RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 128/PUU-XIII/2015 Syarat Calon Kepala Desa dan Perangkat Desa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 104/PUU-XIV/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I); 2. Harmanto, SP (selanjutnya sebagai Pemohon II); 3. Benny RB. Kowel (selanjutnya sebagai Pemohon III); 4. Erhamsyah (selanjutnya sebagai Pemohon IV). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 255 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 17/2014). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): Usul pemberhentian Predisen dan/ atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/ atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden. 2. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945: Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan 1

peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 4. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 5. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 6. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD 945 lebih tinggi dari undang-undang oleh karena itu setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, dan jika suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan UUD 1945, maka ketentuan tersebut dapat dilakukan pengujiannnya oleh Mahkamah Konstitusi; 7. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 255 ayat (1) dan (2) UU 17/2014, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan: Yang dimaksud dengan hak kosntitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2

3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merupakan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2014 melalui jalur perseorangan/ Calon Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur dan masing-masing Pemohon I s/d IV secara berurutan menempati peringkat 7,8,9,11, yang pada saat mengajukan permohonan a quo, urutan peringkat para Pemohon berubah menjadi 5,6,7,9 karena dua orang Anggota DPD RI peringkat 1 dan 2 mengundurkan diri guna menjadi Calon Bupati Kabupaten Paser dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Utara; 5. Para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya Pasal 255 ayat (1) dan (2) UU 17/2014 karena tidak diusulkan dan tidak dilantiknya para Pemohon sebagai Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Utara yang mana Provinsi Kalimantan Utara merupakan provinsi yang baru terbentuk berdasarkan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. 3

V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 17/2014: 1. Pasal 255 ayat (1): Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya. 2. Pasal 255 ayat (2): Anggota DPD di provinsi induk juga mewakili provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 22C ayat (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. 3. Pasal 22C ayat (2): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. 4. Pasal 22D ayat (1): Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 5. Pasal 22D ayat (2): Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan; pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 4

6. Pasal 22D ayat (3): Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. 7. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 8. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 9. Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa Provinsi Kalimantan Utara terbentuk dengan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (UU 20/2012) dan diundangkan tanggal 17 November 2012, akan tetapi Provinsi Kalimantan Utara dalam Pemilihan Umum tahun 2014 bukan merupakan daerah pemilihan yang mandiri, tetapi digabung menjadi satu dengan Provinsi Kalimantan Timur, sehingga pada akhirnya Provinsi Kalimantan Utara tidak memiliki anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tersendiri dan yang seharusnya Provinsi Kalimantan Utara berhak untuk diikutsertakan dalam Pemilihan Umum 2014 secara mandiri, tanpa harus disatukan atau digabungkan dengan Provinsi Kalimantan Timur; 2. Bahwa untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan eksekutif di Provinsi Kalimantan Utara, telah ditetapkan dan dilantik Anggota Dewan Perwakilan 5

Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 30 Desember 2014. Dengan demikian terhitung sejak tahun 2014, Provinsi Kalimantan Utara telah memiliki Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi yang mandiri dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/ Kota yang mandiri dan seharusnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Provinsi Kalimantan Utara harus ditetapkan dan dilantik juga; 3. Bahwa para Pemohon secara berurutan dari Pemohon I s/d Pemohon IV adalah calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dengan peringkat 7,8,9,11 dari hasil Pemilihan Umum 2014. Pada saat itu untuk mengisi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Timur adalah peringkat 1,2,3,4, namun karena adanya 2 (dua) Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang telah mengundurkan diri untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah maka yang menggantikan adalah Peringkat 5 dan 6 yang saat ini sudah dilantik. Maka secara otomatis untuk mengisi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Utara adalah peringkat selanjutnya yakni peringkat 5,6,7,9; 4. Bahwa dalam Pemilu 2014, Daerah Pemilihan Kalimantan Utara digabungkan dengan Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, maka apabila dilakukan pemisahan, Komisi Pemilihan Umum secara otomatis harus mengambil dan menunjuk dari peringkat selanjutnya yakni 7,8,9,11 dari Calon Anggota DPD Pemilu 2014 Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, Sehingga apabila di Provinsi Kalimantan Utara dapat segera dilakukan pengisian dan penetapan keanggotaan dari Dewan Perwakilan Daerah yang terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur, maka Pemohon secara hukum memiliki hak dan kesempatan untuk menjadi Anggota DPD dari Daerah Provinsi Kalimantan Utara; 6

5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 138 UU No. 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD bagi Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014 melalui Jalur Perseorangan/ Calon Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur yang diharuskan wajib melaporkan Dana Kampanye namun ternyata Calon Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Timur dengan peringkat 10 atas nama Usman Yusuf tidak melaporkan dana kampanye, maka dengan otomatis digantikan oleh peringkat 11 yakni Pemohon IV atas nama Erhamsyah,SE.; 6. Bahwa para Pemohon mendalilkan, faktanya pada Pemilu 2014 KPU RI sama sekali tidak mengikutsertakan Provinsi Kalimantan Utara dalam Daerah Pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia secara mandiri, dengan demikian hal ini telah menyebabkan dilanggarnya Pasal 255 ayat (1) UU 17/2014 oleh KPU RI yang seharusnya mengikutsertakan Provinsi Kalimantan Utara pada Pemilu 2014 untuk melakukan pemilihan Anggota DPD RI secara mandiri karena Provinsi Kalimantan Utara terbentuk sebelum Pemilu 2014; 7. Bahwa Pasal 255 ayat (2) UU 17/2014 yang berbunyi dapat diartikan bahwa Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, hal ini secara konstitusional dan hukum bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22C ayat (1) dan (2), Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945; 8. Bahwa sampai dengan saat ini,anggota DPD RI di provinsi induk yaitu Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, namun karena Anggota DPD RI di Provinsi Kalimantan Timur juga harus memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten kota yang lain yang ada di provinsi induk, tentunya sulit diharapkan untuk secara maksimal dapat memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Utara; 7

9. Bahwa menurut para Pemohon,permohonan ini sangat penting karena menyangkut Kepentingan Strategis Nasional dalam Pembentukan Daerah/ Provinsi didaerah perbatasan untuk menjaga kepentingan keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempercepat kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan terutama Provinsi Kalimantan Utara yang termasuk Provinsi Pedalaman dan Perbatasan dengan tujuan Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara sebagai salah satu upaya dalam menata Daerah merupakan solusi dalam rangka memperkuat daya saing daerah dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/ tetangga; 10. Bahwa menurut para Pemohon, permohonan a quo bersifat mendesak untuk segera diputuskan karena Anggota DPD RI di provinsi induk yaitu Provinsi Kalimantan Timur juga masih mewakili provinsi yang baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara, namun karena Anggota DPD RI di Provinsi Kalimantan Timur juga harus memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota yang lain yang ada di provinsi induk, tentunya sulit diharapkan untuk secara maksimal dapat memikirkan dan memperjuangkan aspirasi dari kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Utara dan ini akan berdampak pada rawannya wilayah perbatasan Republik Indonesia baik darat maupun laut seperti upaya pencaplokan dan aneksasi Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, Pulau Sebatik dan Krayan serta daerah perbatasan darat lainnya yang rentan terhadap pemindahan patok patok perbatasan dan pencaplokan wilayah laut di Kawasan Laut Ambalat. VII. PETITUM DALAM PUTUSAN PROVISI 1. Mengabulkan permohonan putusan provisi yang dimohonkan Pemohon; 2. Memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mempercepat proses persidangan selanjutnya memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk menerbitkan keputusan mengusulkan ke Presiden Republik Indonesia untuk melantik para Pemohon dan sebagai anggota 8

Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara; DALAM POKOK PERKARA 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan Pasal 255 ayat ( 1 ) Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dengan mengusulkan ke Presiden untuk menetapkan dan melantik para Pemohon sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara; 3. Menyatakan Pasal 255 ayat (2) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bertentangan Undang Undang Dasar 1945; 4. Menyatakan bahwa Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 5. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk menerbitkan Surat Keputusan untuk mengusulkan ke Presiden melantik dan menetapkan para Pemohon sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 mewakili Provinsi Kalimantan Utara; 6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak putusan ini diucapkan. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 9