ABSTRAK. Kata kunci: sarkofagus, bentuk perubahan fungsi, penyebab perubahan fungsi, makna perubahannya.

dokumen-dokumen yang mirip
TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

ARTIKEL Judul. Oleh Ni Komang Sukasih NIM

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

PERUBAHAN FUNGSI TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BEDULU, KECAMATAN BLAHBATUH, KABUPATEN GIANYAR

PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

SARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN

ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI GEGURITAN NAGA PUSPA KARYA I NYOMAN SUPRAPTA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

(Keywords: archaeological relics, form, function, religious background)

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

TERITORI RUANG RITUAL PADA PURA LUHUR DWIJAWARSA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN ABSTRAK ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

ABSTRACT The Position Switch Religion of Krama Villager who Staying In the Village area at Katung Village Territory, Kintamani, Bangli

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

PENINGGALAN PURBAKALA DI PURA SUBAK APUAN, SINGAPADU, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (SEJARAH, STRUKTUR DAN POTENSINYA) SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

Kata Kunci : bentuk, fungsi arca, dan periodisasi

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

KEBERADAAN PURA TAMAN YEH SELEM DI DESA PANGKUNG PARUK, SERIRIT, BULELENG, BALI ( SEJARAH DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KEARIFAN LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

EVALUASI SISTEM AKUNTANSI PENGADAAN LANGSUNG BARANG NON MEDIS PADA RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. dan situs sejarah adalah Situ Lengkong yang berada di desa Panjalu, Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

ABSTRAK. Kata kunci: identifikasi, pola ruang, Taman Setra Singakerta, prajapati, pamuhunan, wantilan. iii

MAKNA KULTURAL RAMBUT GIMBAL ALAMI (BOK GEMPEL) DALAM SISTEM KEPERCAYAAN ORANG BALI. Bram Setiawan

PERUBAHAHAN BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TRADISI PATTIDANA MASYARAKAT AGAMA BUDDHA THERAVADA DI DESA JATISARI, KECAMATAN JATISRONO, KABUPATEN WONOGIRI

Aplikasi Mobile Pembelajaran Hari Suci Tumpek Landep Berbasis Android

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

PERPUSTAKAAN SEKOLAH SD NO.2 KUTUH KUTA SELATAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TUGAS AKHIR

UNSUR BIROKRASI KEMASYARAKATAN DESA SUKAWANA PADA MASA BALI KUNO: KAJIAN BERDASARKAN DATA PRASASTI SUKAWANA D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji.

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

ATRIBUT RUANG SEBAGAI PENANDA RUANG RITUAL PADA PESAREAN GUNUNG KAWI KABUPATEN MALANG

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

BAB I PENDAHULUAN. lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang

UNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN AWIG-AWIG KAWASAN TANPA ROKOK DI DESA PAKRAMAN SELAT KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2016

SKRIPSI KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

ABSTRAK PERANCANGAN BUKU TAMAN PURBAKALA CIPARI DI KABUPATEN KUNINGAN. Oleh Haniel Moody Rondonuwu NRP

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMASARAN KOPI ARABIKA SUBAK ABIAN ULIAN MURNI, KINTAMANI, BANGLI BERBASIS WEB SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, desain kebaya

Abstrak. ii Universitas Kristen Maranatha

ARTIKEL JUDUL PURA PANYAGJAGAN DI DESA PAKRAMAN CATUR, KINTAMANI, BANGLI, BALI

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

Transkripsi:

i ABSTRAK Sarkofagus merupakan salah satu media penguburan yang berasal dari masa perundagian, ialah suatu tingkat perkembangan kehidupan manusia yang dipandang sejajar dengan masa urbanisasi di Eropa dan Timur Tengah. Tradisi penguburan dalam sarkofagus tidak dilakukan lagi pada masa unsur-unsur Hinduisme dan Buddhisme berkembang di Bali. Dewasa ini pada beberapa daerah di Bangli yaitu Desa Mengani dan Desa Pakraman Cekeng, sarkofagus ditempatkan di areal suci sebuah pura. Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk perubahan fungsi, penyebab perubahannya, dan makna perubahannya bagi masyarakat sekarang. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, analisis data, dan teori untuk menjawab permasalahan penelitian. teknik yang digunakan dalam penelitian ini mencangkup tahap pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Tahap selanjutnya merupakan pengolahan data dengan cara analisis kualitatif, analisis etno-arkeologi, dan analisis komparatif. Teori yang digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan penelitian ini yaitu teori genealogi dan teori pasca prosesual. Berlanjutnya kepercayaan animisme dan dinamisme pada saat masuknya agama Hindu dan Buddha di Bali semakin memperkuat kepercayaan bahwa suatu benda memiliki kekuatan. Atas dasar kepercayaan-kepercayaan tersebut membuat sarkofagus yang dulunya berfungsi sebagai wadah kubur, pada masa sekarang difungsikan sebagai benda sakral yang ditempatkan pada kawasan suci yaitu pura, dan sebagai sarana pemujaan untuk memohon keselamatan, kesehatan, kesejahteraan, dan kesuburan. Beberapa hal penyebab perubahan fungsinya ialah (a) religi, (b) pembaruan dan inovasi yang akan terus ada (terus berubah seiring dengan waktu), dan (c) proses belajar kebudayaan sendiri. Adanya bentuk perubahan fungsi beberapa sarkofagus tersebut menumbuhkan berbagai makna, yaitu makna spiritualitas, makna penolak bala, makna kesuburan, dan makna pendidikan. Kata kunci: sarkofagus, bentuk perubahan fungsi, penyebab perubahan fungsi, makna perubahannya. i

ii ABSTRACT Sarcophagus is one of funeral traditions came from Stone Age, which is a phase of human life that viewed to be equal with urbanization era in Europe and Middle East. The funeral tradition in sarcophagus was not being performed again at the time the elements of Hinduism and Buddhism grew in Bali. Recently in some regions in Bangli that is Mengani Village and Cekeng Pakraman Village, the sarcophagus is placed in a sacred area of pura (Hindu temple). This research has purpose to find out the form of function change, the cause of the change, and the meaning of the change to recent people. This research uses some data collection methods, data analysis, and theories to reveal the research problems. Methods used in this research include the stage of data collection, which are the observation, interview, and literature study. The next stage is the data processing by qualitative analysis, ethnoarcheology analysis, and comparative analysis. Theories used to help in completing this research problems are the genealogy theory and the post prosesual theory. The continuity of animism and dynamism belief at the time Hindu and Buddha religion came to Bali made the belief was getting stronger that an object has a power. Based on the beliefs made the sarcophagus which previously has function as a grave container, in recent time is functioned as a sacred object that is placed at the sacred area that is pura, and as a medium for worship for beseech for safety, health, prosperity, and fertility. The causes of its function s change are as the following (a) religion, (b) renewal and innovation which always exist (always change along with time), and (c) the process of learning of the culture itself. The presence of the function change form of some sarcophaguses cause to emerge some meaning, those are the spiritual meaning, bad luck repellent meaning, fertility meaning, and education meaning. Keywords: sarcophagus, function change form, the cause of function s change, the meaning of the change. ii

iii DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA UJIAN... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 7 1.3.1 Tujuan Umum... 7 1.3.1 Tujuan Khusus... 8 1.4 Manfaat Penelitian... 8 1.4.1 Manfaat Teoretis... 8 1.4.2 Manfaat Praktis... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 9 1.5.1 Ruang Lingkup Objek... 10 1.5.2 Ruang Lingkup Permasalahan... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN... 11 2.1 Tinjauan Pustaka... 11 2.2 Konsep... 18 2.2.1 Sarkofagus... 19 2.2.2 Perubahan Fungsi... 19 2.2.3 Makna... 20 2.2.4 Persepsi Masyarakat... 21 2.3 Landasan Teori... 22 2.3.1 Teori Geneologi... 22 2.3.2 Teori Pasca Prosesual... 25 2.4 Model Penelitian... 27 BAB III METODE PENELITIAN... 30 3.1 Rancangan Penelitian... 30 3.2 Lokasi Penelitian... 31 3.3 Jenis dan Sumber Data... 31 3.4 Instrumen Penelitian... 33 3.5 Teknik Pengumpulan Data... 33 iii

iv 3.5.1 Observasi... 34 3.5.2 Wawancara... 34 3.5.3 Studi Pustaka... 35 3.6 Teknik Analisis Data... 36 3.6.1 Analisis Kualitatif... 36 3.6.2 Analisis Etno-arkeologi... 37 3.6.3 Analisis Komparatif... 38 3.7 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 39 BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN... 41 4.1 Lokasi Penelitian... 41 4.1.1 Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli... 41 4.1.2 Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli... 46 4.2 Karakter Sosial Budaya Masyarakat... 48 4.3 Sejarah Penemuan dan Deskripsi Masing-masing Sarkofagus... 59 4.3.1 Sarkofagus di Pura Dae Suci... 60 4.3.2 Sarkofagus di Pura Mas Ceti/Subak Giri Mertha Yoga... 63 4.3.3 Sarkofagus di Pura Puseh Desa Pakraman Cekeng... 66 4.3.4 Sarkofagus di Ladang milik I Wayan Komplit... 69 BAB V PEMBAHASAN... 73 5.1 Perubahan Fungsi Sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli... 73 5.2. Makna Sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli... 105 5.2.1 Makna Spiritualitas... 106 5.2.2 Makna Penolak Bala... 107 5.2.3 Makna Kesuburan... 110 BAB VI PENUTUP... 115 6.1 Simpulan... 115 6.2 Saran... 116 Daftar pustaka... 118 Lampiran-lampiran... 122 iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah besar bentuk-bentuk megalitik telah ditemukan di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera Selatan yaitu Pasemah merupakan situs megalitik paling padat akan temuan bangunan megalitik. Jawa Barat yaitu Pasir Angin, Kuningan dan Cianjur; Daerah Jawa Tengah yaitu Gunung Kidul dan Matasih; dan di Jawa Timur yaitu daerah Pekauman. Beberapa temuan megalitik di Indonesia tampaknya masih berfungsi dalam kehidupan keagamaan masyarakat setempat (living megalithic tradition), seperti yang ditemukan di Pulau Nias, Toraja, Bali, dan Sumba (Gede, 2012: 20). Perlakuan khusus terhadap orang yang telah meninggal sudah dikenal masyarakat Bali sejak dulu, dibuktikan dengan tinggalan budaya berupa sarkofagus. Sarkofagus merupakan salah satu media penguburan yang berasal dari masa perundagian, ialah suatu tingkat perkembangan kehidupan manusia yang dipandang sejajar dengan masa urbanisasi di Eropa dan Timur Tengah (Mahaviranata, 1997: 22). Penelitian sarkofagus di Pulau Bali dilakukan oleh beberapa ahli yaitu van Stein Callenfels, van Heekeren, P.A.J. Moojen, V.E Korn, W.O.J Nieuwenkamp, dan Soejono dalam disertasinya membuat klasifikasi dan tipologi sarkofagus-sarkofagus yang ditemukan di seluruh Bali. Berdasarkan penelitian-penelitiannya yang dilakukan sejak tahun 1960, sudah dapat dipastikan bahwa sarkofagus di Bali berkembang pada masa orang sudah mengenal logam, 1

2 mengingat bekal kuburnya yang kebanyakan dibuat dari perunggu (Nugroho, 2011: 5). Penelitian sarkofagus di Bali dapat dibagi menjadi tiga tahap, berikut ini adalah penjelasan dari tiga tahap penelitian tersebut. Tahap pertama (1921-1931) penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui fungsi sarkofagus. Penelitian diadakan secara sepintas terhadap sarkofagus-sarkofagus yang masih dipelihara penduduk, atau penelitian didasarkan atas laporan tentang sarkofagus yang kebetulan ditemukan penduduk di suatu tempat. Berdasarkan bukti-bukti rangka dan bekal kubur yang terdapat pada beberapa sarkofagus, melalui penemuan dan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa fungsi dari sarkofagus adalah sebagai peti mayat. Penelitian sarkofagus tahap kedua, tidak lagi bertujuan untuk mengetahui fungsi sarkofagus, tetapi peneliti mulai memperhatikan fisik dari tiap-tiap sarkofagus untuk diklasifikasi. Penelitian tahap ini dilakukan oleh van Heekeren (1954) meliputi 9 tempat penemuan dan peninjauan-peninjauan ulang terhadap sarkofagus-sarkofagus yang dahulu pernah dilaporkan untuk memperdalam beberapa detail. Sebagai simpulan penelitian-penelitiannya, van Heekeren membedakan dua tipe sarkofagus di Bali, yaitu, (1) tipe besar yang memuat mayat dalam sikap membujur dan (2) tipe kecil yang memuat mayat dalam sikap terlipat (Soejono, 2008: 20-21). Penelitian sarkofagus tahap ketiga merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu. Pada tahap ini pengklasifikasian berdasarkan pada banyaknya jenis sarkofagus, yaitu: ukuran, penampang lintang, bentuk dan jumlah tonjolan. 2

3 Tujuannya ialah untuk mengetahui kehidupan pendukung sarkofagus di Bali, yang meliputi aspek-aspek teknologi, sosial, dan kultur-historis. Penelitian pada tahap ketiga ini dilakukan oleh R.P. Soejono yang mengadakan peninjauan ulang terhadap semua sarkofagus terdahulu yang pernah diteliti, dengan tujuan untuk mengidentifikasi sarkofagus-sarkofagus tersebut secara lebih rinci (Nugroho, 2011: 39). Tradisi penguburan dalam sarkofagus tidak dilakukan lagi pada masa unsur-unsur Hinduisme dan Buddhisme berkembang di Bali. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila sarkofagus dipandang sebagai benda aneh (kramat) oleh masyarakat dewasa ini. Keberadaan benda-benda aneh tersebut di tengah-tengah masyarakat tampaknya memberikan nuansa keyakinan yang lain sehingga bendabenda ini mendapatkan perlakuan khusus (disakralkan/dipuja) dan ditempatkan pada tempat yang tidak semestinya, seperti pura yang merupakan tempat suci umat Hindu. Munculnya istilah pura diperkirakan mulai digunakan pada zaman Dalem berkuasa di Bali. Kata pura berasal dari bahasa sansekerta yang berarti kota atau benteng yaitu tempat yang dibuat khusus dengan dipagari tembok untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci. Tempat khusus ini di Bali disebut dengan nama pura yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi, dewa, dan para leluhur (Sugandhini, 2013: 4). Struktur pura di Bali pada umumnya dibagi menjadi tiga areal atau sering disebut dengan tri mandala, yaitu nista mandala (jaba sisi) merupakan areal paling luar pura sebagai lambang Bhur loka (alam bawah) dan biasanya dianggap 3

4 sebagai tempat profan (tidak sakral/suci); madya mandala (jaba tengah) merupakan areal penghubung antara nista mandala dan utama mandala sebagai lambang Bwah Loka (alam manusia), biasanya areal ini dianggap sebagai salah satu areal yang suci; utama mandala merupakan areal yang paling suci/sakral dalam suatu kesatuan bangunan pura, areal ini sebagai lambang Swah Loka (alam tuhan dan dewa-dewa). Masing-masing mandala tersebut dibatasi dengan tembok keliling dan pintu masuk yang khas (Ambari, 2005:32). Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena adanya penempatan sarkofagus pada beberapa pura di daerah Bangli, dimana pura merupakan tempat suci untuk melakukan persembahyangan atau tempat menghaturkan persembahan sebagai wujud bakti umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi beserta segala manifestasi-nya (Setiawan, 2009: 1). Fungsi sarkofagus adalah sebagai peti mayat yang berasal dari masa perundagian, dibuktikan dengan penemuan mayat dan benda-benda bekal kubur di dalam sarkofagus. Sarkofagus merupakan peti mayat di masa lalu yang seharusnya dianggap kotor leteh/cuntaka oleh masyarakat Hindu dewasa ini, karena apa pun yang bersangkutan dengan upacara kematian dianggap kotor leteh/cuntaka. Benda-benda yang kotor leteh/cuntaka seharusnya tidak dibawa, dimasukan, dan ditempatkan di dalam pura. Kasus-kasus penempatan sarkofagus dalam pura terjadi pada beberapa daerah di Bangli, yaitu sarkofagus yang tersimpan di Pura Dae Suci Desa Mangani, Pura Mas Ceti/Subak Giri Merta Yoga Desa Mangani, Pura Puseh di Desa Pakraman Cekeng, dan sarkofagus yang disakralkan di ladang milik I Wayan Komplit Desa Pekraman Cekeng. 4

5 Penempatan sarkofagus-sarkofagus tersebut di areal suci sebuah pura pastinya didasari oleh beberapa hal yang dipercayai masyarakat pendukungnya, oleh karena itu penelitian ini menjadi sebuah penelitian yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Masyarakat berarti sejumlah manusia (individu) dalam arti seluas-luasnya dan terikat dalam suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Anonim, 2005: 721). Kelompok masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Mengani dan masyarakat Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan. Masyarakat Desa Mengani dan masyarakat Desa Pakraman Cekeng menjadi titik penting penelitian ini, karena masyarakat di dua desa ini memiliki persepsi yang berbeda tarkait dengan sarkofagus di daerahnya. Persepsi atau bisa juga disebut dengan tanggapan ini tampaknya diwariskan ke generasi berikutnya, sehingga memperdalam kepercayaan masyarakat yang sekarang dalam memaknai sarkofagus tersebut. Alasan lain penelitian ini dilakukan di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, karena sarkofagus-sarkofagus yang disebutkan di atas ada beberapa yang belum diteliti secara mendalam, kalaupun ada penelitian tersebut hanya terfokus pada bentuk sarkofagus dan fungsi masa lalu dari sarkofagus. Daya tarik lain dari sarkofagus-sarkofagus tersebut adalah mitos-mitos yang melekat pada masing-masing sarkofagus. Dilihat dari bentuk dan tonjolan/hiasan pada sarkofagus-sarkofagus tersebut nampaknya memperlihatkan bentuk baru yang perlu diteliti lebih dalam lagi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah 5

6 literatur tentang penelitian sarkofagus di daerah Bangli umumnya dan di lokasi penelitian khususnya. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka penelitian terhadap sarkofagus yang saat ini disakralkan dan ditempatkan di dalam tempat suci perlu pengungkapan secara ilmiah. Oleh karena itu penulis berharap dapat melakukan penelitian secara mendalam mengenai permasalahan-permasalahan terkait dengan sarkofagus tersebut. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang akan dikaji dari beberapa tinggalan sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan di Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli tersebut antara lain : 1. Bagaimana perubahan fungsi beberapa sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli? 2. Apa makna sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli bagi masyarakat? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian arkeologi menurut Lewis R. Binford harus diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu 1) merekonstruksi sejarah kebudayaan, 2) menyusun 6

7 kembali cara-cara hidup masyarakat masa lalu, dan 3) memusatkan perhatian pada proses dan berusaha memahami proses perubahan budaya sehingga dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu mengalami perubahan bentuk, arah, dan kecepatan perkembangannya (Binford, 1972 dalam Harkantiningsih dkk, 1999 : 8). Penelitian ini diharapkan sejalan dengan salah satu tujuan yang dirumuskan oleh Binford tersebut yaitu memusatkan perhatian pada proses dan berusaha memahami proses perubahan budaya sehingga dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu mengalami perubahan bentuk, arah, dan kecepatan perkembangannya. Selain itu penelitian ini juga mempunyai dua tujuan pokok yang ingin dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu mengalami perubahan, khususnya terhadap perubahan fungsi yang terjadi pada sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. 1.3.2 Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum di atas, tujuan khusus penelitian ini dipaparkan sebagai berikut; Mendeskripsikan perubahan fungsi yang terjadi pada sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli; Mengetahui makna sarkofagus bagi masyarakat sekarang. 7

8 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dan jelas bagi kehidupan masyarakat secara umum dan bagi disiplin ilmu arkeologi secara khusus. Manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian ini dirinci sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara garis besar penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoretis atau informasi ilmiah bagi penelitian arkeologi yang berkaitan dengan tinggalan arkeologi berupa sarkofagus yang saat ini difungsikan berbeda oleh masyarakat. Manfaat teoretis yang diharapkan dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. a. Sebagai informasi atau data penunjang untuk mengetahui beberapa tinggalan arkeologi khususnya sarkofagus difungsikan berbeda oleh masyarakat sekarang. b. Untuk memberikan wawasan budaya serta ilmu pengetahuan, khususnya kajian proses perubahan budaya pada bidang ilmu arkeologi maupun bidang ilmu pengetahuan lainnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses perubahan budaya yang terjadi pada tinggalan arkeologi berupa sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan 8

9 Susut, Kabupaten Bangli. Memberikan manfaat bagi masyarakat umum untuk menumbuhkan penghargaan terhadap kebudayan masa lampau, sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam upaya pemeliharaan warisan budaya bangsa. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian sangat dibutuhkan dalam melakukan sebuah penelitian, karena dalam suatu penelitian perlu dilakukan pembatasan atas objek dan topik yang akan diteliti hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti menyajikan tulisan yang terarah. Penelitian yang dilakukan tidak meluas atau melebar dari objek dan topik yang akan diteliti. Adapun ruang lingkup penelitian terdiri atas dua ruang lingkup, yaitu ruang lingkup objek dan ruang lingkup permasalahan. 1.5.1 Ruang Lingkup Objek Ruang lingkup objek penelitian mencakup empat objek sarkofagus yang diteliti, adapun objek yang diteliti dalam penelitian ini yaitu (1) sarkofagus yang tersimpan pada salah satu bebaturan di Pura Dae Suci Desa Mangani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli; (2) sarkofagus yang tersimpan di Pura Mas Ceti/Subak Giri Merta Yoga Desa Mangani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli; (3) sarkofagus yang tersimpan di Pura Puseh Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli; dan (4) sarkofagus yang disakralkan di ladang milik I Wayan Komplit, Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. 9

10 1.5.2 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan tidak lepas dari ruang lingkup objek yang sudah dipilih dan mencakup permasalahan-permasalahan yang diajukan pada penelitian, yaitu untuk mengetahui Perubahan Fungsi Beberapa Sarkofagus di Desa Mengani, Kecamatan Kintamani dan Desa Pakraman Cekeng, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli dan makna sarkofagus tersebut bagi masyarakat sekarang. 10