BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki

PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI

PENGARUH PENAMBAHAN DIMETHYL SULFOXIDA (DMSO) KE DALAM MEDIUM DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI EMBRYO KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran Kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.)

BAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi dan Peran Kelapa dalam Kehidupan Manusia. 2n = 32 dan termasuk tumbuhan monokotil dalam family Arecaceae dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.)

PENDAHULUAN. baru. Plasma nutfah merupakan salah satu SDA yang sangat penting karena tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa merupakan tanaman anggota famili Arecaceae (Palm) dari genus

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai

BAB I PENDAHULUAN. Plasma nutfah adalah sumber daya genetik untuk penganekaragaman dan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup petani kelapa adalah dengan membudidayakan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

PENDAHULUAN. Di dalam Al-Quran telah disebutkan tentang ayat-ayat yang berhubungan

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas Tahun Luas Area (ha) Produksi (ton) (ton/ha)

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Plasma nutfah dapat diartikan sebagai sumber genetik dalam satu spesies

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C

BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK EMBRYO INCISION DAPAT MENINGKATKAN PRODUKSI BIBIT KELAPA KOPYOR TRUE-TO-TYPE

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

I. PENDAHULUAN. kakao unggul dalam pembudidayaan tanaman kakao (Mertade et al., 2011).

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. baku pembuatan zat pewarna β-karoten (Wulan, 2001), makanan ternak (Saputra,

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

Pengaruh Giberelic Acid terhadap Perkecambahan Embrio Kelapa Genjah Salak

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sehingga tanaman kelapa dijuluki Tree of Life (Kriswiyanti, 2013).

LABORATORIUM BIAK SEL DAN MIKROPROPAGASI TANAMAN PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tengah dan Amerika Selatan sebelah utara, tetapi pohon trembesi banyak

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu hasil dari berbagai tanaman perkebunan yang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar. dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai dengan pertanaman sekaligus merupakan

SERANGAN RHYNCOPHORUS FERRUGENIUS DI WILAYAH JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam al-qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang

PEMBAHASAN. Produksi Dan Pemasaran Benih Kelapa Sawit. Tabel 13. Produksi Kecambah Kelapa Sawit tahun 2008

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PEMBAHASA. Proses Pengadaan Bahan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Secara agronomis benih didefinisikan sebagai biji tanaman yang diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

BAB I PENDAHULUAN. Firman Allah SWT tentang tanaman yang tumbuh dari biji-bijian antara lain

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dihampir seluruh negara tropis di dunia termasuk Indonesia. Indonesia mampu menghasilkan kelapa dengan total produksi buah kelapa per tahun mencapai sekitar 19 juta ton (FAO, 2014) dan menempatkan Indonesia sebagai negara produsen kelapa terbesar di dunia. Meskipun mayoritas produksi kelapa digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, namun pada tahun 2013, ekspor kopra dan turunannya (kelapa kering) memberi devisa hampir 100 juta US$. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kelapa terbesar kedua di dunia sesudah Filipina (200 juta US$) (FAO, 2013). Disamping memiliki peran ekonomi yang tinggi, kelapa juga memiliki banyak fungsi bagi masyarakat di Indonesia. Batang kelapa banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan furniture, sedangkan daun kelapa juga banyak digunakan untuk perlengkapan dekorasi selama upacara adat dan keagamaan. Oleh karena itu kelapa dikenal sebagai tree of life karena hampir semua bagian dari tumbuhan tersebut berguna bagi kehidupan manusia. Meskipun kelapa memiliki nilai ekonomi, sosial dan budaya yang tinggi, namun keberadaan perkebunan kelapa di Indonesia mengalami banyak kendala. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah 1

2 menurunnya luas perkebunan kelapa di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, luas area perkebunan kelapa di Indonesia mencapai lebih dari 3,7 juta hektar sedangkan pada pada tahun 2013, luas area perkebunan kelapa hanya sekitar 3,6 juta hektar (menurun hampir 0,38 % per tahun, Nasir, 2014). Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab berkurangnya luas area perkebunan kelapa di Indonesia, di antaranya adalah tingginya serangan hama dan penyakit. Pada tahun 2014, serangan hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.) telah menyebabkan kematian lebih dari 5 ribu batang pohon kelapa di Kabupaten Blitar, Jawa Timur (Kustantini, 2014). Penyakit busuk pucuk (PBP) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora juga pernah menyerang area perkebunan kelapa di daerah Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara dengan total lahan mencapai 3 ribu hektar (Lolong, 2010). Faktor lain yang menyebabkan menurunnya luas perkebunan kelapa di Indonesia adalah adanya alihfungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit, jalan, perumahan, tempat tinggal, ataupun fungsi lahan lain. Sebagai contoh kebun plasma nutfah kelapa di Paniki, Manado, Sulawesi Utara telah dialihfungsikan menjadi tempat pacuan kuda karena dianggap mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi (Novarianto, 2008). Adanya faktor bencana alam yang banyak terjadi di Indonesia juga diduga menjadi salah satu penyebab turunnya luas area perkebunan kelapa di Indonesia. Bencana alam tsunami di Propinsi Aceh pada tahun 2004 telah

3 dilaporkan mengakibatkan hilangnya 10 ribu hektar (9,28 %) perkebunan kelapa (Antaraaceh, 2014). Kendala lain yang dihadapi pada perkebunan kelapa di Indonesia adalah mayoritas pohon kelapa telah berumur tua. Akibatnya, perkebunanperkebunan tersebut memiliki tingkat produktivitas yang rendah sehingga dialihkan menjadi lahan perkebunan lainnya ataupun tanaman kelapa dibiarkan mati. Di Sulawesi Utara, kurang lebih 60 ribu pohon kelapa mati akibat usia yang sudah tua dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (Kompas.com, 2011). Salah satu akibat yang timbul dari menurunnya lahan perkebunan kelapa maupun banyaknya perkebunan kelapa berusia tua adalah berkurangnya keanekaragaman hayati kelapa di Indonesia. Pada tahun 2012, total kultivar kelapa yang diketahui di dunia mencapai 419 buah dan 105 kultivar di antaranya dimiliki oleh Indonesia yang terdiri dari 82 kelapa dalam dan 23 kelapa genjah (Bourdeix, 2012). Sampai saat ini diperkirakan Indonesia masih memiliki sekitar 400 kultivar yang belum teridentifikasi karena tumbuh di daerah terpencil atau sulit terjangkau sehingga dikawatirkan akan mengalami kepunahan (Novarianto, 2008). Oleh karena itu diperlukan upaya yang serius dari berbagai pihak untuk melakukan konservasi kelapa di Indonesia. Upaya konservasi plasma nutfah kelapa di Indonesia telah dimulai sejak bertahun-tahun yang lalu yang dilakukan oleh para petani kelapa secara in situ. Konservasi secara in situ merupakan upaya mempertahankan

4 plasma nutfah pada habitat aslinya seperti dilahan-lahan perkebunan milik petani, dibiarkan hidup di pinggir pantai ataupun pulau terpencil (Rao et al., 1998). Salah satu contoh keberhasilan konservasi kelapa secara in situ adalah konservasi kelapa kopyor yang dilakukan oleh para petani di Kabupaten Pati sejak tahun 1960-an (Maskromo et al., 2007). Pada saat ini program tersebut berhasil mengkonservasikan hampir 2000 pohon kelapa kopyor genjah (Kompas.com, 2012). Teknik konservasi tersebut memiliki keuntungan seperti biaya yang murah serta dapat meningkatkan pendapatan dan pengetahuan petani kelapa. Namun, teknik tersebut juga memiliki kelemahan seperti rentan terhadap bencana alam, pengalihan fungsi lahan, membutuhkan pengawasan yang aktif dan sulitnya pengumpulan data jika diperlukan (Dullo et al., 2005). Alternatif lain yang telah dilakukan untuk melindungi plasma nutfah kelapa adalah dengan melakukan konservasi secara ex situ. Konservasi secara ex situ merupakan upaya konservasi plasma nutfah tidak pada habitat aslinya seperti dengan pembangunan kebun plasma nutfah. Teknik tersebut telah diaplikasikan di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Pada saat ini, Indonesia memiliki 7 kebun plasma nutfah kelapa, yaitu kebun plasma nutfah Pakuwon (Jawa Barat), Bone-bone (Sulawesi Selatan), Sikijang Mati (Riau), Mapanget, Paniki, Pandu dan Kima Atas (Sulawesi Utara; Novarianto et al., 2005). Kebun plasma nutfah yang dibangun tersebut memberikan banyak kemudahan seperti pengaksesan dan pengamatan data yang lebih rinci karena terkumpul dalam satu wilayah,

5 dimiliki oleh pemerintah sehingga relatif aman terhadap alihfungsi lahan ataupun tanaman perkebunan lainnya serta perawatan yang lebih baik sehingga relatif aman terhadap serangan hama dan penyakit (Engelman, 2011). Namun demikian, pembangunan kebun plasma nutfah masih rawan terhadap bencana alam termasuk kekeringan, disamping biaya untuk pembangunan dan perawatan yang cukup besar (Engelman, 2011). Oleh karena itu, konservasi kelapa secara ex situ melalui pembangunan kebun plasma nutfah masih membutuhkan adanya cadangan koleksi plasma dalam bentuk lain yang disimpan ditempat yang aman, tidak mengalami serangan hama dan penyakit serta terlindung dari bencana alam. Salah satu teknik konservasi ex situ yang banyak digunakan sebagai koleksi cadangan plasma nutfah adalah dengan teknik penyimpanan benih berupa biji (seed storage). Teknik tersebut mudah, murah dan aman dilakukan, namun penyimpanan biji kelapa dengan cara tersebut tidak dapat dilakukan karena ukuran buah kelapa yang besar (sekitar 850 3000 gram; Chan & Elevitch, 2006) serta tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama karena tidak toleran terhadap proses pengeringan (rekalsitran; Engelman, 1999). Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk menyimpan plasma nutfah kelapa adalah dengan menyimpan embrio zigotik kelapa (Engelman, 2011). Embrio zigotik kelapa lebih memungkinkan untuk disimpan dibandingkan dengan biji karena memiliki banyak keunggulan seperti ukuran yang jauh lebih kecil (sekitar 0,1 g; Sisunandar et al., 2014), dapat ditumbuhkan dalam

6 medium kultur jaringan untuk membentuk tanaman utuh (Karun et al., 2005), serta pohon kelapa yang dihasilkan dari embrio zigotik tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pohon kelapa yang berasal dari biji (Sisunandar et al., 2010a). Beberapa teknik telah dikembangkan untuk menyimpan embrio zigotik kelapa, baik untuk penyimpanan jangka pendek sampai menengah, maupun untuk penyimpanan jangka panjang. Salah satu teknik penyimpanan embrio kelapa untuk jangka pendek sampai menengah (short to medium term conservation) adalah dengan cara embrio zigotik kelapa disterilkan dan disimpan pada air steril selama 2 bulan (Karun & Sajini, 1994). Penelitian yang lain mampu menyimpan embrio kelapa selama 3 bulan dengan cara embrio ditanam secara in vitro pada medium kultur jaringan yang ditambahkan 0,3 M mannitol (Sukendah & Cedo, 2005). Bahkan, penambahan 5 g /L sukrosa ke dalam medium tanam mampu digunakan untuk menyimpan embrio kelapa secara in vitro selama 6 bulan (Assy-Bah & Engelmann, 1993). Teknik penyimpanan embrio kelapa secara in vitro memiliki banyak keunggulan, seperti bebas dari patogen, tidak membutuhkan ruang yang besar, mudah dalam pertukaran plasma nutfah, serta kemungkinan rusak akibat bencana alam relatif kecil. Namun demikian, lama penyimpanan yang terbatas, serta membutuhkan subkultur yang berulang-ulang maupun tingginya resiko kontaminasi merupakan kendala yang paling dominan dalam aplikasi teknik tersebut disamping biaya yang sangat tinggi (Sukendah & Cedo, 2005).

7 Cara lain yang lebih mudah dan aman untuk digunakan dalam penyimpanan embrio kelapa dalam jangka pendek sampai menengah adalah dengan cara embrio dikeringkan sampai kadar air sekitar 29 % kemudian disimpan pada suhu temperatur (-20 0 C sampai -80 0 C; Sisunandar et al., 2012). Teknik tersebut tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak serta murah untuk dilakukan, namun teknik penyimpanan tersebut masih terbatas untuk jangka waktu yang menengah (maksimal 26 minggu), serta memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, yaitu hanya sekitar 12 % embrio mampu tumbuh membentuk tanaman yang normal (Sisunandar et al., 2012). Untuk itu diperlukan alternatif lain yang lebih mudah, murah, dan aman untuk penyimpanan jangka panjang (> 2 tahun sampai tak terbatas). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menyimpan embrio kelapa dalam jangka waktu yang panjang adalah dengan menggunakan teknik kriopreservasi. Teknik kriopreservasi adalah teknik penyimpanan plasma nutfah pada temperatur sangat rendah (-196 0 C) dengan menggunakan nitrogen cair (Tambunan & Mariska, 2003). Meskipun teknik penyimpanan tersebut membutuhkan peralatan laboratorium yang memadai dengan ketersediaan nitrogen cair yang cukup dan terus menerus, namun pada temperatur penyimpanan tersebut proses aktivitas metabolisme sel akan berjalan lambat atau bahkan terhenti sehingga memungkinkan embrio disimpan dalam jangka waktu yang lama bahkan dengan waktu yang tidak terbatas (Engelman, 1990). Selain itu,

8 kriopreservasi memberikan kemudahan dalam pertukaran plasma nutfah dan penyimpanan yang bebas virus (Engelmann, 2011). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembangkan teknik konservasi embrio kelapa melalui kriopreservasi. Assy-Bah & Engelmann (1992), melaporkan penyimpanan embrio kelapa dengan cara embrio dikeringkan dalam LAF (laminar air flow) selama 4 jam dan didehidrasi pada medium in vitro dengan penambahan 600 g/l sukrosa dan 15 % gliserol selama 20 jam sebelum disimpan pada suhu -196 0 C. Penelitian tersebut mampu menghasilkan embrio yang tetap hidup sampai sekitar 93 %. Namun demikian, persentase kecambah yang berhasil tumbuh setelah disimpan serta jumlah bibit yang dihasilkan dari embrio yang telah disimpan belum dilaporkan. Selanjutnya Karun et al., (2005) melaporkan embrio kelapa yang dikeringkan dalam LAF selama 24 jam atau gel silika selama 18 Jam berhasil disimpan pada temperatur -196 0 C dengan tingkat keberhasilan mencapai lebih dari 80 %. Namun demikian persentase bibit siap tanam yang dihasilkan dari embrio yang telah disimpan juga belum dilaporkan. Penelitian yang hampir sama dengan cara embrio didehidrasi dengan larutan sukrosa 3 M sukrosa selama 24 jam dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan gel silika selama 7 jam juga belum menghasilkan bibit siap tanam (Sajini et al., 2006). Pendekatan pengeringan yang lebih sederhana dengan menggunakan silika gel selama 8 jam juga belum memberikan hasil yang lebih baik, yaitu hanya sekitar 40 % bibit berhasil tumbuh dari embrio yang telah disimpan serta sekitar 20

9 % bibit yang dihasilkan siap tanam ke lahan (Sisunandar et al., 2010b). Upaya peningkatan persentase keberhasilan perkecambahan dari embrio yang telah disimpan dalam nitrogen cair juga dilakukan oleh N Nan et al., (2012) dengan cara embrio didehidrasi dengan larutan 3,2 M glukosa dan ditempatkan dalam wadah tertutup yang berisi gel silika selama 24 jam. Namun demikian, penelitian tersebut hanya mampu menghasilkan keberhasilan perkecambahan sekitar 75 %. Upaya perlakuan dengan pengeringan embrio secara cepat (8 jam) dengan menggunakan alat berisi kipas angin yang diisi dengan silika gel juga belum memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, yaitu hanya 29 % dari embrio yang disimpan dalam nitrogen cair dapat tumbuh menjadi tanaman normal (Sisunandar et al., 2014). Secara umum, teknik kriopreservasi embrio kelapa sampai saat ini masih menunjukkan hasil yang bervariasi sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satu faktor yang menyebabkan bervariasinya hasil kriopreservasi embrio kelapa adalah adanya faktor genetik. Hasil penelitian dengan menggunakan 20 kultivar kelapa Indonesia menunjukkan bahwa persentase keberhasilan kriopreservasi bergantung kepada kultivar yang digunakan (bervariasi dari 0 40 %; Sisunandar et al., 2010b). Lima kultivar tergolong relatif mudah (keberhasilan > 30 %) dan empat kultivar tergolong sulit (keberhasilan < 10 %) dan 11 kultivar tergolong moderat (keberhasilan 10 30 %).

10 Salah satu daerah dengan cadangan plasma nutfah kelapa yang cukup besar adalah Kabupaten Banyumas yang memiliki beberapa kultivar lokal seperti kelapa genjah entok dan kelapa dalam Banyumas, meskipun kedua jenis kultivar tersebut belum dilepas oleh Pemerintah Indonesia. Sampai saat ini, upaya konservasi kelapa di wilayah Banyumas belum pernah dilakukan termasuk dengan menggunakan teknik kriopreservasi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilaporkan upaya penyimpanan embrio kelapa yang ditemukan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan teknik kriopreservasi dengan menggunakan pendekatan dehidrasi. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari lama waktu dehidrasi embrio kelapa yang tepat untuk digunakan dalam program konservasi kelapa Banyumas (Cocos nucifera L.) melalui teknik kriopreservasi. 1.3 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang konservasi, khususnya teknik penyimpanan plasma nutfah embrio kelapa Banyumas (Cocos nucifera L.) melalui teknik kriopreservasi. 2. Bagi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Sebagai tambahan referensi berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam teknik kriopreservasi embrio kelapa Banyumas (Cocos nucifera L.) pada penelitian berikutnya, sehingga diharapkan akan muncul peneliti-peneliti yang lebih baik lagi.

11 3. Bagi Masyarakat Dengan keberhasilan penelitian ini, maka diharapkan akan mampu menyediakan teknik penyimpanan plasma nutfah embrio kelapa Banyumas (Cocos nucifera L.) melalui teknik kriopreservasi yang sederhana. 4. Bagi Penulis Menambah Pengetahuan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan tentang konservasi pada umumnya dan kriopreservasi embrio pada khususnya.