BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : KEP/26/M.PAN/2/2004 TENTANG

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

Perlunya Sebuah Keterbukaan dalam Pelayanan Publik melalui Pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur)

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

2015, No Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357); 3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 ten

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2013 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Tahun Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR INSPEKTORAT Jl. Achmad Yani 44, Telp. (0342) , Fax (0342)

ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

2012, No BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

STUDI TENTANG AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK PEMBUATAN KARTU KELUARGA DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PASER

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH TAHUN Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas sumber Persentase peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

SURVEY KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG

KECAMATAN UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN KABUPATEN WONOSOBO

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYAN PUBLIK

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2011

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH dan BUPATI ACEH TENGAH MEMUTUSKAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 78/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEK KEPUASAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

MEMUTUSKAN: : PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG LOKET PELAYANAN PERTANAHAN BAB I UMUM

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 24 TAHUN 2014

PELAYANAN PUBLIK PADA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH KECAMATAN

BUPATI MALUKU TENGGARA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BULUNGAN.

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik agar pelaksanaannya lebih efisien dan efektif, perlu mengatur Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kabupaten Situbondo yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950, Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

2 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan Pemerintah Daerah Kabupaten Panarukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1972 Nomor 38) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593 ); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat; 15. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 16. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; 17. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; 18. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; 19. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik;

3 20. Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Situbondo (Lembaran Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2008 Nomor 2). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK TEKNIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO. Pasal 1 Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kabupaten Situbondo adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini. Pasal 2 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik diwujudkan pada aspek-aspek pembiayaan, waktu, persyaratan, prosedur, informasi, pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab, mekanisme pengaduan masyarakat, standar dan lokasi pelayanan. Pasal 3 Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, mempunyai tujuan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pelayanan Publik, sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan serta tugas dan fungsi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 4 Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, digunakan sebagai acuan bagi seluruh Pimpinan Penyelenggara Pelayanan Publik di Kabupaten Situbondo. Pasal 5 Agar komitmen pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dapat tercapai, setiap Pimpinan Penyelenggara Pelayanan Publik di Kabupaten Situbondo wajib memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada seluruh pegawainya secara berkala. Pasal 6 Guna mendorong dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi yang dilaksanakan secara berkala yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 7 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Situbondo. Ditetapkan di Situbondo pada tanggal 02 September 2009 WAKIL BUPATI SITUBONDO, Drs. H. SUROSO, M.Pd

4 Diundangkan di Situbondo pada tanggal 02 September 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SITUBONDO, Drs.H. KOESPRATOMOWARSO, M.Si Pembina Utama Muda NIP. 010 104 956/19530113 198003 1007 BERITA DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2009 NOMOR 30

5 LAMPIRAN Peraturan Bupati Situbondo Tanggal : 02 September 2009 Nomor : 30 Tahun 2009 PETUNJUK TEKNIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur Pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini, dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur, dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan kurang informatif kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya) serta masih banyak dijumpai praktek pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasikan menyimpangan dan KKN. Buruknya kinerja Pelayanan Publik ini antara lain dikarenakan belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Oleh karena itu, Pelayanan Publik harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap Unit Pelayanan Instansi Pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi Pelayanan Publik memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Intruksi Presiden R.I Nomor 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary Fund (IMF), menginstruksikan antara lain kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara untuk melakukan langkah-langkah dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan masyarakat terutama yang menyangkut kepastian prosedur, waktu dan pembiayaan Pelayanan Publik. Selain itu untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah ditetapkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : KEP/26/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Namun demikian transparansi dan akuntabilitas yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan secara utuh oleh setiap instansi dan Unit

6 Pelayanan Instansi Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya belum juga dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu penjabaran secara lebih rinci mengenai transparansi dan akuntabilitas Pelayanan Publik, karena pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik akan meningkatkan kinerja Pelayanan Publik. Transparansi dan akuntabilitas hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan Pelayanan Publik karena sangat terkait dengan kepastian berusaha bagi investor baik dalam negeri maupun luar negeri, serta kepastian pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak atas Pelayanan. 2. Maksud dan Tujuan Maksud ditetapkan petunjuk teknis ini adalah acuan bagi seluruh penyelenggara Pelayanan Publik meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas Pelayanan yang meliputi pelaksanaan prosedur, persyaratan teknis dan administratif, biaya, waktu, akta / janji, motto pelayanan, lokasi, standar pelayanan, informasi serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Tujuan ditetapkan petunjuk teknis ini adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara Pelayanan Publik dalam melaksanakan Pelayanan Publik agar berkualitas dengan tuntutan dan harapan masyarakat. II. TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK Transparansi penyelenggaraan Pelayanan Publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak membutuhkan informasi. Transparansi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik utamanya meliputi : 1. Manajemen dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan Pelayanan Publik meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/ pengendalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat di informasikan dan mudah di akses masyarakat. 2. Prosedur Pelayanan Prosedur Pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu Pelayanan. Prosedur Pelayanan Publik harus sederhana, tidak berbeli-belit, mudah difahami dan mudah dilaksanakan serta mewujudkan dalam bentuk Bagan Alir (Flow Chart) yang dipampang dalam ruangan Pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik karena berfungsi sebagai : a. Petunjuk kerja bagi pemberi Pelayanan; b. Informasi bagi penerima Pelayanan; c. Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja Pelayanan mengenai prosedur Pelayanan kepada penerima Pelayanan; d. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien; e. Pengendali (control) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian / pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Bagan Alir, adalah :

7 a. Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses Pelayanan, petugas / pejabat yang bertanggung jawab untuk setiap tahap Playanan, unit kerja terkait, waktu dan dokumen yang diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai dengan selesainya proses Pelayanan; b. Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak dan tanda panah atau disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja masing-masing; c. Ukuran bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis dalam huruf cetak dan mudah dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter oleh penerima Pelayanan atau disesuaikan dengan kondisi ruangan; d. Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima Pelayanan. 3. Persyaratan Teknis dan Administratif Pelayanan Untuk memperoleh Pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi Pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai / relevan dengan jenis Pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses Pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket Pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. 4. Rincian Biaya Pelayanan Biaya Pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian Pelayanan Umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Kepastian dan rincian biaya Pelayanan Publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat Loket Pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter atau diseduaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon / penerima Pelayanan dengan pemberi Pelayanan. Unit pemberi Pelayanan hendaknya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima Pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan / bank yang ditunjuk oleh Pemerintah / Unit Pelayanan. Disamping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan. 5. Waktu Penyelesaian Pelayanan Waktu penyelesaian Pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu Pelayanan Publik mulai dari dilengkapi/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses Pelayanan. Unit Pelayanan Instansi Pemerintah dalam memberikan Pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan Pelayanan, yaitu yang pertama kali mengajukan Pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melaksanakan azas First In First Out / FIFO).

8 Kepastian dan kurun waktu penyelesaian Pelayanan Publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di depan Loket Pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. 6. Pejabat yang Berwenang dan Bertanggung Jawab Atas Pelayanan Pejabat/Petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan Pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas. Pejabat/Petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan / Surat Penugasan dari pejabat yang berwenang. Pejabat/Petugas yang memberikan Pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif terhadap penerima Pelayanan dengan memperhatikan : a. Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani ; b. Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima Pelayanan, dan dapat merubah keluhan penerima Pelayanan menjadi senyuman ; c. Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimik dan pandangan mata ; d. Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima Pelayanan ; e. Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan. 7. Lokasi Pelayanan Publik Tempat dan lokasi Pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana-prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau Pos-pos Pelayanan di Kantor Kelurahan / Desa / Kecamatan serta tempat-tempat strategis lainnya. 8. Jenis Pelayanan Publik Akta atau janji Pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja Pelayanan Instansi Pemerintah dalam menyediakan Pelayanan kepada Masyarakat. Janji pelayanan ditulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas Pelayanan. Dapat pula dibuat Motto Pelayanan dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima Pelayanan Akta / janji, motto pelayanan tersebut harus diinformasikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. 9. Standar Pelayanan Publik Setiap Unit Pelayanan Instansi Pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masingmasing sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan kepastian bagi penerima pelayanan. Standar Pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar Pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji / komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.

9 10. Informasi Pelayanan Publik Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat / petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan diatas. Publikasi dan atau sosialisasi tersebut diatas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home -Page, Situs Internet, radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat. III. AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK Penyelenggaraan Pelayanan Publik harus dapat dipertanggung jawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan Unit Pelayanan Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Pertanggungjawaban Pelayanan Publik meliputi : 1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik a. Akuntabilitas kinerja Pelayanan Publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebija kan atau Peraturan Perundang-Undangan) dan kedisiplinan ; b. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik harus sesuai dengan standar atau Akta / Janji Pelayanan Publik yang ditetapkan ; c. Standar Pelayanan Publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar harus dilakukan upaya perbaikan ; d. Penyimpangan yang terkait dengan Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik harus diberikan kompensasi kepada penerima Pelayanan ; e. Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku ; f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam Pelayanan Publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik a. Biaya Pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang telah ditetapkan ; b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya Pelayanan Publik, harus ditangani oleh Petugas / Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan / Surat Penugasan dari Pejabat yang berwenang. 3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan ; b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ; c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah. IV. PENGADUAN MASYARAKAT 1. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat atas pelayanan yang diberikan Aparatur Pemerintah perlu disediakan akses kepada masyarakat untuk memberikan informasi, saran/pendapat/tanggapan, complaint/pengaduan dalam bentuk kotak pengaduan, kotak

10 pos, atau satuan tugas penerima pengaduan yang berfungsi menerima dan menyelesaikan pengaduan masyarakat; 2. Setiap orang yang menyampaikan pengaduan, baik secara tertulis maupun secara langsung kepada pejabat/petugas penerima pengaduan diberi surat/formulir tanda bukti pengaduan ; 3. Pada surat/formulir tanda bukti pengaduan disebutkan nama dan jabatan pejabat/petugas yang berwenang untuk menyelesaikan masalah/pengaduan tersebut dan jangka waktu penyelesaiannya ; 4. Masukan masyarakat baik berupa informasi, saran, pendapat, tanggapan dan atau pengaduan hendaknya ditindak lanjuti dengan langkah-langkah upaya perbaikan Pelayanan oleh Unit Pelayanan Instansi Pemerintah yang bersangkutan ; 5. Apabila dalam pengaduan terdapat masyarakat yang dirugikan, perlu dipertimbangkan pemberian kompensasi ; 6. Pengaduan tertulis baik melalui surat maupun media elektronik oleh masyarakat harus disampaikan secara jelas dan bertanggung jawab dengan menyebutkan nama, alamat dan identitas yang sah (bukan Surat Kaleng ). 7. Apabila dalam pengaduan ternyata terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh petugas pelayanan, maka perlu diberikan sanksi kepada petugas yang bersangkutan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. V. PENUTUP 1. Untuk memberikan motivasi kepada para penyelenggara Pelayanan Publik dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitasi Pelayanan Publik dapat diadakan semacam perlombaan dan pemberian penghargaan ( reward) bagi unit kerja pelayanan yang menunjukkan prestasi kerjanya dan sanksi ( punishment) bagi kinerja pelayanan yang rendah ; 2. Untuk mengukur tingkat transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pelayanan Publik, digunakan pengukuran melalui Indeks Kepuasan Masyarakat yang diatur dalam Peraturan Bupati ini ; 3. Upaya perbaikan Pelayanan Publik harus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan, serta disesuaikan dengan perkembangan perubahan situasi dan kondisi ; 4. Penerapan e-government oleh Instansi Pemerintah dapat menjadi alat bantu dalam melaksanakan transparansi dan akuntabilitas Pelayanan Publik ; 5. Dalam rangka meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh Pelayanan umum, keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik, dapat bekerjasama dengan Lembaga Pengawasan Masyarakat dan Komisi Ombudsman Nasional. WAKIL BUPATI SITUBONDO, Drs. H. SUROSO, M.Pd