BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Sivaraj (2013), kawat gigi atau dalam bahasa medisnya orthodontic sudah ada sejak 3000-2000 SM, yang digunakan hanya untuk mengatasi gigi yang tidak rata. Namun, penggunaan kawat gigi kini di masyarakat telah bertambah fungsinya, bukan sebatas untuk memperbaiki masalah pada gigi tetapi juga untuk kebutuhan fashion. Seperti yang dikutip oleh Oddity Central, dalam health.liputan6.com pada tanggal 20 Desember 2012, kawat gigi menjadi tren karena ada alasannya. Sama halnya ketika orang menganggap gemuk itu menarik karena menunjukkan kemakmuran. Begitu pula dengan kawat gigi. Remaja di Asia menganggapnya sebagai tanda kekayaan, status, dan gaya. Hal tersebut sejalan dengan artikel yang termuat dalam gaya.tempo.com pada 29 Oktober 2012, yakni penggunaan kawat gigi yang tidak sesuai standar medis ini terjadi di kalangan anak remaja untuk menunjukkan status sosial mereka. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kawat gigi yang murah pun dapat mudah ditemukan, dan banyak yang menjual seperti tukang gigi, online dan dapat dipasangkan dimana saja seperti di tukang gigi maupun salon kecantikan. Menurut Drg. Susiana, Sp. Ort., melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 19 September 2015, menggunakan kawat gigi secara baik dan benar bisa merapikan gigi, memberikan rasa percaya diri yang lebih, memperbaiki mekanisme pengunyahan, memperbaiki pelafalan, dan memperbaiki penampilan 1
wajah. Sedangkan menurut Drg. Ratu Mirah Afifah GCClindent., MDSc., selaku Profesional Relationship Manager Oral Care PT. Unilever Indonesia Tbk dalam website female.kompas.com pada tanggal 24 Juli 2013 mengatakan bahwa pemasangan kawat gigi harus rekomendasi dari dokter spesialis yang memahami anatomi mulut dan gigi. Syarat penggunaan kawat gigi yaitu ketika semua gigi tetap telah tumbuh dan kondisi rahang masih dalam kondisi baik sebelum memasang kawat gigi dan sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter yang ahli mengenai apakah harus memakai kawat, karena dengan menggunakan kawat gigi dan kita tidak mengetahui cara merawatnya, maka akan menimbulkan efek yang lebih negatif dan yang lebih bahaya, dibanding dengan masalah gigi yang tidak rata. Menurut Drg. Susiana, Sp. Ort., melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 19 September 2015, masyarakat sendiri cenderung lebih memilih ke tukang gigi karena alasan murah selain itu biasanya memasangkan kawat gigi hanya untuk gaya-gayaan dengan harga yang cukup murah yaitu sekitar dua ratus rupiah. Kerugian yang bisa didapatkan akibat memasang kawat gigi di tukang gigi yaitu pemakaiannya tidak hiegenis, pergerakan giginya tidak diperhatikan (miring, derajatnya), harga tidak jauh beda dengan yang ditawarkan dokter gigi, tetapi hasil malah jauh lebih parah (sangat merugikan), kontak antara pasien dengan tukang gigi tidak terjamin, berpotensi terkontaminasi virus ataupun bakteri sehingga terkena penyakit seperti sariawan, tiroid dapat terinfeksi (karena lapisan timbal), alergi logam, gusi pendarahan, dan gigi berlubang. 2
Pemerintah sudah memperhatikan tentang masalah keberadaaan tukang gigi ini dengan mengeluarkan peraturan menteri yaitu PERMENKES no.53/ DPK/I/K/1969, PERMENKES no.1871/menkes/per/ix/2011, PERMENKES no. 339/MENKES/ PER/V/1989 dan PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) pun sudah membuat kampanye tentang masalah gigi dan mulut. Di dalam desain grafis masyarakat bisa disadarkan melalui kampanye sosial. Menurut Venus (2012) kampanye bisa digunakan untuk menggugah kesadaran dan pendapat masyarakat tertentu yang kemudian bisa digunakan untuk mengambil keputusan dalam melalukan tindakan yang diperlukan (hlm. 4-8). Melihat adanya fenomena seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka untuk mengatasinya yaitu melalui sebuah kampanye sosial yang dapat mencegah penggunaan kawat gigi yang tidak sesuai standar medis karena terdapat banyak bahaya yang ditimbulkannya. Kampanye sosial yang dirancang berbeda dari kampanye sosial tentang kesehatan gigi dan mulut yang dilangsungkan oleh PDGI, karena yang dibahas bukanlah kesehatan gigi secara umum dan keseluruhan namun kampanye ini mencermati secara lebih spesifik permasalahan kawat gigi yang tidak sesuai standar. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat disebutkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana perancangan visual kampanye sosial mengenai pencegahan pemasangan kawat gigi yang tidak sesuai standar medis? 3
1.3. Batasan Masalah Agar penulisan laporan tugas akhir ini sesuai dengan tujuan yang sebelumnya telah direncanakan, maka penulis menetapkan batasan-batasan sebagai berikut: 1.3.1. Target Audien Menurut Shimp (2003), demografis terdiri atas beberapa karakteristik seperti usia, penghasilan, jenis kelamin dan etnis. Dengan adanya demografis, dapat mengidentifikasi segmen pasar dan memilih media (hlm.121). Menurut Strydom (2004), geografis merujuk pada lokasi, seperti provinsi, kota dan provinsi (hlm. 65-66). Geodemografi menurut Shimp (2003) yaitu orang-orang yang menetap di area yang sama, misalnya bertetangga ataupun dalam satu zona area yang sama (hlm. 149). Sedangkan psikografis menurut Shimp (2003), mempelajari sikap, emosi dan gaya hidup konsumen mereka untuk melakukan segmentasi pasar (hlm. 145). Adapun penerapannya dalam batasan masalah dari perancangan kampanye yang akan dilakukan yaitu: A. Demografis Usia : Remaja, 15 tahun-21 tahun Gender : Pria dan Wanita Kebangsaan : Indonesia Etnis : Semua etnis Bahasa : Indonesia Agama : Semua agama Pendidikan : SMP - Strata Satu 4
Pekerjaan : Pelajar-Mahasiswa Status Pernikahan : Belum menikah B. Geografis Provinsi : DKI Jakarta C. Psikografis Gaya hidup : Urban Aktifitas : Ingin dipandang di masyarakat Ketertarikan : Mengikuti Tren Sikap/ attitudes : Berani, suka pamer dan gengsi D. Geodemografis Hunian : Komplek perumahan E. Behavioral Manfaat : Masyarakat dapat mengetahui bahaya dari penggunaan kawat gigi yang tidak sesuai standar tersebut. Status Pengguna : Sementara Status loyalitas : Tidak berpotensi untuk loyal Sikap : Berani untuk mencoba hal yang baru 1.3.2. Waktu Penelitian untuk perancangan kampanye sosial ini terjadi pada kurun waktu tahun 2000-an, dan tahun 2015 sebagai tahun untuk mengkampanyekan mengenai pemasangan kawat gigi yang tidak sesuai standar medis ini. Kampanye sosial ini akan dilangsungkan berbarengan dengan Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 5
yaitu bulan September dan pada hari Kesehatan Gigi Nasional yaitu tanggal 12 September 2015. Kampanye sosial ini akan dilangsungkan dalam waktu 1 bulan. 1.4. Tujuan Tugas Akhir Merancang visual kampanye sosial mengenai pemasangan kawat gigi yang tidak sesuai standar medis untuk dapat mencegah dan memberitahu bahaya yang dapat ditimbulkan dari kawat gigi yang tidak sesuai standar medis tersebut. 1.5. Metode Pengumpulan Data Penulis mengumpulkan data-data yang nantinya akan berguna bagi penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif yang berfokus pada kata, bukannya angka. Selain itu, adanya keterlibatan peneliti, sudut pandang pastisipan, melalukan riset skala kecil, berfokus pada yang holistik, fleksibel, memerlukan proses, berlatar alami, dan menggunakan pemikiran induktif, baru deduktif (Kasali, 2008). Adapun penerapannya sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan menggunakan pertanyaan yang ada lalu ditanyakan kepada responden, narasumber yang digunakan yaitu, drg. Susiana, Sp. Ort., drg. Devi Siswadi dan drg. Tuti M.J., Sp. Ort. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan korban pengguna kawat gigi yang tidak sesuai standar medis. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan opini-opini atau jawaban mereka sebagai bahan acuan. 6
2. Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui situasi lapangan dan mengetahui peristiwa. Observasi juga digunakan untuk mempelajari pola perilaku masyarakat dan untuk menentukan target dari kampanye ini. Penulis melakukan observasi dengan mendatangi langsung tukang gigi dan klinik gigi medis untuk mengetahui perbedaan dari dua tempat tersebut. 1.6. Metode Perancangan Mengikuti model kampanye Ostergaard (melalui Venus, 2012), pembuatan kampanye dapat memecahkan masalah, oleh karena itu penulis menyusun beberapa tahapan-tahapan. Tahapan perancangan kampanye meliputi (hlm.14-18): 1. Tahap prakampanye Identifikasi masalah kemudian dicari hubungan sebab-akibat (cause and effect relationship) dengan fakta yang ada, dimana masalah yang ada yaitu banyaknya korban akibat memakai kawat gigi yang tidak sesuai standar medis. 2. Tahapan pengelolaan kampanye yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan, hingga evaluasi Dalam tahap ini diperlukannya riset untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat merumuskan pesan. Target audien dari kampanye sosial ini yaitu laki-laki dan perempuan, remaja umur 15-21 tahun. 7
3. Tahap pascakampanye Tahap evaluasi pada penanggulangan masalah (reduced problems). Dalam tahap ini evaluasi diarahkan pada keefektifitas kampanye dalam mengurangi atau menghilangkan masalah yang telah diidentifikasi pada tahap prakampanye. Selain itu, dalam proses perancangan desain, penulis mengikuti tahapan teori Landa (2011), yang menjelaskan bagaimana tahapan untuk memecahkan masalah melalui sebuah desain yaitu sebagai berikut: 1. Orientasi Penulis memulai dengan mengidentifikasi masalah dengan mengacu pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan 5W+1H, yaitu who (siapa), what (apa), when (kapan), why (mengapa), where (di mana) dan how (bagaimana). 2. Analisis Analisis dengan dilakukan dengan brainstorming. Lalu muncul ide-ide yang semakin berkembang dan memudahkan penulis untuk menentukan apa saja yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. 3. Konseptual Desain Konsep yang ditentukan yaitu nantinya akan menjadi acuan dari perancangan kampanye sosial ini, sehingga rancangan yang akan dibuat sesuai dengan topik tugas akhir dan memiliki hasil akhir yang sesuai dengan hasil dari rumusan masalah. 8
4. Desain Penulis menuangkan konsep dalam bentuk sketsa, untuk membuat gambaran singkat yang berkaitan dengan konten dari perancangan. Setelah itu, sketsa akan dikembangkan dalam tahap digital. 5. Implementasi Setelah itu, pada tahap ini hasil desain yang telah dibuat, diterapkan kedalam media kampanye sosial yang telah ditentukan (hlm 77-99). 9
1.7. Sistematika Perancangan Gambar 1.1. Sistematika Perancangan 10