4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Biji labu kuning (C. moschata) diperoleh dari kota Salatiga Jawa Tengah. Biji C.

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

PERSETUJUAN PEMBIMBING. Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB I PENDAHULUAN. antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit terjadi karena adanya

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia, karena

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

KANDUNGAN FLAVONOID KULIT BATANG DAN DAUN POHON API-API (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) SEBAGAI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN SILVIA HANDAYANI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rambut jagung diambil dari jagung muda yang telah berumur hari atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

BAB I PENDAHULUAN. dari segi jumlah tanaman obat yang sebagian besar belum dapat dibuktikan

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

Transkripsi:

27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi tumbuhan api-api yang diambil dari Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Daun pohon api-api yang diambil dan dijadikan sebagai sampel Daun api-api yang didapat pada bagian atas berwarna hijau muda dan bagian bawah berwarna abu-abu keperakan. Bentuknya elips dengan panjang ratarata daun yang didapat berkisar 5-10 cm. Daun api-api memiliki ruas atau tulang daun yang sejajar dan teratur. Teksurnya tidak lunak apabila disentuh dengan tangan. Kulit batang api-api yang digunakan berwarna cokelat muda, tipis dan berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan dan sedikit berair (Lampiran 1). Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Karakterisasi bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja, tetapi juga pada sifat kimia, karena sifat fisik maupun kimia dari bahan baku yang digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakterisasi sifat kimia dilakukan untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam bahan, misalnya kandungan nilai gizi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan manusia.

28 4.2 Kandungan Gizi Kandungan gizi pada daun dan kulit batang api-api dapat diketahui melalui uji proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, abu, lemak, dan protein. Tumbuhan api-api banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar baik sebagai sumber makanan maupun untuk kesehatan. Tumbuhan berdaun sejati ini memiliki nilai gizi yang cukup tinggi untuk dijadikan sumber makanan. Berikut hasil data proksimat dari tumbuhan api-api dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Hasil data proksimat tumbuhan api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.); Daun; Kulit batang 1) Kadar air Daun api-api memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,2 % dan kulit batang api-api sebesar 55 % (Lampiran 2). Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisis kadar air yang telah diuji sebelumnya oleh Jacoeb et al. (2011), yakni kadar air daun api-api sebesar 68,16 %. Hasil tersebut sedikit berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 70,59 %. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi perbedaan yang terjadi, yakni sifat tumbuhan yang berada di wilayah Jakarta dengan wilayah Subang. Faktor eksternal seperti habitat dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi perbedaan komposisi kimia api-api.

29 2) Kadar abu Hasil pengukuran kadar abu menggunakan bobot kering pada daun dan kulit batang api-api menunjukkan bahwa daun api-api mengandung mineral atau zat anorganik sebesar 14,91 % dan kulit batang api-api memiliki kadar abu sebesar 9,6 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wibowo et al.(2009) bahwa kadar abu pada daun api-api sebesar 15,61 %. Hasil serupa dikemukakan oleh Jacoeb et al. (2011), yaitu sebesar 13,97 %. Tinggi dan rendahnya kadar abu pada tumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan yang berbeda satu sama lainnya. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan sumber mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup didalamnya. Tumbuhan api-api merupakan tumbuhan sejati yang hidupnya hanya mampu di wilayah mangrove atau estuari. Bengen (2000) menjelaskan bahwa wilayah estuari merupakan wilayah perairan dimana terjadi peralihan atau pencampuran antara air tawar dan air laut yang menyebabkan banyaknya mineral yang terkandung di dalamnya. 3) Kadar protein Hasil pengukuran bobot kering kadar protein menunjukkan bahwa daun api-api dan kulit batangnya memiliki kadar protein sebesar 11,04 % dan 6,4 % (Lampiran 2). Hasil tersebut sedikit berbeda menurut Wibowo et al. (2009) bahwa protein api-api sebesar 17,31 %. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jacoeb et al. (2011) yang menyatakan bahwa daun api-api memiliki kandungan protein sebesar 11,53 %. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor, yaitu habitat, umur, dan laju metabolisme. Daun memiliki kadar protein yang tinggi karena di daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan banyak jaringan serta organ yang bekerja. Kulit batang cenderung memiliki kadar protein yang rendah dari daun dikarenakan kulit batang hanya terdapat jaringan sistem pembuluh yang bertitik beratkan pada kerja sistem angkut mineral, unsur hara dan menjaga kesetimbangan akibat adanya garam. 4) Kadar lemak Kadar lemak daun api-api 2,21 % dan kulit batang api-api sebesar 1,55 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et

30 al. (2011), yaitu kadar lemak daun api-api sebesar 2,45 %. Berbeda halnya dengan penelitian Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 1,16 %. Perbedaan tersebut dibenarkan oleh Yunizal et al. (1998) bahwa kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air dalam daun dan kulit batang pohon api-api sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun drastis. Faktor lain seperti umur, habitat, dan perbedaan lokasi pengambilan sampel juga menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kadar lemak suatu bahan. 4.3 Komponen Bioaktif Ekstrak Kasar Hasil ekstraksi komponen bioaktif api-api menunjukkan bahwa ekstrak kasar menggunakan pelarut metanol berwarna coklat kehijauan dan berbau khas ekstrak tumbuhan. Rendemen ekstrak kasar yang dihasilkan cukup tinggi untuk daun 17,53 % dan kulit batang api-api 12,07 % (Lampiran 2). Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin. Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak kasar api-api dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar api-api ( Avicennia marina) Uji Fitokimia Daun Ekstrak Kulit Batang Standar (warna) Alkaloid: -Dragendorff + - Endapan merah atau jingga -Meyer + - Endapan putih kekuningan -Wagner - - Endapat coklat Steroid/triterpenoid ++ ++ Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Flavonoid ++ ++ Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau Saponin - - Terbentuk busa Fenol hidrokuinon - + Warna hijau atau hijau biru Tanin + ++ Terbentuk warna merah Keterangan: (-) hasil negatif; (+) hasil ada namun tidak pekat; (++) hasil ada dan pekat

31 a) Alkaloid Komponen alkaloid didefinisikan sebagai substansi dasar yang memiliki satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan tergabung dalam suatu sistem siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984). Alkaloid ditemukan pada daun api-api, namun tidak ditemukan pada kulit batang api-api. Alkaloid umumnya larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar) (Lenny 2006). Penelitian ini dilakukan dengan pelarut metanol (polar) yang justru menunjukkan adanya kandungan alkaloid pada daun api-api walaupun hasil yang ditunjukkan (Tabel 2) tidak terlalu pekat, hal ini menunjukkan bahwa daun api-api tidak mengandung alkaloid (sesungguhnya) yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Alkaloid tidak dihasilkan pada kulit batang api-api dengan ditandai hasil negatif pada Tabel 2. b) Steroid/triterpenoid Hasil uji fitokimia untuk daun dan kulit batang api-api menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid, ditunjukkan oleh hasil yang cukup pekat (Tabel 2). Steroid/triterpenoid dapat diketahui keberadaanya dengan perkursor kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984). Hasil pada Tabel 2 menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid walaupun menggunakan pelarut metanol yang bersifat polar, hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak komponen lainnya, meskipun bersifat non polar ataupun semipolar. Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. c) Flavonoid Hasil pengujian flavonoid terhadap daun dan kulit batang api-api (Tabel 2) menunjukkan bahwa bagian tersebut sama-sama memiliki kandungan flavonoid, hal itu ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pekat pada lapisan amil alkohol yang telah diuji (Lampiran 3). Flavonoid merupakan senyawa polar yang dapat larut pada pelarut polar, hal ini dibuktikan dengan terlarutnya senyawa flavonoid menggunakan pelarut metanol. Flavonoid umumnya merupakan komponen larut air, sehingga dapat diekstrak dengan pelarut polar dan tertinggal

32 pada lapisan aqueous (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang potensial dan sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan Kasih 2008), dan hal ini pun terbukti dari hasil penelitian Simamora (2011) yang menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi dari buah apel memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. d) Tanin Hasil pengujian fitokimia untuk uji tanin menunjukkan bahwa daun dan kulit batang api-api sama-sama mengandung tanin. Hasil uji tanin untuk daun terlihat ada, namun tidak pekat apabila dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan oleh kulit batang api-api (Tabel 2). Tanin di dalam tumbuhan dapat berfungsi sebagai penyamak apabila jaringan rusak, karena sifat tanin yang mampu menyambung silangkan protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena rasanya yang pahit. Fungsi utama tanin di dalam tumbuhan adalah penolak hewan pemakan tumbuhan (Harborne 1987). Tumbuhan api-api termasuk tumbuhan mangrove yang memiliki rasa pahit dan banyak digunakan penduduk sekitar untuk obat nyamuk. 4.4 Aktivitas Antioksidan Hasil uji aktivitas antioksidan dengan DPPH menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm menunjukkan bahwa daun dan kulit batang api-api memiliki aktivitas antioksidan. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit batang api-api dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit batang api-api (Avicennia marina) Sampel % Inhibisi 200 400 600 800 (ppm) IC 50 (ppm) Ekstrak Daun 18,75 19,55 20,23 21,48 Ekstrak Kulit Batang 7,84 9,25 10,00 10,34 36,35 51,51

33 Tabel 3 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi, baik daun maupun kulit batang api-api dimiliki oleh konsentrasi tertinggi, yaitu 800 ppm dan nilai terendah untuk persen inhibisi dimiliki oleh konsentrasi terendah, yaitu 200 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi pula daya hambat yang dilakukan sebagai aktivitas antioksidan. Nilai IC 50 yang dihasilkan oleh ekstrak daun lebih rendah dari ekstrak kulit batang, yaitu 36,35 ppm untuk daun dan 51,51 ppm untuk kulit batang. Ekstrak daun lebih banyak menghilangkan 50 % aktivitas DPPH apabila dibandingkan dengan ekstrak kulit batang. Molyneux (2004) menyatakan bahwa nilai IC 50 adalah konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50 % aktivitas DPPH. Kedua ekstrak kasar daun dan kulit batang pohon api-api memiliki kekuatan penghambat yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hubungan aktivitas antioksidan antara ekstrak kasar daun dan ekstrak kasar kulit batang api-api dengan persen inhibisinya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Grafik perbandingan aktivitas antioksidan antara ekstrak kasar daun dan kulit batang api-api dengan persen inhibisinya; Daun; Kulit Batang Gambar 9 menunjukkan daun api-api memiliki aktivitas yang cukup baik bila dibandingkan kulit batang. Hal ini diduga karena adanya kandungan senyawa aktif yang cukup banyak terdapat dalam daun, seperti alkaloid, steroid/triterpenoid, dan flavonoid (Tabel 2). Penelitian ini menggunakan larutan BHT sebagai pembanding dalam uji aktivitas antioksidan. Jacoeb et al. (2011) mengemukakan bahwa nilai IC 50 BHT sebesar 5,85 ppm, dimana hasil tersebut merupakan hasil terbaik untuk aktivitas

34 antioksidan. Larutan BHT yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan nilai IC 50 sebesar 3,17 ppm. Nilai IC 50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai yang diperoleh Jacoeb et al. (2011) dalam penelitiannya, dan tetap menunjukkan bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat (<50 ppm). Hasil uji aktivitas antioksidan larutan BHT dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji aktivitas antioksidan larutan BHT Sampel % Inhibisi 2 4 6 8 (ppm) IC 50 (ppm) Larutan BHT 22,05 37,73 49,66 58,30 3,17 Tabel 4 menunjukkan hasil larutan BHT memiliki persen inhibisi tertinggi pada konsentrasi tertinggi, yaitu 8 ppm dan persen inhibisi terendah pada konsentrasi terendah, yaitu 2 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi pula daya hambat yang dilakukan sebagai aktivitas antioksidan. Nilai IC 50 BHT sebesar 3,17 ppm, merupakan nilai terbaik apabila dibandingkan dengan nilai IC 50 ekstrak daun dan kulit batang apiapi (Tabel 3). Pengujian aktivitas antioksidan BHT ini menghasilkan hubungan antara konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisi Gambar 10 menunjukkan hubungan antara konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin

35 tinggi pula persen inhibisi atau daya hambatnya. Ekstrak daun dan kulit batang pohon api-api pada Gambar 9 sama-sama menunjukkan hasil yang serupa dengan larutan BHT pada Gambar 10, grafik akan bergerak naik ke atas dengan naiknya konsentrasi yang digunakan. Nilai IC 50 yang ditunjukkan pada Tabel 3 untuk daun dan kulit batang api-api, serta larutan BHT pada Tabel 4 sama-sama menunjukkan bahwa ketiga ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat (<50 ppm), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang apiapi dapat digunakan sebagai antioksidan alami pengganti antioksidan sintetik seperti antioksidan BHT. 4.5 Kandungan Flavonoid Api-api sebagai Antioksidan Hasil penelitian menunjukkan daun dan kulit batang pohon api-api mengandung senyawa aktif flavonoid (Tabel 2) yang efektif digunakan sebagai antioksidan. Hal ini terlihat jelas dengan adanya aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar pada Gambar 9 dan Tabel 3, ekstrak kasar daun dan kulit batang api-api memiliki nilai IC 50 yang cukup tinggi. Wibowo et al. (2009) menyatakan bahwa Avicennia marina terutama bagian daun dan kulit batang mengandung senyawa flavonoid, hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna yang cukup pekat pada uji fitokimia. Hasil pengukuran kadar flavonoid yang terkandung di dalam daun api-api sebesar 1,18 % dan kulit batang api-api sebesar 0,67 %. Menurut Erukainure (2011), semakin tinggi kandungan flavonoid total suatu bahan, maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Adanya kandungan flavonoid yang tinggi pada daun api-api serta nilai IC 50 yang rendah (36,35 ppm), menunjukkan bahwa daun api-api memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat bila dibandingkan dengan kulit batang api-api yang memiliki nilai IC 50 sebesar 51,51 ppm. Molyneux (2004) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dikategegorikan kuat apabila memiliki nilai IC 50 dibawah 50 ppm (<50 ppm). Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar total flavonoid yang terkandung dengan aktivitas antioksidannya. Penelitian tersebut dilakukan terhadap beberapa tanaman yang diduga memiliki aktivitas antioksidan seperti Aegle marmelos dan daun seledri

36 dengan melihat kadar total flavonoid yang terkandung di dalamnya. Kadar total flavonoid yang terkandung di beberapa tanaman ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan flavonoid yang terkandung dalam daun api-api lebih tinggi bila dibandingkan tanaman Aegle marmelos, seledri dan tempuyung, namun lebih rendah dari tanaman jati belanda. Kadar total flavonoid kulit batang api-api juga lebih tinggi dari kulit batang Aegle marmelos. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis tanaman, habitat, umur tanaman, jumlah sampel yang diekstrak, dan lamanya pengekstraksian. Tabel 5 Kadar total flavonoid beberapa tanaman (%) Bagian tanaman Jenis tanaman Api-api Aegle marmelos a Seledri b Jati Belanda c Tempuyung c Daun 1,18 0,824 0,51 3,0480 0,7537 Kulit Batang 0,67 0,140 - - - Keterangan: a Mujeeb et al. (2010) b Rafi et al. (2006) c Widyastuti (2010) Hasil beberapa penelitian tersebut sama-sama menunjukkan bahwa kadar total flavonoid yang terkandung dalam bahan memiliki korelasi terhadap aktivitas antioksidannya. Tanaman jati belanda memiliki aktivitas antioksidan tertinggi bila dibandingkan api-api, Aegle marmelos, seledri dan tempuyung. Hal ini sesuai dengan kadar total flavonoid yang terkandung di dalam tanaman jati belanda yang lebih tinggi dari tanaman lainnya. Adanya senyawa flavonoid yang mempunyai gugus hidroksi tersubstitusi terhadap gugus OH dan OR, maka flavonoid cocok dijadikan sebagai antioksidan (Waji dan Sugrani 2009). Golongan flavonoid terbesar di dalam daun api-api adalah antosianin, flavonol, flavon, dan glikoflafon. Antosianin merupakan pigmen pewarna daun yang paling penting dan larut dalam air (polar) (Harborne 1987). Hal ini terlihat jelas pada saat dilakukan proses ekstraksi, daun api-api mengeluarkan warna hijau tua yang cukup pekat (Lampiran 5), warna hijau tersebut diduga karena terdapat banyak pigmen antosianin yang ikut larut pada saat ekstraksi berlangsung. Golongan flavonoid lainnya tersebar luas dan membantu penyerapan sinar matahari dalam proses fotosintesis.

37 Flavonol yang terkandung dalam daun dan kulit batang api-api mengandung kuersetin dan glikosida. Kuersetin berperan dalam menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion logam transisi, hal ini ditunjukkan dari aktivitas antikosidan yang dilakukannya. Daun dan kulit batang pohon api-api menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat baik, terlihat adanya perubahan warna yang dapat dilihat secara kasat mata. Warna yang ditunjukkan adalah warna kuning setelah diberi radikal bebas DPPH (Lampiran 3). Warna kuning menunjukkan reaksi antara radikal bebas yang terikat dengan senyawa antioksidan (Molyneux 2004). Mekanisme perubahan warna DPPH yang terjadi akibat adanya reaksi penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 3. Senyawa polifenol misalnya flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun dan kulit batang pohon api-api diduga akibat pengaruh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekul inti flavonoidnya. Akibat pengaruh jumlah dan posisi hidrogen fenolik itulah yang mengakibatkan daun dan kulit batang api-api memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Flavonoid dalam daun dan kulit batang pohon api-api mengandung banyak atom hidrogen yang mampu menggantikan atau mengkhelat logam radikal bebas pemicu spesies pembentuk kanker. Pengkhelatan logam radikal bebas oleh flavonoid dapat dilihat pada Gambar 12. F-OH + R F-O + RH Gambar 11 Mekanisme pengkhelatan logam radikal bebas oleh flavonoid (Sumber: Kumar et al. 2011a) Penelitian ini menggunakan radikal bebas DPPH yang mampu ditangkap dan disubstitusikan dengan gugus hidrogen oleh senyawa antioksidan seperti flavonoid. Senyawa flavonoid (F) melepaskan gugus hidrogen (H) dan mengikat serta menggantikan radikal bebas (R). Radikal bebas DPPH menjadi nonaktif dan

38 terhindar dari pemicu penyakit degeneratif seperti kanker. Tingginya aktivitas antioksidan yang dimiliki terbukti dengan adanya perubahan warna dari ungu menjadi kuning, hal itu menandakan banyaknya gugus hidroksil yang mampu mengikat logam radikal bebas. Penelitian pada daun surian yang dilakukan oleh Yuhernita dan Juniarti (2011) menggunakan metode DPPH dan pelarut metanol menujukkan bahwa daun surian memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik. Hal ini diduga karena adanya kandungan flavonoid di dalamnya. Jacoeb et al. (2011) menguji aktivitas antioksidan pada daun api-api yang diambil dari Desa Belanakan, Kota Subang, menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, yaitu daun api-api memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat akibat pengaruh kandungan flavonoid di dalamnya. Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Afzal et al. (2011) yang mendeteksi adanya kandungan flavonoid dalam daun Avicennia marina (Forks.)Vierh. yang menjadi salah satu komponen penyusun utama senyawa antioksidan dan antifungial serta mengobati penyakit kulit.