OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1

dokumen-dokumen yang mirip
PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKSI (PPR) DI SEKOLAH Serviam, educating, enhacing and caring, Januari 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BAGIAN 1. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI IGNATIAN

METODOLOGI PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN YANG MEMBANGKITKAN NASIONALISME KEINDONESIAAN 1

INTEGRASI PPR DALAM KURIKULUM 2013

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKSI (PPR) DAN SILABUSNYA

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER SECARA HOLISTIK

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS DAN KREATIF

RELASI GURU-MURID-BIDANG STUDI BAGI GURU SEJATI

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM KAITAN DENGAN WAWASAN KEBANGSAAN 1 Paul Suparno, S.J.

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR): ALTERNATIF PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN DAN KARAKTER

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENGEMBANGAN KARAKTER UNTUK ANAK ZAMAN SEKARANG 1

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno

BE AMAZING TEACHERS. Lokakarya Yayasan Suaka Insan Suster SPC Jl. Danau Agung 13, Sunter, Jakarta, 22 Juli 2015 Paul Suparno, S.J.

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Paul Suparno, S.J. Universitas Sanata Dharma Yogyakartsa

IMPLEMENTASI SEMANGAT TAREKAT PADA PENDIDIKAN SEKOLAH Pertemuan Koptari, Syantikara, 13 Januari 2017 Paul Suparno, S.J.

Membangun Ketrampilan Memfasilitasi

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISSN X Elementary School 3 (2016) Volume 3 nomor 1 Januari 2016

F049 PENERAPAN PEDAGOGI REFLEKTIF DALAM MATA KULIAH KONSEP DASAR IPA BIOLOGI I DI PRODI PGSD UNIVERSITAS SANATA DHARMA

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

PEMBELAJARAN BERGAYA SAINTIFIK Workshop Guru SMP, MPK Jakarta Timur, 3 Oktober 2015 Paul Suparno, S.J. Universitas Sanata Dharma

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

PROSES PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Memberdayakan anak adalah dengan menanamkan kelonggaran bagi anak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB V PENUTUP. Penelitian yang berjudul Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak

MODEL PENDIDIKAN UNTUK MENCINTAI TANAH AIR Educare, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) BERDASARKAN UNSUR COMPETENCE-CONSCIENCE-COMPASSION

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab

commit 1to user BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN. Pada bab V bagian ini mencakup uraian tentang: (1) simpulan, (2) implikasi, dan (3) saran. A.

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBANGUNAN KARAKTER DAN PEMBENTUKAN BANGSA: APLIKASINYA DALAM SEKOLAH 1 Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menulis guru cenderung menganggap dirinya sebagai sumber utama pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah seseorang yang akan menjadi penerus bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dari mereka. Sebaliknya tidak ada orang tua di muka bumi ini yang

MEMILIH METODE/BENTUK/MODEL PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maria Melani Ika Susanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang. dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Melakukan Pendampingan yang Efektif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB IV HASIL PENELITIAN. siswa di MTs Syekh Subakir Nglegok Blitar

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini sangat perlu, hal ini dikarenakan pada usia itu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak sampai dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN. ketiga dimensi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tersebut (Sulistyorini,2007).

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Masalah internal yang sering dihadapi siswa dalam pembelajaran

ARTIKEL PENERAPAN SELF ASSESSMENT DI SEKOLAH DASAR DHARMA PUTRA TANGERANG

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

MENUMBUHKEMBANGKAN DAN MENGELOLA KREATIVITAS PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena dengan pendidikan seseorang dapat mengungkapkan

Transkripsi:

1 OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1 Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Saat ini PPR (Paradigma Pedagogi Refleksif) sudah banyak dipraktekkan di banyak sekolah mulai sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi dengan berbagai modifikasi yang bervariasi. Beberapa penelitian sederhana menunjukkan bahwa siswa atau mahasiswa yang belajar dengan pendekatan PPR mengalami kemajuan baik dalam bidang pengetahuan, kecerdasan, dan juga dalam tingkah laku hidup mereka. Tentu masih harus dilakukan penelitian yang lebih mendalam, sehingga dapat diketahui secara cermat apa saja dampak pendekatan itu dalam pendidikan yang lebih holistik. Dalam paper ini akan dijelaskan secara sederhana prinsip-prinsip PPR, relevansinya untuk pengembangan kecerdasan, pembinaan karakter, dan peluang serta tantangan pembelajaran PPR dan bagaimana menyikapinya. A. Prinsip PPR Asal mula PPR PPR sebenarnya suatu pedagogi pembelajaran atau pendidikan yang diambil alih dari suatu pendekatan retret pribadi, yaitu relasi antara orang yang retret, pembimbing retret, dan Tuhan sendiri. Skemanya dapat dilihat di bawah ini: RETRETAN/ (SISWA) TUHAN/ (KEBENARAN/ILMU) PEMBIMBING/ (GURU) Dalam retret pribadi, yang ada adalah peserta retret dan pembimbing retret. Tujuan utama retret adalah bahwa si retretan bertemu dengan Tuhan sendiri; sedangkan pembimbing hanya memfasilitasi agar si retretan aktif membuka diri untuk bertemu Tuhan. Retret yang berhasil bila 1 Disampaikan dalam Seminar Pendidikan yang diadakan oleh Perkumpulan Strada, di Jakarta 4 Mei 2012

2 si retretan menemukan Tuhan. Maka dalam retret yang aktif mengolah bahan, yang aktif berdoa dan berefleksi adalah si retretan bukan terutama si pembimbing. Pembimbing hanya membantu saja, sebagai moderator atau fasilitator. Hubungan antara si retretan dan pembimbing adalah dialogis, sehingga si retretan terbantu untuk maju. Model ini diambil alih dalam bidang pengajaran dan pendidikan ilmu pengetahuan atau nilai di sekolah. Dalam lingkup pendidikan, si retretan adalah siswa yang sedang belajar. Sedangkan yang dicari adalah ilmu pengetahuan atau nilai hidup yang dipelajari. Sedangkan pembimbingnya adalah guru atau pendidik. Pendidikan berhasil bila siswa sendiri menemukan pengertian dan nilai itu, dan tugas guru hanyalah membantu sebagai fasilitator. Maka yang harus aktif belajar, menggali, latihan mengerjakan persoalan, dll, adalah siswa. Bila siswa tidak mau mengolahnya sendiri dan aktif belajar, maka ia tidak akan mengerti dan pengetahuannya tidak bertambah. Hubungan siswa dan guru adalah dialogis, saling membantu demi siswa semakin mengerti dan kompeten. Bagaimana Paradigma itu dilakukan PPR mempunyai proses atau langkah sebagai berikut: (1) pengalaman, (2) refleksi, (3) aksi, dan (4) evaluasi. Langkah itu semua didahului dengan pemahaman akan konteks. KONTEKS Konteks Seorang guru atau pendidik yang baik, sebelum mengajar atau membantu siswa, perlu lebih dulu mengerti konteks dari siswa yang mau dibantu, sekolah, dan lingkungan di sekitarnya. Dengan mengerti konteks siswa dan sekolah yang dibantu, guru akan dapat membantu siswa lebih tepat sesuai dengan situasi dan keadaan siswa sendiri. Beberapa konteks yang perlu diperhatikan seperti: konsep awal siswa, pengertian awal yang dibawa ke kelas, daya tangkap

3 siswa, kecepatan siswa menangkap, cara berpikir dan merasa, kemampuan siswa. Juga penting guru mengerti budaya siswa, lingkungan hidup, teman-teman mereka, agama, keyakinan mereka. Situasi keluarga, harapan orang tua, keadaan ekonomi dan social keluarga perlu juga dimengerti. Bahkan guru juga perlu tahu konteks sekolah dimana ia mengajar, apakah disiplin atau tidak, apa yang dituntut, apa yang diharapkan, dll. Apakah itu sekolah desa, kota, kampong; apakah peralatannya cukup atau tidak. Pendek kata, guru perlu mengerti lingkungan dan situasi siswa serta sekolahnya. Konteks ini akan mempengaruhi guru dalam mempersiapkan bahan pelajaran, mempersiapkan metode mengajar, dan juga memilih pendekatan kepada siswa. Pengalaman Hal yang sangat penting dalam belajar adalah pengalaman siswa. Siswa akan lebih mudah dan mendalam dalam belajar bila mereka mengalami sendiri apa yang dipelajari. Maka tugas guru adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa. Pertanyaan kita, pengalaman belajar apa yang harus disediakan bagi siswa kita, agar mereka sungguh mengalami proses belajar dan menjadi semakin mengerti. Pengalaman dapat berupa pengalaman langsung maupun tidak langsung. Pengalaman langsung, bila guru menyediakan pengalaman yang memang langsung dapat dialami oleh siswa sendiri. Misalnya, dalam mempelajari air, siswa dibawa ke danau yang berisi air, dimana siswa dapat melihat, mencermati, bermain, mengukur, merasakan, dan mengolah air itu. Mau mengajarkan nilai kepekaan kepada orang miskin, siswa diajak untuk berjumpa dengan kelompok orang miskin yang sedang mencari makan di tumpukan sampah, sehingga siswa dapat mempunyai pengalaman langsung dengan orang miskin tersebut. Pengalaman tidak langsung, bila pengalaman itu disajikan lewat buku. lewat imaginasi, bacaan, simulasi, role play, video dll. Misalnya, untuk belajar mengenai gempa, siswa melihat video tentang gempa. Meski siswa tidak mengalami langsung, tetapi dengan melihat peristiwa itu, mereka akan lebih mudah dan mendalam dalam belajar tentang gempa. Penting dalam mempersiapkan pengalaman yang mau diberikan kepada siswa, seorang guru memilih pengalaman yang menyangkut banyak unsur kehidupan seperti pikiran, hati, kehendak, perasaan, emosi, fakta, prinsip, dll. Banyak guru kurang memberikan siswa pengalaman, sehingga siswa kurang kaya dalam mendalami bahan pelajaran. Misalnya, mempelajari novel, siswa tidak dibiasakan membaca sendiri novelnya, sehingga siswa tidak diperkaya batinnya dengan segala gejolak batin dalam novel tersebut. Siswa hanya diberikan singkatan isi novel, yang kering, yang tidak memancing batin dan pikiran siswa. Pengalaman siswa dalam mengerjakan soal, dalam melakukan praktikum, dalam berdebat, dalam diskusi, dalam praktek olah raga, dalam bergulat dengan soal yang sulit, akan banyak memperkaya pengetahuan, batin, dan kesadaran siswa dalam belajar dan mengembangkan kepribadian mereka. Terutama dalam penanaman nilai kehidupan, pengalaman sangat penting bagi siswa.

4 Refleksi Refleksi dilakukan dengan melihat secara mendalam makna dan nilai dari bahan yang dipelajari; sehingga memunculkan tanggapan AKSI. Dalam refleksi kita mempertimbangkan secara mendalam akan bahan, pengalamam, ide, tujuan, reaksi, dll untuk menangkap makna terdalam, kebenaran terdalam. Caranya antara lain dengan: Mengerti kebenaran terdalam. Misalnya: Apa asumsi di balik teori ini? Mengerti sumber reaksi: Apa yang menarik bagi saya, mengapa? Perdalam pengertian & implikasi: Apa implikasinya bagi aku dan orang lain? Temukan insight: Apa maknanya bagi hidupku; siapa aku? Biasanya guru harus membantu dengan beberapa pertanyaan refleksi, sehingga siswa pelan-pelan menggali makna terdalam dari bahan yang dipelajari. Tanpa bantuan pertanyaan guru, biasanya siswa sulit menemukan makna dari apa yang telah dipelajari. Aksi Aksi merupakan hasil dari proses refleksi. Refleksi yang mendalam dari pengalaman yang dibuat, dapat mendorong siswa untuk melakukan sesuatu tindakan. Tindakan dapat berupa interiorisasi ke dalam diri, merupakan pembatinan, dan mengiyakan akan nilai yang digeluti. Tetapi refleksi juga dapat mewujud dalam tindakan keluar, melakukan sesuatu tindakan keluar. Misalnya, setelah merefleksikan penderitaan sesama manusia, siswa terdorong untuk melakukan tindakan yaitu menolong mereka sebagai tanda kepekaan social. Setelah merefleksikan kesulitan mengerjakan soal, siswa didorong untuk menyediakan waktu belajar lebih banyak dan melatih banyak soal yang lain. Dengan refleksi, siswa akhirnya digerakkan afeksinya dan juga psikomotornya; didorong untuk melakukan sesuatu dan akhirnya melakukan tindakan nyata dalam hidupnya. Bila demikian maka pembelajaran menjadi sungguh menyangkut seluruh pribadi siswa. Evaluasi Evaluasi merupakan proses dari luar, di mana pendidik melihat seluruh proses dari pengalaman, refleksi, dan aksi, apakah memang sungguh berjalan dengan baik. Apakah proses berjalan baik sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Bila tidak, maka perlu diadakan perubahan; sedangkan bila sudah baik, maka dapat terus dikembangkan lebih maju lagi. Proses itu akhirnya harus terus bergulir, ke pengalaman baru, refleksi, aksi, dan pengalaman baru lagi.

5 B. Relevansi PPR untuk Pembinaan Kecerdasan Bagaimana PPR dapat meningkatkan kecerdasan seorang siswa? Bagaimana lewat pendekatan itu siswa menjadi lebih cerdas dalam berpikir dan mendalami pengetahuan? Oleh karena dalam PPR siswa diajak mengolah bahan secara mendalam, diajak merefleksikan secara mendalam apa artinya semua itu baik bagi hidupnya maupun bagi orang lain, dengan berlaku kritis terhadap bahan, maka siswa dapat menjadi semakin cerdas. Hal ini terjadi dalam proses antara lain: Guru yang mengajar dengan menyajikan pengalaman pada siswa membantu siswa lebih menangkap pengertian yang ada dan mudah belajar. Siswa belajar lebih mendalam karena mengolah sendiri, mengkritisi, merefleksikan bahan dll. Siswa ditantang berpikir lebih mendalam akan suatu bahan. Siswa ditantang untuk melihat secara kritis dan juga bagaimana pengetahuannya dapat diaplikasikan dalam hidup. Maka ia menjadi lebih kreatif dan kritis. Refleksi membantu siswa semakin mendalami bahan yang disajikan, tidak puas hanya mendengarkan atau menghafal, tetapi juga mengolah dengan secara kritis mempertanyakan. Siswa dengan refleksi dapat juga melakukan aksi dari yang dipikirkan, maka ilmu menjadi dilakukan, menjadi ketrampilan yang mempengaruhi hidup mereka. Kecerdasan kognitif, emosi, social, diperdalam Kecerdasan multiple digunakan, sehingga siswa berkembang inteligensi matematik, linguistic, interpersonal, intrapersonal, dll. Model ini tidak pernah membuat siswa pasif tetapi aktif. Dalam pembelajaran bila siswa mau aktif, maka siswa akan belajar lebih giat dan lebih maju. Dan karena belajar giat dan kritis, maka siswa akan lebih berkembang kecerdasarannya. C. Relevansi PPR untuk Pembinaan Karakter Tujuan Pendidikan karakter Membantu siswa mempunyai dan berkarakter seperti yang kita harapkan Menjadi manusia yang baik dari segi kepribadian Isinya: dapat nilai kejujuran, daya tahan, peka pada orang lain, social dll. Beberapa model pendidikan karakter Diajari guru Dilatih dengan pelatihan luar sekolah

6 Diajari oleh banyak guru lewat pelajaran masing-masing Lewat teladan hidup pendidik. Beberapa pendidikan karakter gagal karena hanya diajarkan dengan ceramah, sehingga siswa tidak mengalami sendiri nilai yang diterangkan. Misalnya mau menanamkan nilai kejujuran, hanya diceritakan agar jujur, tetapi anak tidak pernah menglami bagaimana bertindak jujur. Kadang anak juga sudah mengalami dan melakukan tindakan jujur, tetapi karena kurang direfleksikan maka juga dampaknya tidak mendalam dan cepat hilang. Penggunaan PRR dapat membantu pendidikan karakter menjadi lebih mendalam, lebih dipunyai siswa, dan siswa merasa bahwa nilai itu adalah menjadi miliknya. Mengapa demikian? Karena ada refleksi. Misalnya, mau menanamkan nilai hidup bersama orang lain yang berbeda: 1. Anak disediakan pengalaman agar mereka mengalami hidup bersama dengan orang lain. Misalnya anak diminta hidup di lingkungan desa dengan agama yang berbeda. Dengan mengalami itu mereka akan merasakan mudah dan sulitnya hidup bersama mereka. 2. Pengalaman itu tidak dibiarkan saja, tetapi direfleksi. Anak diajak melihat kembali apa yang mengesan, apa yang dialami, apa yang berguna bagi hidupnya dan bagi hidup orang lain. Refleksi ini menjadikan anak bukan hanya mengalami tetapi sekaligus juga menggali makna yang ada didalamnya. 3. Dengan refleksi itu anak akan dibantu untuk melakukan sesuatu, misalnya juga akan menghargai orang lain karena telah diterima orang lain. Dengan kata lain PPR membantu dalam pendidikan karakter: 1. Penajaman pengalaman 2. Penggalian makna dari pengalaman itu 3. Memunculkan aksi untuk dilakukan berkaitan dengan nilai itu. Dengan demikian nilai karakter menjadi lebih mendalam dan mengenai pada anak, dan tidak hanya berlaku biasa saja. D. Peluang dan Tantangan Pembelajaran PPR Peluang Pembelajaran PPR Guru-guru sudah mengerti bagaimana proses PPR Yayasan Strada mendukung untuk dilakukan KTSP mendukung kreativitas kita dalam pembelajaran disesuaikan dengan situasi siswa Siswa sendiri secara potensial dapat dibantu berproses.

7 Tantangan Takut memakan waktu terlalu banyak Guru masih bingung bagaimana melakukan PPR yang sesungguhnya dengan efektif dan efisien Sebaiknya dilatihkan dalam pada guru-guru yang mendampingi kegiatan siswa. Sikap Yang Perlu Diambil Menghadapi peluang dan tantangan yang ada, maka bagi Perkumpulan Strada dan sekolah yang ada di linkungannya, perlu: Terus mempratekkan PPR dalam proses pembelajaran baik di SD maupun SMP dan SMK/SMA, karena PPR dapat mengembangkan baik kecerdasan siswa dan juga karakter siswa. Untuk guru yang belum trampil, perlu dibantu berlatih sehingga menjadi kompeten dalam menggunakan PPR. Bila guru makin trampil, maka ketakutan PPR memakan waktu yang terlalu banyak tidak akan muncul. Apalagi bila dilihat hasil yang dicapai dengan sedikit tambahan waktu tadi. Guru agar sering saling bercerita bagaimana mempraktekkan PPR dan bagaimana reaksi anak. Hal ini perlu untuk saling belajar. Setelah beberapa waktu, perlu diadakan evaluasi terhadap kompetensi anak setelah menggunakan PPR dalam pembelajaran, terutama kemajuan anak dalam hal pengetahuan, kecerdasan, dan juga sikap hidup mereka. Acuan Paradigma Pedagogi Reflektif. 2010. Yogyakarta: Kanisius. Driyarkara tentang pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.