BAB II TELAAH PUSTAKA. perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level (Hasibuan 2001), yaitu :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perusahaan di tengah masyarakat, secara langsung. lingkungan di sekitarnya. Dampak positif yang mungkin timbul adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bisnis terutama yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam akuntansi konvensional (mainstream accounting), tanggung

SKRIPSI. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya saling memberi dan membutuhkan. Untuk menjaga keberlanjutannya,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. Tanggungjawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. tahunan perusahaan merupakan media komunikasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sosial atau yang dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pengungkapan laporan keuangan (disclosure of financial

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi investor, kreditor, calon investor, calon kreditor dan pengguna

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang dihadapi oleh perusahaan akan semakin banyak dan semakin sulit.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. memaksimumkan keuntungan dalam jangka panjang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility. sosial perusahaan, serta prosedur pengukurannya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sejak awal tahun 1970an yang secara umum dikenal dengan stakeholder

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai suatu konsep UKDW

BAB I PENDAHULUAN. sah dari pihak-pihak yang memiliki klaim atas perusahaan. Para pihak ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. saham dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Tujuan perusahaan untuk memperoleh profit tentunya harus didukung

BAB I PENDAHULUAN. investor, kreditur, dan pemerintah. Pengungkapan laporan keuangan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), tentang komitmen

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan informasi perusahaannya. Peran perusahaan tidak. hubungan yang harmonis dengan masyarakat sosial.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)).

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (CSR) telah menjadi konsep yang kerap terdengar. Konsep yang digagas Howard

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan

TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan stakeholder, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini, persaingan dalam dunia bisnis sudah semakin ketat. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar. perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham

BAB 1 PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya melaksanakan kegiatan usaha sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu tentang Corporate Governance dan penerapannya di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenangkan persaingan didalam dunia usaha adalah meningkatnya profit

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam meningkatkan pertumbuhan usahanya, salah satunya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anthony dan Govindarajan (dalam Lusiyana, 2011) agency

BAB I PENDAHULUAN. (profit) melainkan juga kesejahteraan orang (people) dan menjamin kelangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kinerja keuangan perusahaan adalah tujuan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan sejumlah laba yang diinginkan. Dalam melakukan kegiatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mudah untuk mengantisipasi kondisi di luar perusahaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) memunculkan kesadaran baru dimana hal

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam Purwanto (2011: 16) mengemukakan konsep Triple Bottom Line yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin majunya perindustrian (perusahaan), mengambil peran besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR)

BAB I PENDAHULUAN. modal sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengungkapan Sukarela (Voluntary disclosure) maupun secara sukarela dilakukan perusahaan, yang berupa laporan euangan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab sosial atau social responsibility semakin meningkat. Timbul selaras dengan

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perkembangan isu Corporate Social Responsibility (CSR) cukup

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tuntutan adanya pengungkapan aspek lingkungan hidup oleh perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan tahunan perusahaan yang go public di Bursa Efek, merupakan media UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan memiliki kewajiban sosial atas apa yang terjadi di sekitar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri (akuntansi konvensional) menyebabkan pelaporan akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengukur tingkat kesehatan keuangan (financial health) suatu perusahaan. yaitu menggunakan analisis rasio keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial atau biasa dikenal dengan Corporate Social Responsibility

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan pengaruh green accunting

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pandangan dalam dunia usaha dimana perusahaan hanya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial, yang lebih dikenal dengan CSR (Corporate Social

BAB I PENDAHULUAN. modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesejahteraan bersama yang berkelanjutan (sustainable. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melaporkan hasil dari kinerjanya adalah melalui

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Guthrie dan Mathews (1985), kemajuan teknologi serta perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber informasi penting yang dipakai oleh stakeholders untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tujuan yang sama yaitu menghasilkan laba. Dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. sehingga setiap keputusan yang dibuat oleh institusi dan setiap tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat (Ermadiani dan Bambang, 2007).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapat perhatian besar dari pihak - pihak yang berkepentingan melalui

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate

Transkripsi:

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka Dauman dan Hargreaves (1992), menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level (Hasibuan 2001), yaitu : 1. Basic Responsibility (BR) Level pertama, menunjukkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut. Tanggung jawab level pertama ini seperti : membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. 2. Organization Responsibility (OR) Level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan Stakeholders yang lebih luas seperti pekerja, konsumen, pemegang saham, pemerintah, dan masyarakat di sekitarnya. 3. Societal Responses (SR) Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. 12

Kaitannya dengan tanggung jawab perusahaan pada level kedua dan ketiga, perusahaan merupakan bagian dari sistem sosial yang terbentuk melalui proses yang panjang. Perusahaan adalah bagian atau subsistem dari masyarakat dimana permasalahan yang ada di masyarakat juga merupakan masalah perusahaan, karenanya, perusahaan memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi di masyarakat, terutama permasalahan yang timbul akibat dari aktivitas perusahaan (Rohman, 2001). Masyarakat pun semakin sadar bahwa keberadaan perusahaan mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitar. Tuntutan-tuntutan masyarakat semakin meningkat terhadap perusahaan berkaitan dengan dampak operasi perusahaan di tengah lingkungan kemasyarakatan. Kesadaran masyarakat tidak hanya terfokus pada kelestarian alam sebagai tempat hidup dan penghidupan, tetapi juga mencakup kesejahteraan sosial. Perkembangan kondisi tersebut telah mengubah konsep akuntansi, yaitu untuk lebih peduli terhadap sosial dan lingkungan. Perhatian ini terwujud dalam bentuk pertangungjawaban sosial perusahaan kepada masyarakat yang dalam akuntansi dinamakan Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. 1. Corporate Social Responsbility Tanggung jawab sosial atau yang sering disebut Corporate Social Responsbility didefinisikan oleh Hardhina (2007) sebagai usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan

perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaanperusahaan lain, para karyawan, dan investor. Sedangkan menurut Hardhina (2007), pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Resposibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas dari pada sekedar terhadap kepentingan perusahaan belaka (Rohman, 2001). Dengan konsep tanggung jawab sosial, perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang berpengaruh atas pihakpihak tertentu, masyarakat, serta lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham dan kreditur saja (Rismanda Sembiring, 2006). Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan tidak hanya memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham saja (shareholders), tapi juga memiliki komitmen sosial terhadap pihakpihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang.

Adapun tujuan dari CSR adalah (Hardhina, 2007) : a. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik. b. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial. c. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor. Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu diungkapkan oleh perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. 2. Pengungkapan Sosial Sebagai Tanggung Jawab Perusahaan Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat dan untuk mendapat kembali kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Hardhina R, 2007).

Chresma (2009) mengemukakan tiga tujuan dari pengungkapan sosial, yaitu: a. Mengidentifikasi dan mengukur kontribusi sosial perusahaan tiap periode, yang tidak hanya berupa internalisasi sosial cost dan social benefit, tetapi juga pengaruh eksternalitas tersebut terhadap kelompok sosial yang berbeda. b. Untuk membantu menentukan apakah strategi dan praktek perusahaan secara langsung mempengaruhi sumber daya dan status kekuatan dari individu, masyarakat, kelompok sosial, dan generasi yang konsisten dengan prioritas sosial di satu sisi dengan aspirasi individu di pihak lain. c. Untuk menyediakan secara optimal informasi-informasi yang relevan dengan unsur-unsur sosial dalam tujuan, kebijakan, program, kinerja, dan sumbangan perusahaan terhadap tujuan sosial. d. Untuk meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan dalam globalisasi dan/atau perdagangan bebas. Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Henny dan Murtanto (2001) menyebutkan ada tiga studi mengapa perusahaan mengungkapkan petanggungjawaban sosial, yaitu : 1) Decision Usefullness Studies. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan. Dalam hal ini

para analis, banker, dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi. Informasi akutansi tersebut tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional yang telah dikenal selama ini, namun juga informasi lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately important untuk digunakan sebagai pertimbangan oleh para users dalam pengambilan keputusan. 2) Economic Theory Studies Studi ini menggunakan agency theory dan positive accounting theory, dimana teori tersebut menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Dalam penggunaan agency theory, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder). 3) Social and Political Theory Studies. Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholders, teori legitimasi organisasi, dan teori ekonomi politik. Teori stakeholders mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholders. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholders dalam menjalankan operasi perusahaannya. Sehingga

berakibat semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para stakeholders-nya. Dalam perkembangannya, paling tidak ada empat tanggung jawab sosial perusahaan yang dianggap dan diterima sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Abdul Rahman, 2001), yaitu : (1) keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas, (2) memperoleh keuntungan ekonomis, (3) memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, (4) hormat pada hak dan kepentingan (stakeholders). Sedangkan sosial disclosure menurut Muslim Utomo (2000) mencakup bidang/tema : Kemasyarakatan, konsumen, dan ketenagakerjaan. 3. Pengungkapan Tanggung Jawab Perusahaan dalam Laporan Tahunan. Laporan tahunan perusahaan merupakan media komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat yang membutuhkan informasi keuangan dan kinerja serta perkembangan perusahaan. Terdapat dua jenis pengungkapan dalam pelaporan keuangan perusahaan, yaitu pengungkapan yang bersifat wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan yang besifat sukarela (voluntary disclosure). Tentang pengungkapan yang bersifat sukarela, IAI telah menentukan secara implisit dalam PSAK No.1 (Revisi 2009) paragraf dua belas, bahwa : Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan

yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi kepada masyarakat (Hardhina Rosmasita, 2007). Pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini belum mempunyai standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat sosial. Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan pertanggungjawaban sosialnya (Hardhina Rosmasita, 2007). Menurut Rohman (2001), bahwa metode pengungkapan yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bentuk dan susunan laporan formal b. Terminologi dan penyajian yang terperinci c. Informasi parentis yang disajikan dalam bentuk tanda kurung (parenthetical information) d. Catatan kaki (footnotes) e. Laporan dan daftar pelengkap (skedul-skedul) f. Komentar dalam laporan auditor, dan g. Surat direktur utama dan atau ketua dewan komisaris

4. Faktor- Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengungkapan Sosial Perusahaan Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial antara lain : likuiditas, ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas. a. Likuiditas Analisa laporan posisi keuangan jangka pendek (rasio likuiditas) begitu penting, baik bagi pihak manajemen maupun pihakpihak di luar perusahaan. Dengan rasio likuiditas, pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahui kecukupan dana dan solvency perusahaan (kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban yang segera harus dipenuhi). Suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan jangka pendek yang kuat jika (Djarwanto, 1999) : 1. Mampu memenuhi tagihan kreditur jangka pendek tepat pada waktunya. 2. Mampu memelihara modal kerja yang yang cukup untuk membelanjai operasi perusahaan yang normal 3. Mampu membayar bunga hutang jangka pendek dan deviden 4. Mampu memelihara kredit rating yang menguntungkan. Yang temasuk rasio modal kerja atau rasio likuiditas adalah current ratio, acid test ratio, receivables turn over, dan inventori turnover (Djarwanto, 1999). Dalam penelitian ini, ratio yang digunakan adalah current ratio. Current ratio diperoleh dengan membagi aktiva lancar dengan hutang jangka pendek.

Bekaitan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, Hendriksen (1991) dalam Firmansyah, 2007 menyatakan bahwa perusahaan akan membatasi informasi yang diungkapkan, salah satunya karena kineja keuangan yang buruk. Jadi, perusahaan akan mengungkapkan lebih sedikit jika pengungkapan dirasa akan menampakkan infomasi rahasia kepada para pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan banyak pihak. Sebaliknya, sedangkan Choi (1998) dalam Firmansyah, (2007) menjelaskan perusahaan akan melakukan pengungkapan yang lebih, melebihi pengungkapan minimal jika mereka merasa pengungkapan tersebut akan menurunkan biaya modalnya atau jika mereka tidak mau ketinggalan praktik-praktik pengungkapan yang kompetitif. Berdasakan uraian di atas, dilihat dari sudut pandang kondisi keuangan perusahaan, semakin tinggi likuiditas, semakin tinggi pula tingkat pengungkapan karena manajemen perusahaan ingin menjelaskan kepada pihak luar bahwa kinerja mereka optimal. Sebaliknya, perusahaan akan cenderung mengungkapkan lebih sedikit jika kinerja keuangan mereka buruk, karena perusahaan enggan menampakkan sisi buruknya kepada banyak pihak. b. Ukuran Perusahaan Keberadaan perusahaan di tengah masyarakat pada umumnya mendapat sorotan oleh pihak-pihak ekstenal, baik masyarakat umum, maupun pemerintah, dan perusahaan besar umumnya mendapat sorotan lebih banyak dari pihak-pihak tersebut. Menurut Buzby (Amalia, 2005), perusahaan dengan ukuran yang lebih besar relatif

lebih diawasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sehingga mereka berupaya menyajikan pengungkapan yang lebih baik untuk dapat meminimalisasi tekanan-tekanan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan besar tersebut dituntut untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan kecil. Marwata, (2001) Perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal dan eksternal. Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar (Amalia, 2005). Buzby (1997) dalam Rohman (2001) mengungkapkan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya daripada perusahaan besar, karena dalam perusahaan kecil tidak ada sumber daya dan dana yang cukup untuk menyusun laporan tahunan dan adanya kekhawatiran dari manajemen jika mengungkapkan lebih banyak akan membahayakan posisinya dari kompetitor lain. Tjakradinata, (2000) Perusahaan besar berkemungkinan memperoleh keuntungan-keuntungan dengan mengungkapkan informasi yang memadai dalam laporan tahunan, misalnya kemudahan untuk memasarkan saham dan kemudahan memperoleh dana dari pasar modal. Sedangkan perusahaan kecil umumnya sulit untuk mendapatkan dana dari pasar modal, mengingat pembatasan ukuran aset bila terjun ke bursa, sehingga perusahaan kecil tidak dapat menikmati keuntungan dari pengungkapan informasi yang memadai (Amalia, 2005 ).

Alasan tersebut diatas menunjukkan bahwa perusahaan besar mempunyai insentif untuk memberikan pengungkapan sukarela lebih luas dibanding perusahaan kecil. Variabel ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling konsisten berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Amalia, 2005), yaitu penelitian yang dilakukan Gunawan (2000), dan Marwata (2001). c. Ukuran Dewan Komisaris Bedasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi yang betanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Coiler dan Gregory, (1999) dalam Rohman (2001) menyatakan bahwa semakin besar jumlah dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoing yang dilakukan akan semakin efektif. Kaitannya dengan pengungkapan informasi oleh perusahaan maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Kebanyakan penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara berbagai karakteristik dewan komisaris dengan tingkat pengungkapan informasi oleh perusahaan. d. Profitabilitas Investor perlu mengetahui tingkat kesehatan perusahaan untuk keputusan penanaman modalnya dan tingkat kesehatan sebuah perusahaan dapat diketahui dari tingkat profitabilitasnya. Profitabilitas perusahaan menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan

memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun laba bagi modal sendiri. Perusahaan dengan tingkat pofitabilitas yang tinggi memiliki insentif yang lebih tinggi untuk mengungkapkan kondisi yang ada dibandingkan perusahaan yang kurang profitable dalam rangka menarik investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi dengan premis bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan infomasi yang lebih luas (Sembiring, 2006). Hal tersebut dilakukan manajemen untuk menyampaikan kepada pemilik maupun masarakat tentang kinerja optimal perusahaan dalam memperoleh laba. 5. Proper Program Proper sudah dimulai sejak tahun 1996, sempat dihentikan karena krisis ekonomi pada tahun 1997-2001. Tahun 2002 dihidupkan kembali dengan kriteria yang lebih lengkap, semula hanya dinilai aspek pengendalian pencemaran air, kemudian berkembang menjadi multimedia meliputi pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan limbah B3 dan penerapan AMDAL. Periode 2002-2009 aspek ketaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup lebih ditekankan. Upaya ini ditandai dengan dimantapkannya kriteria penilaian ketaatan terhadap 4 aspek multimedia tersebut diatas. Dalam laporan tahunan Proper yang dikeluarkan oleh Sekretariat kementrian Lingkungan Hidup dijelaskan Proper adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan mendorong perusahaan taat terhadap

peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency) melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, dengan jalan penerapan sistem manajemen lingkungan, 3R, efisiensi energi, konservasi sumberdaya dan pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masyarakat. Proper merupakan kegiatan pengawasan dan program pemberian insentif dan/atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Pemberian insentif sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) berupa penghargaan Proper. Pemberian penghargaan Proper berdasarkan penilaian kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam: a. pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan c. pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Penilaian kinerja berdasarkan pada kriteria penilaian Proper yang terdiri atas: a. kriteria ketaatan yang digunakan untuk pemeringkatan biru, merah, dan hitam b. kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) untuk pemeringkatan Hijau dan Emas. Kriteria Penilaian Proper yang lebih lengkap dapat di lihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara umum peringkat kinerja Proper dibedakan menjadi 5 warna dengan pengertian sebagai berikut :

a. Emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat; b. Hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery), dan melakukan upaya tanggung jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik; c. Biru, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang undangan; d. Merah, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan; dan e. Hitam, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi.

6. Penelitian Terdahulu Fitriany (2001), dalam penelitiannya berhasil menemukan bahwa likuiditas tidak bepengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan sukarela. Penelitian yang dilakukan Firmansyah (2007) yang bertujuan meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap keluasan pengungkapan sukarela, menemukan bukti bahwa tingkat likuiditas, ukuran perusahaan, dan profitabilitas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keluasan pengungkapan sukarela. Akan tetapi, dalam penelitian yang sama, secara parsial hanya ukuran perusahaan dan profitabilitas saja yang berpengauh signifikan terhadap keluasan pengungkapan sukarela sedangkan likuiditas tidak berpengauh secara signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap tanggung jawab sosial berhasil dibuktikan oleh Hadi dan Arifin, (2002) dalam penelitiannya. Hal serupa mengenai bukti pengaruh ukuran perusahaan terhadap tanggung jawab sosial juga ditemukan oleh Yuniati Gunawan (2000), Bambang Sucipto dan Zaki Baridwan (1999), Bima Firmansyah et.al. (2007), dan Sembiring (2006), Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial. Bukti penelitian yang tidak behasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini ditemukan oleh Robet (1992), Davey (1982), dan Ng (1985). Hackston dan Milne (1996) dalam Anggraini (2006) Penelitian yang bekaitan dengan pengungkapan sosial yang dilakukan tehadap perusahaan high pofil dan low profil di Selandia Baru menunjukkan bahwa perusahaan high pofil lebih tinggi dalam pengungkapan sosial dari

pada perusahaan low pofil (Florence Devina, 2004). Florence Devina et,al (2004) dan Sembiring (2006). juga menemukan hal yang serupa bahwa profil perusahaan berpengauh positif terhadap pengungkapan sosial. Hasil penelitian lain yang sama ditemukan oleh Muhammad Rizal Hasibuan (2001), dan Rahma Yuliany (2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Davey (1992) dan Ng (1995) dalam Devina (2004) tidak menemukan hubungan antara kedua variabel tesebut. Sembiring (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dengan pembuktian bahwa ukuran dewan komisaris berpengauh positif terhadap luas pengungkapan sosial perusahaan. Hal senada juga dibuktikan oleh Aifin (2002), bahwa ukuan dewan komisaris bepengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela yang dibuat perusahaan di Indonesia. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sembiring (2006) tidak menemukan bukti bahwa profitabilitas berpengaruh positif tehadap pengungkapan sosial perusahaan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Kokobu et.al., bahwa political visibility tergantung pada ukuran, bukan profitabilitas. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Anggraini (2006) dan Titisari (2010) menemukan hal yang sama, bahwa profitabilitas tidak bepengaruh signifikan tehadap pengungkapan tanggung jawab perusahaan. Akan tetapi, dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2007) ditemukan bukti bahwa pofitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela perusahaan.

2.2 Kerangka Penelitian dan Hipotesis 2.2.1. Kerangka Penelitian Laporan tahunan perusahaan merupakan media komunikasi antara perusahaan, stake holders, dan masyarakat yang membutuhkan informasi keuangan perusahaan, kinerja, serta perkembangan perusahaan. Laporan tahunan tidak hanya menyajikan data keuangan saja, tetapi juga mencakup bidang yang lebih luas. Masyarakat pengguna laporan tahunan menuntut agar perusahaan juga mengungkapkan informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan (Rohman, 2001). Berkaitan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai jenis infomasi yang besifat voluntary, secara implisit, pengungkapan tanggung jawab sosial telah diatur IAI dalam PSAK No.1 (Revisi 2009) paragraf dua belas. Dalam hal pengungkapan tanggung jawab sosial, variabel-variabel yang telah dikemukakan sebelumnya (likuiditas, ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas) dapat dijadikan petunjuk atau predikator kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan. Dalam studi-studi yang pernah dikaji sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut mempengaruhi keluasan pengungkapan sosial perusahaan. Secara garis besar, kerangka pemikiran yang menghubungkan antara variable x dan vaiabel y adalah sebagai berikut :

Likuiditas Ukuran Perusahaan Ukuran dewan komisaris Profitabilitas H1 H2 H3 H4 Sosial Disclosure Gambar 2.1. Model Penelitian 2.2.2 Hipotesis Penelitian H 1 : Likuiditas mempengaruhi luas pengungkapan sosial pada perusahaan. H 2 : Ukuran perusahaan mempengaruhi luas pengungkapan sosial pada perusahaan. H 3 : Ukuran Dewan Komisaris mempengaruhi luas pengungkapan sosial pada perusahaan. H 4 : Profitabilitas mempengaruhi luas pengungkapan sosial pada perusahaan.