NASIONALISME DI ERA INTERNET

dokumen-dokumen yang mirip
ILUSTRASI KRITIK SOSIAL DALAM BAHASA VISUAL METAPHORE PADA KARYA MAHASISWA MATA KULIAH ILUSTRASI DESAIN SEBAGAI STUDI KASUS

TINJAUAN IKONOGRAFI PADA LUKISAN HIDUP INI INDAH APAPUN KEADAANNYA

PRAKTIK DEMOKRASI PASCA-PEMILU DI TINGKAT LOKAL: PREFERENSI PARA AKTOR ELITE DALAM PERSPEKTIF TEORI PILIHAN RASIONAL

PUBLIC RELATIONS DAN MASYARAKAT DALAM MEMACU PERTUMBUHAN PARIWISATA

FENOMENA APLIKASI PENGOLAH FOTO DIGITAL PADA PONSEL PINTAR DI MASYARAKAT KOTA

Rahmat Edi Irawan Representasi Perempuan dalam Industri Sinema Amia Luthfia Pentingnya Kesadaran Antarbudaya dan Kompetensi Komunikasi Antarbud

GARIS DAN TITIK BERDASARKAN RISET VISUAL

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini komunikasi sangat berperan penting dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menawarkan produk atau jasa yang perusahaan miliki dengan tujuan untuk

MEMILIH DAN MEMANFAATKAN TIPOGRAFI

GAMBARAN CELEBRITY WORSHIP PADA DEWASA AWAL DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan teknologi berdampak

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KONSEP PELAYANAN GARUDA INDONESIA EXPERIENCE DAN KONSTRUKSI MAKNA DALAM NETWORK SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN. Media tradisional seolah-olah mendapatkan pesaing baru dalam

SUMBER DAN CARA MENGATASI RASA BERSALAH PADA WANITA PEROKOK YANG MEMILIKI ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Perbandingan Jumlah Pengusaha Indonesia Dengan Negara Lain. Indonesia

Chapter 12. Ocvita Ardhiani Komunikasi Multimedia

BAB I PENDAHULUAN. banyak situs di dalamnya termasuk situs jejaring social. Mendengar kata-kata

Teknologi sudah bukan merupakan hal yang tabu atau hanya orang tertentu saja yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era digital, sosial media bukan lagi merupakan hal yang awam digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

VISUALLYCONOMIC.COM: KOLABORASI DATA DAN GRAFIK VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. besar yang sudah terfasilitasi oleh provider jaringan-jaringan internet.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat daftar

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perkembangan informasi yang sangat cepat serta mempermudah. individu dalam berkomunikasi satu dengan lainnya.

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki suku bangsa yang begitu

PERANCANGAN STIKER KARAKTER VISUAL DALAM APLIKASI CHATTING: KOLABORASI KEBUDAYAAN JAWA DAN WAYANG KONTEMPORER

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspek yang mengalami perubahan

Selamat Datang di Modul Pelatihan Melindungi Privasi Anda.

BAB I PENDAHULUAN. jaringan digital, jangkauan global, interaktivitas, may to many communications,

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Siapa yang tidak memiliki akun social media? Pertanyaan ini rasanya menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam aktifitas promosi di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh praktek dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Badan Siber Terwujud. 06 Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Angela Oscario Simulasi Citra Nasionalis melalui Fashion: Studi Kasus Batik Printing dalam Gaya Hidup Post Modern Masyarakat Kota Nick Soed

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. dirilis oleh majalah Marketeers (Marketeers, 27 Oktober 2011) yang. di Indonesia memberikan gambaran mengenai trend penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. modern diawali ketika Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada abad

BAB I PENDAHULUAN. internet yang Anda pakai untuk mengirim dan menjelajahi interenet,

TINGKAT PENERIMAAN MAHASISWA TERHADAP PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Media massa dapat menjadi suatu alat yang memberikan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

KEGIATAN BELAJAR 2 PERAN TEKNOLOGI DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. publiknya. Hal ini juga berlaku untuk universitas. Disinilah organisasi

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan data dari tahun 2008, mengenai. pengguna 16 juta orang menjadi lebih dari 1,4 milliar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipastikan terisolasi dari lingkungan sekitarnya.harold D. Lasswell dalam

Elda Franzia. Program Studi Desain Komunikasi Visual, FSRD, Universitas Trisakti Jln. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta

MEMAHAMI ESTETIKA DARI SUDUT PANDANG DESAIN INTERIOR

BAB I PENDAHULUAN. Anggota dari Polisi merupakan anggota masyarakat, walaupun ada aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia merupakan ujung tombak

PATH (JEJARING SOSIAL)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan media massa saat ini, khususnya media elektronik televisi telah

Bab I Pendahuluan. membutuhkan orang lain. Menjalin interaksi dengan individu lain dan lingkungan sekitar

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

APLIKASI MEDIA INTERAKTIF PADA MEDIA PROMOSI BUSINESS TO BUSINESS

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan, untuk mendukung berbagai aktifitas sosialisasi di kehidupan para remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang memungkinkan pengguna (user) dapat berinteraksi dan berbagi data

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era perkembangan kemajuan teknologi dan pengetahuan, semua arus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN STRATEGI KOMUNIKASI PERANCANGAN PROGRAM EDUTAINMENT SERI AKTIVITAS ALAM: GUNUNG MELETUS

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sekarang ini sudah memasuki era sosial media, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan bisnis dewasa ini membuat persaingan bisnis menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. ketika menggunakan teknologi informasi ini (Flourensia, 2012: 22). Pada

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya Information Communication

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesuksesan konvergensi/ kombinasi digital media dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui Smartphone. Mulai dari chatting, jejaring sosial, bermain game,

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web

BAB I PENDAHULUAN. publik mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. Hubungan

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

ISSN: 2087-1236 Volume 6 No. 2 April 2015 humaniora Language, People, Art, and Communication Studies humaniora Vol. 6 No. 2 Hlm. 147-290 Jakarta April 2015 ISSN: 2087-1236

ISSN 2087-1236 humaniora Language, People, Art, and Communication Studies Vol. 6 No. 2 April 2015 Pelindung Penanggung Jawab Ketua Penyunting Rector of BINUS University Vice Rector of Research and Technology Transfer Endang Ernawati Penyunting Pelaksana Internal Akun Dahana Trisnawati Sunarti N Retnowati Sofi Dila Hendrassukma Agnes Herawati Sri Haryanti Dominikus Tulasi Ienneke Indra Dewi Sugiato Lim Ulani Yunus Menik Winiharti Xuc Lin Lidya Wati Evelina Almodad Biduk Asmani Shidarta Aa Bambang Nalti Novianti Besar Nursamsiah Asharini Rosita Ningrum Bambang Pratama Rahmat Edi Irawan Elisa Carolina Marion Mita Purbasari Wahidiyat Muhammad Aras Ratna Handayani Lintang Widyokusumo Frederikus Fios Linda Unsriana Satrya Mahardhika Yustinus Suhardi Ruman Dewi Andriani Danendro Adi Tirta N. Mursitama Rudi Hartono Manurung Tunjung Riyadi Johanes Herlijanto Roberto Masami Budi Sriherlambang Pingkan C. B. Rumondor Andyni Khosasih Yunida Sofiana Juneman Penyunting Pelaksana Eksternal Ganal Rudiyanto Editor/Setter Sekretariat Alamat Redaksi Terbit & ISSN Universitas Trisakti I. Didimus Manulang Haryo Sutanto Holil Atmawati Nandya Ayu Dina Nurfitria Research and Technology Transfer Office Universitas Bina Nusantara Kampus Anggrek, Jl.Kebon Jeruk Raya 27 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530 Telp. 021-5350660 ext. 1705/1708 Fax 021-5300244 Email: ernaw@binus.edu, nayu@binus.edu Terbit 4 (empat) kali dalam setahun (Januari, April, Juli dan Oktober) ISSN: 2087-1236

ISSN 2087-1236 humaniora Language, People, Art, and Communication Studies Vol. 6 No. 2 April 2015 DAFTAR ISI Danu Widhyatmoko Nasionalisme di Era Internet... 147-154 Tobias Warbung Tinjauan Ikonografi pada Lukisan Hidup ini Indah apapun Keadaannya... 155-161 Liliek Adelina Suhardjono Peran Branding dan Desain dalam Usaha Pencitraan Identitas Bangsa... 162-176 Paramita Ayuningtyas The Structural Analysis of Pan`s Labyrinth by Guillermo Del Toro as a Fantastic Film... 177-183 Mariana Analysis of Movie I am not Stupid 2: Parenting Style... 184-189 Mia Angeline Mitos dan Budaya... 190-200 Andreas James Darmawan; Lintang Widyokusumo; Dyah Gayatri Puspitasari Perancangan Stiker Karakter Visual dalam Aplikasi Chatting: Kolaborasi Kebudayaan Jawa dan Wayang Kontemporer untuk Generasi Muda... 201-211 Agustinus Sufianto; Jemmy Tantra; Fenny Gunadi The Influence of Shaolin Teaching to Houjie`s Personality Change in Shaolin Film (2011)... 212-220 Danendro Adi Ilustrasi Kritik Sosial dalam Bahasa Visual Metaphorepada Karya Mahasiswa Mata Kuliah Ilustrasi Desain sebagai Studi Kasus... 221-229 Yuanita Safitri Public Relations dan Masyarakat dalam Memacu Pertumbuhan Pariwisata... 230-239 Arik Kurnianto Tinjauan Singkat Perkembangan Animasi Indonesia dalam Konteks Animasi Dunia... 240-248 Anak Agung Ayu Wulandari Membaca Simbol pada Lukisan Pertempuran antara Sultan Agung dan Jan Pieterzoon Coen (1974) Karya S. Sudjojono... 249-263 Yustinus Suhardi Ruman Praktik Demokrasi Pasca-Pemilu di Tingkat Lokal: Preferensi para Aktor Elite dalam Perspektif Teori Pilihan Rasional... 264-271

ISSN 2087-1236 humaniora Language, People, Art, and Communication Studies Vol. 6 No. 2 April 2015 DAFTAR ISI Ferane Aristrivani Sofian Konstruksi Makna Smartphone bagi Mahasiswa Jurusan Marketing Komunikasi di Universitas Bina Nusantara Jakarta... 272-282 Sofia Rangkuti;Evi Rosana Oktarini; Pininto Sarwendah Pedophilia in the Novel Lolita by Vladimir Nabokov... 283-290

NASIONALISME DI ERA INTERNET Danu Widhyatmoko Visual Communication Design, School of Design, BINUS University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 danu@binus.edu ABSTRACT Nationalism and nationality of a country life are moving into the new phase. Internet has become a new medium that opens up so many opportunities to create a sense of nationalism for the country. This paper contains a review of nationalism in the age of the Internet. This paper begins with understanding nationalism, the character of the Internet, social media and nationalism in the era of the Internet. Research method used in this paper is literature study, continued with reflective data analysis. With reflective analysis method, the authors analyzed data from the data collection has been carried out for comparison between the existing literature by circumstances or phenomena that occur, so that the conclusions of rational and scientific data can be obtained. Keywords: nationalism, internet, reflective analysis ABSTRAK Nasionalisme dan kehidupan berkebangsaan sebuah negara tengah bergerak memasuki babak baru. Internet telah menjadi media baru yang membuka begitu banyak peluang untuk menciptakan rasa nasionalisme bagi negara. Tulisan ini berisi tinjauan atas nasionalisme di era Internet. Tulisan ini diawali dengan memahami nasionalisme, karakter Internet, media social dan nasionalisme di era Internet. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur yang dilanjutkan dengan analisa data reflektif. Dengan metode analisa reflektif, penulis menganalisa data yang berasal dari pengumpulan data yang telah dilakukan, untuk diperbandingkan antara literatur yang ada dengan keadaan ataupun fenomena yang terjadi, sehingga kesimpulan data yang rasional dan ilmiah dapat diperoleh. Kata kunci: nasionalisme, internet, analisis reflektif Nasionalisme di Era Internet.. (Danu Widhyatmoko) 147

PENDAHULUAN Apa itu bangsa dan apa itu nasionalisme? Banyak yang keliru menggunakan istilah nasionalisme sebagai sinonim bangsa. Nasionalisme merujuk pada sekelompok keyakinan mengenai bangsa (Grosby, 1991). Jadi dalam suatu bangsa terdapat beragam perbedaan keyakinan yang merujuk ke karakter, namun mereka memiliki keyakinan yang sama dalam melihat bangsa. Seperti halnya dalam bangsa Indonesia, masih saja ditemui anggota bangsa yang memiliki pandangan sempit, intoleran terhadap anggota bangsa lain dalam hal aktivitas kehidupan beragama, pemikiran, ataupun pandangan politis. Namun apabila terusik sedikit oleh negara tetangga, maka akan bersamasama melawan, memunculkan patriotisme dan menunjukkan identitasnya sebagai satu bangsa Indonesia. Reaksi patriotisme yang menunjukkan rasa nasionalisme terhadap kasus klaim Reog Ponorogo sebagai budaya Malaysia serta kasus penyadapan komunikasi oleh Australia terhadap pemerintah Indonesia adalah salah satu contoh kasus yang dapat diambil. Nasionalisme sendiri dapat diartikan sebagai proses utuh dalam pembentukan dan pemeliharaan bangsa atau wilayah bagian negara (Smith, 1991). Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), nasionalisme berarti paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri, dapat berarti kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu, dan juga dapat berarti semangat kebangsaan. Terdapat proses yang harus dijalankan, diciptakan, digerakkan untuk membangun nasionalisme. Nasionalisme sendiri tidak bersifat statis, justru bersifat aktif, terus bergerak mencari bentuk baru, formula baru, pendekatan baru bila tak ingin berhenti dan kehilangan makna hingga mengendurnya keterikatan yang tercipta di antara anggota bangsa dan negara itu sendiri. Dalam perkembangannya nasionalisme terus bergerak mencari bentuk baru. Penyebaran manusia ke berbagai negara menimbulkan bentuk nasionalisme yang kerap disebut sebagai diaspora, berkembangnya Internet secara luas juga membentuk pola-pola baru dalam menerjemahkan nasionalisme. Internet telah membuka peluang terciptanya pola-pola baru yang hanya berbataskan kreativitas manusia itu sendiri. Dalam tulisan ini akan diperlihatkan beberapa pola baru yang berkembang di Internet merujuk kepada nasionalisme itu sendiri. METODE Penulisan ini disusun menggunakan pendekatan studi literatur untuk mendapatkan data-data pendukung serta mencari kerangka teori guna menguatkan hasil penulisan. Kemudian setelah data didapatkan maka akan dilakukan analisa data refletif. Analisa Reflektif adalah metode analisa data yang berpedoman pada cara berfikir reflektif, yakni kombinasi yang kuat antara berfikir deduktif dan induktif atau dengan mendialogkan data teoritik dan data empirik secara bolak balik kritis (Stain, 2002). Dengan metode analisa reflektif, penulis akan mencari makna yang terkandung dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan, untuk diperbandingkan antara literatur yang ada. Sehingga, dengan keadaan ataupun fenomena yang tertangkap dapat diperoleh kesimpulan data yang rasional dan ilmiah. 148 HUMANIORA Vol.6 No.2 April 2015: 147-154

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Internet World Wide Web sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan terlibat dalam dunia demokratis mengenai pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat. Dunia maya memberikan tempat pertemuan semu yang memperluas dunia sosial, menciptakan peluang pengetahuan baru, dan menyediakan tempat untuk berbagi pandangan secara luas (Levy, 1999). Internet era awal atau disebut Internet versi 1.0 memiliki sifat satu arah, siapapun memang mungkin untuk memiliki situs, memiliki aktivitas di Internet namun interaksi yang terjadi masih sulit tercipta. Para pengguna Internet lebih didominasi oleh mereka yang meletakkan konten namun masih sulit untuk melakukan komunikasi secara langsung untuk membahas konten-konten tersebut. Komunikasi masih dilakukan lewat e-mail, terpisah dari konten utama. Pada era Internet berikutnya, yang disebut Internet versi 2.0, kata kuncinya adalah interaksi. Teknologi telah memungkinkan terjadinya interaksi. Tiap pengguna Internet dapat menjadi pembuat konten dan mengunggah konten tersebut dengan mudah ke Internet lalu saling berinteraksi dengan pengguna-pengguna lain. Pada era ini, berkembang pernyataan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama besar untuk menjadi orang baik atau jahat di internet. Bak pisau yang memiliki peran ganda, pilihan menjadi baik dan jahat sepenuhnya di tangan si pemegang pisau. Ingin membuat bom rakitan? Pengetahuan seputar pembuatannya tersebar begitu banyak di Internet, bila kita kurang jelas dengan informasinya maka kita dapat mencari orang lain yang memahami dan berkenan untuk membagi ilmunya. Media Sosial Jejaring sosial memberikan kesempatan dan peluang yang luas untuk bertukar informasi. Ilmu menjadi mudah untuk didistribusikan, begitu pula dengan opini, komentar dan pendapat. Setiap manusia dengan mudah dapat belajar (mendapatkan ilmu) dan memberikan ilmu untuk manusia lain. Media sosial sebagai bagian dari Internet tergolong sebagai media baru. Media baru tidak termasuk program televisi, film, majalah, buku, atau kertas berbasis publikasi, kecuali mengandung teknologi yang memungkinkan terjadinya interaktivitas digital (Manovich, 2003). "Interaktivitas digital" yang dimaksud adalah terjadinya interaksi juga komunikasi di dunia digital yang memungkinkan kelompokkelompok dapat berkumpul secara online, saling berbagi, berjualan, bertukar barang ataupun informasi. Konsep ini dikenal sebagai media sosial. Media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis Internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, yang memungkinkan terciptanya serta terjadinya pertukaran konten antar pengguna (Kaplan & Haenlein, 2010). Internet generasi kedua benar-benar mewujudkan keinginan interaksi antar pengguna, ditunjang dengan teknologi yang memungkinkan kemudahan dalam mengunggah konten maka proses komunikasi dan memperkaya informasi menjadi sangat mudah. Media sosial memungkinkan setiap penggunanya untuk membuat serta memperbaharui halaman situs yang dimilikinya dengan mudah, lalu halaman tersebut dapat terhubung serta berinteraksi dengan pengguna lain, hingga proses partisipasi, umpan balik, pengayaan informasi, komunikasi dapat berlangsung sedemikian mudah. Pada era sebelumnya, media-media tradisional menggunakan teknologi cetak serta sarana broadcast sebagai saluran komunikasi. Kini media social menggunakan Internet sebagai saluran komunikasi tersebut. Kemudahan dalam mengakses serta berkontribusi di dalam media sosial melambungkan jumlah pengguna serta aktivitas-aktivitas di dalamnya. Terlebih saat teknologi telepon Nasionalisme di Era Internet.. (Danu Widhyatmoko) 149

seluler (ponsel) berhasil mencangkok teknologi Internet, menjadikan ponsel menaikkan kelas dan fungsinya menjadi ponsel pintar (smartphone) maka perkembangan media sosial makin menjadi-jadi. Para pengguna media sosial tidak lagi terpaku kepada tempat mengakses yakni di belakang komputer (dekstop) namun kini dapat mengaksesnya kapan saja dan di mana saja dengan menggunakan ponsel pintar, hingga informasi dapat bergulir sedemikian cepatnya mengalahkan media-media konvensional. Berita kebakaran yang baru saja terjadi sudah dapat tersebar sedemikian cepatnya, malah menjadikan sumber berita bagi media konvensional. Peristiwa memalukan yang melibatkan Roy Suryo selaku Menteri Pemuda dan Olahraga saat menyanyikan lagu Indonesia Raya di sela-sela pertandingan Indonesia Super League (ISL) yang ricuh antara Persija Jakarta melawanpersib Bandung, yang berlangsung di Stadion Maguwoharjo Sleman Yogyakarta pada 28 Agustus 2013 tersebar sedemikian cepatnya di jagat Internet. Twitter dan Facebook dari pengguna Indonesia secara genggap gempita menginformasikan kejadian tersebut, bahkan lengkap dengan video yang diunggah lewat Facebook maupun Youtube. Contoh lain adalah kasus Prita serta Bibit-Chandra yang mendapat dukungan begitu luas dengan memanfaatkan Facebook serta Twitter, memberikan sumbangsih opini bahkan materi dan pembentukan massa yang tak mungkin dicapai dengan mudah bila menggunakan media konvensional. Tak hanya itu, munculnya gerakan hijau serta pengembangan komunikasi yang meluas dengan media semisal t-shirt menjadi semakin mudah dilakukan. Aktivitas-aktivitas tersebut berkembang dengan cepat dan masif berkat dasar yang disebut altruisme. Nasionalisme di Media Internet Bila melihat perkembangan dunia saat ini, terutama dampak dari perkembangan media Internet maka pernyataan Anthony Smith menjadi sangat relevan, Identitas bangsa dan nasionalisme menjadi sesuatu yang sangat mendasar pada dunia modern. Pertama, karena nilai ubiquity-nya (nilai kehadiran di mana-mana). Jika sebuah fenomena menjadi sesuatu yang begitu global, maka pastinya hal tersebut akan terkait dengan bangsa dan nasionalisme (Smith, 1991). Identitas suatu bangsa tidak hanya dijumpai di negara asal saja, namun dapat dengan mudah tersebar di negara-negara lain yang terpisah ribuan kilometer dari tempat identitas tersebut berasal. Korea Selatan dengan budaya K-Popnya berhasil melakukan invasi besar-besaran ke berbagai penjuru dunia. Identitas Korea turut terbawa di setiap kesempatan, nasionalisme bangsa Korea turut menguat seiring masifnya perkembangan K- Pop tersebut. Masih menurut Anthony Smith, Identitas bangsa pada masa sekarang tidak hanya bersifat global, tapi juga menjalar dan dapat menembus batas-batas (Smith, 1991). Pernyataan Smith tersebut bisa terjadi karena dukungan Internet. Batas tak lagi menjadi satu kendala untuk pola penyebarluasan. Identitas bangsa kini dapat terkemas dengan sedemikian menarik lalu dengan begitu mudah tersebar lewat Internet. Tak lagi harus berada di ruang-ruang khusus namun kini dengan masuk hingga ke ruang pribadi dalam ponsel di genggaman tangan. Semangat altruisme turut melatari aktivitas tersebut, keinginan untuk berbagi, keinginan untuk menyebarluaskan kebaikan tanpa tendensi keuntungan materi. Altruisme adalah dasar penting pembentukan dan operasi jejaring sosial. Altruisme dan imbal balik, serta emosi positif seperti cinta dan kebahagiaan, sampai kadar tertentu penting bagi kemunculan dan ketahanan jejaring sosial (Christakis & Fowler, 2010). Lewat pola altruisme ini akhirnya pola menjalarkan identitas bangsa tersebut dapat berlangsung dengan lebih mudah. Identitas bangsa kini dapat tersebar tanpa harus terkendala dengan batas-batas wilayah. Lewat media Internet termungkinkan juga identitas bangsa terjelaskan dengan lebih menyeluruh, gamblang dan utuh. Kita dapat menjelaskan deskripsinya, menceritakan mitosmitos yang melatarbelakangi juga yang menaungi, termasuk nilai-nilai dan sejarah yang melekat di identitas-identitas tersebut. Hal tersebut menjadi lumrah terjadi, sejalan dengan pernyataan Benedict 150 HUMANIORA Vol.6 No.2 April 2015: 147-154

Anderson, Fungsi utama dari identitas bangsa adalah memberikan sejarah dan takdir komunitas yang kuat guna menyelamatkan masyarakat dari ketidakpedulian personal dan membangun kembali kepercayaan kolektif. Bergeraknya zaman, berubahnya cara berkomunikasi, berkembangnya media tetap akan berpijak pada pernyataan di atas. Seperti saat ini, saat media Internet berkembang sedemikian pesat, maka media internet akan senantiasa mencari bentuk baru untuk menjalakan peran mendukung identitas bangsa. Upacara sebagai salah satu bentuk identitas bangsa turut mengalami pergeseran media. Sebuah contoh yang unik dilakukan oleh @id_optimis lewat web mereka www.id-optimis.org. Menjelang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-67, Jumat, 17 Agustus 2012, mereka merilis ajakan untuk melakukan upacara bendera memperingati detik-detik proklamasi secara online. Upacara bendera sendiri merupakan sebuah budaya yang telah bergulir puluhan tahun, menjadi bagian kehidupan bangsa Indonesia. Baik upacara bendera yang dilakukan di sekolah, instansi swasta, maupun instansi pemerintah termasuk upacara bendera memperingati proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang dilaksanakan tiap tanggal 17 Agustus. Merujuk ke susunan acara layaknya sebuah acara upacara bendera maka upacara bendera online ini digelar. Upacara bendera secara online ini dimulai semenjak tahun 2010. Lengkap dengan aba-aba bersiap untuk menghormat ke bendera merah putih yang akan dinaikkan, kemudian menaikkan bendera merah putih, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara bendera tersebut dihadiri oleh setidaknya 3.855 pengunjung (Agus, 2012). Pada akhirnya kreativitas yang akan menjadi batas pengembangan bentuk-bentuk baru dalam memanfaatkan media Internet. Gambar 1 Suasana jalannya upacara bendera secara online pada 17 Agustus 2012 Contoh lain yang tak kalah menarik adalah yang dilakukan oleh Budiman Sudjatmiko, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) 1998, kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), 2009-2014, dan terpilih kembali untuk masa periode (2014-2019). Dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila pada bulan Juni 2011, Budiman bekerja sama dengan Bandung Fe Institute meluncurkan aplikasi berbasis situs beranama Spektika di alamat http://spektika.com. Spektika merupakan fitur Pancasila Interaktif. (Bandung Fe Institute, 2011). Lewat aplikasi ini kita diajak menemukan posisi nilai politik yang kita miliki. Apakah kita progresif atau konservatif, kemudian terbagi lagi menjadi esoteris, etis, esoteris moderat, etis moderat, esoteris ekstrem, etis ekstrem, eksoteris ekstrem. Cara bekerja aplikasi ini adalah dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan, dari jawaban yang kita berikan maka secara otomatis akan terhitung nilai-nilai Pancasila yang kita miliki. Nasionalisme di Era Internet.. (Danu Widhyatmoko) 151

Pancasila Interaktif merupakan perpaduan ilmu politik, teknologi informasi dan web design. Lewat pendekatan gamification (metode pembelajaran dengan menggunakan pendekatan game thinking dan game mechanics dalam konteks non-game untuk mengikutsertakan pengguna dalam memecahkan masalah. Gamification bertujuan memanfaatkan kekuatan motivasi yang dimiliki game dan mengimplementasikannya dalam masalah nyata) aplikasi ini berhasil menyederhanakan penyampaian yang kompleks menjadi sederhana, dan yang lebih penting adalah sanggup mengajak para pengguna untuk lebih mengenal dasar negara Pancasila. Gambar 2 Spektika.com, Pancasila Interaktif aplikasi untuk mengenal nilai politik Media baru khususnya Internet telah memunculkan adanya interaksi sosial yang kemudian tanpa disengaja membentuk komunitas atau kelompok sosial tertentu yang didasari oleh kemiripan kebiasaan dan cara pandang namun dilandasi oleh ide dan gagasan yang beragam dari masing-masing anggotanya. Memasuki era reformasi, masyarakat melalui komunitas-komunitas memiliki suara yang kian lantang dan vokal dibandingkan penguasa tertentu. Michael Foucault (Dalam Buckingham, 2007) berpendapat bahwa daripada diselenggarakan oleh otoritas yang berdaulat, kekuasaan saat kini menyebar melalui hubungan sosial, bukan diatur oleh lembaga-lembaga eksternal (pemerintah atau gereja). Individu kini didorong untuk mengatur diri mereka sendiri dan untuk memastikan bahwa perilaku mereka sendiri berada dalam norma-norma yang masih dapat diterima. (Buckingham, 2007). Norma-norma yang masih dapat diterima itu yang kerap dilanggar oleh sekelompok peretas situs dengan mengatasnamakan nasionalisme. Dari sisi ini, nasionalisme ditunjukkan dengan cara yang radikal, dengan cara yang ekstrem bahkan cenderung kriminal. Tindakan tersebut berupa serangan cyber dengan tindakan yang paling populer lewat peretasan (hacking). Biasanya tindakan tersebut dipicu oleh isu sensitif hubungan antar negara. Serangan cyber terakhir yang masif dilakukan oleh para peretas Indonesia adalah pada saat terungkap informasi tindakan penyadapan yang diduga kuat telah dilakukan oleh Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat terhadap Indonesia (Rinaldi, 2013). Salah satu puncak serangan tersebut dilakukan pada 10 November 2013, dengan dalih memperingati Hari Pahlawan maka peretas Indonesia tersebut melakukan aksi membobol situs-situs yang terdapat di Amerika Serikat dan Australia. Situs milik Dinas Intelijen Rahasia Australia (ASIS) yang beralamat di www.asis.gov.au menjadi salah satu situs yang berhasil dibobol, dilumpuhkan lalu diganti tampilan halaman mukanya dengan puluhan komentar berupa kecaman atas tindakan spionase Australia. 152 HUMANIORA Vol.6 No.2 April 2015: 147-154

Indonesia pun harus segera bersiap menghadapi perkembangan perang cyber ini ke depan. Hal ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Hal tersebut terungkap dalam Seminar Nasional Keamanan Infrastruktur Internet yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat, Selasa (27 November 2012). Upaya melumpuhkan infrastruktur Internet melalui peretasan adalah tantangan nyata yang kini dihadapi Indonesia setiap hari. Dalam laporan akhir tahun yang dirilis Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), sudah terjadi 36,6 juta serangan selama Januari-Oktober 2012 dengan puncak serangan terjadi pada 21 Maret sebesar 10,7 juta setangan. Dengan jumlah serangan itu, artinya setiap hari terjadi 120.000 kali serangan ke Indonesia (ELD, 2012). Di Singapura saat ini, platform yang paling penting bagi negosiasi dan konstruksi identitas nasional adalah Internet. Tidak seperti musik, film, dan teater, Singapura yang memiliki akses ke Internet dapat berkontribusi untuk perdebatan. Selain itu, ada beberapa pembatasan hukum atas penggunaan Internet, berupaya untuk menerapkan undang-undang yang sama diberlakukan di media konvensional (Rodan, 1998). Namun demikian, Rodan (1998) menjelaskan, "pihak berwenang Singapura telah bergerak luar biasa untuk menunjukkan kemampuan teknis mereka dalam memantau penggunaan Internet". Bentuk ketakutan yang berkembang berupa sensor diri di Internet, sejauh ini sepertinya terlalu dibesar-besarkan. Oposisi dan banyak aktivis lainnya telah membuat pemanfaatan Internet menjangkau sedemikian luasnya (Ortmann, 2009). SIMPULAN Nasionalisme benar-benar telah memasuki wilayah baru, memasuki wilayah dunia maya yang memiliki budaya dan pendekatan baru apabila dibandingkan dengan perjalanan dunia di era sebelumnya. Peluang terbesar untuk memanfaatkan Internet dalam menyebarkan semangat nasionalisme adalah karakter kemudahan dari Internet dalam melakukan penyebaran, juga interaksi antar penggunanya, terlebih bila digabungkan dengan karakter digital yang menyertainya, maka proses reproduksi pesan-pesan nasionalisme semakin mudah dilakukan. Namun yang harus disadari adalah dunia baru ini memiliki karakter tersendiri, karakter itulah yang harus senantiasa dipelajari untuk diterapkan. Internet dengan segala ragam bentuk dan karakternya membuka peluang yang hanya terbatasi oleh kreativitas penggunanya. DAFTAR PUSTAKA Agus, W. 17 Agustus (2012). Ikut Upacara Bendera di Dunia Maya. Diakses Mei 25, 2014, dari Tempo.co: http://www.tempo.co/read/news/2012/08/17/172424135/p-ikut-upacara-benderadi-dunia-maya Bandung Fe Institute. 1 Juni (2011). Pancasila Interaktif. Diakses Mei 21, 2014, dari http://spektika.com/ Buckingham, D. (2007). Youth, Identity, and Digital Media (The John D. and Catherine T. MacArthur Foundation Series on Digital Media and Learning). Massachusett: The MIT Press. Christakis, N. A., Fowler, J. H. (2010). Connected: Dahsyatnya Kekuatan Jejaring Sosial Mengubah Hidup Kita. (Z. Anshor, Trans.) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ELD. 28 November (2012). Serangan Siber, Ancaman Aktual di Indonesia. Kompas, p. 12. Nasionalisme di Era Internet.. (Danu Widhyatmoko) 153

Grosby, S. (1991). Religion and nationality in Antiquity: the worship of Yahweh and ancient Israel. European Journal of Sociology, 32: 229-265. Kaplan, A. M., Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media. Business Horizons, 53: 59-68. Levy, P. (1999). Collective Intelligence: Mankind's Emerging World in Cyberspace. (R. Bononno, Trans.) Massachusett: Basic Books. Manovich, L. (2003). New Media from Borges to HTML. In N. Wardrip-Fruin, & N. Montfort. Introduction to The New Media Reader (pp. 13-25). Massachusett: The MIT Press. Ortmann, S. (2009). Singapore: The Politics of Inventing National Identity. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 18. Rinaldi, I. 11 November (2013). Perang Siber di Hari Pahlawan. Kompas Siang, 1 (110), p. 1. Smith, A. D. (1991). National Identity. Reno, Nevada, USA: University of Nevada Press. 154 HUMANIORA Vol.6 No.2 April 2015: 147-154