BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2005 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG LOKASI PENGELOLAAN PEMBANGUNAN WILAYAH TERPADU ( PPWT ) KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA / KELURAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA / KELURAHAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 %) dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

10. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 19 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

ABSTRAK. Kata Kunci: Kejelasan Sasaran Anggaran, Sistem Pelaporan, Audit Kinerja, dan Akuntabilitas.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dimana masyarakatnya sentosa dan makmur serta berkecukupan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang berkepanjangan banyak menimbulkan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujutkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonominya. Definisi pembangunan ekonomi semakin berkembang

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

: PERATURAN GUBERNUR TENTANG ARAH, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUTU SATYARINI YUNITA DEWI NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. optimal. Sedangkan kualitas keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS iii KATA PENGANTAR... iv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup

KATA PENGANTAR. hidayah-nya. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Kemiskinan di Indonesa

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa tidak lepas dari peranan para pelaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Susanti, 2013

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dinamis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya kesenjangan pendapatan antar penduduk, antardaerah, dan antarsektor. Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Oleh karena itu, prioritas pembangunan adalah menghapuskan kemiskinan (Wijayanti dan Wahono, 2005: 215). Kesejahteraan rakyat dapat terwujud apabila pembangunan mengarah ke perubahan struktur masyarakat. Perubahan diawali dari proses peningkatan produksi dan distribusi yang selanjutnya dapat membuka kesempatan kerja. Kesempatan kerja dapat menciptakan peningkatan dan tabungan yang selanjutnya dapat digunakan untuk pemupukan modal bagi perubahan teknologi. Perubahan teknologi ini pada gilirannya kembali akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas (Murjana Yasa, 2008: 89). Program penanggulangan kemiskinan seharusnya dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan, hal ini didasarkan pada pengalaman-pengalaman penanggulangan kemiskinan di Indonesia, ternyata berbagai program yang telah dilaksanakan pemerintah, baik melalui program yang telah dilaksanakan pemerintah, baik melalui program sektoral, regional, maupun Program Instruksi Presiden (Inpres) belum 1

memberikan hasil yang memuaskan. Kondisi ini terlihat dari masih tingginya jumlah keluarga yang masuk dalam golongan Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) dengan alasan ekonomi pada tahun 2003, yakni meliputi 3,30 persen dari total keluarga (BKBKS Badung, 2003). Penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB) dan pembangunan keluarga sejahtera pada era otonomi daerah, khususnya di Kabupaten Badung lebih memusatkan perhatian pada visi pembangunan di Kabupaten Badung, sebagaimana telah ditetapkan Bupati dan Wakil Bupati Badung pada Program Kerja Awal Masa Bakti 2005-2010, yakni : Melangkah Bersama Membangun Badung Berdasarkan Tri Hita Karana Menuju Masyarakat Adil, Sejahtera dan Ajeg. Memperhatikan salah satu butir strategis pada visi tersebut, bahwa pada dasarnya Kabupataen Badung bertekad secara bersama-sama mengantarkan masyarakatnya menuju hidup sejahtera. Guna dapat memberikan arah dan tujuan terciptanya suatu kondisi masyarakat hidup sejahtera, maka penyelenggaraan program KB dan Pembangunan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Badung menitikberatkan kepada pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia. Peningkatan kualitas keluarga sejahtera tersebut memposisikan kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mecapai keluarga sejahtera di masyarakat. Tujuan pembangunan nasional adalah tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berbagai hambatan pembangunan yang dialami pemerintah Badung, 2

baik yang disebabkan oleh pengaruh internal maupun eksternal seperti politik, sosial, ekonomi maupun faktor alam menyebabkan tujuan yang ingin dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini terlihat dari masih tingginya proporsi angka kemiskinan. Pada tahun 1996 keluarga miskin di Kabupaten Badung berjumlah sekitar 2,63 persen dari total penduduk Kabupaten Badung yang saat itu mencapai 286,923 orang. Akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 yang berawal dari efek berantai (contangion effect) ekonomi Thailand yang pada akhirnya menimbulkan krisis multidimensional sehingga jumlah angka kemiskinan di Kabupaten Badung kembali naik menjadi sekitar 3,27 persen dari total penduduk pada tahun 1999. Pada tahun 2003 kemiskinan naik lagi menjadi 5,31 persen dari total penduduk Kabupaten Badung saat ini atau sekitar 351.077 orang. Angka ini juga diprediksi mengalami peningkatan pada tahun 2006 mengingat berbagai bencana alam yang melanda Indonesia serta kebijakan menaikkan harga minyak yang justru meningkatkan kembali angka kemiskinan (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2002). Kemiskinan menurut Hendriawan (Sudira, 2004) merupakan permasalahan yang kompleks, karena tidak saja berkaitan dengan rendahnya pendapatan dan konsumsi, namun juga terkait erat dengan pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan keterbelakangan (backwardness), ketidakberdayaan (powerlessness), ketidakmampuan menyampaikan aspirasi (vicelessness), kerentanan, rendahnya akses pasar. Terbatasnya kemampuan konsumsi, serta pengangguran, yang seringkali menimbulkan gejolak sosial yang merembet pada 3

isu SARA dan berakhir justru pada kehancuran ekonomi itu sendiri. Kabupaten Badung yang terkenal sebagai daerah tujuan wisata ternyata masih menghadapi masalah kemiskinan yang harus segera dientaskan oleh pemerintah daerah mengingat jumlah KS I ternyata masih cukup tinggi. Pada Tabel 1.1 ditampilkan data jumlah Keluarga Sejahtera Tahap I di Kabupaten Badung Tahun 2005 2009. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Keluarga Sejahtera Tahap I di Kabupaten Badung Tahun 2005-2009 Tahun Jumlah KK KS I (KK) % 2005 87.870 4.026-2006 91.188 4.154 3,18 2007 93.323 4.123 (0,75) 2008 94.525 4.568 10,79 2009 96.888 3.928 (14,01) Ket. : Kepala Keluarga (KK) Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) Angka dalam kurung = minus Sumber : BKBKS (Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera) Kabupaten Badung, 2009 Tabel 1.1 menunjukkan, bahwa dari tahun 2005-2009 jumlah KS I di Kabupaten Badung mengalami fluktuasi, tahun 2005 jumlah KS I sebesar 4.026 KK, tahun 2006 jumlah KS I mengalami peningkatan sebesar 3,18 %, hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah pada tahun 2006 belum mampu mengurangi kemiskinan. Pada tahun 2007, kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi kemiskinan mulai menunjukkan perubahan yang sedikit membaik, hal ini terlihat dari jumlah KS I yang mengalami penurunan sebesar 0,75 %, namun keadaan itu tidak bertahan lama karena pada tahun 2008 jumlah KS I kembali mengalami peningkatan sebesar 10,79 %, hal ini menunjukkan, bahwa diperlukan program 4

kerja yang lebih serius untuk mengentaskan kemiskinan. Tetapi pada tahun 2009 jumlah KS I mengalami penurunan sebesar 640 KK (14,01 persen). Artinya kebijakan pemerintah pada tahun 2009 sudah mampu mengurangi kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Badung. Pembangunan di Kabupaten Badung selama ini ternyata sarat dengan ketimpangan baik ketimpangan sektoral, antar kecamatan, maupun antara desa/kelurahan. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah berjalan selama ini yang terfokus di wilayah Badung Selatan, khususnya Kuta. Karena itu hasil pembangunan di Kabupaten Badung sebagian besar dinikmati oleh penduduk di wilayah tersebut, sedangkan wilayah Badung Utara dan Badung Tengah seperti Abiansemal, Petang, dan Mengwi yang jauh lebih luas wilayahnya menikmati hasil pembangunan yang sangat terbatas. Implikasinya jumlah keluarga KS I yang tersebar di Badung ternyata lebih banyak di Kecamatan Abiansemal, Mengwi, dan Petang. Pada Tabel 1.2 terlihat data jumlah KS I menurut kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2009. Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) Menurut Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2009 No Kecamatan Jumlah Kepala Keluarga (KK) KS I KK % 1 Kuta Selatan 17.067 452 2,65 2 Kuta 8.992 115 1,28 3 Kuta Utara 14.791 273 1,85 4 Mengwi 25.701 1.007 3,92 5 Abiansemal 22.743 1.701 7,48 6 Petang 7.594 380 5,00 Badung 96.888 3.928 22,18 Sumber : BKBKS Kabupaten Badung, 2009 5

Pada Tabel 1.2 terlihat bahwa jumlah KS I terbesar di Kabupaten Badung adalah Kecamatan Abiansemal, Petang dan Mengwi. Kecamatan lainnya seperti Kuta dan Kuta Utara merupakan daerah yang memiliki KS I relatif kecil. Pemerintah Kabupaten Badung selama ini telah mengupayakan berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan diantaranya adalah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Subsidi Langsung Tunai (SLT), dan Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Program ini pada hakikatnya terkait dengan program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, khususnya di bidang ekonomi sehingga dengan ketahanan dan kemampuan ekonomi yang semakin baik akan meningkatkan kesehatan, pendidikan, serta kemampuan tumbuh kembang anak. Program UPPKS dilaksanakan untuk peningkatan pemberdayaan keluarga dalam bidang ekonomi produktif yang dirintis oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) melalui pemberdayaan usaha mikro yang berfungsi menggerakkan roda ekonomi rumah tangga melalui pembelajaran ekonomi dengan cara menggugah minat peserta untuk berwiraswasta. Program UPPKS dipilih sebagai objek penelitian karena program ini memiliki kekhususan yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui pemberdayaan wanita. Sebagaimana diketahui bahwa wanita dalam rumah tangga memiliki peranan yang sangat menentukan dalam pembangunan. Karena itu program peningkatan kesejahteraan keluarga akan lebih cepat tercapai melalui pemberdayaan wanita dalam rumah tangga, dengan memberikan keterampilan 6

yang produktif dan mengendalikan jumlah anggota keluarga melalui program keluarga berencana, sebagaimana misi program UPPKS. Pembinaan program ekonomi produktif merupakan modal pembinaan dan fungsi ekonomi keluarga. Selain itu usaha kelompok ini memberikan wadah untuk mengembangkan semangat berusaha, mengorganisasikan usaha ekonomi produktif dan sebagai penyalur berbagai jenis kredit, seperti : dana bergulir, dana BUMN, Kukesra, Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU), Kukesra Mandiri dan jenis kredit lain yang terjangkau. Pada Tabel 1.3 ditampilkan data jumlah kelompok, anggota, dan bantuan dana perguliran program UPPKS menurut kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2009. Tabel 1.3 Jumlah Kelompok, Anggota, dan Bantuan Dana Perguliran Program UPPKS Menurut Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2009 No Kecamatan Jumlah Kelompok UPPKS Jumlah Anggota Kelompok UPPKS (KK) Jumlah Bantuan Dana Perguliran (Rp.) 1 Kuta Selatan 3 85 15,000,000.00 2 Kuta 2 30 10,000,000.00 3 Kuta Utara 6 86 30,000,000.00 4 Mengwi 5 81 25,000,000.00 5 Abiansemal 9 204 50,000,000.00 6 Petang 6 161 27,500,000.00 Badung 31 647 157,500,000.00 Sumber : BKBKS Kabupaten Badung, 2009 Tabel 1.3 menunjukkan bahwa jumlah kelompok UPPKS yang menerima bantuan di Kabupaten Badung adalah 31 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 647 KK, dan menerima bantuan dana perguliran sebesar Rp. 157.500.000,00. Jumlah kelompok yang terbesar berada di Kecamatan Abiansemal yaitu sebanyak 9 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 204 7

KK, dan menerima bantuan dana perguliran sebesar Rp. 50.000.000,00 sedangkan jumlah kelompok yang terkecil berada di Kecamatan Kuta yaitu sebanyak 2 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 30 KK, dan menerima bantuan dana perguliran sebesar Rp. 10.000.000,00. Menurut BKKBN Jakarta (1995 : 9), kegiatan yang telah dilakukan oleh BKKBN sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam pelaksanaan program UPPKS antara lain: 1) Memberikan bantuan fasilitas permodalan kepada kelompok meliputi dana bergulir, dana BUMN, Kukesra, Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU) dan Kuskesra Mandiri. 2) Pembinaan dan pengembangan usaha kelompok melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terlihat dalam kegiatan. 3) Pembinaan jaringan usaha bertujuan untuk meningkatkan akses anggota kelompok dengan berbagai pihak. 4) Pembinaan produksi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan pasar. Dalam penanggulangan kemiskinan, instrumen-instrumen yang akan digunakan oleh pemerintah pusat dengan regulasi berupa pedoman teknis tentang standar pelayanan minimal, bantuan-bantuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan taraf hidup 8

masyarakat melalui program UPPKS yang telah diselenggarakan oleh BKKBN dengan tahapan awal melakukan pendataan terhadap Keluarga Sejahtera (KS). Pelaksanaan pendataan KS di Kabupaten Badung dilakukan setahun sebanyak satu kali, yang dibantu bersama-sama dengan masyarakat, dengan maksud agar informasi yang akan diperoleh lebih lengkap yaitu tentang kesejahteraan keluarga sehingga dengan mengetahui jumlah KS maka dapat diketahui pula tingkat kesejahteraan keluarga, sehingga akan mempermudah pemerintah dalam pengambilan kebijakan lebih lanjut yang tepat guna dan tepat waktu berdasarkan atas visi dan misi BKKBN. Salah satu kecamatan di Kabupaten Badung yang melaksanakan program UPPKS adalah Kecamatan Mengwi. Kecamatan Mengwi terdiri dari 20 desa/kelurahan dengan jumlah anggota sebanyak 784 KK yang hanya tersebar di tiga belas desa/kelurahan masing-masing (BKBKS Kabupaten Badung, 2009). Pada Tabel 1.4 terlihat data jumlah keluarga sejahtera yang mengikuti program UPPKS menurut desa/kelurahan di Kecamatan Mengwi Tahun 2009. Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa jumlah Keluarga Sejahtera (KS) terbesar yang mengikuti Program UPPKS terdapat pada Desa Mengwitani yakni sebanyak 313 KK. Sedangkan jumlah Keluarga Sejahtera (KS) terkecil yang mengikuti Program UPPKS terdapat pada Desa Penarungan yakni sebanyak 11 KK. Untuk Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) terbesar yang mengikuti Program UPPKS berada pada Kelurahan Kapal yakni sebanyak 15 KK. Sedangkan jumlah Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) terkecil yang mengikuti Program UPPKS 9

terdapat pada Desa Sobangan dan Desa Gulingan yakni masing-masing sebanyak 2 KK. Tabel 1.4 Jumlah Keluarga Sejahtera (KS) yang Mengikuti Program UPPKS Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Mengwi Tahun 2009 Jumlah No Desa / Kelurahan Kelompok UPPKS KS I KS II KS III Jumlah 1 Desa Kuwum 1 8 5 2 15 2 Desa Sembung 3 8 38 10 56 3 Desa Werdi Bhuwana 1 5 16 4 25 4 Desa Sobangan 2 2 35 10 47 5 Desa Baha 2-36 8 44 6 Desa Penarungan 1-9 2 11 7 Desa Gulingan 3 2 59 20 81 8 Desa Mengwi 1 4 56 11 71 9 Desa Mengwitani 5 12 194 107 313 10 Desa Kekeran 1-12 4 16 11 Kelurahan Kapal 1 15 4 1 20 12 Kelurahan Sading 4-48 19 67 13 Desa Buduk 1-14 4 18 Kecamatan Mengwi 26 56 526 202 784 Ket. : KS I (Keluarga Sejahtera Tahap I) KS II (Keluarga Sejahtera Tahap II) KS III (Keluarga Sejahtera Tahap III) Sumber : BKBKS Kabupaten Badung, 2009 Kecamatan Mengwi menerima bantuan dana bergulir sebesar Rp. 25.000.000,00, dari ketiga belas desa/kelurahan yang mengikuti Program UPPKS tersebut hanya 5 desa/kelurahan yang mendapatkan bantuan dana bergulir, masing-masing kelompok mendapatkan dana sebesar Rp. 5.000.000,00 yaitu Desa Kuwum, Desa Werdi Bhuwana, Desa Penarungan, Kelurahan Kapal, dan Kelurahan Sading. Hal ini ditampilkan pada Tabel 1.5. 10

Tabel 1.5 Jumlah Kelompok, Anggota, Bantuan Dana Perguliran, dan Nama Kelompok UPPKS yang Menerima Bantuan Dana Bergulir Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Mengwi Tahun 2009 No Desa/Kelurahan Jumlah Kelompok UPPKS Jumlah Anggota Kelompok UPPKS (KK) Jumlah Bantuan Dana Perguliran (Rp) Nama Kelompok 1 Desa Kuwum 1 15 5,000,000.00 Mawar I 2 Desa Werdi Bhuwana 1 25 5,000,000.00 Darma Pertiwi 3 Desa Penarungan 1 11 5,000,000.00 Merta Rauh 4 Kelurahan Kapal 1 20 5,000,000.00 Yudistira 5 Kelurahan Sading 1 10 5,000,000.00 Sedana Mekar Mengwi 5 81 25,000,000.00 Sumber : BKBKS Kabupaten Badung, 2009 Selama ini program UPPKS telah dilakukan monitoring dan evaluasi melalui departemen terkait dalam bentuk pengisian kartu profil, pengisian kartu stratifikasi kelompok UPPKS, baik di tingkat desa, kecamatan, maupun tingkat provinsi. Namun untuk memperbaiki dan mengembangkan kelompok UPPKS di masa mendatang sangat perlu dilakukan evaluasi secara mendalam untuk mengukur keberhasilan program maupun berbagai kendala pengembangannya, sehingga berdasarkan informasi yang lengkap dan mendalam ini akan dapat diperoleh masukan untuk pembuatan kebijakan selanjutnya. Keberadaan program UPPKS di Kecamatan Mengwi hingga saat ini belum pernah dievaluasi secara mendalam tentang berbagai variabel sebagai ukuran keberhasilan program sesuai dengan tujuan sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mengwi yang tujuannya adalah untuk mengetahui efektivitas dan dampak program UPPKS tersebut. 11

Berdasarkan uraian dan latar belakang, maka dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tingkat efektivitas program UPPKS di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung? 2. Bagaimanakah dampak dari program UPPKS terhadap pendapatan keluarga di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung? 3. Bagaimanakah dampak dari program UPPKS terhadap kesempatan kerja keluarga di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung? 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui tingkat efektivitas program UPPKS di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. 2) Untuk mengetahui dampak program UPPKS terhadap pendapatan keluarga di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. 3) Untuk mengetahui dampak program UPPKS terhadap kesempatan kerja keluarga di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. 12

1.2.2 Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat secara praktis maupun teoritis. 1) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pelaksanaan program UPPKS, pengelolaan dan pembinaan program, serta memberikan gambaran yang jelas tentang pengentasan kemiskinan di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. 2) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam bangku kuliah, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran maupun evaluasi terhadap sebuah program yang telah dilaksanakan. 1.3 Sistematika Penulisan Secara keseluruhan skripsi ini terdiri dari lima bab yang merupakan satu kesatuan utuh dengan sistematika penyajian sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Landasan teori, rumusan hipotesis, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang erat kaitannya dan mendukung pembahasan penelitian, diuraikan dalam Bab II. 13

BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, responden penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Deskripsi hasil penelitian dan juga pembahasan hasil penelitian dari rumusan masalah diuraikan dalam Bab IV. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas mengenai kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan laporan dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan kesimpulan yang diperoleh. 14