I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia semenjak jaman kemerdekaan selalu dilandaskan pada asas demokrasi dimana rakyat ikut berpartisipasi. Perekonomian di Indonesia dilandaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selama ini lembaga yang melibatkan rakyat kecil adalah koperasi. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan (UU No 25 Tahun 1992). Selain itu koperasi merupakan salah satu pilar dalam pertumbuhan ekonomi selain BUMN dan swasta. Pada dasarnya rakyat Indonesia memang bukan homo ekonomikus melainkan lebih bersifat homo societas, lebih mementingkan hubungan antar manusia daripada kepentingan materi atau ekonomi. Oleh karena itu sistem ekonomi yang cocok bagi masyarakat Indonesia adalah sistem ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga, yaitu bangun koperasi yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga hilir, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Dengan demikian maka koperasi betul-betul menguasai sumber kesejahteraan dari sistem ekonomi itu dan dapat mendistribusikannya secara adil dan merata kepada seluruh anggotanya tanpa kecuali asal sistem pengeloaannya benar dan tertib tanpa kecurangan (Hariyono, 2003). 1
2 Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Dilihat pada peran beberapa koperasi kredit dalam menyediakan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika dilihat dari perannya bagi masyarakat. Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan pinjam (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi simpan pinjam sering kali juga disejajarkan dengan nama koperasi kredit, koperasi ini menyelenggarakan layanan tabungan dan sekaligus memberikan kredit bagi anggotanya. Layanan-layanan ini menempatkan koperasi sebagai pelayan anggota memenuhi kebutuhan pelayanan keuangan bagi anggota menjadi lebih baik dan lebih maju. Dalam kedudukan sebagai nasabah anggota melaksanakan kegiatan menabung dan meminjam dalam bentuk kredit kepada koperasi. Pelayanan koperasi kepada anggota yang menabung dalam bentuk simpanan wajib, simpanan sukarela dan deposito, merupakan sumber modal bagi koperasi. Penghimpunan dana dari anggota itu menjadi modal yang selanjutnya oleh koperasi disalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada anggota dan calon anggota. Dengan cara itulah koperasi melaksanakan fungsi intermediasi dana milik anggota untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada anggota yang membutuhkan. Penyelenggaraan kegiatan simpan pinjam
3 oleh koperasi dilaksanakan dalam bentuk atau wadah koperasi simpan pinjam anggota untuk tetap dapat berproduksi. Usaha simpan pinjam koperasi merupakan bagian terbesar dari jenis koperasi yang ada dan telah berkembang dengan pesat seiring dinamika perkembangan sektor keuangan dan lingkungan bisnis. Perkembangan usaha simpan pinjam oleh koperasi yang begitu pesat tidak diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja serta adanya perubahan lingkungan bisnis di sektor keuangan memunculkan dinamika dan permasalahan yang makin komplek. Kondisi ini menuntut proses pembinaan dan pengawasan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan distribusi kewajiban, wewenang, serta tanggungjawabnya kearah yang lebih inovatif dan efektif. Salah satu bentuk pembinaan yang dapat dilakukan adalah memberikan dorongan dan motivasi kepada internal usaha simpan pinjam oleh koperasi agar kuat, sehat dan tangguh serta mandiri. Terhadap penggunaan modal koperasi untuk menunjang dan melancarkan usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi, perlu dilakukan pengawasan atau pengendalian. Menurut Reeve dan Fess (2005), pengendalian atau control merupakan seluruh kegiatan untuk mengarahkan operasi tersebut, melindungi aktiva dan mencegah penyalahgunaan sistem dalam perusahaan. Dengan terselenggaranya pengendalian internal yang memadai dalam pemberian kredit, berarti menunjukkan sikap kehati-hatian dalam tubuh koperasi tersebut. Untuk mampu berperan sebagai badan usaha yang tangguh dan mandiri, koperasi melalui usaha pemberian kreditnya harus mampu meningkatkan efektivitas sistem pemberian kredit dan berusaha sebaik mungkin untuk mengurangi adanya resiko kredit macet. Kredit macet sering menjadi
4 permasalahan utama bagi semua koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam. Salah satu contoh yang menjalankan kegiatan simpan pinjam yaitu Koperasi Pegawai Negeri Satya Bakti atau sering disebut KPN Satya Bakti. KPN Satya Bakti merupakan salah satu koperasi yang beranggotakan pegawai negeri di Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana. Awal terbentuknya KPN Satya Bakti di mulai dari tanggal 7 Januari 1969. Pemda mendirikan Perkumpulan Koperasi Pegawai Negeri di lingkungan Pemda tingkat II Jembrana. KPN Satya Bakti telah mendapat Badan Hukum No. 646/BH/VIII tanggal 7 Januari 1969. KPN Satya Bakti sampai saat ini masih berfokus pada kegiatan simpan pinjam. Pada kegiatan simpan pinjam KPN Satya Bakti mengalami pasang surut dalam proses perkreditan. Jumlah kredit yang disalurkan oleh KPN Satya Bakti dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Tingkat Perubahan Kredit Macet di KPN Satya Bakti dari tahun 2009 s.d. 2013 Tahun Kredit yang diberikan Kredit Lancar Kredit Macet (Rp) (Rp) % (Rp) % 2009 967.000.000,00 900.664.325,00 93,1% 33.020.075,00 3,41% 2010 1.367.350.000,00 1.287.587.610,00 94,1% 37.602.790,00 2,75% 2011 2.493.500.000,00 2.326.049.210,00 93,2% 104.035.990,00 4,17% 2012 5.850.550.000,00 5.626.576.300,00 96,1% 137.920.700,00 2,35% 2013 3.402.500.000,00 3.192.097.300,00 93,8% 100.261.70000 2,95% Sumber : KPN Satya Bakti, 2014
5 Berdasarkan pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kecendrungan dalam memberikan pinjaman terhadap anggota setiap tahunnya meningkat menyesuaikan kebutuhan anggota koperasi. Dilihat dari segi kemampuan KPN Satya Bakti memberikan pinjaman tidaklah sedikit, berarti dalam hal ini segi finansial termasuk dalam kategori baik. Dalam proses perkreditan setiap tahunnya kredit yang diberikan menyesuaikan kebutuhan anggota KPN Satya Bakti hingga mencapai titik sebesar Rp 3.402.500.000,00 di tahun 2013. Pada tahun 2009 hingga tahun 2010 kredit lancar mengalami peningkatan dan untuk kredit macet mengalami penurunan. Namun, pada tahun 2011, terjadi penurunan perolehan kredit lancar mencapai 93,8% dan kredit macet meningkat menjadi 4,17%. Tahun 2012 mengalami peningkatan pada kredit lancar sebesar 96,1%, dan penurunan signifikan sebesar 2,35% dari tahun-tahun lainnya. Tahun 2013 penurunan pada persentase kredit lancar sebesar 93,8% dan kredit macet meningkat 2,95%. Melihat terjadinya peningkatan pada kredit macet pada tahun 2013, perlunya peninjauan kembali dimasa mendatang secara bertahap. Yang menjadi perhatian lain bahwa KPN Satya Bakti merupakan koperasi pegawai negeri yang terikat pada pemerintahan dimana tidak perlu terjadi adanya kredit macet. Karena secara tidak langsung semua anggota dari KPN Satya Bakti yang melakukan kegiatan pinjaman, setiap bulannnya gajinya otomatis terpotong. Potongan gaji tersebut dilakukan bendahara di setiap instansi terkait yang melakukan pinjaman, maka dari hasil potongan tersebut bendahara menyerahkan langsung pada KPN Satya Bakti. Untuk itu, perlunya dianalisis munculnya kredit macet dan apa yang menjadi penyebab bahwa kredit macet itu ada dengan sistem pembayaran yang otomatis tersebut.
6 Dari permasalahan pada pengelolaan kredit KPN Satya Bakti, peneliti ingin mendalami lebih jauh bagaimana analisis kredit KPN Satya Bakti, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana prosedur pemberian kredit pada KPN Satya Bakti? 2. Apa penyebab terjadinya kredit macet pada KPN Satya Bakti? 3. Bagaimana cara mengatasi kredit macet pada KPN Satya Bakti? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut. 1. Prosedur pemberian kredit pada KPN Satya Bakti. 2. Penyebab terjadinya kredit macet pada KPN Satya Bakti. 3. Cara mengatasi kredit macet pada KPN Satya Bakti. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi semua pihak adalah sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan pada bidang kredit pada koperasi.
7 2. Bagi koperasi, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan atau bahan data dalam menjalankan kegiatan perkreditan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan dalam menganalisis kredit macet dilihat dari prosedur pemberian kredit pada analisis atau penilaian kredit dengan konsep prinsip 5C 7P, serta mengetahui penyebab terjadinya kredit macet. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif atau solusi dalam mengatasi kredit macet di KPN Satya Bakti.