RESILIENSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

TINGKAT RESILIENSI MASYARAKAT DI AREA RAWAN BENCANA. The Level of Community Resilience in Disaster Prone Area

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Sudibyakto, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

SINERGI PERGURUAN TINGGI-PEMERINTAHMASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA ALAM

BAB II KERANGKA TEORI

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

PENYULUHAN PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP TANGGAP BENCANA (KHUSUSNYA LONGSOR)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satunya rawan terjadinya bencana alam banjir. Banjir adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di. tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. alam seperti gempa bumi adalah bencana yang terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

MITIGASI BENCANA BENCANA :

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang. serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

GAMBARAN KETANGGUHAN DIRI (RESILIENSI) PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

Transkripsi:

RESILIENSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Diajukan oleh: AYU WIDIAWATI F.100 130225 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

RESILIENSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA ABSTRAK Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di Cincin Api Pasifik yang mana Indonesia merupakan wilayah yang beresiko mengalami berbagai macam bencana alam, diantaranya bencana banjir, tanah longsor dan gunung meletus. Bantaran kali, dataran tinggi dan lereng gunung berapi merupakan daerah yang merupakan rawan bencana banjir, tanah longsor dan gunung meletus. Bencana alam tentunya membawa kerugian dan penderitaan bagi korban, terutama remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui resiliensi pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 (orang remaja 2 orang tinggal di Kampung Sewu, 2 orang Gunung Kidul, dan 2 orang tinggal di Sleman). Penentuan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bentuk resiliensi remaja yang tinggal di daerah bencana yaitu mampu menyesuaikan diri diberbagai situasi, tetap mengerjakan tugas sekolah pada saat terkena bencana, tetap menjaga kesehatan. Ada kekhasan bentuk resiliensi dari ke tiga jenis bencana yaitu di daerah banjir subjek mengetahui apa yang harus dilakukan ketika mendapat peringatan bahaya, namun di daerah tanah longsor dan gunung meletus subjek hanya mementingkan keselamatan jiwa. Faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah karakteristik individu, pengaruh keluarga, lingkungan sekitar, kelembagaan dan jenis bencana. Kata Kunci: daerah rawan bencana, remaja, resiliensi ABSTRACT Indonesia is an archipelagic country and located in pacific ring fire which is at risk of various natural disaster including floods, landslides, and volcanoes. Natural disasters certainly bring the loss and suffering for victims, especially for adolescents. The purpose of this study was to find out how resilience in adolescents living in disaster areas. The participant were six subject, who were taken by purposive sampling technique, that is two subjects living in Kampung Sewu, two subject living in Gunung Kidul, two subject living in Sleman. Data analysis using content analysis. The result shows that all subject are able to adjust in every situation in disaster they faced. They can still do school task despite the disaster. They also keep themselves in order to study healthy when disaster comes. This study found there are uniqueness form resilience of three disaster.

Subject living in flood-prone areas, can prepare to evacuate at the time of warning because the floods come slowly, but in areas of lindslides and volcanoes erupting subjects are only concerned with the safety of life since the disaster come suddenly. Other factors that affecting resilience are individual characteristics, family influences, the environment, institutions and types of disaster. Keywords: adolescents, disaster prone areas, resilience 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di Cincin Api Pasifik yang mana indonesia merupakan wilayah dengan banyak aktivitas tektonik. Indonesia juga harus terus menghadapi berbagai resiko bencana alam yang meliputi tsunami, gempa bumi tektonik maupun vulkanik, banjir. Bencana alam yang dapat terjadi secara alami dan buatan. Alami terjadi karena faktor alam, sedangkan buatan terjadi karena ulah manusia yang menambang batu secara berlebihan bisa berakibat longsor. Manusia biasa membuang sampah sembarangan dan mengekploitasi hasil bumi seperti penebangan liar dapat mengakibatkan banjir. Badan Penanggulangan Bencana Surakarta mewaspadai kemungkinan datangnya banjir karena terdapat beberapa wilayah yang menjadi titik pusat rawan banjir. Sebagian daerah tersebut memang berdekatan dengan sungai, sehingga apabila sungai meluap maka luapan akan sampai pada pemukiman warga, hal ini terjadi pada musim penghujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Dampak dari bencana banjir sendiri sangat beragam kerusakan rumah dan hilangnya barang-barang rumah tangga, menurunnya kesehatan karena tidak tersedianya air bersih di pengungsian. Banjir yang terjadi berhari-hari mengakibatkan pelajar tidak dapat berangkat sekolah sehingga tertinggal banyak pelajaran dan membuat prestasi menurun (Zamani, 2016). Tidak hanya banjir gunung meletus merupakan bencana yang sulit untuk diprediksi, gunung merapi yang meletus pada tahun 2010 silam menyisakan kepiluan yang mendalam bagi korban nya yang tak hanya orang tua melainkan 2

remaja. Mereka mengungsi selama lebih dari 2 tahun, banyak korban jiwa akibat letusan yang dasyat. Masyarakat harus menyesuaikan diri ketika harus tinggal di pengungsian dengan tempat yang minim, bahkan makanan yang harus berbagi dengan pengungsi lain, toilet yang seadanya dan untuk anak-anak harus bersekolah di tenda-tenda pengungsian yang jauh dari kata layak. Pada tahun 2017 terjadi bencana tanah longsor yang terjadi di gunung kidul. Longsor terjadi di kecamatan Ngawen, Gunung Kidul. Longsoran yang berupa batu-batu besar menimpa salah satu rumah warga. Pada saat kejadian ada sepasang suami istri yang menjadi korban. Dalam proses evakuasi warga di sekitar kejadian di intruksikan untuk mengungsi dibalai desa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Menurut warga setempat longsor terjadi karena adanya kegiatan tambang batu kapur yang dilakukan di area longsor, warga berharap setelah kejadian ini tidak lagi dilakukan kegiatan pertambangan (Permana, 2017). Hal ini dapat menyebabkan berbagai hal diantaranya kematian, rusaknya infrastruktur daerah, lumpuhnya kegiatan ekonomi dan dapat pula menimbulkan traumatis pada korban. Tidak hanya orang tua, orang dewasa, anak-anak bahkan remaja juga bisa menjadi korban. Bencana alam yang pernah dialami oleh seseorang diterima sebagai stimulus yang memberikan pengalaman dan dapat mempengaruhi kesiapan individu itu sendiri, apalagi untuk usia remaja yang masih dalam tahap mengenali jati diri dan kurang mampu dalam mengontrol emosi. Berdasarkan hasil penelitian Blanchard dan Bhoem (dalam Major, 1999) bahwa tersedianya informasi tentang bencana memberikan mereka kesiapan dan keyakinan untuk dapat mengendalikan informasi. Perilaku kesiapan ini juga didukung oleh kemampuan individu untuk bangkit kembali dari peristiwa trauma yang pernah terjadi, kemampuan ini yang disebut resiliensi. Menurut Masten (dalam Papalia dkk, 2009) resiliensi yaitu mereka yang bertahan dengan berbagai keadaan yang mungkin merusak orang lain. Kemampuan dimiliki seseorang untuk mempertahankan ketenangan dan 3

kemampuan mereka dibawah tantangan atau keadaan mengancam. Seseorang yang dapat bangkit kembali dari berbagai kejadian traumatik. Aspek-aspek ResiliensiMenurut Reivich dan Shatte (dalam Taufiq dkk, 2014) aspek resiliensi ada 7, yaitu : 1. Regulasi Emosi (Emotion Regulaion) adalahkemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Orang yang resilien dapat mengontrol emosi, khususnya ketika berhadapan dengan kesulitan atau tantangan, tetap fokus pada tujuan. 2. Pengendalian Impuls ( Impuls Control) adalah kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaran serta tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang. Indivindu yang mampu mengontrol impulsivitasnya adalah individu yang mampu mencegah kesalahan pemikiran sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada permasalahan yang di hadapi. 3. Analisis Kausal (Causal Analysis) adalah kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi penyebab masalah dalam akurat. Jika seorang tidak dapat mengidentifikasi penyebab masalah dengan akurat ia cenderung untuk mengulang kesalahan yang sama. Individu yang resilien akan mampu berfikir diluar kebiasaan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan solusi yang mungkin. 4. Efikasi Diri (Self-Efficasy) adalah keyakinan pada kemampuan diri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Dengan efikasi diri tinggi, seseorang meyakini diri sendiri untuk mampu berhasil dan sukses serta memiliki komitmen dalam memecahkan masalah dan tidak akan menyera ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. 5. Optimis (Realistic Optimism) adalah kemampuan untuk tetap positif tentang masa depan dan realisitis dalam merencanakan. Optimisme mengimplikasikan bahwa individu percaya bahwa ia dapat menangani masalah-masalah yang muncul di masa yang akan datang. 6. Empati (Emphatic) adalah kemampuan untuk membaca perilaku orang lain dengan memahami tanda-tanda psikologis dan emosi serta membangun 4

relasi yang lebih baik. Individu yang resilien dapat membaca tanda-tanda non verbal orang lain seperti ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh dan menentukan apas yang individu pikiran dan rasakan. 7. Mencapai yang positif (Reaching Out) adalah kemampuan untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan dan berani mengambil kesempatan dan tantangan baru. Resiliensi tidak hanya penting untuk menghadapi pengalaman hidup yang negatif seperti mengatasi masalah berat atau pulih dari trauma tetapi juga memperkaya hidup, memperdalam hubungan dan mencari pengalaman baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi menurut Patilima (2015), yaitu: 1. Karakteristik individu yaitu seorang individu tergambar secara utuh pada karakteristik dirinya yang berperan dalam menentukan batas kehidupan dan gagasan. Sifat individu yang meningkatkan resiliensi adalah individu yang memiliki hubungan baik dengan sesama, humoris, kemampuan menilai orang, independen, mampu mengontrol diri, optimis, fleksibel, mempunyai keingintahuan yang tinggi, kepercayaan diri, tekun dan kreatif. 2. Pengaruh Keluarga yaitu keluarga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan individu. Peran keluarga dalam membangun resiliensi anak adalah faktor pelindung yang membetengi sumber daya anak dan mendorong resiliensi individu. 3. Lingkungan Sekitar yaitu efek dari lingkungan dianggap sangat berpengaruh, terutama terkait dengan kemiskinan, kejahatan, dan kekerasan. Salah satu contohnya ialah individu yang tumbuh dilingkungan keluarga berpenghasilan rendah, menghadapi risiko masalah perilaku, seperti perilaku agresif dan ketidakmampuan akademik. 4. Kelembagaanmemberi pengaruh besar terhadap perkembangan individu. Lingkungan sekolah secara umum adalah pembentuk yang kuat dalam perkembangan potensi individu. Pendidikan dan sekolah dapat memainkan peran khusus dengan memberikan dukungan emosional dalam berbagai cara, termasuk memahami perasaan anak. 5

Berdasarkan uraian diatas adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah resiliensi pada remaja yang tinggal didaerah rawan bencana? 2. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah remaja yang tinggal di daerah rawan bencana sejumlah 6 orang. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti yaitu remaja usia 14 sampai 17 tahun dan tinggal di daerah rawan bencana. dua subjek tinggal di Kampung Sewu, dua subjek tinggal di Sleman dan dua subjek tinggal di Gunung Kidul. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur. Tabel 1. Identitas informan penelitian Subjek Usia Pendidikan Status Tinggal Jenis kelamin AK 14 tahun SMP Pelajar Gunung Kidul Perempuan DR 17 tahun SMA Pelajar Gunung Kidul Laki-laki AR 16 tahun SMA Pelajar Sleman Perempuan AT 16 tahun SMK Pelajar Sleman Laki-laki MA 17 tahun SMA pelajar Solo Perempuan BT 15 tahun SMP Pelajar Solo Laki-laki 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk resiliensi pada remaja yang tinggal didaerah rawan bencana dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti di 3 daerah yang memiliki jenis bencana yang berbeda, yaitu bencana banjir di Solo, bencana tanah longsor di Gunung Kidul, dan gunung meletus di Sleman. 6

Hasil wawancara pada remaja yang tinggal di daerah rawan banjir yaitu ketika banjir datang kedua subjek paham dan mengerti hal yang pertama dilakukan pada saat banjir datang.hal itu ditunjukkan dengan membereskan barang-barang dan menaruhnya di tempat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ana Setyowati (2010) yang menyatakan resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam mengatasi tantangan/ kesulitan dalam hidupnya serta kesehatan dan energi yang baik sehingga individu dapat melanjutkan hidup dengan sejahtera. Bentuk resiliensi pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana longsor, yaitu kedua subjek merasa khawatir karena getaran dan suara runtuhnya tanah yang begitu keras dan segera bergegas melarikan diri, namun setelah bencana terjadi subjek tetap tinggal di daerah tersebut. Selain itu menurut warga sekitar, penyebab longsor adalah ulah manusia, walaupun demikian subjek tetap berhubungan baik dengan pelaku, subjek juga memaafkan dan merasa kasian terhadap korban yang merupakan keluarga pelaku. Setelah kejadian longsor menjadikan subjek lebih waspada dan berhati-hati ketika musim penghujan tiba. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan dan Pratitis (2015) yang menyatakan resliensi merupakan keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri terhadap tekanan yang terjadi, hal ini menggambarkan kapasitas diri untuk membangun hasil positif dalam peristiwa yang menekan individu. Bentuk resiliensi pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana letusan gunung berapi, kedua subjek saat mendengar gemuruh langsung lari tidak membawa barang-barang hal ini sempat membuat subjek terpisah dari orang tua. Subjek membutuhkan waktu ± 2 tahun untuk melupakan ketakutan dan membutuhkan konseling untuk mengurangi rasa takut yang dialami. Hal ini sesuai dengan pendapat Flannery (dalam Hensley, 2009) menggambarkan trauma sebagai ketakutan ketika individu berhadapan dengan kejadian tiba-tiba, tidak diharapkan, secara potensial mengancam kehidupan sehingga tidak bisa dikontrol dan individu tidak dapat berespon efektif sebagaimana mestinya. 7

Bencana gunung meletus membuat subjek merasa sedih karena banyak saudara yang tidak selamat, subjek mampu mengatasi masalah yang muncul ketika di pengungsian. Subjek mampu melakukan aktivitas seperti biasa dirumahnya setelah 2 tahun di pengungsian dan kembali bersemangat dalam mencapai cita-cita begitupun yang dialami oleh subjek yang tinggal didaerah banjir. Ketika berada di tempat pengungsian kedua subjek lebih merasakan kekeluargaan antar korban dan saling membantu satu sama lain, karena banjir datang setiap tahun kedua subjek dapat mengatasi masalah yang timbul. Banjir yang datang tidak menyurutkan semangat subjek dalam menggapai cita-cita, hal ini sesuai dengan aspek yang ada pada resiliensi menurut Reivich dan Shatte (dalam Taufiq dkk, 2014) yang pertama analisis sebab-akibat. Analisis sebabakibat merupakan kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi penyebab masalah dengan akurat. Empati merupakan kemampuan untuk membaca perilaku orang lain dengan memahami tanda-tanda psikologis dan emosi serta membangun relasi yang lebih baik, ketiga mencapai yang positif. Mencapai yang positif merupakan kemampuan mengatasi masalah berat atau pulih dari trauma tetapi juga memperkaya hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi remaja yang tinggal didaerah rawan bencana yaitu karakteristik individu disini dapat dilihat dari kesiapan individu dalam menghadapi bencana. Pengaruh keluarga yaitu dukungan yang diberikan oleh keluarga yang dapat berupa menemani subjek saat subjek membutuhkan hal ini terlihat pada subjek yang tinggal di daerah rawan longsor. Lingkungan sekitar yang mana rasa saling memiliki dan saling membatu saat subjek membutuhkan bantuan, kelembagaan atau dapat dilihat dari dukungan sekolah ataupun pemerintah yang memberikan dukungan ketika subjek mengalami ketakutan ketika bencana datang ini terlihat pada subjek yang tinggal di daerah rawan banjir dan gunung meletus. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi pada remaja menurut Patilima (2015)sifat individu yang meningkatkan resiliensi adalah individu yang memiliki hubungan baik dengan sesama, humoris, mampu mengontrol diri, optimis, fleksibel, mempunyai 8

keingintahuan yang tinggi, kepercayaan diri. Peran keluarga dalam membangun resiliensi anak adalah faktor pelindung yang membetengi sumber daya anak dan mendorong resiliensi individu. Pendidikan dan sekolah dapat memainkan peran khusus dengan memberikan dukungan emosional dalam berbagai cara, termasuk memahami perasaan anak yang mungkin sedang diliputi rasa marah, takut, bersalah, dan mendorong mereka untuk mengekspresikan diri, juga memahami masalah konsentrasi mereka. Selain faktor yang disebutkan juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi resiliensi yaitu jenis bencana, karena disini peneliti meneliti di tiga daerah bencana. Penelitian yang dilakukan di daerah rawan bencana banjir menunjukkan bahwa subjek mampu menyesuaikan diri sudah terbiasa dengan adanya banjir dan sudah mendapatkan peringatan untuk mempersiapkan apa yang harus dikemas. Penelitian yang dilakukan di daerah bencana longsor dan gunung meletus menunjukkan subjek membutuhkan waktu untuk menghilangkan rasa takut yang dialami, hal ini sesuai dengan dengan pendapat Flannery (dalam Hensley, 2009) menggambarkan trauma sebagai ketakutan ketika individu berhadapan dengan kejadian tiba-tiba, tidak diharapkan, secara potensial mengancam kehidupansehingga tidak bisa dikontrol dan individu tidak dapat berespon efektif sebagaimana mestinya. 4. PENUTUP Bentuk resiliensi yang ditemui pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana yaitu mampu menyesuaikan diri diberbagai situasi yang merupakan bentuk perilaku dari aspek pengendalian impuls.tetap mengerjakan tugas sekolah pada saat terkena bencana yang merupakan bentuk perilaku dari aspek mencapai yang positif.menjaga kesehatan fisik, memiliki rasa kekeluargaan dengan sesama pengungsin yang merupakan bentuk perilaku dari aspek empati. Memiliki cita-cita dan berusaha mencapai yang merupakan bentuk perilaku dari aspek optimis dan efikasi diri. Adapun yang membedakan bentuk resiliensi dari ke tiga jenis bencana yaitu di daerah banjir subjek mengetahui apa yang harus dilakukan ketika 9

mendapat peringatan bahaya yang merupakan bentuk perilaku dari aspek analisis kausal, namun di daerah tanah longsor dan gunung meletus subjek hanya mementingkan keselamatan jiwa dan merasa panik yang merupakan bentuk perilaku dari aspek regulasi emosi. Berdasarkan hasil penelitian faktor yang mempengaruhi resiliensi pada remaja yang tinggal di daerah rawan bencana yaitu karakteristik individu, pengaruh keluarga, lingkungan sekitar, kelembagaan dan jenis bencana. Faktor yang menonjol di daerah rawan bencana banjir yaitu faktor lingkungan sekitar dan karakteristik individu, yang menonjol di daerah rawan tanah longsor yaitu dukungan keluarga, dan yang menonjol di daerah rawan bencana gunung meletus adalah kelembagaan yang meliputi sekolah dan pemerintah. Untuk remaja yang tinggal di daerah rawan bencana tetap menjaga resiliensi yang dimiliki dengan cara mempelajari karakteristik bencana di daerah sekitar, sehingga paham apa yang harus dilakukan saat bencana,dan setelahnya, mengkomunikasikan apa yang dirasakan dengan orang lain, bertanya untuk halhal yang perlu diketahui tentang bencana, memberi motivasi diri agar bersemangat dalam menjalani kehidupan, mendekatkan diri pada Tuhan. Orang tua mendampingi atau memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh subjek, serta memberi pengetahuan evkuasi ketika bencana datang. Pemerintah diharap memberikan bantuan secara moril dan meteril yang mendatangkan psikolog untuk memberikan konseling terhadap korban dan bantuan yang berupa sandang, pangan, papan. Untuk peneliti selanjutnya diharap dapat lebih mendalam ketika menggali informasi. Wawancara bisa dilakukan beberapa waktu setelah terjadi bencana agar informan dapat memberikan data yang lebih kaya dan mendalam. 10

DAFTAR PUSTAKA Ana Setyowati, S. H. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan resiliensi pada siswa penghuni rumah damai. Jurnal Psikologi Undip, 7 (1), 4-5. Apriawal, J. (2012). Resiliensi pada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jurnal Psikologi Universitas Ahmad Dahlan,1 (1), 22. Aris Setiawan, N. T.dkk. (2015). Religiusitas, dukungan sosial dan resiliensi korban lumpur lapindo sidoarjo. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 4 (2), 17-18. Hensley, B.J., EdB. (2009). An EMDR primer from practicum to practice. springer publishing company. New York Major, A.M. (1999) Gender differences in risk and communication behavior: Response to the New Madrid earthquake prediction International Journal of Mass Emergency and Disasters, vol 17, 122. Papalia D.E, Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human development (Perkembangan Manusia edisi 10 buku 2). (penerj. Brian Marwensdy). Jakarta: Salemba Humanika. Patilima, H. (2005). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Taufiq, R., Susanty, E., S, D. T., & Nurlina, E. (2014). Gambaran resiliensi anak pasca benca banjir di desa dayeuhkolot, Kabupaten Bandung,Jawa Barat.Wacana Jurnal Psikologi,6 (11), 25. Tidballa, K. G., Krasnya, M. E., Svendsenb, E., Campbellb, L., & Helphandc, K. (2010). Stewardship, learning, and memory in disaster resilience.journal social,16. Zamani. (2016, Oktober 6). Ini wilayah rawan banjir di solo hasil pemetaan BPBD Solo. Tribun Solo. Di unduh dari http://solo.tribunnews.com/2016/10/06/ini-wilayah-rawan-banjir-disolo-hasil-pemetaan-bpbd-solo# 11

12