Dinas Kesehatan melalui Puskesmas atau RSUD dr. Adnaan WD sesuai dengan ketentuan berlaku; (3) Segala biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan korban gigitan HPR dibebankan kepada Pemilik HPR ; (4) Biaya Vaksinasi Anti Rabies (VAR) korban gigitan HPR liar dibebankan pada APBN, APBD Provinsi dan APBD Kota Payakumbuh. Pasal 11 (1) HPR sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) yang telah menggigit Manusia dan /atau Hewan lain, wajib diobservasi; (2) Masa observasi HPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas hari) sejak tanggal terjadi kasus gigitan; (3) Observasi HPR dilaksanakan oleh Dinas; (4) Biaya selama observasi ditanggung oleh pemilik/pemelihara; (5) Jika HPR sehat selama observasi, HPR dikembalikan ke pemilik/pemelihara; (6) Jika dalam masa observasi mati atau menunjukkan tanda-tanda rabies, HPR diperiksa ke laboratorium; (7) Biaya pengiriman dan pemeriksaan laboratorium ditanggung oleh pemilik atau pemelihara; (8) Bagi HPR liar yang telah menggigit dimusnahkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penanggulangan Rabies selanjutnya diatur dengan Peraturan Walikota. BAB V PENCEGAHAN RABIES Pasal 12 (1) Pencegahan rabies sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi; a. pelaksanaan sosialisasi b. pelaksanaan vaksinasi disertai dengan pemberian kartu vaksinasi dan tanda vaksinasi; c. Pelaksanaan sterilisasi HPR; d. pelaksanaan pemusnahan secara selektif dan terarah pada HPR liar dengan memperhatikan kaidah-kaidah kesejahteraan hewan; e. pengawasan lalu lintas HPR masuk dan ke luar Daerah; f. pengawasan dan pemeliharaan HPR; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan rabies sebagaimana dimaksud ayat (1) selanjutnya diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 13 Aparat yang berwenang berhak menangkap dan memusnahkan HPR liar tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Pasal 14 Setiap orang dan/atau badan dilarang: (1) mempersulit atau menghalangi petugas dalam melakukan pemeriksaan dan melakukan vaksinasi HPR; (2) mempersulit atau menghalangi petugas dalam melakukan penangkapan dan/ atau pemusnahan; BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 15 (1) Masyarakat berperan serta dalam kegiatan Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; (2) Peran serta masyarakat dalam Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup: a. pelaporan dan pendaftaran HPR; b. pemeliharaan HPR secara baik; c. mengikuti program vaksinasi; d. melaporkan korban gigitan HPR; e. melaporkan dan menangkap HPR yang mengigit; f. melaporkan setiap pemasukan/pengeluaran HPR;dan g. mengikuti sosialisasi dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1), ayat (2) Pasal ini selanjutnya diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan, penertiban dan pengendalian terhadap pelaksanaan penanggulangan Rabies BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 17 Pembiayaan Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies di Kota Payakumbuh berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Payakumbuh, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta sumber biaya lain yang sah. BAB IX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dapat dikenakan Sanksi Administrasi.

(2) Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa Pengenaan Denda (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tidak pidana di bidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tidak pidana di bidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencacatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; g. menyuruh berhenti dan /atau melarang seseorang meninggalkan ruangan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf (e); h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Rabies; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang

hewan penular Rabies menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui koordinasi dengan kepolisian. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 20 (1) Setiap orang dan/ atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 14 dipidana dengan pidana kurungan palng lama 6 bulan dan / atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah); (2) Tidak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran; (3) Denda sebagaimana dimaksud ayat (1) disetorkan ke kas daerah. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2018. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah Kota ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Payakumbuh. Ditetapkan di Payakumbuh pada tanggal 27 Desember 2016 Plt. WALIKOTA PAYAKUMBUH Dto. Diundangkan di Payakumbuh pada tanggal 27 Desember 2016 PRIADI SYUKUR SEKRETARIS DAERAH KOTA PAYAKUMBUH, Dto. BENNI WARLIS LEMBARAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2016 NOMOR 20 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT : (20/2016)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES KOTA PAYAKUMBUH I. UMUM Rabies adalah encephalitis akut yang disebabkan oleh virus dalam genus Lyssavirus famili Rhabdoviridae, bersifat zoonosis dan hampir seluruhnya fatal tanpa penanganan post exposure prophylaxis (PEP) yang tepat. Penyakit yang di Indonesia dikenal luas sebagai penyakit anjing gila ini merupakan masalah kesehatan masyarakat penting dibanyak negara didunia. Diperkirakan rabies telah mengakibatkan kematian 55.000 orang setiap tahunnya diseluruh dunia Secara global, lebih dari 98% dari kematian rabies pada manusia terjadi setelah eksposur anjing yang terinfeksi akibat kasus yang tidak diobati. Sebagian besar kematian manusia ditemukan di negara-negara berkembang dimana rabies pada anjing adalah endemik dan rute utama transmisi adalah gigitan anjing rabies. Sejak pertama ditemukannya penyakit rabies di Sumatera Barat pada tahun 1953, penyakit ini terus menjadi endemis diseluruh kabupaten/kota kecuali kepulauan Mentawai yang masih bebas sampai saat ini. Sampai tahun 2004, kasus rabies di Sumatera Barat merupakan kasus tertinggi diantara provinsi lainnya di pulau Sumatera. Banyaknya kasus rabies di Sumatera Barat diperkirakan sangat erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat berburu babi hutan dengan bantuan anjing berburu terlatih yang sudah membudaya. Kebiasaan ini meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk memelihara anjing. Penyakit ini tidak saja merupakan ancaman terhadap kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga dapat menimbulkan ketakutan berlebihan ( society syndrome) terhadap hewan penular rabies atau HPR seperti: anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya, sehingga terjadi ketegangan psikologis antara masyarakat pecinta dan pemelihara HPR dengan masyarakat umum. Bagi Sumatera Barat, masalah ini tidak hanya menyangkut masalah kesehatan masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi, yaitu dampak citra kesehatan masyarakat yang tidak cukup terjamin dari ancaman HPR yang berpemilik namun tidak diberi perlakuaan kepemilikan seperti : pemeliharaan dan pengamanan yang memadai dan HPR yang tidak berpemilik berkeliaran di jalan-jalan dan di tempat-tempat umum. Pemeliharaan dan pengamanan HPR yang tidak memadai menimbulkan gangguan terhadap ketertiban masyarakat dan kehidupan perekonomian Sumatera Barat. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan tindakan legislasi untuk melindungi kepentingan umum, memulihkan dan menjamin ketertiban umum, serta memelihara keberlanjutan fungsi-fungsi ekonomi kegiatan kepariwisataan bagi pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penertiban tersebut haruslah tetap memperhatikan dan menjamin hak azasi manusia dari masyarakat yang mempunyai hobi penyayang dan pemelihara binatang serta peburu, termasuk HPR dan hak azasi masyarakat dalam konteks identitas kultural.

Pengaturan Pengendalian dan penanggulangan rabies menjadi bagian penting untuk mempertahankan status hewan. Hewan penyebar rabies, dapat mengancam jiwa manusia atau hewan itu sendiri. Berdasarkan latar belakang pertimbangan tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian dan Penanggulangan Rabies dengan meletakkan dua tujuan dasar secara seimbang, yaitu di satu sisi menjamin dan melindungi kepentingan umum berupa hak-hak masyarakat yang bersifat azasi berkenaan dengan: (a) ketertiban dan ketentraman masyarakat dari ancaman penyakit rabies; (b) hak -hak masyarakat atas kesehatan umum berupa pencegahan dan keterhindaran dari serangan atau keterjangkitan rabies; dan (c) hak-hak masyarakat atas akses terhadap fungsi-fungsi ekonomi kepariwisataan serta keberlanjutannya yang telah terganggu akibat adanya ancaman rabies; dan pada sisi lainnya, tetap menghormati hak-hak anggota masyarakat yang bersifat azasi untuk memiliki, memelihara, dan menyayangi binatang, termasuk jenis HPR, dengan memberikan jaminan kepemilikan dan hak peredaran, serta fasilitas umum untuk memberi jaminan kesehatan terhadap HPR yang dipelihara dan diedarkan bagi pemilik dan pelaku peredaran yang menghormati kepentingan dan ketertiban umum. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Cukup Jelas. Pasal 11 Pasal 12 Ayat (1) a. b. c. d. Pemusnahan Selektif dan terarah yang dimaksud adalah pemusnahan HPR yang tidak ada pemiliknya. e. f. Ayat (2)

Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Cukup Jelas. Pasal 20 Cukup Jelas. Pasal 21 Cukup Jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR