BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja adalah datang haid yang pertama kali atau menarche, biasanya sekitar umur

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. distribusi lemak pada daerah pinggul. Selama ini sebagian masyarakat merasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. tumpuan harapan yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Menstruasi pertama kali disebut dengan menarche (Wong,2008).

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dimana anak-anak akan memasuki usia pra-remaja. Pada usia pra-remaja ini anakanak

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU REMAJA TERHADAP PERSONAL HYGIENE (GENETALIA) SAAT MENSTRUASI DI SMAN 2 CIKARANG UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 1 PLERET BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. kematangan seksual. Perubahan-perubahan ini terjadi pada masa-masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Usia mahasiswa berkisar antara tahun. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wanita berbeda-beda waktunya dalam mendapatkan menarche atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi. Kegiatan-kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dapat dicegah (Out Look, 2000, 16). Risiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup. Upaya untuk menuju reproduksi sehat sudah harus dimulai paling tidak pada usia remaja. Remaja harus dipersiapkan baik pengetahuan, sikap dan perilakunya kearah pencapaian reproduksi yang sehat (WHO, 1995 dalam Sianturi, 2000). Kelompok remaja menjadi perhatian karena jumlah mereka yang besar dan rentan serta mempunyai resiko gangguan terhadap kesehatan reproduksi. Menurut Data Statistik Indonesia (2005) remaja yang berusia 10-24 tahun mencapai 62 juta orang atau 28 persen dari total penduduk Indonesia. Penduduk usia remaja, selain proporsinya yang cukup besar dari total jumlah penduduk nasional, perilaku mereka cukup menyita perhatian orang tua dan masyarakat pada umumnya. Pada usia sekitar 10-24 tahun, remaja mengalami transisi dari masa anak-anak ke dewasa. Pada masa tersebut, mereka mengalami berbagai macam proses perubahan terkait dengan kesehatan reproduksi. 1

4 Perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa tersebut sering dikenal dengan istilah masa pubertas yang ditandai dengan datangnya menstruasi. Peristiwa datangnya haid/menstruasi pertama kali, biasanya terjadi sekitar umur 10-16 tahun yang menjadi pertanda biologis dari kematangan seksual. Menstruasi yang pertama kali datang ini dinamakan menarche (Llewellyn, 1989 dalam Arneti, 2002). Awal menstruasi bisa saja menjadi trauma bagi sebagian anak perempuan, terutama jika mereka tidak mendapat informasi yang jelas sebelumnya (Darmawati, 2002). Kastenbaum dalam Arneti (2003) juga menyatakan bahwa peristiwa menarche dapat menjadi suatu peristiwa yang traumatis jika remaja yang bersangkutan tidak dipersiapkan dengan baik. Sekalipun sebelumnya sudah mengerti, namun menstruasi seringkali merupakan pengalaman yang traumatis, terutama bila disertai dengan muntah-muntah dan organ-organ tubuh kejang (Hurlock, 1999 dalam Arneti 2002). Pengamatan secara psikoanalitis menunjukkan bahwa ada reaksi-reaksi psikis tertentu pada saat menstruasi pertama, lalu timbul proses yang disebut oleh Deutcsh dalam Agustina (1997), sebagai kompleks kastrasi atau trauma genitalia. Trauma genitalia ini biasanya dibarengi dengan kecemasan dan ketakutan-ketakutan yang tidak riil, serta perasaan bersalah atau berdosa, yang semuanya dikaitkan dengan masalah pendarahan pada organ kelamin dan proses haidnya. Sewaktu menstruasi pertama itu mungkin dihayati oleh anak sebagai satu proses mengeluarkan sejumlah darah kotor dari tubuhnya, yang mana ia harus menyingkir, menyendiri atau harus diisolir. Dari perasaan negatif tersebut, mungkin akan timbul pula perasan sangat lemah karena merasa kehilangan banyak darah, atau merasa sakit-sakitan, sehingga tidak berani keluar rumah (Agustina, 1992). Studi yang dilakukan Aliaswastika dalam penelitian kualitatifnya mengenai remaja perempuan dan seksualitas tahun 2006 terhadap enam orang remaja perempuan, dengan rentang usia antara 16 sampai 17 tahun, menunjukkan bahwa pemaknaan seorang remaja perempuan tentang kesehatan reproduksi sangat tergantung pada referensi yang dimilikinya tentang hal tersebut, dan bagaimana ia berkomunikasi dengan orang yang menjadi sumber primer baginya untuk mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Terbentuknya

5 frame of reference dan pola komunikasi ini dimulai sejak mereka mengalami menstruasi pertama. Kurangnya informasi akibat enggan membicarakan masalah menstruasi dapat menimbulkan sikap yang negatif. Anak-anak perempuan yang tidak mengenal tubuh mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk. Anak-anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi sebagai fungsi tubuh normal dapat mengalami rasa malu yang amat dan perasaan kotor saat menstruasi pertama mereka. Bahkan saat menstruasi akhirnya dikenali sebagai proses yang normal, perasaan kotor dapat tetap ada sampai masa dewasa. Pengabaian untuk menjelaskan persoalan menstruasi ini menunjukkan bagaimana remaja perempuan tidak diajari untuk lebih mengenal tubuhnya. Karena terlanjur melihat masalah kesehatan reproduksi ini sebagai sesuatu yang tabu, maka remaja perempuan yang tidak mendapatkan penjelasan memadai ini biasanya akan malu untuk berbicara dan mencari informasi. Dan itulah sebabnya, kebanyakan dari mereka tidak memiliki pijakan atau referensi yang cukup yang dapat membantunya ketika ia berhadapan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Mereka justru merasa bingung ketika harus memaknai fungsi tubuh mereka yang berkaitan dengan seksualitas, dan melihat proses perubahan dalam dirinya menuju dewasa sekedar sebagai sesuatu yang alamiah, tanpa memberikan pemaknaan yang lebih mendalam. Pesatnya perkembangan informasi saat ini dan ditambah keingintahuan remaja tentang masalah reproduksi yang begitu besar sering mengakibatkan remaja mengalami perubahan pola pikir. Perubahan itu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap reproduksi dan membentuk perilaku tersendiri. Sementara itu, orang tua berharap pubertas atau proses pematangan organ reproduksi dengan sendirinya akan membentuk pemahaman remaja bahwa sistem reproduksi sudah terjadi. Namun, karena anggapan bahwa pendidikan seks masih tabu mengakibatkan remaja malu untuk bertanya kepada orang tua dan orang tua pun menganggap tidak perlu memberikan penjelasan hal tersebut kepada anaknya karena mereka berpikir, anak akan mengerti dengan sendirinya berjalan menuju kedewasaannya. Sekolah yang seharusnya bisa dijadikan tempat untuk

6 memberikan informasi kepada siswanya, dengan alasan-alasan tertentu justru menjadi sebaliknya. Hal-hal tersebut diatas memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana remaja putri menyikapi proses mentsruasinya dan bagaimana mereka berperilaku sehat pada penanganan kebersihan alat kelaminnya saat menstruasi. Higiene menstruasi merupakan keseluruhan perilaku dalam menjaga kebersihan saat menstruasi. Informasi mengenai higiene menstruasi sangat penting karena jika tidak diterapkan akan berdampak negatif, yaitu akan menimbulkan infeksi pada alat reproduksi dan jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kemandulan, sehingga menurunkan kualitas hidup individu yang bersangkutan (Depkes RI, 1996 dalam Sianturi, 2000). Melihat dampak yang ditimbulkan akibat infeksi alat reproduksi, maka hal ini harus ditanggapi secara serius. Seperti halnya sekolah, peranan pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang sangat intensif membahas masalah agama Islam yang berguna bagi masyarakat luas, sudah semestinya membahas seksualitas melalui pendidikan seks atau pendidikan kesehatan reproduksi. Akan tetapi realitasnya, bahasan kesehatan reproduksi masih tergolong tema yang sangat jarang dan sensitif di kalangan pesantren serta kurang mendapat porsi yang memadai dalam program pendidikan pesantren. Masalah kesehatan reproduksi remaja khususnya mengenai menstruasi sangat penting untuk diinformasikan kepada remaja putri di pesantren. Mengingat bahwa pola kehidupan di pesantren yang mewajibkan santrinya untuk tinggal di pondok (mondok) selama masa pendidikan dan segala aktifitas seharihari dilakukan di areal pesantren tidak terkecuali saat menghadapi menstruasi. Tinggal dalam sebuah pondokan (rumah) yang biasanya terdiri dari enam atau tujuh santri sesama uumur didalamnya dengan sarana yang terkadang kurang memadai dapat membuat suatu pola perilaku tertentu terkait dengan kesehatan, khususnya saat mereka mengalami menstruasi. Kondisi seperti itu juga bisa saja terjadi di Pondok Pesantren Putri As- Syafi'iyah, Jakarta. Dengan demikian, peneliti akan mencoba mengangkat permasalahan tentang bagaimana praktek higiene menstruasi pada santri di pondok pesantren tersebut berkaitan dengan aspek biologi, psikologi, dan sosialnya.

7 1.2 Perumusan Masalah Pendidikan kesehatan reproduksi tidak terlepas dari kehidupan manusia. Akan tetapi realitasnya, bahasan kesehatan reproduksi masih tergolong tema yang sangat jarang dan sensitif di kalangan pesantren serta kurang mendapat porsi yang memadai dalam program pendidikan pesantren. Akibatnya berpengaruh pada penerapan pendidikan kesehatan reproduksi yang kurang maksimal. Remaja putri yang berada di lingkungan pesantren sama seperti remaja pada umumnya, di usia yang sedang mengalami perubahan fisiologis dan menstruasi ini sangat diperlukan informasi mengenai kesehatan reproduksi, khususnya higiene menstruasi. Begitu pula dengan santri di Pesantren Putri As- Syafi'iyah Bekasi, dimana santri harus dibekali banyak informasi mengenai higiene menstruasi. Mereka berada di usia remaja awal dan menengah yang tentunya mengalami menstruasi, dan pengalaman menstruasinya ini harus dijalani di lingkungan pesantren. Perilaku kebersihan mereka terhadap menstruasi belum tentu tepat, tinggal di pondok bersama teman sebaya yang mungkin juga samasama kurang memiliki informasi mengenai higiene menstruasi, serta sarana yang kadang kurang memadai menyebabkan perilaku higiene mereka saat menstruasi menjadi hal yang penting untuk dikaji. Sangat penting bagi santri untuk memperoleh informasi yang benar terkait masalah menstruasi, sumber informasi yang tepat akan membantu mereka menjalani proses perkembangan menuju dewasa dengan baik. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As- Syafi iyah Bekasi tahun 2009? 2. Fakor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As-Syafi iyah Bekasi tahun 2009?

8 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya aspek biopsikososial higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As-Syafi'iyah Bekasi tahun 2009. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As- Syafi'iyah Bekasi tahun 2009. 2. Diketahuinya aspek biologi yang mempengaruhi perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As-Syafi'iyah Bekasi tahun 2009. 3. Diketahuinya aspek psikologi yang mempengaruhi perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As-Syafi'iyah Bekasi tahun 2009. 4. Diketahuinya aspek sosial yang mempengaruhi perilaku higiene menstruasi pada remaja di Pesantren Putri As-Syafi'iyah Bekasi tahun 2009. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada santri kelas I dan II SMP maupun SMA di Pesantren Putri As-Syafi'iyah, Bekasi. Pemilihan lingkup penelitian pada siswi kelas tersebut karena pada masa ini mereka memasuki usia remaja awal dan menengah dimana proses perubahan fisiologis sedang berlangsung. Dan sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian mengenai kesehatan reproduksi khususnya menstruasi di pesantren tersebut. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan studi kuantitatif dengan desain cross sectional untuk mengetahui aspek biopsikososial higiene menstruasi pada remaja putri di pesantren yang dilaksanakan pada bulan Juni 2009. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Bagi Akademik Dapat memberi informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku higiene menstruasi pada remaja di pesantren putri. Dimana hal ini dapat dijadikan masukan dalam program upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan

9 kesehatan masyarakat melalui kesehatan reproduksi. Serta dapat dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. 1.6.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Dapat menjadi bahan masukan dalam upaya peningkatan pengetahuan santri dalam hal kesehatan reproduksi khususnya higiene menstruasi melalui program kesehatan reproduksi remaja yang dapat dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. 1.6.3 Manfaat Bagi Penulis Penelitian ini merupakan pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh selama menjalani pendidikan di FKM UI dan ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pendidikan S1 dalam bidang promosi kesehatan untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.