BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari BPPT (2013) dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan ini menimbulkan dampak terhadap kehidupan manusia. Salah satu yang paling terkena dampak pertumbuhan penduduk adalah penggunaan energi yang terus meningkat. Energi yang digunakan untuk menunjang kebutuhan hidup seperti industri, transportasi, rumah tangga, dan sebagainya. Berdasarkan data dari BPPT selama tahun 2000-2011, konsumsi energi final indonesia meningkat rata-rata 3% per tahun. Dan diperkirakan juga pertumbuhan rata-rata kebutuhan energi indonesia selama tahun 2011-2030 sebesar 4,7% per tahun. Selama kurun waktu 2000-2011 total konsumsi BBM relatif konstan dengan kisaran 321-364 juta SBM, tetapi komposisi untuk setiap jenis BBM berbeda. Pada tahun 2000, konsumsi minyak solar merupakan terbesar (42%) disusul minyak tanah (23%), bensin (23%), minyak bakar (10%), dan Avtur (2%). Untuk sektor ketenagalistrikan, pada tahun 2011 kapasitas total pembangkit nasional di wilayah indonesia sebesar 38,9 GW. 76% diantaranya berada di wilayah Jawa Bali, 13% di wilayah Sumatera, sisanya berada di wilayah Kalimantan dan pulau lainnya. Untuk bahan bakar yang digunakan dalam menghasilkan listrik, pembangkit berbahan bakar batubara mempunyai pangsa paling tinggi, masing masing sebesar 42% (16,5 GW) dan 23% (9 GW), kemudian posisi selanjutnya diikuti oleh pembangkit berbahan bakar gas sekitar 22% (8, GW). Namun sektor ketenagalistrikan masih mengalami beberapa kendala yang cukup serius yaitu kekurangan pasokan batu bara dan gas bumi. Sehingga perlu dicari solusi untuk mengatasinya. Salah satunya adalah pengembangan 1
2 pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Yang termasuk dalam kategori EBT antara lain adalah panasbumi, tenaga air (mini/mikro hidro), biomassa, tenaga surya, dan tenaga angin Tabel 1.1 Potensi energi baru terbarukan di Indonesia (BPPT, 2013) no Sumber energi Potensi Kapasitas terpasang 1 Panas bumi 16.502 MW 1.341 MW 2 Hidro 75.000 7.059 MW 3 Mini-mikro Hidro 769,7 MW 512 MW 4 Biomassa 13.662 Mwe 1.364 Mwe 5 Energi surya 4,80 kwh/m 2 /hari 42,78 MW 6 Energi angin 3-6 m/s 1,33 MW 7 Uranium 3000 MW 30 MW 8 Gas metana batu 453 TSCF bara 9 Shale gas 574 TSCF Pemanfaatan energi angin untuk pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan dapat diperbarui mulai banyak diterapkan diberbagai negara. Total kapasitas yang dimanfaatkan pada tingkat dunia pada pertengahan tahun 2013 sebesar 296.255 MW dan diprediksi pada akhir tahun 2013 akan meningkat menjadi 318.000 MW. Berdasarkan data dari World Wind Energy Association (WWEA) (2013) Cina, Amerika, Jerman, Spanyol, dan India merupakan 5 Negara yang paling banyak menggunakan energi Angin. Total kapasitas energi angin yang dimanfaatkan kelima negara tersebut mencapai 73% dari kapasitas yang tersedia.
3 Gambar 1.1 Prosentase pemanfaatan energi angin di dunia (WWEA, 2013) Di Indonesia, dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025,juga sudah memulai untuk menggunakan potensi angin yang dimiliki. Pembangkit listrik tenaga angin atau sering disebut juga pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) juga sudah mulai banyak digunakan di Indonesia meskipun masih dalam skala kecil, PLTB ini tersebar di beberapa wilayah yaitu NTB, NTT, Yogyakarta, Jawa tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Turbin angin 6 sudu komersial juga telah banyak beredar di pasaran dan telah cukup banyak digunakan dalam skala kecil untuk berbagai penggunaan, terutama menghasilkan energi listrik. Namun performa dari turbin angin tersebut masih kurang optimal. Cut in speed turbin angin 6 sudu komersial nilainya masih cukup besar yaitu 5 m/s. Jika desain rotor tidak optimal maka potensi daya dari angin dengan kecepatan 5 m/s terbuang percuma. Dalam pengkonversian energi angin oleh turbin angin, desain dari rotor memegang peranan penting agar dihasilkan energi yang optimal. Erich Hau dalam Wind turbines Fundamental, technologies, Application, Economics (2013) menuliskan bahwa turbin angin dengan banyak sudu mempunyai koefisien daya paling besar yaitu 0,31 pada tip speed ratio sebesar 1,5 dalam kondisi ideal. Untuk
4 mendapatkan angka itu diperlukan desain yang optimal dari sebuah rotor dan kondisi angin yang ideal. Pemilihan airfoil dan desain sudu secara langsung sangat berdampak pada performa tubin angin. Maka dari itu perlu dilakukan studi performa airfoil, desain sudu, dan selanjutnya dilakukan optimalisasi desain sudu. Sehingga kerja dari turbin angin menjadi maksimal dan menghasilkan daya yang optimal sesuai desain yang telah ditentukan. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Jenis airfoil apakah yang paling cocok untuk turbin 6 sudu tersebut? 2. Bagaimanakah performa dari airfoil dan desain sudu dari turbin angin 6 sudu tersebut? 3. Bagaimanakah desain sudu yang optimal untuk turbin angin 6 sudu tersebut? 4. Bagaimanakah perbandingan turbin 6 sudu optimalisasi dengan turbin 6 sudu yang komersial? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian Rancang Ulang Dan Optimalisasi Rancangan Sudu Turbin Angin 6 Sudu adalah sebagai berikut. 1. Turbin angin yang digunakan mempunyai 6 sudu dan berjenis HAWT (horizontal axis wind turbine) dengan diameter 1,12 m. 2. Sudu yang dirancang hanya terdiri dari 1 jenis airfoil saja dalam setiap rancangan sudu.
5 3. Performa airfoil dan desain sudu dari turbin angin dilihat dari grafik-grafik yang dihasilkan saat simulasi. 4. Desain sudu dan simulasi menggunakan bantuan software Qblade. 5. Membandingkan hasil simulasi desain sudu yang dihasilkan dengan turbin angin 6 sudu yang sudah ada. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan desain sudu yang optimal pada turbin angin 6 sudu. 2. Meningkatkan performa dari turbin angin 6 sudu komersial. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui desain sudu yang optimal dan performa dari tubin angin 6 sudu. 2. Mendukung program pemerintah untuk diversifikasi energi di Indonesia.