BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Program privatisasi pertama kali dikenalkan di Inggris pada masa pemerintahan Margareth Thatcher di tahun 1979, dan hingga saat ini privatisasi berkembang menjadi sebuah fenomena global. Berbagai negara dengan tingkat perkembangan dan ideologi yang berbeda, mencoba mengadopsi strategi privatisasi sebagai salah satu elemen penting dalam kebijakan ekonominya. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah pendapat yang berterima umum, bahwa perusahaan yang diprivatisasi akan menjadi lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan perusahaan yang masih dikelola publik, seperti pendapat yang diungkapkan oleh D Souza dan Megginson (1999). Di Indonesia, privatisasi merupakan salah satu program yang masih ada dalam rencana strategis Kementerian BUMN tahun 2012-2014. Kementerian BUMN mengemukakan secara eksplisit akan tetap melakukan privatisasi terhadap BUMN. Privatisasi memiliki tujuan khusus yaitu untuk meningkatkan kinerja, efisiensi, dan tata kelola BUMN (D Souza dan Megginson, 1999). Maka dari itu, Kementrian BUMN berencana akan memprivatisasi sekitar 20 BUMN dalam 3 tahun pertama (Tempo, 2012). Pada awalnya, BUMN yang ada di Indonesia merupakan hasil nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing Belanda yang kemudian ditetapkan sebagai perusahaan negara. Pembentukan BUMN didasarkan pada bunyi 1
ketentuan UUD 1945 Pasal 33 khususnya ayat (2) dan (3) yang mengandung maksud bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Selanjutnya, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, tugas utama negara membentuk badan usaha adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, ketika sektor-sektor tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta (Nugroho dan Wrihatmolo, 2008). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara pada khususnya, maka Purwoko (2002) berpendapat dengan semakin meningkatnya kinerja BUMN maka kontribusi terhadap pembangunan di Indonesia semakin dapat dirasakan secara keseluruhan. Purwoko (2002) juga mengatakan, BUMN memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Pemerintah Indonesia membentuk BUMN untuk keperluan ekonomi dan sosial. Untuk keperluan ekonomi, BUMN mengelola sektor bisnis strategis agar tidak dikendalikan oleh entitas lainnya, sedangkan untuk kepentingan sosial BUMN didirikan dalam rangka untuk menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai oleh BUMN melalui perekrutan karyawan. Disisi lain, pengembangan ekonomi lokal dicapai dengan melibatkan rakyat sebagai mitra bisnis dalam mendukung kegiatan usaha BUMN (Nugroho dan Wrihatnolo, 2008). 2
Halan (2006) juga berpendapat bahwa BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar peran tersebut bisa lebih optimal, BUMN harus memenuhi syarat-syarat berikut : 1. Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi yang sehat. 2. Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki sense of business yang tinggi. 3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) secara konsisten dan berkesinambungan. 4. Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi. 5. Siap bersaing di era kompetisi global dan memiliki kemampuan untuk survive dalam segala kondisi. 6. Memiliki tanggung-jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal kepedulian terhadap lingkungan hidup, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan pengembangan pengusaha kecil. Akan tetapi, kinerja BUMN mulai memburuk sejak awal tahun 1980-an (Bastian, 2002). Bastian (2002) juga menyebutkan, BUMN terbiasa mendapat fasilitas khusus dari pemerintah. Pada tahun 1990 terjadi penurunan kontribusi BUMN bagi penerimaan negara baik berupa dividen maupun pajak, dan penurunan produktifitas yang tercermin dari profitabilitasnya yang menurun. Pada tahun 1990/1991 kontribusi BUMN berupa dividen adalah 46 % dari total penerimaan negara bukan pajak, sedangkan pada tahun 1995/1996 menurun menjadi hanya 14% saja. Pada tahun 1990/1991 kontribusi BUMN berupa pajak penghasilan (PPh) adalah 41,2% dari total penerimaan negara dari pajak, 3
sedangkan pada tahun 1995/1996 hanya 9,8%. Pada tahun 1994/ 1995 nilai ROA (Return On Asset) BUMN hanya sebesar 2,75% padahal untuk badan usaha yang efisien seharusnya mempunyai nilai ROA sebesar 20%. Indikasi lain adalah nilai ROE (Return On Equity) dan ROI (Return On Investment) yang jauh dibawah nilai normal. Rata-rata ROE dan ROI BUMN adalah 3,5% dan 9,6% padahal tingkat pengeluaran modal yang normal adalah 14%. Kondisi BUMN yang seperti ini disebut sebagai institusi yang melakukan Asset Value Destruction yang berarti menghancurkan nilai assetnya sendiri (Nugroho dan Wrihatnolo, 2008). Hal tersebut mengindikasikan bahwa BUMN belum menunjukkan trend yang meningkat dalam hal kinerja keuangan. Kinerja BUMN yang memprihatinkan juga tercermin ketika BUMN tidak mampu untuk mengatasi krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis multidimensi telah mempengaruhi BUMN sebagai pemain utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Banyak BUMN memiliki alasan kinerja buruk dikarenakan usahanya adalah untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, sehingga telah mengabaikan efisiensi dalam operasi kegiatan bisnis utama BUMN (Bastian, 2002). Maka salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan melakukan kebijakan privatisasi, yakni dengan mengalihkan sebagian atau keseluruhan aset yang dimiliki negara kepada pihak swasta. Implikasi dari privatisasi adalah perubahan sebagian atau seluruh kepemilikan BUMN dari publik kepada pihak swasta. Investor swasta yang dapat digolongkan menjadi investor asing dan investor domestik, baik secara institusional maupun 4
perseorangan. Begitu juga dengan kepemilikan oleh direksi dan karyawan. Perubahan kepemilikan ini diharapkan akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan melalui peningkatan efisiensi dari penggunaan sumber daya (Boardman dan Vining,1989). Akhirnya privatisasi mulai dikenalkan di Indonesia sejak tahun 1991 yang pada saat itu pemerintah menjual 35% dari kepemilikan PT Semen Gresik melalui IPO (Initial Public Offering). Menurut Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994), beberapa tujuan privatisasi adalah sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan struktur modal, 2. Untuk meningkatkan profesionalitas dan efisiensi bisnis, 3. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kepemilikan BUMN dan 4. Untuk menambahkan nilai-nilai melalui praktek tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Sheshinski dan López-Calva (2003) juga menambahkan, privatisasi telah menjadi komponen kunci dari program reformasi struktural di negara maju dan berkembang. Tujuan dari program tersebut adalah untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi dari mikroekonomi dan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi kebutuhan pinjaman sektor publik melalui penghapusan subsidi yang tidak perlu. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Guriev dan Megginson (2005) menunjukkan bahwa privatisasi membantu dalam meningkatkan pendapatan bagi pemerintah. Hal tersebut dibuktikan oleh Halan (2006) yang menyebutkan bahwa 5
secara umum kinerja keuangan BUMN di Indonesia mengalami peningkatan 3 tahun sesudah diprivatisasi dibandingkan dengan 3 tahun sebelum privatisasi. Hasil dari privatisasi BUMN di Indonesia turut andil dalam menyumbang jumlah pemasukan negara. Berdasarkan Kementerian BUMN (2008) menyebutkan bahwa total penerimaan negara dari hasil privatisasi BUMN pada tahun 2005 mencapai Rp 42 triliun, sedangkan pada tahun 2008 penerimaan negara dari dividen dan hasil privatisasi mencapai Rp 23,4 triliun dan Rp 8 triliun. Dalam pasar modal, total kapitalisasi pasar dari 15 BUMN yang sudah go public per 28 Desember 2007 adalah Rp 605,51 triliun atau 30,45% dari total kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari data tersebut menunjukkan bahwa BUMN menyumbang jumlah yang besar untuk pemasukan negara. Sampai saat ini privatisasi BUMN masih terus berlangsung. Dalam rencana strategis tahun 2012-2014, Kementrian BUMN menargetkan 20 BUMN akan diprivatisasi dalam tiga tahun pertama. Namun tidak selamanya privatisasi merupakan jalan keluar untuk memperbaiki kinerja BUMN. Yarrow (1986) menyatakan bahwa kompetisi dan akuntabilitas manajemen lebih penting dibandingkan dengan privatisasi. Penelitian lainnya dilakukan Harper (1997) seperti yang dikutip Jumitra (2008), terhadap 178 BUMN Ceko yang diprivatisasi pada gelombang pertama dengan menggunakan metode voucher. Dalam penelitiannya ditemukan terjadi penurunan yang signifikan terhadap profitabilitas (Return On Sales, Return On Total Assets), Net Income Efficiency, Real Sales, dan Employment selama 2 tahun sesudah periode privatisasi. 6
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan apakah benar bahwa privatisasi sebagai salah satu strategi yang diambil pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kinerja BUMN masih efektif. Pengukuran kinerja dalam penelitian ini dilakukan melalui proses pemilihan rasio-rasio yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994). Akan tetapi, penulis ingin lebih berfokus pada pengukuran rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), dan ROS (Return On Sales), serta pengukuran rasio efisiensi dengan menggunakan SALEFF (Sales Efficiency) dan NIEFF (Net Income Efficiency). I.2 Rumusan Masalah Sebagaimana telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa ada dorongan yang besar bagi pemerintah untuk mempercepat program privatisasi terhadap BUMN yang kinerjanya memburuk. Dalam penelitian ini, penentuan efek privatisasi BUMN yang diprivatisasi melalui metode penawaran umum perdana (IPO) terhadap kinerja profitabilitas dan efisiensinya, dilakukan dengan melihat secara khusus pada indikator tingkat kinerja profitabilitas seperti Return On Asset, Return of Equity, Return On Sales, serta kinerja efisiensi seperti Sales Efficiency dan Net Income Efficiency. Dengan menggunakan beberapa indikator tersebut maka permasalahan yang akan diteliti penulis adalah : 1. Apakah tingkat profitabilitas BUMN menjadi lebih tinggi sesudah privatisasi daripada sebelum privatisasi melalui IPO? 7
2. Apakah tingkat efisiensi BUMN menjadi lebih tinggi sesudah privatisasi daripada sebelum privatisasi melalui IPO? I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perubahan tingkat profitabilitas BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. 2. Untuk mengetahui perubahan tingkat efisiensi BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. I.4 Manfaat Penelitian berupa : Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dan manfaat 1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hal proses pembuatan kebijakan. Pemerintah dapat mempertimbangkan temuan yang ada dalam penelitian ini untuk menentukan waktu dan kondisi paling cocok dalam melakukan privatisasi terhadap BUMN, serta apakah privatisasi masih merupakan alternatif terbaik dalam meningkatkan kinerja BUMN dan mampu meningkatkan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk evaluasi pada kesuksesan program privatisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. 8
2. Manfaat Praktik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu praktisi dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan BUMN yang telah diprivatisasi. I.5 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Berisi tentang gambaran secara menyeluruh mengenai masalah isi penelitian dan gambaran permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian yang dilakukan, serta sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Menguraikan tentang teori-teori serta penelitian terdahulu berkaitan dengan topik yang diteliti. Dalam bab ini juga dijelaskan rerangka pemikiran yang melandasi timbulnya hipotesis penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Berisi deskripsi tentang variabel-variabel dalam penelitian secara operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, dan metode analisis yang digunakan. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berisi hasil analisis dan pembahasan mengenai dampak privatisasi terhadap profitabilitas dan efisiensi BUMN. 9
BAB V: PENUTUP Berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, keterbatasan penelitian, serta saran-saran yang berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh. 10