BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte bus dan sebagainya. Reconnecting America and the Center for Transit-Oriented Development (2014) mendefinisikan transit oriented development sebagai pembangunan kawasan yang lebih kompak dengan kemudahan berjalan kaki menuju stasiun transit (biasanya 500 m) yang terdiri dari guna lahan campuran (mixed-use) seperti perumahan, perkantoran, toko-toko, restoran dan fasilitas sosial lainnya. Banyak sekali tujuan serta manfaat dari konsep TOD ini. Tujuan utama dari konsep TOD adalah mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik dibanding kendaraan pribadi. Di Indonesia, TOD sudah mulai diterapkan di beberapa tempat pada kawasan transitnya. Kebanyakan dari konsep TOD tersebut mulai diterapkan pada kawasan stasiun kereta api di Jabodetabek. Pemerintah nampaknya sudah mulai lebih memperhatikan stasiun sebagai upaya meningkatkan penggunaan KRL sebagai moda transportasi dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan serta rencana yang mencanangkan untuk lebih menata kawasan stasiun. Salah satu kota yang mulai menata kawasan stasiunnya adalah Kota Bogor. Kota Bogor merupakan salah satu kawasan aglomerasi perkotaan dengan DKI Jakarta. Dengan letaknya yang tidak jauh dari ibukota, Kota Bogor masuk ke dalam Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi). Hal tersebut menjadikan kota ini menjadi salah satu sasaran tempat tinggal yang strategis. Berdasarkan pendataan terakhir, Kota Bogor memiliki jumlah penduduk 1.013.019 jiwa pada tahun 2013, dengan kepadatan penduduk 8.549 jiwa/km 2 1
(BPS Kota Bogor, 2014). Dari jumlah penduduk tersebut, tidak sedikit diantaranya yang bermatapencaharian di ibukota Jakarta. Daya tarik ibukota sebagai gudangnya lapangan pekerjaan nampaknya masih sangat tinggi di mata masyarakat. Begitu juga dengan pandangan penduduk Kota Bogor. Tidak hanya sebagai tempat tinggal yang strategis, Kota Bogor juga menjadi tempat berkegiatan bagi masyarakat yang tinggal di peri urban Kota Bogor. Dengan begitu tingkat mobilitas Bogor-Jakarta sangatlah tinggi, begitu juga sebaliknya. Pertambahan jumlah penduduk yang pesat di Kota Bogor diiringi pula dengan petambahan jumlah kepemilikan kendaraan. Berdasarkan data dari DLLAJ tahun 2012, jumlah kendaraan bermotor di Bogor mencapai 301.086 kendaraan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor meningkat rata-rata sebesar 14,47% per tahun. Dalam pemilihan moda untuk bekerja, penduduk Kota Bogor tampaknya masih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Khususnya penduduk yang bermata pencaharian di ibukota seperti yang disebutkan diatas. Fakta ini dapat terlihat dari padatnya lalu lintas jalan tol pada jam pergi dan pulang kantor. Bila tidak dikendalikan maka dikhawatrikan akan terjadi kemacetan yang lebih parah, bahkan di jalan bebas hambatan sekalipun. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan transportasi publik massal yang memadai. Dengan kapasitas penumpang yang banyak serta waktu tempuh yang pendek, kereta api dianggap sebagai moda yang paling cocok untuk mengangkut komuter. Keberhasilan transportasi publik massal tidak lepas dari sarana prasarana yang menunjangnya. Stasiun dan kawasan sekitarnya menjadi faktor penting dalam transportasi kereta api. Dengan stasiun yang nyaman dan tertata, maka mengundang para masyarakat untuk menggunakan kereta api. Oleh karena itu pengembangan kawasan stasiun harus dilaksanakan secara matang dengan konsep yang tepat pula. 2
Gambar 1.1 Kemacetan di TOL Jagorawi Sumber: ntmc-korlantaspolri.blogspot.com, diakses pada 4 Januari 2015 (19.00) Pada Masterplan Perkeretaapian Jabodetabek 2020 (Konsep 2) disebutkan beberapa program pengembangan fasilitas pendukung perkeretaapian jabodetabek, dimana peningkatan fasilitas stasiun dan perkeretaapian pada lintas Bogor adalah salah satunya. Pemerintah Kota Bogor pun telah serius dalam menangani kawasan Stasiun Kota Bogor. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2031 disebutkan bahwa Kota Bogor memiliki rencana pengembangan sistem transportasi perkeretaapian yang salah satunya adalah penataan kawasan stasiun Kota Bogor dan sekitarnya. Penataan tersebut dilaksanakan dalam rangka menarik masyarakat untuk menggunakan transportasi massal kereta api. Kegiatan yang dilakukan dalam penataan Kawasan Stasiun Bogor antara lain: 1. Penataan jaringan trayek (re-routing) angkutan kota 2. Peningkatan kualitas layanan angkutan kota melalui penerapan operasional system shift 3. Pengembangan koridor sistem angkutan umum massal (SAUM) Trans Pakuan 4. Manajemen dan rekayasa lalu lintas kawasan 5. Penataan dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) 6. Pembangunan fasilitas integrasi moda, berupa fasilitas pejalan kaki (pedestrian) Kawasan stasiun Kota Bogor saat ini terlihat masih semrawut walaupun masih dilakukan penataan sampai sekarang. Seperti yang sudah disebutkan diatas, 3
bahwa TOD merupakan konsep kawasan transit yang bisa dijadikan alternatif penataan Kawasan Stasiun Bogor. Gambar 1.2 Kesemrawutan Kawasan Stasiun Bogor Sumber: m.heibogor.com dan wartakota.tribunnews.com, diakses pada 4 Januari 2015 (19.15) I.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Kawasan stasiun tidak lepas dari citra yang tidak teratur serta kekumuhan, begitu juga dengan Stasiun Bogor. Saat ini pemerintah kota sedang berusaha melakukan penataan terhadap Stasiun Bogor dan kawasan sekitarnya. Namun kawasan stasiun masih terlihat semrawut seperti kemacetan dan banyaknya PKL. Oleh karena itu diperlukan analisis tentang peluang dan tantangan penerapan TOD sebagai konsep tepat untuk kawasan stasiun. Teori-teori TOD yang ada saat ini masih mengacu pada kondisi negara maju, untuk diterapkan di Indonesia butuh beberapa penyesuaian. Oleh karena pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini adalah apa saja peluang dan tantangan penerapan konsep transit oriented development pada penataan Kawasan Stasiun Bogor? I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian dicapai yaitu: Melalui penelitian ini, peneliti memiliki beberapa tujuan yang hendak 1. Untuk membandingkan kondisi eksisting dan karakteristik Kawasan Stasiun Bogor dengan teori TOD 4
2. Untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan penataan Kawasan Stasiun Bogor berbasis transit 3. Untuk merumuskan strategi penataan Kawasan Stasiun Bogor berbasis transit Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan tentang apa saja peluang dan tantangan penataan kawasan stasiun yang berbasis transit sesuai dengan teori transportasi dan Transit Oriented Development, khususnya dalam konteks Kota Bogor dan Indonesia 2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan-masukan yang bermanfaat bagi penataan Stasiun Bogor atau stasiun lainnya dengan konsep Transit Oriented Development I.4 Batasan Penelitian I.4.1 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian ini dilakukan di kawasan Stasiun Bogor yaitu dalam radius sekitar 400 m 500 m dari stasiun sesuai dengan konsep walkable Transit Oriented Development dan tingkat kenyamanan pejalan kaki di Indonesia selama 10 menit. Selain itu penentuan ruang lingkup lokasi ini ditentukan berdasarkan pertimbangan deliniasi Kawasan Stasiun Bogor pada draft RTBL Stasiun Bogor. 5
Gambar 1.3 Kawasan TOD Stasiun Bogor Sumber: Google Maps, diolah 2015 Gambar 1.4 Kawasan TOD Stasiun Bogor dalam skala Kota Bogor Sumber: Google Maps, diolah 2015 6
I.4.2 Fokus Penelitian Fokus penelitian ini meliputi analisis konsep TOD pada kondisi eksisting dan karakteristik Kawasan Stasiun Bogor. I.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang konsep Transit Oriented Development (TOD) maupun kawasan stasiun tentu saja bukan yang pertama dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait topik tersebut. Namun masing-masing memiliki lokasi, fokus dan metode yang berbeda-beda. Dibawah ini akan dijelaskan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terkait TOD dan kawasan stasiun. Septian Sofoewan Permana pada tahun 2012 pernah meneliti tentang keberhasilan penerapan TOD di Kota Curitiba dan Kota Bogota sebagai pembelajaran di Kota Yogyakarta. Dalam skripsinya yang berjudul Peluang Dan Tantangan Penerapan Transit Oriented Development Di Kota Yogykarta; Pembelajaran Keberhasilan Kota Curitiba Dan Bogota, Permana meneliti dengan metode deduktif-kualitatif dengan lokasi penelitian di Kota Yogyakarta, Bogota dan Curitiba sehingga terdapat perbedaan lokasi dan focus penelitian dengan peneliti. Peneliti lainnya, Nur Azizah Irawati juga pernah meneliti tentang TOD yang berfokus pada tinjauan masterplan transit oriented development terhadap kondisi ideal teori dan kondisi eksisting kawasan pada tahun 2013. Metode yang digunakan pada skripsinya berjudul Masterplan Transit Oriented Development Stasiun Manggarai: Tinjauan Kesesuaian Terhadap Kondisi Ideal Teori dan Kondisi Eksisting Kawasan adalah metode deduktif kualitatif dengan lokasi di DKI Jakarta. Sedangkan pada tesis Lukluk Zuraida Jamal yang berjudul Walkability Pada Kawasan Berbasis Transit Oriented Development focus penelitiannya adalah walkability pada Kawasan berbasis TOD. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 dengan metode kualitatif-kuantitatif dan lokasi di Kawasan Stasiun Lempuyangan. Penelitian ini memiliki lokasi, fokus dan metode yang berbeda 7
dengan peneliti. Selanjutnya Christian Nindyaputra Octarino pernah meneliti tentang pengembangan stasiun berbasis jalur kereta api dalam tesisnya yang berjudul Pengembangan Kawasan Sekitar Stasiun yang Berbasis Jalur Kereta Api (Rail Oriented Development) pada tahun 2013. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan lokasi di Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah. Penelitian tersebut memiliki perbedaan lokasi, focus dan metode dengan peneliti. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dari segi lokasi, focus ataupun metodenya dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang penulis lakukan berfokus pada peluang dan tantangan penataan kawasan stasiun berbasias transit dengan lokasi di Kota Bogor. Sedangkan metode yang digunakan peneliti adalah metode deduktif-campuran (kuantitatif-kualitatif). 8