BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. materi, sarana, serta prasarana belajar. Variabel bebas adalah lembar kerja siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

III. METODE PENELITIAN. Pengembangan yang dilakukan adalah pengembangan media pembelajaran berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Discovery-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut ini diuraikan beberapa definisi operasional dari istilah-istilah yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian weak eksperimen dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

BAB III METODE PENELITIAN. penulis memberikan batasan tentang: tingkat penguasaan siswa dalam menguasai topik bahasan tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. pendidikan (educational research and development) menggunakan 4D

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Bandarlampung yang terletak di Jl.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1. Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 25 Bandar Lampung pada bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 1 Pringsewu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. semu (quasi experimental) dengan disain nonequivalent control group design.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil-hasil penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. (quasi experiment) yang mempunyai ciri khas mengenai keadaan praktis suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

O X O Pretest Perlakuan Posttest

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Sumber.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Solok tahun ajaran 2016/2017, maka diperoleh data motivasi belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di SMP Negeri 2 Way

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun tidak yang bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif,

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM, KETERAMPILAN PROSES SAINS, SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM REGULASI...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. analisis pretest-postest, uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis dengan

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 **

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. terdiri dari 30 item soal tes pilihan ganda. Uji coba instrumen ini diikuti oleh 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan berarti proses mengembangkan dari yang sederhana menjadi

METODE PENELITIAN. 2013/2014, di SMP Negeri 1 Seputih Banyak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen ini belu memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Campbell & Stanley dalam Arikunto (2006 : 84) mengelompokkan

PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS ANTARA KELOMPOK SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL POE DAN MODEL DISCOVERY

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan penelitian pengembangan yang dikembangkan oleh Thiagarajan

PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN 1 MEDAN T.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional. Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Praktikum virtual merupakan praktikum menggunakan media komputer

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri adalah kegiatan praktikum pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada kegiatan pelaksanaan penelitian, sampel diberi perlakuan (treatment)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan internet sebagai alat bantu. Dalam penelitian ini software

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LUAS PERMUKAAN SISI DATAR BANGUN RUANG ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Way Pengubuan kabupaten Lampung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi awal pada salah satu SMP swasta di Bandung,

BAB III METODE PENELITIAN

Ilham Baharuddin Jurusan Matematika, Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar. Abstrak

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Perintis 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan kegiatan praktikum dengan guided inquiry pada pembelajaran sistem saraf. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian untuk mengetahui keterampilan proses siswa, soal pilihan ganda untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah melakukan kegiatan praktikum. Selain itu menggunakan angket untuk mengetahui respon siswa setelah kegiatan praktikum. Serta lembar observasi untuk mengetahui persentase kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan praktikum. 1. Keterampilan Proses Siswa Pada penelitian ini Keterampilan Proses Siswa (KPS) adalah data utama yang dijaring. KPS dijaring dengan menggunakan soal uraian sebanya 5 soal. Pada masing-masing soal mengandung indikator dan sub indikator yang akan di ukur. Masing-masing soal memiliki rentang skor dari 0-4. Dan total skor maksimum adalah 20. Soal KPS diberikan sebanyak 2 kali yaitu pretest dan posttest. Berdasarkan pemeriksaan dan perhitungan hasil test siswa untuk keterampilan proses siswa didapat data yang tertera pada Tabel 4.1 53

54 Tabel 4.1 Perbedaan rata-rata Pretest dan Posttest KPS siswa No Pretest Posttest Selisih X X 2 d ngain Kategori Urut (d) (d-md) 1 8 12 4-2,7 29,16 0,3 Sedang 2 5 14 9 2,3 47,61 0,6 Sedang 3 9 14 5-1,7 14,45 0,45 Sedang 4 7 13 6-0,7 2,94 0,46 Sedang 5 7 15 8 1,3 13,52 0,6 Sedang 6 0 6 6-0,7 2,94 0,3 Sedang 7 4 12 8 1,3 13,52 0,5 Sedang 8 4 13 9 2,3 47,61 0,56 Sedang 9 6 14 8 1,3 13,52 0,57 Sedang 10 9 10 1-5,7 32,49 0,09 Rendah 11 4 13 9 2,3 47,61 0,56 Sedang 12 7 9 2-4,7 44,18 0,15 Rendah 13 5 11 6-0,7 2,94 0,4 Sedang 14 7 14 7 0,3 0,63 0,53 Sedang 15 9 16 7-6,7 314,2 0,63 Sedang 16 8 15 7 0,3 0,63 0,58 Sedang 17 4 12 8 1,3 13,52 0,5 Sedang 18 12 16 4-2,7 29,16 0,5 Sedang 19 10 13 3-3,7 41,07 0,3 Sedang 20 4 7 3-3,7 41,07 0,18 Rendah 21 3 16 13 6,3 515,9 0,76 Tinggi 22 6 14 8 1,3 13,52 0,57 Sedang 23 7 15 8 1,3 13,52 0,6 Sedang 24 8 17 9 2,3 47,61 0,75 Tinggi 25 6 11 5-1,7 14,45 0,35 Sedang 26 4 12 8 1,3 13,52 0,5 Sedang 27 5 15 10 3,3 108,9 0,66 Sedang Jumlah 168 349 181 1480 12,95 Ratarata 6,2 12,9 0,48 Berdasarkan tabel 4.1 tersebut diperoleh rata-rata nilai pretest siswa yang berjumlah 27 orang adalah 6,22. Dan pada test kedua atau posstest nilai rata-rata yang diraih adalah 12,9. Data perhitungan statistiknya dapat dilihat pada tabel 4.2 yang merupakan rekapitulasi perhitungan statistik test uraian KPS.

55 Tabel 4.2 Rekapitulasi Perhitungan Statistik Soal Uraian Keterampilan Proses (KPS) Statistik Test KPS Pretest Posttest N 27 27 Mean 6,22 12,9 SD 2,4899 7,3276 Nilai maksimum 12 17 Nilai minimum 0 6 ngain 0,48 Skor maksimum test 20 Setelah melakukan perhitungan statistik untuk melihat rata-rata yang didapat, soal keterampilan proses dianalisis dengan menggunakan uji prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat dan merunut pada aturan Sturges (Sudjana, 2002). Uji prasyarat ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistrubusi normal maka pengujian menggunakan pengujian parametrik, namun apabila data tidak normal maka dilanjutkan ke pengujian secara non-parametrik. Hasil rekapitulasi uji prasayarat disajikan pada tabel 4.3 Uji Prasyarat Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Prasyarat (Normalitas) Nilai Kelas Kesimpulan Hitung Tabel Uji Normalitas Pretest Posttest χ 2 hitung = 1,993 χ 2 hitung = 5,811 χ 2 0,95 = 7.815 χ 2 hitung < χ 2 tabel, data berdistribusi normal χ 2 hitung < χ 2 tabel, data berdistribusi normal Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa χ 2 hitung pretest dan posttest lebih kecil daripada χ 2 tabel, hal ini menunjukkan data yang didapat berdistribusi normal.

56 Karena data yang didapat berdistribusi normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode statistik parametrik. Pada penelitian ini uji hipotesis menggunakan uji t, karena sampel yang digunakan kurang dari 30. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk melihat peranan kegiatan praktikum dengan Guided Inquiry terhadap keterampilan proses siswa. Perhitungan uji hipotesis tertera pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Hasil Uji Hipotesis Statistik Pretest Posttest N 27 27 X 57,16 43,30 Md 6,7 t hitung 4,6 t tabel 1,706 Kesimpulan H 1 = µ 2 > µ 1 diterima, karena t hitung > t tabel Selain melihat perbedaan rata-rata antara pretest dan posttest, pada penelitian ini juga dihitung ngain. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui rata-rata gain yang diperoleh dengan menggunakan rumus gain yang ternormalisasi (Meltzer, 2002) adalah sebesar 0,48. Kriteria yang didapat bedasarkan kriteria indeks gain adalah termasuk kategori sedang. Dari perhitungan ngain didapat persentase kriteria kenaikan atau peningkatan nilai siswa pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Persentase Kriteria Indeks Gain No Rentang Kriteria Jumlah Persentase (%) 1 0,00-0,29 Rendah 3 orang 11 2 0,30-0,69 Sedang 22 orang 81 3 0,70-1,00 Tinggi 2 orang 7

57 Berdasarkan Tabel 4.5 dapat terlihat hampir sebagian besar siswa mengalami peningkatan dengan kriteria sedang (81%) dan hanya (7%) siswa yang dapat mencapai tingkat tinggi, sedangkan 11% siswa mendapat kriteria rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pencapaian yang diraih oleh siswa setelah pembelajaran berbasis kegiatan praktikum dengan pendekatan guided inquiry adalah baik, karena 88% kelas mengalami peningkatan. Setelah menguji hipotesis dan menghitung ngain, analisis data dilanjutkan dengan melihat hasil tes uraian KPS per indikator. Analisis data KPS dilakukan dengan menghitung persentase kemampuan KPS siswa per indikator. Perhitungan persentase ini bertujuan untuk melihat KPS manakah yang paling dikuasai oleh para siswa. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa indikator yang mempunyai persentase paling tinggi pada pretest adalah indikator keterampilan interpretasi yaitu sebesar 28,5% dan yang paling rendah adalah mengajukan pertanyaan yaitu sebesar 22,2%. Sedangkan pada posttest yang paling tinggi persentasenya adalah keterampilan berkomunikasi dengan pencapaian sebesar 80%, dan yang paling rendah adalah interpretasi dengan persentase sebesar 56,25%. Persentase penguasaan dan pengkategorian KPS dapat dilihat pada Tabel 4.6. Pengkategorian tiap indikator ini berdasarkan dengan yang dikemukakan oleh Purwanto (2006:103).

58 Tabel 4.6 Persentase Penguasaan dan Pengkategorian KPS Indikator dan Sub Indikator 1. Interpretasi a. Memberikan penjelasan dan alasan b. Memberikan kesimpulan 2. Berkomunikasi a. Menggambar-kan data empiris berupa diagram batang b. Menjelaskan Bagan c. Menggambar data empiris berupa tabel 3. Mengajukan Pertanyaan a. Mengajukan pertanyaanpertanyaan yang relevan/sesuai % / Sub Indikator 25,9 31,1 37 12,9 25,9 22,2 Pretest % / Kategori Indikator Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali 28,5 25,26 22,2 Kategori Kurang Sekali Kurang Sekali Kurang Sekali % / Sub Indikator 53,3 Posttest Kategori % / Indikator Kurang Sekali 59,2 Kurang 92 Baik Sekali 68 Cukup 81 Baik Kategori 56,25 Kurang 80 Baik 69,1 Cukup 69,1 Cukup

59 Untuk memperjelas perbedaan yang terdapat pada hasil pretest dan posttest pada keterampilan proses siswa baik per indikator maupun per sub indikator, maka disajikan 2 gambar grafik yang berbeda. Gambar 4.1 menunjukkan kemampuan KPS siswa per indikator. % Kategori 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Interpretasi Berkomunikasi Mengajukan Pertanyaan Indikator KPS pretest posttset Gambar 4.1 Grafik Persentase KPS per Indikator Dan untuk persentase per subindikator kemampuan KPS siswa disajikan pada gambar grafik 4.2. 100 % Kategori 80 60 40 20 pretest posttest 0 1a 1b 2a 2b 2c 3a Sub Indikator Gambar 4.2 Grafik Persentase KPS per Sub Indikator

60 Dari kedua grafik diatas dapat kita lihat bahwa terdapat peningkatan pada setiap indikator dan subindikator yang diukur. peningkatan dari hasil pretest ke hasil posttest sangat tinggi, terutama pada indikator berkomunikasi dan subindikator 2a, yaitu menggambarkan data empiris dalam bentuk grafik. 2. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar pada penelitian ini merupakan data sekunder. Karena aspek apapun yang diukur, hasil belajar merupakan efek langsung dari suatu pembelajaran. Hasil belajar diukur dengan menggunakan soal objektif sebanyak 20 soal. Pada penelitian ini dilakukan penilaian dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai minimal yang harus dicapai untuk mencapai standar tuntas adalah sebesar 60,9. Penentuan KKM didasar kan atas beberapa kriteria yaitu, kompleksitas (bobot materi), daya dukung (sarana dan prasarana) dan yang terakhir adalah intake siswa (daya tarik siswa). Agar lebih jelas standar KKM dapat dilihat pada tabel 4.7 Kompetensi Dasar dan Indikator Tabel 4.7 Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kriteria Ketuntasan Minimal Kriteria penentuan KKM Kompleksitas Daya Intake Dukung Siswa Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelaian/penyakit yang dapat terjadi pada sistem saraf manusia Menjelaskan struktur dan fungsi susunan syaraf KKM 60 60 60 60

61 Kompetensi Dasar dan Indikator Kriteria Ketuntasan Minimal Kriteria penentuan KKM Kompleksitas Daya Intake Dukung Siswa KKM Menjelaskan proses bekerjanya susunan syaraf Menjelaskan keterkaitan fungsi susunan syaraf Menjelaskan cara 63 63 60 60 60 62 60 60 63 61 61 61,6 mencegah gangguan atau penyakit pada sistem regulasi Total KKM 60,9 Pada test hasil belajar ini nilai tertinggi didapat oleh siswa adalah 75 dengan jumlah benar 15 soal dan salah 5 soal. Nilai terendah yaitu sebesar 50 dengan jumlah benar sebanyak 10 soal dan jumlah salah juga 10 soal. Sedangkan siswa yang tuntas berjumlah 21 orang dan yang tidak tuntas adalah sebanyak 6 orang. Data dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Ketuntasan Belajar Siswa No Skor KKM Ketuntasan No. Skor KKM Ketuntasan Urut Urut 1 65 60,9 Tuntas 15 75 60,9 Tuntas 2 60 60,9 Tidak tuntas 16 65 60,9 Tuntas 3 65 60,9 Tuntas 17 80 60,9 Tuntas 4 70 60,9 Tuntas 18 75 60,9 Tuntas 5 55 60,9 Tidak tuntas 19 70 60,9 Tuntas 6 60 60,9 Tidak tuntas 20 65 60,9 Tuntas 7 65 60,9 Tuntas 21 65 60,9 Tuntas 8 70 60,9 Tuntas 22 75 60,9 Tuntas 9 70 60,9 Tuntas 23 65 60,9 Tuntas 10 55 60,9 Tidak tuntas 24 75 60,9 Tuntas 11 70 60,9 Tuntas 25 50 60,9 Tidak tuntas 12 50 60,9 Tidak tuntas 26 65 60,9 Tuntas 13 65 60,9 Tuntas 27 65 60,9 Tuntas 14 65 60,9 Tuntas Total Skor = 1775 Rata-Rata = 65,7

62 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui rata-rata nilai hasil belajar siswa yang berjumlah 27 orang adalah 65,7. Nilai rata-rata kelas ini lebih besar daripada nilai standar ketuntasan yaitu 60,9, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mencapai nilai tuntas. Persentase ketuntasan siswa daikemukakan pada Tabel 4.9 Tabel 4.9 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Ketuntasan Jumlah siswa (%) Tuntas 77,7 Tidak Tuntas 22,3 3. Lembar Observasi Lembar observasi pada penelitian ini digunakan sebagai alat tambahan untuk menilai kinerja siswa selama kegiatan praktikum berlangsung. Penilaian lembar observasi dilakukan oleh observer pada tiap kelompok. Aspek yang dinilai pada lembar observasi dan persentase kemunculannya disajikan pada Tabel 4.10 1. Membawa alat dan bahan yang diperlukan. 2.Pelaksanaan praktikum Tabel 4.10 Persentase Kemunculan Aspek Kinerja Siswa Kemunculan Sub Indikator Sub Indikator Ya Tidak - Membawa Penutup mata 100 % - - Membawa Pensil 100 % - - Membawa korek api 80 % 20 % - Membawa cotton bud 100 % - A. Penggunaan Alat dan Bahan - Mengambil zat dan bahan dengan rapi dan sesuai dengan kebutuhan. 80 % 20 % - Mengambil zat dan bahan kurang rapi tapi sesuai dengan kebutuhan. 60 % 40 % - Mengambil zat dan bahan tidak rapi dan tidak sesuai 20 % 80 %

63 3. Kegiatan Akhir percobaan Sub Indikator Kemunculan Sub Indikator Ya Tidak - Menggunakan bahan secukupnya 50 % 50 % - Menggunakan alat yang tepat 100 % - - Menggunakan alat dengan hati-hati 90 % 10% - Melaksanakan praktikum dengan tertib 90 % 10% - Mengamati objek dengan seksama 80% 20 % - Memberi perlakuan pada objek yang diteliti dengan benar 80 % 20 % - Melakukan praktikum sesuai prosedur praktikum (LKS) 100 % - B.Kemauan, keterampilan mengamati, menganalisis dan menyimpulkan hasil praktikum - Memfokuskan perhatian pada kegiatan dan tidak mengerjakan halhal 100 % - lain. - Memiliki minat terhadap aktivitas praktikum. 100 % - - Aktif dalam kegiatan praktikum 80 % 20% - Mengamati hasil praktikum dengan cermat. - Menafsirkan hasil pengamatan dengan benar. - Menyajikan data secara sistematis dan komunikatif - Membuat kesimpulan yang sesuai dengan hasil praktikum. - Membersihkan alat yang telah dipakai. - Membersihkan meja praktikum dari sampah dan bahan yang telah dipakai. - Mengembalikan alat ke tempat semula dalam keadaan bersih dan kering - Meninggalkan laboratorium dengan tertib. 100 % - 100 % - 100 % - 100 % - 40 % 60 % 80 % 20 % 60 % 40 % 50 % 50 %

64 Berdasarkan tabel 4.10 indikator yang hampir sempurna mencapai persentase 100% adalah indikator pertama dengan jumlah 4 aspek yang diukur dan pencapaian persentase 100% untuk 3 apek dan 1 aspek sebesar 80%. Dari hasil persentase tersebut dapat diketahui kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan praktikum adalah sangat siap. Dari kesiapan ini pula dapat terlihat antusiasme siswa dalam mengikuti praktikum. Indikator kedua yaitu pelaksanaan praktikum dengan dua sub indikator, yaitu penggunaan alat dan bahan dengan persentase yang beragam untuk setiap aspek yang dinilai. Persentase yang paling tinggi terdapat pada aspek menggunakan alat dan pelaksanaan sesuai prosedur LKS dengan persentase sebesar 100%. Sedangkan yang paling rendah adalah pengambilan zat dengan rapih dengan persentase sebesar 20%. Sub indikator yang kedua adalah kemauan, keterampilan mengamati, menganalisis dan menyimpulkan hasil praktikum. Pencapaian pada sub indikator ini persentasenya hampir semua aspek mencapai 100% kecuali aspek aktif dalam kegiatan yang hanya mencapai 80%. Berdasarkan penjabaran paragraf diatas dapat diketahui pada pelaksanaan kegiatan praktikum siswa sudah dapat dikatakan memiliki disiplin dalam menggunakan alat, walaupun masih kurang rapih dan kurang hati-hati. Sedangkan untuk kemauan dalam menjalankan praktikum sudah hampir sempurna. Walaupun pada keaktifannya belum mencapai 100%, hal ini dikarenakan ada beberapa orang siswa yang kurang serius melakukan praktikum. Tetapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa siswa sudah

65 memiliki kemampuan yang baik dan menunjukkan keseriusan dalam melaksanakan kegiatan praktikum. Indikator yang ketiga adalah kegiatan akhir percobaan atau praktikum. Melalui indikator ini dilihat bagaimana kegiatan siswa setelah melakukan praktikum. Pada indikator ini aspek yang paling rendah persentasenya adalah membersihkan alat yang telah dipakai (40%) dan yang paling tinggi adalah membersihkan meja dari sampah dan bahan yang tidak terpakai (80%). Berdasarkan hal ini dapat terlihat bahwa kesadaran siswa untuk merapihkan kembali alat dan bahan yang telah dipakai masih kurang, selain itu tanggung jawab untuk menjaga kebersihan laboratorium dan alat yang telah dipakai kurang. Dari ketiga indikator yang dinilai pada praktikum ini indikator yang persentasenya paling baik adalah kegiatan persiapan dan yang kurang baik adalah kegiatan akhir praktikum. Hal ini menunjukkan bahwa antusisme siswa untuk melakukan praktikum tinggi namun kesadaran untuk menjaga dan tanggung jawab terhadap alat dan laboratorium masih rendah. 4. Angket Selain data utama dan data sekunder pada penelitian ini juga dijaring respon dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran/ kegiatan praktikum dengan guided inquiry yang dijadikan data penunjang. Persentase respon siswa terhadap pembelajaran terdapat pada Tabel 4.11. tanggapan atau respon siswa dijaring dengan menggunakan angket yang didalamnya terdapat beberapa aspek yang ingin diketahui.

66 No Tabel 4.11 Persentase Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Praktikum Jumlah siswa (%) Pernyataan SS S TS STS 1 Saya menyukai mata pelajaran biologi 22 77 - - 2 Mata pelajaran biologi sulit dipahami - 44,5 55,5-3 Saya tertarik pada materi Sistem Saraf 7,4 77,8 14,8-4 Saya menyukai belajar berkelompok 44 56 - - 5 Saya menyukai kegiatan praktikum 59 41 - - 6 Pembelajaran berbasis praktikum memudahkan saya untuk memahami materi sistem saraf 7 Praktikum dengan inkuiri terbimbing memudahkan saya untuk memahami materi sistem saraf 8 Pembelajaran berbasis praktikum dengan inkuiri terbimbing membuat saya kurang paham tentang materi system saraf 9 Pembelajaran berbasis praktikum membuat saya bosan 10 Pembelajaran berbasis praktikum dengan inkuiri terbimbing memicu saya untuk memahami semua kegiatan praktikum secara benar 11 Kegiatan praktikum memberikan saya pengalaman lebih banyak 12 Pembelajaran berbasis praktikum memotivasi saya untuk belajar biologi lebih baik 13 Cara belajar seperti ini merupakan cara yang dapat membantu saya belajar lebih mudah 14 Kegiatan praktikum dengan inkuiri terbimbing tidak terlalu berbeda jauh dengan praktikum biasa 15 Menurut saya cara belajar seperti ini harus diterapkan pada setiap bab mata pelajaran biologi 37 55,5 7,5-33,3 40 26,7-3,7 22 70,6 3,7-14,8 55 30,2 18,6 81,4 - - 37 63 - - 44,4 40 15,6-48 52 - - - 37 44,4 18,6 29,6 55,5 11,2 3,7 Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa siswa tertari dan senang dengan kegiatan praktikum pada umumnya dan pada praktikum guided inquiry pada

67 khususnya. Pernyataan tersebut didukung oleh persentase pada pernyataan angket nomor 5 (SS:59%, S:41%), 6 (SS:37%, S: 55,5%, TS:7,5%), 9 pernyataan negatif (S:14,8%, TS:55%, STS:30,2%), 11 (SS:37%, S:63%), 12 (SS:44,4%, S:40%, TS:15,6%) untuk kegiatan praktikum dan pernyataan nomor 7 (SS:33,3%, S:40%, TS:26,7%), 8 pernyataan negatif (SS:3,7%, S:22%, TS:70,6%, STS:3,7%), 10 (SS:18,6%, S:81,4%) untuk praktikum guided inquiry. Dengan adanya perhitungan persentase lembar angket dapat dikatakan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran praktikum dengan guided inquiry adalah positif. Meskipun terdapat beberapa persen siswa yang kurang menyukai, tetapi persentase siswa yang setuju lebih besar dari yang kurang setuju. B. Pembahasan 1. Keterampilan Proses Siswa Keterampilan proses siswa (KPS) yang diukur pada penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu kemampuan interpretasi, berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan. Keterampilan proses merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap ilmuwan dan juga harus dimiliki oleh siswa sains (Semiawan 1988 :18). Pada penelitian ini KPS diukur pada saat siswa melakukan praktikum dan setelah siswa melakukan kegiatan praktikum. Pada saat praktikum KPS siswa diukur melalui lembar observasi. Setelah kegiatan praktikum siswa melakukan diskusi sebagai tindak lanjut kegiatan praktikum. Namun sebelum praktikum dimulai siswa diberikan

68 pretest terlebih dahulu. Pretest diambil untuk melihat kemampuan KPS awal yang dimiliki siswa sebelum kegiatan praktikum dan pembelajaran. Kegiatan praktikum dengan pendekatan guided inquiry yang dilakukan tidak sama dengan kegiatan praktikum discovery (praktikum yang biasanya dilakukan). Pada kegiatan praktikum yang biasa, praktikum menggunakan LKS yang berisi tuntunan dan bimbingan (prosedur) untuk melakukan kegiatan, sedangkan pada praktikum dengan guided inquiry ini LKS yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu dan membimbing siswa untuk melakukan kegiatan praktikum serta mengarahkan siswa untuk mendapatkan data dan menarik kesimpulan dari hasil dan data yang didapat. Berdasarkan tabel 4.1 didapat rata-rata hasil pretest siswa adalah sebesar 6,2 dan nilai rata-rata hasil posttest adalah sebesar 12,9. Dari hasil perhitungan ini, maka dapat diketahui bahwa hasil posttest mengalami peningkatan dari hasil pretest. Setelah menghitung rata-rata kemudian dicari nilai ngain pretest-posttest dan didapat rata-rata ngain sebesar 0,48, berdasakan kriteria penguasaan menurut Purwanto (2006;103) termasuk kedalam kategori sedang. Berdasarkan perhitungan ngain pada tabel 4.1 dan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 88% siswa berkategori sedang dan tinggi, 11 % siswa berkategori rendah. Jadi dapat dikatakan kenaikan atau peningkatan nilai siswa berdasarkan perhitungan ngain ini adalah sedang. Hal ini menunjukkan bahwa praktikum dengan pendekatan guided inquiry dapat membimbing siswa untuk

69 mendapatkan hasil lebih baik. Karena kegiatan praktikum dengan pendekatan guided inquiry siswa tidak hanya belajar penemuan (menemukan pemahaman konsep sendiri) tetapi siswa juga dapat mengembangkan potensi dan memotivasi diri untuk belajar. Pernyataan ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Woolnough & Allsof (Rustaman, 2005: 137) mengenai pentingnya dilakukan kegiatan praktikum, yaitu karena kegiatan praktikum dapat meningkatkan motivasi belajar sains, mengembangkan keterampilanketerampilan dasar melaksanakan eksperimen, menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, menunjang pemahaman materi pelajaran. Selain menghitung perbedaan rata-rata dan ngain siswa, dilakukan pula perhitungan untuk uji normalitas. Berdasarkan tabel 4.3 didapat bahwa data memiliki distribusi normal, sehingga perhitungan dapat dilanjutkan pada uji hipotesis secara parametrik. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peranan kegiatan praktikum dengan pendekatan guided inquiry. Uji hipotesis ini menggunakan uji t dan didapat hasil t hitung (4,6) > t tabel (1,706). Hal ini menandakan terjadi peningkatan yang signifikan antara hasil pretest dan hasil posttest. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan tersebut diatas dapat diketahui bahwa kegiatan praktikum dengan pendekatan inquiry memiliki peranan terhadap keterampilan proses siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jerome Bruner (Sund & Trowbridge, 1997) yang mengatakan bahwa keuntungan inquiry dan discovery, yaitu : siswa akan lebih mengerti konsep-konsep dasar dan ide yang lebih baik. Selain itu pembelajaran ini

70 dapat membantu dalam penggunaan ingatan, pola pikir, dan bekerja secara inisiatif dan intuitif. Pembelajaran ini pula dapat memberikan kepuasan intrinsik serta memberikan situasi yang lebih menantang untuk mendorong siswa belajar. Selain itu peningkatan hasil ini juga dapat disebabkan karena timbulnya motivasi untuk menjadi lebih baik. Karena seperti yang disebutkan bahwa salah satu keuntungan kegiatan praktikum dengan guided inquiry ini adalah dapat meningkatkan mitivasi dan potensi diri siswa. Pendapat ini sejalan dengan Joyce & Weil (1980) dampak pembelajaran dengan pendekatan inquiry salah satunya adalah menimbulkan semangat kreatifitas dan semangat belajar siswa. Dengan adanya semangat pada diri siswa akan menimbulkan energi positif dan menimbulkan motivasi untuk belajar. Adanya dorongan (motivasi) dalam belajar akan memberikan dampak positif bagi siswa dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil keterampilan proses sains. Peningkatan hasil ini menunjukkan adanya perubahan (penambahan pengetahuan) dan perubahan itu merupakan salah satu cirri dari proses belajar, sebagai mana yang diungkapkan oleh Hilgard (Nasution 2000) bahwa belajar merupakan proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah). Dalam penelitian ini latihan dilakukan dalam laboratorium dengan kegiatan praktikum guided inquiry. Kegiatan praktikum guided inquiry ini memberikan siswa pengalaman langsung. Menurut Bruner (1966 dalam Dahar,1989:108) pengalaman

71 langsung (belajar penemuan) meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas, dan melatih keterampilan untuk menemukan dan memecahkan masalah. Bagi siswa kegiatan praktikum guided inquiry merupakan kegiatan belajar yang membantu siswa memahami bahan ajar dan merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan. Hal ini didukung oleh respon siswa yang tersaji pada Tabel 4.10. pada penelitian ini kita ketahui bahwa kegiatan praktikum dengan guided inquiry berperan signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa. 2. Keterampilan Proses Berdasarkan Indikator. Secara keseluruhan keterampilan proses siswa mengalami kenaikan, meskipun demikian berdasarkan tabel 4.6 dapat kita ketahui penguasaan awal (pretest) siswa untuk setiap indikator termasuk kedalam kategori kurang sekali dengan persentase nilai < 50%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu siswa belum paham apa yang harus mereka kerjakan (pada awalnya) dan mungkin juga disebabkan karena mereka jarang atau bahkan belum pernah mengerjakan soal keterampilan proses sebelumnya. Selain itu dapat disebabkan karena mereka belum terbiasa dengan soal-soal keterampilan proses. Sedangkan pada nilai posttest atau penguasaan akhir setelah kegiatan praktikum dan diskusi persentase yang dicapai untuk masing-masing indikator meningkat dengan kategori cukup dan baik. Hal ini karena mereka menjadi lebih paham pada data yang disampaikan dalam soal setelah melakukan praktikum, karena data yang ditampilkan pada soal tidak terlalu

72 berbeda dengan apa yang mereka temukan dalam praktikum. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan mereka mulai terbiasa dengan soal keterampilan proses (interpretasi, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan) dikarenakan pada LKS mereka dituntut untuk dapat menginterpretasikan dan mengkomunikasikan hasil praktikum mereka. Selain itu juga dapat disebabkan oleh bertambahnya pengalaman belajar yang mereka terima atau lakukan. Berdasarkan tabel 4.6 hasil penelitian indikator yang paling dikuasai siswa pada posttest adalah berkomunikasi dengan pencapaian nilai 80%, dan sub indikator yang paling tinggi adalah menggambarkan data empiris kedalam diagram batang dengan persentase sebesar 92% dan kategori baik sekali. Sedangkan indikator yang paling rendah adalah 56,25% yang didapat oleh indikator interpretasi pada subindikator memberikan penjelasan dan alasan (53,3%). a. Indikator interpretasi Interpretasi merupakan keterampilan untuk menafsirakan data yang diperoleh dari hasil observasi atau penelitian (Semiawan, 1988 : 29). Kemampuan interpretasi siswa diukur dengan menggunakan soal KPS dan lembar observasi. Berdasarkan soal yang diberikan kemampuan siswa untuk menginterpretasikan suatu data kurang sekali (56,25%). Hal ini dapat disebabkan karena siswa kurang pembiasaan dalam mengerjakan soal-soal interpretasi. Seperti yang dikemukakan oleh Hajanah (2006) berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa kemampuan interpretasi siswa dipengaruhi oleh

73 beberapa faktor, diantaranya pengalaman belajar dan kebiasaan untuk mengerjakan soal. Namun pada kegiatan praktikum berdasarkan lembar observasi (Tabel 4.9) indikator ke-2, point b5 dan b7 keduanya memperoleh skor sempurna yaitu 100%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil tes tulis yang dikerjakan oleh siswa. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena lingkungan belajarnya pun berbeda. Pada kegiatan praktikum dilakukan di laboratorium sedangkan pada saat tes di lakukan di dalam kelas. Keadaan yang berbeda akan menimbulkan motivasi yang berbeda, sedangkan motivasi memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara maksimal (Nasution, 2000). Seperti yang diungkapkan oleh Rustaman (2003) bahwa kegiatan praktikum dapat meningkatkan motivasi siswa. Apabila keadaan belajar menyenangkan maka hasil yang didapat juga akan memuaskan. Pernyataan ini didukung oleh respon siswa pada angket yang dibagikan yaitu pada pernyataan no 6,7 dan 8. Pada masing-masing point dikatakan bahwa siswa menyukai kegiatan praktikum dan kegiatan ini membantu siswa memahami materi pelajaran. b. Indikator berkomunikasi Berkomunikasi merupakan salah satu keterampilan proses sains yang memiliki karakteristik diantaranya mengutarakan gagasan, menjelaskan hasil penginderaan, memeriksa akurat suatu objek atau peristiwa, mengubah data dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram (Rustaman et al, 2003 : 99). Semiawan (1988, 32-33) mengatakan bahwa keterampilan berkomunikasi

74 adalah keterampilan mendasar yang harus dimiliki oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, mengingat pentingnya keterampilan berkomunikasi bagi siswa keterampilan ini harus dikembangkan. Hal ini juga yang menjadi alasan keterampilan berkomunikasi harus ditingkatkan seperti yang tersurat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Secara keseluruhan pada penelitian ini penguasaan keterampilan atau kemampuan berkomunikasi siswa dikatakan baik karena mencapai 80%. Sedangkan hasil observasi (lembar observasi) pada Tabel 4.9, kemampuan siswa berkomunikasi (tulisan) dengan menyajikan data hasil praktikum adalah 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja yang maksimal akan menghasilkan hasil yang baik pula. Hal ini sesuai dengan, hasil penelitian Juwita (2007 : 51) bahwa faktor pengalaman belajar dan pengetahuan dapat mendukung hasil belajar. Menurut Aunurrahman (2009:178-182) ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya motivasi, konsentrasi, karakteristik siswa dan bahan belajar. Apabila bahan belajar yang dipelajari sesuai dengan minat siswa, maka hasil yang dicapai akan baik. Pernyataan ini didukung oleh persentase pada lembar observasi point indikator ke-2 point b2 yaitu siswa memiliki minat pada kegiatan praktikum dengan pencapaian 80%. c. Indikator mengajukan pertanyaan Mengajukan pertanyaan merupakan salah satu dari beberapa aspek dalam keterampilan proses sains. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa menunjukkan

75 bahwa terjadi proses berpikir (Rustaman et al, 2003: 96). Dengan mengajukan pertanyaan membuktikan adanya rasa ingin tahu terhadap suatu hal atau peristiwa. Keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh skor cukup dengan persentase sebesar 69,1 %. Pada keterampilan ini dapat dilihat kemauan siswa untuk mengetahui sesuatu dan dapat terlihat proses berpikir, sebagai mana yang telah diungkapkan oleh Rustaman. Dengan pencapaian skor cukup, dapat dikatakan bahwa siswa memiliki kemauan dalam belajar, kemauan menunjukkan adanya minat dan minat menunjukkan bahwa terdapat motivasi pada diri seseorang. Keinginan siswa untuk belajar ini juga didukung oleh hasil observasi (lembar observasi) pada Tabel 4.9, yaitu pada indikator ke-2 point b3. Pada point ini dinilai keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan praktikum. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasution (2000) hasil belajar akan menjadi lebih baik, apabila siswa memiliki hasrat atau tekad untuk mempelajari sesuatu. Berdasarkan uraian-uraian pada tiap indikator, dapat kita ketahui penguasaan keterampilan proses sains yang paling tinggi adalah keterampilan berkomunikasi, di ikuti oleh keterampilan mengajukan pertanyaan dan yang paling rendah adalah keterampilan interpretasi. Meskipun demikian tiap indikator mengalami peningkatan dari hasil pretest ke hasil posttest. 3. Hasil Belajar siswa Pada penelitian ini selain KPS yan diukur, hasil belajar juga diukur sebagai data sekunder. Hal ini dikarenakan setiap pembelajaran akan

76 berdampak pada hasil belajar siswa yang berupa pemahaman konsep yang diajarkan. Hasil belajar siswa dijaring dengan menggunakan soal objektif atau lebih sering disebut dengan soal pilihan berganda. Soal ini terdiri dari 20 soal dengan jenjang yang berbeda pada tiap soalnya. Jenjang soal yang diberikan terdiri dari soa C1, C2, C3 dan C4 berdasarkan taksonomi Bloom. Tes untuk menjaring hasil belajar ini diberikan bersamaan dengan pemberian soal keterampilan proses, yaitu setelah kegiatan praktikum dan diskusi terlaksana. Tes ini dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh mereka memahami konsep yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Penilaian hasil belajar ini mula-mula dilakukan pemeriksaan dan penskoran. Setelah itu dianalisis apakah siswa mencapai nilai tuntas yang diharapkan yaitu sebesar 60,9 dengan perincian seperti yang tertera pada Tabel 4.5. Berdasarkan tabel tesebut kemudian dapat dihitung persentase ketuntasan siswa dan didapat hasil sebesar 77,7% siswa mencapai nilai tuntas serta 22,3% siswa yang tidak tuntas. Berdasarkan perhitungan persentase ini dapat diketahui bahwa hampir seluruh kelas mencapai nilai tuntas. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan hasil belajar siswa, diantaranya adalah konsentrasi, motivasi, emosi, lingkungan, bahan ajar (materi), pengalaman, dan sebagainya (Nasution 2000). Tidak tercapainya nilai tuntas oleh 22,3% siswa ini dapat disebabkan oleh salah satu faktor tersebut, diantaranya mereka tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan serius dan kurang konsentrasi pada saat pembelajaran baik ketika praktikum

77 maupun saat diskusi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.9 bahwa terdapat 20% siswa yang kurang berkonsentrasi pada saat belajar. Kurang konsentrasi pada saat pembelajaran dapat disebabkan oleh kurangnya hasrat dan minat pada kegiatan yang sedang dilakukan. Secara keseluruhan, hampir sebagian kelas mencapai nilai standard ketuntasan. Besarnya persentase ketuntasan siswa menunjukkan bahwa hampir seluruh kelas sudah memahami konsep yang diajarkan. Selain itu, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan praktikum guided inquiry yang dilakukan memberikan pengaruh pada hasil belajar siswa. Penjabaran paragraf tersebut sesuai dengan respon siswa (Tabel 4.10) bahwa praktikum guided inquiry membantu siswa memahami konsep yang diajarkan. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Rustaman (2003) bahwa Kontribusi praktikum dalam meningkatkan pemahaman dapat tercipta apabila siswa diberi pengalaman langsung. Pengalaman langsung siswa terhadap fenomena alam menjadi prasyarat penting untuk mendalami dan memahami materi pelajaran. Mesikupun terjadi peningkatan hasil pada hasil belajar, namun nilai yang didapat sangat standard dengan KKM yang digunakan serta dapat dikatakan hasil yang didapat biasa saja. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Sesuai dengan Woodworth (Purwanto, 1996;65) yang membagi motif (faktor) dalam diri manusia menjagi dua berdasarkan arah datangnya dorongan atau hambatan untuk belajar. Faktor intrinsik pada penelitian ini dapat berupa motivasi untuk

78 belajar, kurangnya inteligensi atu kecerdasan siswa, hal ini dapat dikatan berdasarkan hasil-hasil ulangan yang dilakukan selama mereka belajar (tidak hanya pada penelitian saja), hasil yang didapat selalu biasa atau pencapaian nilai tidak tinggi. Serta konsentrasi yang mungkin terbagi saat pembelajaran. Faktor ekstrinsiknya dapat berupa lingkungan atau keadaan sekolah yang terletak hampir mendekati jalan raya, sehingga konsentrasi tergangu. Selain itu dapat juga disebabkan karena suasana sekolah yang kurang privasi. Hal ini di karenakan SMA KARTIKA SILIWANGI disatukan dengan SMK, sehingga mengganggu suasana belajar, karena jadwal SMA dan SMK yang berbeda.