BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK)

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODALITAS BELAJAR. Nama : Faridatul Fitria NIM : Prodi/SMT : PGMI A1/ V. : Ringkasan :

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dari beberapa definisi tersebut maka pembelajaran bahasa Indonesia dapat disimpulkan sebagai sebuah pembelajaran yang mempelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II PENDEKATAN INKUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA DAN PRESTASI BELAJAR. secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) Hafiz Faturahman MAN 19 Jakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam proses belajar mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh. didik mampu menyelesaikan masalah itu sendiri.

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Cara setiap siswa untuk berkonsentrasi, memproses dan menyimpan informasi yang baru dan sulit

ALTERNATIF PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SD/MI TERHADAP MATERI MEMBANDINGKAN PECAHAN SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB II Kajian Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengembangkan dirinya. Oleh karena itu belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

2014 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI PADA MATERI POKOK SIKLUS AIR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

Oleh Fathorrasi (1), Hasan Muchtar Fauzi (2)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB. II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan. Setiap anak merupakan individu yang unik, dimana masing-masing dari. menceritakan hal tersebut dengan cara yang sama.

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

OLEH MARLAN A1C310026

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. relevan, serta mampu membangkitkan motivasi kepada peserta didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan

Ikmila Mak ruf, Yusuf Kendek, dan Kamaluddin. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Strategi Dan Ciri Pengajaran Dalam Menghadapi Perbedaan Modalitas Belajar Dan Peran Utama Guru Dalam Inovasi Pembelajaran

A. Latar Belakang. Ratih Leni Herlina, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam pengertian secara umum, yakni proses transmisi

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 2 ISSN X. Pilemon Poly Maroa, Charles Kapile, dan Abdul Hamid

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

`BAB II KAJIAN PUSTAKA

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam BAB II ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas ini. Teori yang dikemukakan antara lain teori tentang belajar, hasil belajar, sikap, teori IPA, serta teori tentang pembelajaran Quantum Tipe VAK. 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak dapat terlepas dari kegiatan belajar. Tanpa disadari, sesungguhnya sebagian aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian, belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan siapa saja dan dimana saja, karena perubahan dinamis yang menuntut terjadinya aktivitas belajar juga tidak pernah berhenti. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Belajar adalah proses yang aktif, proses bereaksi pada semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita berbicara tentang mengubah tingkah laku seseorang (Sudjana, 2000). Para ahli telah merumuskan banyak konsep tentang pengertian belajar yang berhubungan dengan teori belajar. Yang pertama adalah teori belajar behaviorisme (tingkah laku) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar susuatu apabila ia mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang penting adalah 6

7 masukan/ input yang berupa stimulus dan keluaran/ output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori belajar yang kedua adalah teori kognitivisme yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pandangan (Uno, dkk., 2008). Burton dalam Usman (2000) mengungkapkan hal senada dengan teori behaviorisme dimana belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Kemudian Witherington (dalam Usman, 2000) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Selanjutnya Gagne (dalam Slameto, 2010) memberikan dua definisi belajar, yakni: a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. b. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu melalui pengetahuan, latihan, maupun pengalaman. Belajar dengan pengalaman akan membawa pada perubahan diri dan cara merespon lingkungan. 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis, mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari

8 suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Guru akan mengahiri suatu proses belajar dengan kegiatan evaluasi hasil belajar, sedangkan siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai suatu hubungan dengan taksonomi Bloom yang dikelompokkan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif atau kemampuan berpikir, ranah afektif atau sikap, dan ranah psikomotor atau keterampilan. Gagne (dalam Sudjana, 2010) mengembangkan hasil belajar menjadi lima macam, yakni : a. Hasil belajar intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik. b. Strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Sikap dan nilai yang berhubungan dengan aran intensitas emosional yang dimiliki seseorang seperti disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian. d. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. e. Keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup dan memprestasikan konsep dan lambang. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang, dapat dilakukan dengan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk (2010), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar yaitu tes dan non tes. Selanjutnya Hamalik (2006) memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak dari terjadinya perubahan tingkah laku dari diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan.perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa daru suatu

9 interaksi tindak belajar dan mengajar, yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut tampak dari peningkatan dan pengembangan yang lebih baik daripada sebelumnya. 2.1.3 Sikap 2.1.3.1 Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi terhadap suatu obyek, memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakaan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Saifudin, 2005). 2.1.3.2 Komponen Sikap Menurut Azwar (2005) dalam buku yang berjudul Sikap Manusia, ada tiga komponen sikap yakni : a. Kognitif Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang selanjutnya diproses untuk menghasilkan suatu keputusan atau tindakan. b. Afektif Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek. c. Konatif Menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

10 2.1.3.3 Tingkatan Sikap Notoadmodjo (2003) membagi sikap menjadi berbagai tingkatan, yaitu : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 2.1.3.4 Macam Sikap Berikut ini adalah macam sikap oleh Purwanto (2005) : a. Sikap positif, kecenderungan tindakan seperti mendekati, menyenangi dan mengharapkan obyek tertentu. b. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu. 2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.4.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA).

11 IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi (Wasih, 2012). IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alami. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA. Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman dalam Lestari (2002) adalah sebagai berikut:

12 a. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka. b. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya. c. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat. d. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran. e. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk). 2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Mata pelajaran IPA di SD/MI mempunyai tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkaasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

13 d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. e. Meningkatkan kesadaran untuk berprestasi dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.4.3 Proses Belajar Mengajar IPA Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000). Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti (Usman, 2000). Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi eduaktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000).

14 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA. 2.1.5 Pembelajaran Quantum 2.1.5.1 Pengertian Quantum Learning Pembelajaran quantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu Quantum Learning. Quantum Learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagauatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat (DePorter & Hernacki, 2003). Dengan demikian, pembelajaran quantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa. 2.1.5.2 Tujuan Quantum Learning Menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2003), tujuan dari pembelajaran Quantum adalah sebagai berikut : a. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. b. Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan. c. Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan otak. d. Untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir. e. Untuk mempercepat dalam pembelajaran. Tujuan di atas mengindikasikan bahwa pembelajaran quantum mengharapkan perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran.

15 2.1.6 Model Quantum Tipe VAK 2.1.6.1 Pengertian Model VAK Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa. Menurut Nurhasanah (2010) pembelajaran dengan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan belajar siswa akan terpenuhi. Jadi dapat disimpulkan Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan ketiga gaya belajar (melihat, mendengar, dan bergerak) setiap individu dengan cara memanfaatkan potensi yang telah dimiliki dengan melatih dan mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar siswa terpenuhi (Sugiyanto, 2008). VAK (Visual, Auditori, Kinestetik) merupakan tiga modalitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Ketiga modalitas tersebut kemudian dikenal sebagai gaya belajar. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorter & Hernacki, 2003). Model pembelajaran VAK adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar tersebut untuk menjadikan si belajar merasa nyaman. Model pembelajaran VAK ini merupakan anak dari model pembelajaran quantum yang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pebelajarnya di masa depan. Pembelajaran dengan model ini mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat (Visual), belajar dengan mendengar (Auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (Kinestethic) (DePorter & Hernacki, 2003). Selanjutnya menurut Herdian, model pembelajaran VAK merupakan suatu model pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinestethic), dan dapat diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan

16 potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif. Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memperhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Bagi siswa visual, akan mudah belajar dengan bantuan media dua dimensi seperti menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan atau dengan media audio. Sedangkan siswa dengan tipe kinestethic, akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu, misalnya eksperimen, bongkar pasang, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya yang berhubungan dengan sistem gerak. 2.1.6.2 Prinsip Model VAK Menurut Rose dan Nicholl (2002), prinsip model pembelajaran VAK berdasar pada gaya belajar tiap orang yang berbeda-beda. Macam-macam gaya belajar adalah sebagai berikut: 1.) Gaya Visual Belajar harus menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Seorang siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak dititik beratkan pada peragaan/media, ajak siswa ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan

17 agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi. 2.) Gaya Auditori Belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, gagasan, menanggapi dan beragumentasi. Seorang siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe auditori. Dr. Wenger (dalam Rose Colin dan Nicholl, 2002) merekomendasikan setelah membaca sesuatu yang baru, deskripsikan dan ucapkan apa yang sudah dibaca tadi sambil menutup mata dengan suara lantang. Alasannya setelah dibaca, divisualisasikan (ketika mengingat dengan mata tertutup) dan dideskripsikan dengan lantang, maka secara otomatis telah belajar dan menyimpannya dalam multi-sensori. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar auditori misalnya lirikan mata ke arah kiri/kanan, mendatar bila berbicara dan sedang-sedang saja. Untuk itu, guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone, suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori. Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. 3.) Gaya Kinestetik Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Seorang siswa lebih suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami sendiri, gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik). Bagi siswa kinestetik belajar itu haruslah mengalami dan melakukan. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara dan

18 berbicara lebih lambat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Modalitas visual merupakan gaya belajar bagi siswa yang suka menghafal, gaya belajar auditory merupakan gaya belajar siswa dengan mendengar, sementara gaya belajar kinestethic adalah gaya belajar siswa dengan melakukan sesuatu hal atau praktikkum. DePorter menyebutkan banyak ciri perilaku lain yang dapat dilihat untuk mengenali modalitas belajar siswa. Dengan mengenali ciri-ciri ketiga modalitas di atas maka guru akan dapat memperhatikan situasi belajar yang perlu diciptakan untuk menjadikan siswa dengan modalitas yang berbeda merasa nyaman. Setelah kenyamanan terwujud akan dapat menjadikan siswa mudah dalam menerima materi pelajaran dan pembelajaran yang efektif akan dapat tercapai. Ketiga modalitas tersebut pasti dimiliki oleh setiap manusia, hanya saja ada yang berkembang dengan satu modalitas dan ada pula yang berkembang dengan ketiganya dalam porsi yang hampir sama. Pembelajaran dengan model VAK ini membantu para guru untuk memudahkan dalam penyampaian materi dan memberikan kenyamanan bagi siswa dalam belajar di kelas. 2.1.6.3 Kelebihan Model VAK Kelebihan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah sebagai berikut : 1.) Pembelajaran akan lebih efektif, karena mengkombinasikan ketiga gaya belajar. 2.) Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing. 3.) Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif 4.) Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.

19 5.) Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik seperti demonstrasi, percobaan, observasi, dan diskusi aktif. 6.) Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa. 2.1.6.4 Kekurangan Model VAK Kelemahan dari model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) yaitu tidak banyak orang mampu mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Sehingga orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi. 2.1.6.5 Sintaks Model VAK Sintaks atau langkah-langkah dalam pembelajaran VAK dapat disajikan sebagai berikut: a. Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan) Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih siap dalam menerima pelajaran. b. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi) Pada kegiatan inti guru mengarahkan siswa untuk menemukan materi pelajaran yang baru secara mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, yang sesuai dengan gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut eksplorasi. c. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi) Pada tahap pelatihan guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK. d. Tahap penampilan hasil (kegiatan inti pada konfirmasi)

20 Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar mengalami peningkatan (Ngalimun, 2012). Media-media yang dapat digunakan adalah segala jenis media yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran VAK. Hal yang perlu diperhatikan adalah media yang digunakan harus dapat memenuhi ketiga modalitas belajar. Siswa dengan modalitas belajar visual dapat dibantu dengan media gambar, poster, grafik, dsb. Siswa dengan modalitas belajar auditory dibantu dengan media suara atau musik-musik yang dapat merangsang minat belajar atau memberikan kesan menyenangkan, rileks, dan nyaman bagi siswa, sementara bagi siswa kinaesthetic diperlukan media-media pembelajaran yang dapat mengoptimalkan fungsi gerak siswa. Namun pembelajaran juga dapat dikemas dengan mengintegrasikan ketigamodalitas dengan menggunakan media audio visual yang dimodifikasi dengan kegiatan game atau kuis yang membebrikan kesempatan bagi siswa kinestetik (Meier dan Dave, 2005). 2.2 Penelitian yang Relevan Sehubungan dengan penelitian ini, telah ada penelitian-penelitian lain yang menggunakan model pembelajaran Quantum Tipe VAK. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Ni Putu Emilia Pebriani, I Made Tegeh, dan Ketut Pudjawan yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Quantum tipe VAK Berbantuan Media Magic Box terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD. Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Banyubening Kecamatan Buleleng tahun ajaran 2012/2013. Selain itu, Retno Kartikasari juga melakukan penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Pembelajaran IPA kelas V melalui penerapan model VAK di SDN Merjosari 1 Malang. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011. Dari kedua penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model pembelajaran Quantum tipe VAK memberikan pengaruh positif pada peningkatan nilai IPA kelas V di SD tersebut.

21 2.3 Kerangka Pikir Wiriaatmaja (2009) mengatakan bahwa peneliti sebaiknya menyusun kerangka pemikiran setelah fokus permasalahan terbentuk. Berikut adalah bagan kerangka pikir penelitian ini : Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir PTK Tindakan: Kondisi Awal : Pembelajaran IPA menggunakan metode yang kurang inovatif dan hasil belajar siswa masih rendah. Penggunaan Model Quantum Tipe VAK dalam pembelajaran IPA yang menekankan kesenangan siswa dan memenuhi ketiga modalitas utama yang dimiliki seseorang yaitu Visual Auditori dan Kinestetik sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna bagi seluruh siswa. Kondisi Akhir: Hasil belajar siswa meningkat. Rencana tindakan dalam penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model spiral dengan siklus yang berisi tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi model Tripp (dalam Subiantoro, 2010). Tahapan-tahapan dalam siklus tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 2.2 Tahapan-tahapan PTK Perencanaan Perencanaan Refleksi SIKLUS I Tindakan Refleksi SIKLUS I Tindakan Observasi Observasi

22 2.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Quantum Tipe VAK yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan memperbaiki sikap siswa kelas V SDN Kutowinangun 12 Salatiga semester II tahun ajar 2013/2014.