BAB II KAJIAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

PENGELOLAAN KELAS PRAKTIKAN PPL PRODIPENDIDIKAN TATA BOGA DI SMK PARIWISATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2000:26). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri. waktu yang relatif lama (Sugiyo, 2000:26).

GERAK, GAYA, DAN ENERGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

SURAT KETERANGAN Nomor :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Beragam gaya mengajar yang dilakukan dengan khas oleh masing-masing guru

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran IPA. Selain itu mata pelajaran IPA sebagai objek penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SDN Kali Awi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Landasan Teori 1. Pengelolaan Kelas a. Pengertian Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas menunjuk pengaturan orang (siswa) dan tingkah lakunya maupun pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, perencanaan program belajar-mengajar dan sebagainnya). Menurut Djamarah (2010:173) pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Menurut Fathurrohman (2011:104) pengelolaan kelas merupakan usaha yang dengan sengaja dilakukan oleh guru agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Soedomo (2005:9) pengelolaan kelas merupakan kegiatan-kegiatan menciptakan, mempertahankan, dan mengembalikan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan itu antara lain : 1) Pembinaan hubungan keakraban (rapport). 2) Penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas. 6

7 3) Penciptaan berbagai kemudahan dalam belajar. 4) Pemberian ganjaran (reward) bagai ketepatan waktu penyelesaian tugas siswa. 5) Penetapan norma kelompok yang produktif. 6) Pengaturan ruangan atau benda-benda dalam kelas. Pengertian pengelolaan kelas menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru agar peserta didik dapat belajar secara optimal guna mencapai tujuan pembelajaran. 2. Ruang Kelas a. Pengertian Ruang Kelas Menurut Rukmana (2008:73) kelas adalah lingkungan sosial bagi anak/siswa, dimana didalam kelas terjadi proses interaksi baik siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Kelas menurut Oemar Hamalik (Djamarah 2010:175) merupakan suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Menurut Arikunto (Djamarah 2010:175) di dalam didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Pada dasarnya pengertian kelas dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Arti sempit : Suatu ruangan (dibatasi empat dinding) atau tempat dimana siswa-siswanya belajar.

8 2) Arti luas : kegiatan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa-siswa dalam suatu ruangan untuk suatu tingkat tertentu pada waktu/jam tertentu (Soedomo 2005:39). Pengertian ruang kelas menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu ruangan yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerima suatu pelajaran pada waktu dan jam tertentu. Sekelompok siswa dapat memperoleh pelajaran yang sama dari guru yang sama. 3. Antara Pengelolaan Kelas dan Pengelolaan Pengajaran Menurut Rohani (2010:143) pengelolaan kelas pengajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya, namun dapat dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau pengajaran (instruction) mencakup semua kegitan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberi informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya). Dapat dibedakan adanya dua kelompok masalah, yaitu masalah pengelolaan kelas dan masalah pengajaran yaitu : a. Masalah pengelolaan kelas Menurut Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel (Rohani 2010:145) membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas, yaitu : 1) Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behaviors). Misalnya membadut di kelas (aktif),

9 atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif). 2) Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors). Misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional-marah, menangis (aktif), atau selalu lupa pada aturanaturan penting di kelas. 3) Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti mengatai, memukul, menggigit, dan sebagainya. 4) Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apa pun karena yakin bahwa hanya kegagalan yang menjadi bagiannya. Lois V. Johnson dan Mary A. Bany (Rohani 2010:146) mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalahmasalah yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suka, dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya. 2) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang. 3) Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas. 4) Kelompok cenderung mudah dalihkan perhatiannya dari tugas yang

10 yang tengah digarap. 5) Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil. 6) Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Masalah b. Faktor penghambat dalam melaksanakan penciptaan suasana yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar seperti : 1) Faktor (guru) a) Tipe kepemimpinan guru Tipe kepemimpinan guru (dalam mengelola proses belajar mengajar) yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif atau agresif peserta didik. b) Format belajar mengajar yang monoton Format belajar mengajar yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi peserta didik. Format belajar mengajar yang tidak bervariasi dapat menyebabkan para peserta didik bosan, frustasi/kecewa, dan hal ini akan merupakan sumber pelanggaran disiplin. c) Kepribadian guru Seorang guru yang berhasil, dituntut untuk bersikap hangat, adil, objektif, dan fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar.

11 d) Pengetahuan guru Terbatasnya pengetahuan guru tentang masalah pengelolaan kelas, baik yang sifatnya teoretis maupun pengalaman praktis. e) Pemahaman guru tentang peserta didik Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya. 2) Peserta didik Peserta didik harus sadar bahwa kalau mereka mengganggu temannya yang sedang belajar berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota suatu masyarakat kelas dan tidak menghormati hak peserta didik lain untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan belajar mengajar (Rohani 2010:146). 4. Tempat Duduk Siswa Menurut Harsanto (2007:59) pengaturan posisi tempat duduk siswa di kelas tidaklah netral. Pengaturan sangat berpengaruh bagi para siswa, interaksi antar mereka, dan interaksi dengan guru. Agar pengaturan posisi tempat duduk siswa menjadi efektif dan mendukung proses pembelajaran menuju kompetensi perlulah dipahami syarat-syarat pengaturannya. Tempat duduk siswa dalam kelas formal di sekolah pada umumnya berbentuk format kolom dan baris (Format KB). Keadaannya selalu sama

12 sepanjang tahun. Perubahan atas format tersebut bahkan dapat dianggap sebagai hal yang menyalahi aturan atau kebiasaan. Hal tersebut semakin bersifat formal apabila tempat duduk guru harus ditata di depan kelas dan tepat berada di tengah. Posisi meja guru kelas sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga tampak informal tetapi memberi kesan akrab dengan siswanya. Dalam dinamika kelas formal dan kegiatan pembelajaran, format KB memilki sejumlah kelemahan, beberapa kelemahan tersebut adalah sebagai berikut: a. Format KB mendorong guru sebagai pengelola kelas menganut teknik berceramah. Perlu diketahui bahwa teknik berceramah membuktikan daya serap siswa terhadap pesan atau informasi yang disampaikan guru rendah. Hanya sekitar 75% siswa yang mendengarkan ceramah guru, dan dari jumlah tersebut jumlah daya serap mereka maksimal hanya sekitar 60%. b. Pola komunikasi dua arah, yaitu antara siswa dan guru saja. Sifat komunikasi dua arah membuat sebagian besar siswa kurang memberi perhatian pada uraian guru, terutama mereka pada cakupan rentang pandang guru. c. Multi-interaksi antara siswa kurang hidup, akibatnya kelas cenderung bersifat dan kurang responsif. Dengan demikan prestasi hasil belajar kelas secara keseluruhan sulit dimaksimalkan.

13 d. Kehidupan kelas sangat tergantung dan didominasi oleh guru. Aikbatnya, perhatian guru terhadap siswa yang tergolong dalam level bawah kurang mendapat perhatian lebih. Guru cenderung melakukan tanya jawab terbatas kepada siswa yang tergolong dalam level atas atau mereka yang memilki keberanian akibatnya siswa yang berada dalam kelompok bawah dan kurang memiliki keberanian akan merasa tersingkir. Keadaan seperti ini akan membuat mereka yang tersingkir mengambil sikap apatis. e. Rentang pandang serta perhatian guru sangat terbatas kepada siswa yang duduk di deretan depan tengah. Dengan demikian rentang pandang guru dikelas dipersempit dan kurang merata. Anak-anak berbakat yang duduk diluar batas rentang pandang guru kurang mendapat distribusi perhatian. Akibatnya mereka pun akan cenderung terbius sikap pasif atau apatis (Harsanto 2007:60-61). 5. Pengaturan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas Pengaturan bangku kelas tentu menjadi alternatif menarik bagi terciptanya konsep edutainment dalam pembelajaran. Dengan variasi tempat duduk sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dinamisnya gerak siswa dan guru dalam ruang kelas, tentu saja siswa akan merasakan kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap pembelajaran dengan baik. Menurut Hamid (2011:127) mengemukakan ada banyak formasi pengaturan bangku selain dari formasi konvensional yang sering kita temui

14 di sekolah-sekolah. Formasi-formasi tersebut seperti bentuk auditorium, lingkaran, huruf U, kelompok, dan lain lain sebagainya. Pembahasan lebih lanjut tentang formasi pengaturan bangku dalam kelas yang memenuhi unsur-unsur edutainment. a. Formasi Tradisional (Konvensional) Formasi konvensional adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi. Adapun bentuk formasi tradisional ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Formasi tempat duduk konvensional (Hamid, 2011:128) b. Formasi Auditorium Formasi auditorium merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam penataan ruang kelas secara konvensional (tradisional). Adapun formasi auditorium ini bisa digambarkan sebagai berikut :

15 Gambar 2.2. Formasi tempat duduk auditorium (Hamid, 2011:129) c. Formasi Chevron Formasi Chevron membuat interaksi antara siswa dan guru menjadi lebih intens dan mampu mengaktifkan seluruh siswa. Selain itu, formasi ini tentu memberikan sudut pandang baru bagi siswa, sehingga mereka mampu menjalani proses belajar mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus. Berikut ini adalah bentuk formasi chevron: Gambar 2.3. Formasi tempat duduk chevron (Hamid, 2011:130) d. Formasi Kelas Bentuk Huruf U Formasi kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini, guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi berhadap-hadapan dengan mereka. Dengan begitu, mereka pun akan lebih memaksimalkan potensi indra mereka dalam mengikuti kegiatan

16 belajar mengajar dan mampu berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respons dari pendidik secara langsung. Maka dari itu, formasi huruf U sangat ideal untuk memberikan materi pelajaran dalam bentuk apapun, sehingga formasi ini menjadi multifungsi. Formasi bentuk U dibuat dengan cara menyusun meja dan kursi dalam formasi berikut : Gambar 2.4. Formasi tempat duduk bentuk U (Hamid, 2011:131) e. Formasi Meja Pertemuan Formasi meja pertemuan biasannya diselenggarakan di tempattempat pertemuan dan seminar, baik di hotel maupun gedung pertemuan. Formasi ini dapat dilakukan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok itu mempunyai meja pertemuannnya sendiri-sendiri. Satu kelompok bisa terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk menjadi 5-6 kelompok, tergantung dari jumlah siswa dalam kelas tersebut. Adapun formasi meja pertemuan ini adalah sebagai berikut :

17 Gambar 2.5. Formasi tempat duduk pertemuan (Hamid, 2011:133) f. Formasi Konferensi Formasi konferensi dapat membuat para siswa menjadi lebih aktif dalam kelas, karena mereka akan menguasai jalannya pembelajaran. Sedangkan peran guru disini hanya melontarkan tema yang harus dibahas, kemudian mengawasi dan sesekali mengarahkan mereka untuk bisa menjalankan proses pembelajaran. Adapun formasi konfederensi ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.6. Formasi konferensi (Hamid, 2011:135) Akan tetapi, formasi konfederensi bisa juga mengalami perubahan dengan menempatkan guru di tengah-tengah kursi para siswa, sehingga memungkinkan guru untuk ikut serta dalam diskusi yang dibahas oleh mereka.

18 g. Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings) Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat meletakkan meja-meja dan kursi, dimana kelompok kecil dapat melakukan aktivitas belajar yang dipecah menjadi bebrapa tim. Guru dapat menempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehingga tidak saling mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil yang terlalu jauh dari ruang kelas supaya mudah diawasi. Adapun bentuk formasi bangku ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.7. Formasi pengelompokan terpisah (Hamid, 2011:136) h. Formasi Tempat Kerja Formasi tempat kerja ini tepat dilakukan dalam lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap siswa duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas (misalnya mengoperasikan komputer, mesin, atau melakukan kerja laboratorium), tepat setelah didemonstrasikan. Adapun bentuk formasi dari tempat kerja (workstations) adalah sebagai berikut :

19 Gambar 2.8. Formasi Tempat Kerja (Hamid, 2011:137 ) i. Formasi Kelompok untuk Kelompok Formasi kelompok untuk kelompok adalah formasi dimana terdapat beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja dijadikan satu membentuk meja besar), sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan ini memungkinkan guru untuk melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau observasi pada aktivitas kelompok. Berikut adalah bentuk formasi kelompok untuk kelompok : Gambar 2.9. Formasi Kelompok untuk Kelompok (Hamid, 2011:138 ) j. Formasi Lingkaran Formasi lingkaran adalah formasi yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk

20 membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran. Adapun bentuk formasi lingkaran adalah sebagai berikut : Gambar 2.10. Formasi lingkaran (Hamid, 2011:139 ) k. Formasi Peripheral Jika guru menginginkan siswa memilki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan dibelakang siswa. Guru dapat menyuruh siswa memutar kursi-kursinya secara melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok. Gambar 2.11. Formasi tempat duduk peripheral (Hamid, 2011:140 )

21 Tabel 2.1 Keuntungan dan kelemahan dari masing-masing pengaturan Jenis Keuntungan Kelemahan Pengaturan konvensional Pengaturan bentuk U Pengaturan Berkelompok Guru dapat mengamati kegiatan siswa dan ekspresi wajah. Guru dapat mengamati kegiatan siswa dan ekspresi wajah. Siswa yang duduk di baris belakang dapat dilihat oleh guru dan siswa lain. Siswa dapat dengan mudah dialihkan ke kegiatan kelompok. Siswa dapat melakukan diskusi lebih mudah dengan siswa yang lain. Siswa agak sulit berdiskusi dengan siswa lain Siswa yang duduk dibagian sisi akan mengalami kesulitan untuk melihat langsung ke papan tulis. Beberapa siswa akan mengalami kesulitan untuk melihat ke papan tulis. Guru mungkin agak kesulitan untuk memantau kegiatan wajah siswa. (Sumber: Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar Mengajar, 2012) Jika siswa dapat memindahkan tempat duduk mereka tanpa kesulitan, guru dapat beralih dari satu jenis pengaturan ke pengaturan lain sesuai dengan isi pelajaran. Sebagai contoh : Pengaturan konvensional Pengaturan berbentuk U Pengaturan berbentuk U Pengaturan berkelompok Pengaturan konvensional Pengaturan berkelompok Pengaturan konvensional 6. Keaktifan Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:114) keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka ragam kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati di antaranya dalam bentuk kegiatan

22 membaca, mendengarkan, menulis, meragakan dan mengukur, sedangkan contoh kegiatan psikis adalah mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan lainnya dan kegiatan psikis lainnya. Menurut Rohani (2010: 8) proses pengajaran (proses perolehan hasil pengajaran) secara aktif : ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, menegosiasikan ketentuan satu dengan lainnya, dan sebagainya. Menurut Sagala (2012:59) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan pembelajaran yang dinamis penuh aktivitas, sehingga peserta didik aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Keaktifan belajar siswa secara fisik yang dapat diamati. Pengertian keaktifan menurut beberapa ahli dapat disimpulkan yaitu suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan untuk mendukung kegiatan belajar baik jasmani maupun rohani. Paul D. Dierich (Hamalik, 2008: 172) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, ialah : a. Kegiatan-kegiatan visual Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

23 b. Kegiatan-kegiatan lesan (oral) Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. d. Kegiatan-kegiatan menulis Menulis cerita, laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. e. Kegiatan-kegiatan menggambar Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. f. Kegiatan-kegiatan metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. g. Kegiatan-kegiatan mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat hubungan, dan membuat keputusan. h. Kegiatan-kegiatan emosional Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

24 7. Prestasi Belajar Menurut Arifin (2013:12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi belajar menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan yaitu suatu proses perubahan dari dalam diri faktor internal maupun dari luar diri faktor eksternal individu, meliputi perubahan tingkah laku dan bertambahnya ilmu pengetahuan. Perubahan tingkah laku menjadi lebih baik merupakan hasil dari latihan atau pengalaman yang nyata. 8. Ilmu Pengetahuan Alam a. Pengertian IPA Menurut Aly dan Rahma (2010:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Menurut Trianto (2010:136) IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris Science. Kata Science sendiri berasal dari kata dalam bahasa Latin Scienta yang

25 berarti saya tahu. Menurut Wahyana (Trianto, 2010: 136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan tersebut tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Pengertian IPA dari beberapa ahli dapat disimpulkan yaitu pengetahuan teoritis yang tersusun secara sistematis mengarah pada pengetahuan lingkungan alam untuk dapat mengembangkan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, dan penyusunan teori. b. Silabus IPA kelas IV A SD semester 2. Tabel 2.2 akan menjelaskan mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilaksanakan pada penelitian. Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV A Semester 2. Standar Kompetensi 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan atau bentuk suatu benda. Kompetensi Dasar 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda. 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda.

26 c. Materi Gaya 1) Jenis-Jenis Gaya Setiap gaya yang dilakukan memerlukan tenaga. Berdasarkan sumber tenaga yang diperlukan, gaya dibedakan menjadi beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Heri S dan Edi W. 2008: 92). a) Gaya Otot Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot. Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong meja, membawa belanjaan ibu, dan menendang bola. Karena terjadi sentuhan maka gaya ini termasuk gaya sentuh. b) Gaya Gesek antara Dua Benda Gaya gesek merupakan gaya yang terjadi karena bersentuhannya dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang bekerja pada rem sepeda. Pada saat akan berhenti, karet rem pada sepeda akan bersentuhan sepeda dapat berhenti ketika dilakukan pengereman. c) Gaya Magnet Gaya magnet merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan atau dorongan dari magnet. Contoh gaya magnet adalah, tertariknya paku ketika didekatkan dengan magnet.

27 Benda-benda dapat tertarik oleh magnet jika masih berada salam medan magnet d) Gaya Gravitasi Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon dengan sendirinya. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap kembali ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi. e) Gaya Listrik Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan listrik. Aliran muatan listrik ini ditimbulkan oleh sumber energi listrik. Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin karena dihubungkan dengan sumber energi listrik. Muatan listrik dari sumber energi listrik mengalir ke kipas angin. Sehingga, kipas angin dapat bergerak. 2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gerak Benda Beberapa faktor yang mempengaruhi gerak suatu benda adalah adanya gaya gravitasi bumi dan tarikan atau dorongan yang terjadi pada benda (Heri S dan Edi W. 2008: 94). a) Adanya Gravitasi Bumi Jatuhnya buah mangga merupakan akibat adanya gaya tarik bumi yang disebut gravitasi. Gravitasi menyebabkan

28 benda dapat bergerak jatuh ke bawah. Apabila kita melempar bola ke atas maka bola tersebut akan kembali ke bawah karena adanya gravitasi bumi. b) Dorongan atau Tarikan Ember yang terikat dengan tali yang ada di sumur tidak dapat bergerak ke atas apabila tidak ditarik. Begitu pula mobil yang mogok akan bergerak apabila ada orang yang mendorongnya. Hal ini menunjukkan bahwa tarikan dan dorongan mempengaruhi gerak benda. 3) Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda Gaya yang dihasilkan oleh dorongan ataupun tarikan dapat mengakibatkan benda bergerak. Selain menyebabkan benda bergerak, gaya yang bekerja pada benda juga dapat mengubah bentuk benda. Keramik dan asbak merupakan hasil olahan dari tanah liat. Tanah liat dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga dihasilkan keramik dan asbak yang cantik dan menarik. Gaya yang diberikan oleh tangan pada tanah liat membuat bentuk tanah liat berubah. Hal ini menunjukkan bahwa gaya juga dapat mengubah bentuk benda (Heri S dan Edi W. 2008: 96).

29 B. Hasil Penelitian Relevan Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang penulis teliti, namun ada yang dilakukan oleh: 1. Muchlichah tahun 2012, dengan judul skripsi Pengaruh Pengaturan Tempat Duduk Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMK Farmasi Surabaya Kelas XI Tahun Ajaran 2011-2012 Dengan kesimpulan bahwa hasil belajar matemaika siswa setelah dilakukan pengaturan tempat duduk telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu sebesar 78% dari keseluruhan siswa nilai Matematikanya sudah diatas KKM dengan nilai rata-rata kelas sebesar 85. Berdasarkan Uji Regresi Linear sederhana dengan bantuan Sofware SPSS Ver 17.0 for windows didapatkan, hasil belajar siswa sebagai variabel dependent dipengaruhi oleh pengaturan tempat duduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika. 2. Yeni Setiowati tahun 2011, dengan judul meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar IPA menggunakan metode eksperimen pada materi penggunaan energi alternatif, dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Pembuktian pada siklus I pembelajaran hanya mencapai 63,42 dan meningkat pada siklus II sebesar 86,84% siswa telah mencapai KKM IPA yaitu 65 dengan nilai rata-rata 84. Pembelajaran menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

30 C. Kerangka Berpikir Menurut hasil wawancara dengan guru kelas IV A SD Negeri 2 Wangon, dijelaskan bahwa kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk aktif ketika pembelajaran. Melihat kondisi yang terjadi perlu adanya inovasi dalam pengelolaan kelas dengan model pengaturan tempat duduk khususnya pembelajaran IPA. Menerapkan model pengaturan tempat duduk diharapkan keaktifan siswa mendapat kriteria baik. Bila dirumuskan dalam skema dapat digambarkan sebagai berikut: Kondisi Awal Sebelum menerapkan model pengaturan tempat duduk Keaktifan siswa rendah Tindakan Model pengaturan tempat duduk diharapkan 85% keaktifan dan prestasi belajar siswa mendapat kriteria baik Kondisi Akhir Keaktifan dan prestasi belajar siswa meningkat Gambar 2.12 Kerangka Berpikir

31 D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir gambar 2.12, dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu keaktifan dan prestasi belajar IPA materi gaya siswa kelas IV A SD Negeri 2 Wangon dalam pembelajaran IPA dapat ditingkatkan melalui penerapan model pengaturan tempat duduk.